PEMBAHASAN
A. Pengertian HAM
Dalam era keterbukaan informasi, semua hal seolah menjadi “layak”
bahkan “harus”diketahui oleh masyarakat (setiap orang), sehingga batas
antara ruang pribadi dan ruang publik menjadi sangat tipis. Keterbukaan
informasi saat ini menjadi kebutuhan bagi setiap anggota masyarakat yang
wajib dipenuhi oleh pemerintah. Pemanfaatan teknologi informasi seperti
media massa dan sarana/perangkat komunikasi lainnya telah mengubah
perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global dan dapat
digambarkan bahwa hubungan menjadi tanpa batas (borderless). Kejadian di
segala penjuru dunia dapat diinformasikan dengan cepat. Kondisi demikian
memberi kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan
peradaban manusia, namun di lain pihak akan memunculkan persoalan baru
dalam kaitannya dengan kebutuhan pengaturan dan perlindungan
hukumnya.
Ada beberapa pengertian Hak Asasi Manusia menurut undang-undang
dan para ahli Menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak yang
secara kodrati melekat pada setiap manusia.
Menurut Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM, Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk TuhanYang Maha Esa dan
merupakan anugrahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan dan
perlindungan harrkat dan martabat manusia.
Menurut Miriam Budiarjo, bahwa hak asasi manusia adalah hak manusia
yang telah diperoleh dan dibawahnya bersama dengan kelahiran atau
kehadirannya dimasyarakat. Dari pengertian hak asasi manusia di atas
dapat disimpulkan bahwa Hak Asasi Manusia bersifat universal, artinya
berlaku dimana saja dan kapan saja serta untuk siapa saja dan tidak dapat
diambil oleh siapapun.
3
seluruh segi kehidupan, baik hak hukum, hak sosial budaya, hak ekonomi,
maupun hak dalam pembangunan.
Pasal yang mendukung HAM yang berkaitan dengan hak untuk memperoleh
pelayanan kesehatan adalah :
1. Pasal 28F setap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, sera
berhak untuk mencari, memperoleh memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia.
2. Hak untuk memperoleh informasi kesehatan
Pasien rumah sakit adalah konsumen, sehingga secara umum pasien
dilindungi dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999). Menurut pasal 4 UU No.
8/1999, dimana hak-hak konsumen meliputi :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
4
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3);
b. Meminta pendapat dokter atau dokter lain;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. Menolak tindakan medis;
e. Mendapatkan isi rekam medis.
5
q. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik
secara perdata ataupun pidana; dan mengeluhkan pelayanan Rumah
Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
r. Melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
6
B. Hak Untuk Memperoleh Informasi
1. Hak Atas Informasi
Hak informasi atau penjelasan, merupakan hak asasi pasien yang
paling utama bahkan dalam tindakan-tindakan khusus diperlukan
Persetujuan Tindakan Medik yang ditanda-tangani oleh pasien dan atau
keluarganya. Bahwa dalam hubungn dokter dengan pasien posisi dokter
adalah dominant, jika dibandingkan dengan posisi pasien yang awam
dalam bidang kedokteran. Dokter dianggap mempunyai kekuasaan
tertentu dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Dalam
memberikan informasi kepada pasien, kadangkala agak sulit
menentukan informasi yang mana harus diberikan, karena sangat
bergantung pada usia, pendidikan, keadaan umum pasien dan
mentalnya. Namun pada umumnya dapat diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Informasi yang diberikan haruslah dengan bahasa yang dimengerti
pasien.
b. Pasien harus memperoleh informasi tentang penyakitnya, tindakan-
tindakan yang akan diambil kemungkinan komplikasi dan resiko-
resikonya.
c. Untuk anak-anak dan pasien akit jiwa, maka informasi diberikan
kepada orang tua atau walinya.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 585 tahun 1989 dinyatakan
bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada
pasien / keluarga diminta atau tidak diminta. Mengenai apa yang harus
disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit
pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan, tentunya prosedur tindakan
yang akan dijalani pasien baik diagnostik maupun terapi dan lain-lain
sehingga pasien atau keluarga dapat memahaminya. Ini mencakup
bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan
alternative terapi.
