Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian HAM
Dalam era keterbukaan informasi, semua hal seolah menjadi “layak”
bahkan “harus”diketahui oleh masyarakat (setiap orang), sehingga batas
antara ruang pribadi dan ruang publik menjadi sangat tipis. Keterbukaan
informasi saat ini menjadi kebutuhan bagi setiap anggota masyarakat yang
wajib dipenuhi oleh pemerintah. Pemanfaatan teknologi informasi seperti
media massa dan sarana/perangkat komunikasi lainnya telah mengubah
perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global dan dapat
digambarkan bahwa hubungan menjadi tanpa batas (borderless). Kejadian di
segala penjuru dunia dapat diinformasikan dengan cepat. Kondisi demikian
memberi kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan
peradaban manusia, namun di lain pihak akan memunculkan persoalan baru
dalam kaitannya dengan kebutuhan pengaturan dan perlindungan
hukumnya.
Ada beberapa pengertian Hak Asasi Manusia menurut undang-undang
dan para ahli Menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak yang
secara kodrati melekat pada setiap manusia.
Menurut Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM, Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk TuhanYang Maha Esa dan
merupakan anugrahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan dan
perlindungan harrkat dan martabat manusia.
Menurut Miriam Budiarjo, bahwa hak asasi manusia adalah hak manusia
yang telah diperoleh dan dibawahnya bersama dengan kelahiran atau
kehadirannya dimasyarakat. Dari pengertian hak asasi manusia di atas
dapat disimpulkan bahwa Hak Asasi Manusia bersifat universal, artinya
berlaku dimana saja dan kapan saja serta untuk siapa saja dan tidak dapat
diambil oleh siapapun.

Hak asasi dibutuhkan manusia untuk melindungi martabat


kemanusiaannya dan digunakan sebagai landasan moraldalam bergaul dan
berkomunikasi dengan orang lain. Konsep Hak Asasi Manusia mencakup

3
seluruh segi kehidupan, baik hak hukum, hak sosial budaya, hak ekonomi,
maupun hak dalam pembangunan.

Pasal yang mendukung HAM yang berkaitan dengan hak untuk memperoleh
pelayanan kesehatan adalah :
1. Pasal 28F setap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, sera
berhak untuk mencari, memperoleh memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia.
2. Hak untuk memperoleh informasi kesehatan
Pasien rumah sakit adalah konsumen, sehingga secara umum pasien
dilindungi dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999). Menurut pasal 4 UU No.
8/1999, dimana hak-hak konsumen meliputi :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

3. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran juga


merupakan Undang-Undang yang bertujuan untuk memberikan
perlindungan bagi pasien. Hak-hak pasien diatur dalam pasal 52 UU No.
29/2004 adalah:

4
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3);
b. Meminta pendapat dokter atau dokter lain;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. Menolak tindakan medis;
e. Mendapatkan isi rekam medis.

4. Perlindungan hak pasien juga tercantum dalam pasal 32 Undang-Undang


No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu:
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit;
b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi;
d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi;
f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter
lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di
luar Rumah Sakit;
i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya;
j. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya
selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;
n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit;
o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit
terhadap dirinya;
p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan
agama dan kepercayaan yang dianutnya;

5
q. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik
secara perdata ataupun pidana; dan mengeluhkan pelayanan Rumah
Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
r. Melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

5. Selanjutnya apabila hak-haknya dilanggar, maka upaya hukum yang


tersedia bagi pasien adalah:
a. Mengajukan gugatan kepada pelaku usaha, baik kepada lembaga
peradilan umum maupun kepada lembaga yang secara khusus
berwenang menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku
usaha (Pasal 45 UUPK)
b. Melaporkan kepada polisi atau penyidik lainnya. Hal ini karena di
setiap undang-undang yang disebutkan di atas, terdapat ketentuan
sanksi pidana atas pelanggaran hak-hak pasien.