Penyampain informasi haruslah secara lisan, termasuk penyampaian
formulir untuk ditandatangani pasien atau keluarga tanpa penjelasan
dan pembahasan secara lisan dengan pasien / keluarga hal ini dianggap
bertentangan dengan kepatutan yang berlaku.
2. Hak atas Persetujuan Tindakan Medis
7
Persetujuan Tindakan Medis adalah terjemahan yang dipakai
untuk istilah informed concent. Informed artinya telah diberitahukan telah
disampaikan atau telah diinformasikan. Concentnartinya persetujuan yang
diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian
informed concent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada
dokter setelah diberi penjelasan. Melalui Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 589 Tahun 1989 yang dimaksud dengan Informed concent adalah
semua keadaan yang berhubungan dengan penyakit pasien dan tindakan
medik apa yang akan dilakukan dokter serta hal-hal yang perlu dijelaskan
dokter atas pertanyaan pasien atau keluarga. Bentuk persetujuan
tindakan medik pertama yang disebut Implied concent yaitu persetujuan
yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat
persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien.
Umumnya tindakan dokter disini adalah tindakan yang biasa
dilakukan atau sudah diketahui umum. Misalnya pengambilan darah
untuk pemeriksaan laboratorium, melakukan suntikan kepada pasien,
melakukan penjahitan luka dan sebagainya. Implied concent bentuk lain
adalah pasien dalam kedaan gawat darurat (emergency) sedang dokter
memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak
bisa memberi persetujuan dan keluarganya pun tidak ditempat, maka
dokter dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter demikian
menurut Permenkes Nomor 585 Tahun 1989 pasal 11. Jenis persetujuan
ini disebut sebagai Presumed concent yaitu, bila pasien dalam keadaan
sadar, dianggap akan menyetujui tindakan yang akan dilakukan dokter.
Bentuk persetujuan kedua yaitu Expressed concent adalah persetujuan
yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan lebih
dari prosedur pemeriksaan dari tindakan yang biasa. Dalam keadaan
demikian sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan
apa yang akan dilakukan supaya tidak terjadi salah pengertian. Misalnya
pemeriksaan dalam rectal atau pemeriksaan dalam vaginal, mencabut
kuku dan lain-lain tindakan yang melebihi prosedur pemeriksaan dan
tindakan umum. Disini belum diperlukan persetujuan tertulis. Persetujuan
secara lisan sudah mencukupi.
8
Apabila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko seperti
tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan yang
invasif, sebaiknya diperoleh persetujuan tindakan medis secara tertulis.
Seperti dikemukakan sebelumnya, oleh kalangan kesehatan atau rumah
sakit, surat pernyataan pasien atau inilah yang disebu Persetujuan
Tindakan Medis.
9
sedangkan rahasia pekerjaan ialah rahasia dokter pada waktu
menjalankan prakteknya (fungsional). Umumnya hamper tidak ada
perbedaan anatar kedua istilah tersebut. Untuk memahami soal rahasia
jabatan ditilik dari sudut hukum, maka tingkah laku seorang dokter dibagi
dalam 2 jenis :
a. Pasal 322 KUHP yang berbunyi :
1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang ia
wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik
yang sekarang maupun yang dulu, dihukum degan hukuman
penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-
banyaknya enam ratus rupiah.
2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang tertenu, maka ia
hanya dituntut atas pengaduan orang itu.
b. Pasal 1365 KUHPdt :
Barang siapa yang berbuat salah sehingga orang lain menderita
kerugian, wajib untu menganti kerugian. Seorang dokter berbuat salah,
apabila ia tanpa disengaja membuka rahasia tentang seorang pasien
yang kebetulan terdengar oleh majikan orang yang sakit itu. Kemudian
majikan memberhentikan pegawainya, karena takut penyakitnya akan
menulari pegawai-pegawai lain. Dokter diadukan oleh pasien itu, selain
hukum pidana, dokter dapat dihukum perdata dengan kewajiban
mengganti kerugian. Menurut hukum, setiap warga Negara dapat
dipanggil oleh pengadilan untuk didengar sebagai saksi. Selain itu,
seorang yang mempunyai keahlian dapat juga dipanggil sebagai ahli.