6
B. Hak Untuk Memperoleh Informasi
1. Hak Atas Informasi
Hak informasi atau penjelasan, merupakan hak asasi pasien yang
paling utama bahkan dalam tindakan-tindakan khusus diperlukan
Persetujuan Tindakan Medik yang ditanda-tangani oleh pasien dan atau
keluarganya. Bahwa dalam hubungn dokter dengan pasien posisi dokter
adalah dominant, jika dibandingkan dengan posisi pasien yang awam
dalam bidang kedokteran. Dokter dianggap mempunyai kekuasaan
tertentu dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Dalam
memberikan informasi kepada pasien, kadangkala agak sulit
menentukan informasi yang mana harus diberikan, karena sangat
bergantung pada usia, pendidikan, keadaan umum pasien dan
mentalnya. Namun pada umumnya dapat diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Informasi yang diberikan haruslah dengan bahasa yang dimengerti
pasien.
b. Pasien harus memperoleh informasi tentang penyakitnya, tindakan-
tindakan yang akan diambil kemungkinan komplikasi dan resiko-
resikonya.
c. Untuk anak-anak dan pasien akit jiwa, maka informasi diberikan
kepada orang tua atau walinya.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 585 tahun 1989 dinyatakan
bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada
pasien / keluarga diminta atau tidak diminta. Mengenai apa yang harus
disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit
pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan, tentunya prosedur tindakan
yang akan dijalani pasien baik diagnostik maupun terapi dan lain-lain
sehingga pasien atau keluarga dapat memahaminya. Ini mencakup
bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan
alternative terapi.
Penyampain informasi haruslah secara lisan, termasuk penyampaian
formulir untuk ditandatangani pasien atau keluarga tanpa penjelasan
dan pembahasan secara lisan dengan pasien / keluarga hal ini dianggap
bertentangan dengan kepatutan yang berlaku.
2. Hak atas Persetujuan Tindakan Medis

7
Persetujuan Tindakan Medis adalah terjemahan yang dipakai
untuk istilah informed concent. Informed artinya telah diberitahukan telah
disampaikan atau telah diinformasikan. Concentnartinya persetujuan yang
diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian
informed concent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada
dokter setelah diberi penjelasan. Melalui Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 589 Tahun 1989 yang dimaksud dengan Informed concent adalah
semua keadaan yang berhubungan dengan penyakit pasien dan tindakan
medik apa yang akan dilakukan dokter serta hal-hal yang perlu dijelaskan
dokter atas pertanyaan pasien atau keluarga. Bentuk persetujuan
tindakan medik pertama yang disebut Implied concent yaitu persetujuan
yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat
persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien.
Umumnya tindakan dokter disini adalah tindakan yang biasa
dilakukan atau sudah diketahui umum. Misalnya pengambilan darah
untuk pemeriksaan laboratorium, melakukan suntikan kepada pasien,
melakukan penjahitan luka dan sebagainya. Implied concent bentuk lain
adalah pasien dalam kedaan gawat darurat (emergency) sedang dokter
memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak
bisa memberi persetujuan dan keluarganya pun tidak ditempat, maka
dokter dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter demikian
menurut Permenkes Nomor 585 Tahun 1989 pasal 11. Jenis persetujuan
ini disebut sebagai Presumed concent yaitu, bila pasien dalam keadaan
sadar, dianggap akan menyetujui tindakan yang akan dilakukan dokter.
Bentuk persetujuan kedua yaitu Expressed concent adalah persetujuan
yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan lebih
dari prosedur pemeriksaan dari tindakan yang biasa. Dalam keadaan
demikian sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan
apa yang akan dilakukan supaya tidak terjadi salah pengertian. Misalnya
pemeriksaan dalam rectal atau pemeriksaan dalam vaginal, mencabut
kuku dan lain-lain tindakan yang melebihi prosedur pemeriksaan dan
tindakan umum. Disini belum diperlukan persetujuan tertulis. Persetujuan
secara lisan sudah mencukupi.

8
Apabila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko seperti
tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan yang
invasif, sebaiknya diperoleh persetujuan tindakan medis secara tertulis.
Seperti dikemukakan sebelumnya, oleh kalangan kesehatan atau rumah
sakit, surat pernyataan pasien atau inilah yang disebu Persetujuan
Tindakan Medis.

3. Hak Atas Rahasia Kedokteran


Pekerjaan dokter harus senantiasa dipenuhi, untuk menciptakan
adanya kepercayaan mutlak diperlukan dalam hubungan dokter pasien.
Hipokrates merumuskan sumpah yang harus diucapkan oleh murid-
muridnya tentang rahasia jabatan dokter berbunyi: “Apapun yang saya
dengar atau lihat tentang kehidupan seseorang yang tidak patut
disebarluaskan, tidak akan saya ungkapkan, karena saya harus
merahasiakannya. Namun dalam perkembangan iptek kedokteran
selanjutnya, terdapat pengecualian untuk membuka rahasia jabatan dan
pekerjaan dokter, demi memelihara kepentingan umum dan mencegah
hal-hal yang dapat merugikan orang lain. Salah satu ayat lafal sumpah
dokter Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun
1960, mengatakan : “Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya
ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai
dokter”. Dalam Bab II Kodeki tentang kewajiban dokter terhadap pasien
dicantumkan antara lain : “Seorang dokter wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang pasien karena kepecayaan yang
diberikan kepadanya, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia. Untuk
menegaskan kedudukan rahasia jabatan dan pekerjaan dokter telah pula
dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1966 tentang wajib
simpan rahasia kedokteran, dimana dinyatakan bahwa Menteri
Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal
111 UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan, jika tidak dapat dipidana
menurut KUHP.
Kewajiban untuk menyimpan rahasia kedokteran pada pokoknya
ialah kewajiban moril yang telah ada sejak zaman Hipokrates, sebelum
adanya undang-undang atau peraturan yang mengatur soal tersebut.
Pengertian rahasia jabatan ialah rahasia dokter sebagai pejabat truktural,

9
sedangkan rahasia pekerjaan ialah rahasia dokter pada waktu
menjalankan prakteknya (fungsional). Umumnya hamper tidak ada
perbedaan anatar kedua istilah tersebut. Untuk memahami soal rahasia
jabatan ditilik dari sudut hukum, maka tingkah laku seorang dokter dibagi
dalam 2 jenis :
a. Pasal 322 KUHP yang berbunyi :
1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang ia
wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik
yang sekarang maupun yang dulu, dihukum degan hukuman
penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-
banyaknya enam ratus rupiah.
2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang tertenu, maka ia
hanya dituntut atas pengaduan orang itu.
b. Pasal 1365 KUHPdt :
Barang siapa yang berbuat salah sehingga orang lain menderita
kerugian, wajib untu menganti kerugian. Seorang dokter berbuat salah,
apabila ia tanpa disengaja membuka rahasia tentang seorang pasien
yang kebetulan terdengar oleh majikan orang yang sakit itu. Kemudian
majikan memberhentikan pegawainya, karena takut penyakitnya akan
menulari pegawai-pegawai lain. Dokter diadukan oleh pasien itu, selain
hukum pidana, dokter dapat dihukum perdata dengan kewajiban
mengganti kerugian. Menurut hukum, setiap warga Negara dapat
dipanggil oleh pengadilan untuk didengar sebagai saksi. Selain itu,
seorang yang mempunyai keahlian dapat juga dipanggil sebagai ahli.
Maka dapatlah terjadi, bahwa seorang yang mempunyai keahlian,
umpamanya seorang dokter, dipanggil sebagi ahli atau sekaligus
sebagai saksi ahli. Sebagai saksi atau saksi ahli mungkin sekali ia
diharuskan memberi keterangan tentang seorang yang sebelum itu
telah menjadi pasien yang diobatinya. Hal ini menunjukkan dokter
diduga melanggar rahasia pekerjaannya. Pasal 170 KUHAP
menandaskan ;
1) Mereka yang karena pekerjaannya, harkat martabat atau
jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat dibebaskan dari
kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang
hal yang dipercayakan kepada mereka.
2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk
permintaan tersebut, maka pengadilan negeri memutuskan apakah

10
alasan yang dikemukakan oleh saksi atau saksi ahli untuk berbicara
itu, layak dan dapat diterima atau tidak.