Maka dapatlah terjadi, bahwa seorang yang mempunyai keahlian,
umpamanya seorang dokter, dipanggil sebagi ahli atau sekaligus
sebagai saksi ahli. Sebagai saksi atau saksi ahli mungkin sekali ia
diharuskan memberi keterangan tentang seorang yang sebelum itu
telah menjadi pasien yang diobatinya. Hal ini menunjukkan dokter
diduga melanggar rahasia pekerjaannya. Pasal 170 KUHAP
menandaskan ;
1) Mereka yang karena pekerjaannya, harkat martabat atau
jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat dibebaskan dari
kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang
hal yang dipercayakan kepada mereka.
2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk
permintaan tersebut, maka pengadilan negeri memutuskan apakah
10
alasan yang dikemukakan oleh saksi atau saksi ahli untuk berbicara
itu, layak dan dapat diterima atau tidak.
11
dirinya. Dengan demikian pendapat kedua sebetulnya dapat dilihat
sebagai penghormatan terhadap hak otonomi perorangan, Lebih jauh hal
ini dapat menghindarkan atau mencegah terjadinya penipuan atau
paksaan. Hak atas pendapat kedua merupakan pembatasan otorisasi dari
dokter terhadap kepentingan pasien. Untuk lebih menjelaskan hak-hak
pasien di atas selanjutnya perlu dikaitkan dengan KODEKI dimana
terdapat beberapa ketentuan tentang kewajiban dokter terhadap pasien
yang merupakan pula hak-hak pasien yang perlu diperhatikan yaitu
seorang pasien memiliki hak :
a. Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri dan hak untuk mati secara
wajar. Memperoleh pelayanan kedokteranyang manusiawi sesuai
dengan standar profesi kedokteran.
b. Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi yang
direncanakan, bahkan dapat menarik diri dari kontrak terapeutik
Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkan
dapat menarik diri dari kontrak terapetik.
c. Memperoleh penjelasan tentang riset kodeokteran yang akan
diikutinya.
d. Menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran
Dirujuk kepada dokter spesialis kalau diperlukan, dan dikembalikan
kepada dokter yang merujuknya setelah selesai konsultasi atau
pengobatan untuk memperoleh perawatan tindak lanjut Kerahasiaan
dan rekam mediknya atas hal pribadi
e. Memperoleh penjelasan tentang peraturan-peraturan rumah sakit
Berhubungan dengan keluarga, penasehat atau rohaniawan dan lain-
lainnya yang diperlukan selama perawatan di rumah sakit.
f. Memperoleh penjelasan tentang perincian biaya rawat inap, obat,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksan roentgen, ultrasonografi
(USG), CT- scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
sebagainya.
12
hormat mengormati dan saling percaya terpelihara dengan baik.
Kewajiban-kewajiban pasien pada garis besarnya adalah sebagai berikut:
a. Memeriksakan diri sedini mungkin pada dokter Memberikan informasi
yang benar dan lengkap tentang penyakitnya
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
c. Menandatangani surat-surat persetujuan tindakan medis, surat
jaminan dirawat di rumah sakit dan lain lain
d. Percaya pada dokter
e. Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, biaya pemeriksaan dan
pengobatan serta honorarium
13
HAM harus dimaknai sebagai hubungan hukum sui generis antara
penyandang hak atau pihak yang berhak (rakyat) vis-à-vis penanggung
jawab hak atau pihak yang berkewajiban atas suatu hak (negara). HAM
adalah klaim dari rakyat/warga negara terhadap negaranya supaya dipenuhi
apa yang menjadi hak asasinya.¹⁵ HAM merupakan hak dasar yang secara
kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh
karena itu HAM harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh
diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
(Endang Wahyati Yustina: Hak atas Informasi Publik dan Hak atas Rahasia
Medis: Problem Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kesehatan)
HAM ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, HAM
bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan
tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk
melindungi diri martabatkemanusiaannya juga digunakan sebagai landasan
moral dalam bergaul atauberhubungan dengan sesama manusia.
Dalam konsep hukum, hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang
layak merupakan hak konstitusional bagi setiap warga negara, sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa:
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan ba_n, bertempat _nggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”. Menurut ketentuan Pasal 1 bu_r 1
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (UU HAM) desebutkan
bahwa: “HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan se_ap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Kesehatan adalah bagian dari HAM. Hak sehat juga terdapat dalam UU
HAM. Pada Pasal 9 ayat (3) disebutkan, “setiap orang berhak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Persoalan mengenai hak sehat juga
diatur oleh negara dalam Pasal 4 UU Kesehatan yaitu, “setap orang berhak
atas kesehatan”, kemudian dalam Pasal 6 disebutkan bahwa, “setiap orang
berhak mendapat lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan”. Ketentuan tentang HAM dalam pelayanan kesehatan di
14
antaranya diatur dalam Pasal 5 ayat (3) UU Kesehatan yang berbunyi:
“Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan
sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya”. Penyebutan kata
‘setiap orang’ dalam undang-undang ini berarti siapapun tanpa kecuali dan
berar_ _dak boleh terjadi diskriminasi dalam hal kesehatan. Ketentuan ini
juga mempertegas pengaturan hak menentukan diri sendiri yang merupakan
hak dasar individual yang bersumber pada HAM.
Dalam ruang lingkup HAM terdapat dua hak yang seringkali berbenturan,
padahal kedudukannya sama penting dan keduanya harus dijamin
perlindungannya. Hak atas informasi kesehatan dalam ruang lingkup (publik)
yang utama adalah hak akses terhadap pelayanan kesehatan. Sementara
hak menentukan diri sendiri diturunkan dalam beberapa hak antara lain hak
atas rahasia medis merupakan hak individu yang juga harus dilindungi.
15
Deklarasi Universal HAM PBB pada pasal 22 tentang hak jaminan sosial
mennyatakan bahwa setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak
atas jaminan sosial dan berhak atas terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial
dan budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas
pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional,
dan sesuai dengan pengaturan dan sumber daya setiap negara.
Piagam Majelis Kesehatan Rakyat di Bangladesh pada tahun 2000
menyatakan mendukung penerapan hak untuk sehat, menuntut pemerintah
dan organisasi internasional dipastikan melaksanakan kebijakan dan
menghormati hak untuk sehat, membangun gerakan masyarakat agar
kesehatan dan HAM masuk dalam UU, melawan eksploitasi kebutuhan
kesehatan rakyat untuk mengambil keuntungan.
16
daerah (Jamkesda) saat mengurus administrasi asuransi kesehatan gratis.
Kasus lainnya menimopa Masra Nurhidaya (7 Tahun), warga dusun
Bontopannu, Desa Mattunrung Tellue, Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten
Sinjai, karena orang tuanya tidak mampu membayar ambulans mayat Masra
terpaksa diangkut menggunakan sepeda motor dari Puskesmas Lappadata
ke kampungnya.
Sungguh Ironi, peristiwa seperti ini masih saja terjadi. Ini adalah fakta
yang menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan secara adil belum tercapai
maksimal. Negara harus bertanggungjawab sepenuhnya dalam mewujudkan
keadilan tersebut dalam hal ini pemenuhan, perlindungan, dan penegakan
HAM dalam pelayanan kesehatan.
17
E. Penanganan pelanggaran HAM
1. Supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan
hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka
melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban
dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada
masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari
perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang
melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
18
Selain melakukan upaya pencegahan, pemerintah juga menangani
berbagai kasus yang sudah terjadi. Tindakan penanganan dilakukan oleh
lembaga-lembaga negara yang mempunyai fungsi utama untuk menegakkan
hukum, seperti berikut :
1. Kepolisian melakukan penanganan terhadap kasus-kasus yang berkaitan
dengan pelanggaran terhadap hak warga negara untuk mendapatkan rasa
aman, seperti penangkapan pelaku tindak pidana umum (pembunuhan,
perampokan, penganiayaan dan sebagainya) dan tindak pidana terorisme.
Selain itu kepolisian juga menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan
pelanggaran peraturan lalu lintas.
2. Tentara Nasional Indonesia melakukan penanganan terhadap kasus-kasus
yang berkaitan dengan gerakan separatisme, ancaman keamanan dari luar
dan sebagainya.
3. Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penanganan terhadap kasus-
kasus korupsi dan penyalahgunaan keuangan negara.
4. Lembaga peradilan melakukan perannya untuk menjatuhkan vonis atas
kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara.
19