4. Hak Atas pendapat kedua


Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan dokter dengan pasien
terjalin dalam ikatan transaksi terapeutik. Masing-masing pihak yaitu yang
memberi pelayanan (medical providers) dan yang menerima pelayanan
(medical receives) mempunyai hak dan hak dan kewajiban yang harus
dihormati. Di satu pihak dokter mempunyai kewajiban untuk melakukan
diagnosis, pengobatan dan tindakan medik yang terbaik menurut jalan
pikiran dan pertimbangannya, tetapi dilain pihak pasien atau keluarga
pasien mempunyai hak untuk menentukan pengobatan atau tindakan
medik apa yang akan dilaluinya. dan melakukan konfirmasi kepada dokter
lain terhadap penyakit yang dideritanya untuk memperoleh pertimbangan
dari aspek medis dalam rangka menentukan sikap atas tindakan medis
yang akan dihadapi. Latar belakang hal ini adalah tidak semua jalan
pikian dan pertimbangan terbaik dari dokter akan sejalan dengan apa
yang diinginkan atau dapat diterima oleh pasien atau keluarga pasien. Hal
ini terjadi karena dokter umumnya melihat pasien hanya dari segi medik
saja, sedangkan. Mempertimbangkan dari segi lain yang tidak kalah
pentingnya seperti keuangan, psikis, agama, pertimbangan keluarga dan
lain- lain. Dalam kerangka situasi inilah masalah pendapat kedua dari
pihak dokter yang lain dan sama kualifikasinya perlu, arus informasi telah
membawa dimana hak untuk menerima atau menolak pengoabatan harus
diberikan kesempatan bagi pasien untuk memperoleh informasi dari
dokter lain sebelum memberikan persetujuan tindakan medik. Terkait
dengan declaration of Lisbon (1981) dan Patients”s Bill of Right
(American Hospital Asscociation, 1972) pada intinya menyatakan bahwa
“pasien mempunyai hak menerima dan menolak pengobatan, dan hak
untuk menerima informasi dari dokternya sebelum memberikan
persetujuan atas tindakan medik. Hal ini berkaitan dengan hak
menentukan nasib sendiri (the right to self determination) sebagai dasar
hak asasi manusia, dan hak atas informasi yang dimiliki pasien tentang
penyakitnya dan tindakan medik apa yang hendak dilakukan terhadap

11
dirinya. Dengan demikian pendapat kedua sebetulnya dapat dilihat
sebagai penghormatan terhadap hak otonomi perorangan, Lebih jauh hal
ini dapat menghindarkan atau mencegah terjadinya penipuan atau
paksaan. Hak atas pendapat kedua merupakan pembatasan otorisasi dari
dokter terhadap kepentingan pasien. Untuk lebih menjelaskan hak-hak
pasien di atas selanjutnya perlu dikaitkan dengan KODEKI dimana
terdapat beberapa ketentuan tentang kewajiban dokter terhadap pasien
yang merupakan pula hak-hak pasien yang perlu diperhatikan yaitu
seorang pasien memiliki hak :
a. Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri dan hak untuk mati secara
wajar. Memperoleh pelayanan kedokteranyang manusiawi sesuai
dengan standar profesi kedokteran.
b. Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi yang
direncanakan, bahkan dapat menarik diri dari kontrak terapeutik
Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkan
dapat menarik diri dari kontrak terapetik.
c. Memperoleh penjelasan tentang riset kodeokteran yang akan
diikutinya.
d. Menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran
Dirujuk kepada dokter spesialis kalau diperlukan, dan dikembalikan
kepada dokter yang merujuknya setelah selesai konsultasi atau
pengobatan untuk memperoleh perawatan tindak lanjut Kerahasiaan
dan rekam mediknya atas hal pribadi
e. Memperoleh penjelasan tentang peraturan-peraturan rumah sakit
Berhubungan dengan keluarga, penasehat atau rohaniawan dan lain-
lainnya yang diperlukan selama perawatan di rumah sakit.
f. Memperoleh penjelasan tentang perincian biaya rawat inap, obat,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksan roentgen, ultrasonografi
(USG), CT- scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
sebagainya.

Kewajiban Pasien Dalam kontrak terapeutik antara pasien dengan


Staf medis diutamakan hak pasien karena tugasnya merupakan
panggilan kemanusiaan. Namun pasien yang telah mengikatkan dirinya
dengan staf medis, perlu memperhatikan kewajiban- kewajibannya
sehingga hubungan staf medis dengan pasien yang sifatnya saling

12
hormat mengormati dan saling percaya terpelihara dengan baik.
Kewajiban-kewajiban pasien pada garis besarnya adalah sebagai berikut:
a. Memeriksakan diri sedini mungkin pada dokter Memberikan informasi
yang benar dan lengkap tentang penyakitnya
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
c. Menandatangani surat-surat persetujuan tindakan medis, surat
jaminan dirawat di rumah sakit dan lain lain
d. Percaya pada dokter
e. Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, biaya pemeriksaan dan
pengobatan serta honorarium

C. HAM Dalam Hubungannya dengan Hak Untuk Memperoleh Informasi


Pelayanan Kesehatan
Problem HAM dalam pelayanan kesehatan rights versus rights
merupakan problem yang selalu dihadapi dalam perkembangan konsep
human rights termasuk di antaranya dalam penerapan di bidang pelayanan
kesehatan. Sebagai contoh, hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat
terkait dengan penularan penyakit yang membahayakan merupakan hak
yang harus dipenuhi agar melalui informasi tersebut.
Masyarakat dapat terhindar dari penularan penyakit. Hak ini merupakan
salah satu hak dasar sosial yang bersumber dari HAM. Sementara itu, hak
atas rahasia medis dari seseorang yang diduga terindikasi penyakit menular
merupakan hak dasar individual yang juga harus dihormati. Dalam kasus lain
seseorang atas dasar hak individualnya dapat memilih untuk tidak
mengimunisasi anaknya, tetapi di lain pihak dalam rangka pencegahan
penyakit menular maka pemerintah mewajibkan setiap anak lahir sampai
dengan usia 9 bulan, untuk dilakukan Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIDL).
Jadi, contoh ini memberikan gambaran bahwa dalam pelayanan kesehatan
sering terjadi benturan antara hak dasar sosial dan hak dasar individual yang
keduanya bersumber pada HAM.
Perlu dipahami bahwa konsep HAM tidak sama seperti konsep hak
lainnya (ordinary rights). HAM dapat dimaknai sebagai seperangkat hak
yang melekat/inherent pada diri manusia semata-mata karena kodrat
kemanusiaannya. Secara kodrat setiap manusia terlahir bebas dan sama
(Pasal 1 UDHR). Oleh karena itu dalam diri manusia melekat hak hidup,
kebebasan, integritas pribadi, dan lain-lain dalam rangka mengartikulasikan
kehidupan sesuai kodratnya secara bermartabat. Secara yuridis, konsep

13
HAM harus dimaknai sebagai hubungan hukum sui generis antara
penyandang hak atau pihak yang berhak (rakyat) vis-à-vis penanggung
jawab hak atau pihak yang berkewajiban atas suatu hak (negara). HAM
adalah klaim dari rakyat/warga negara terhadap negaranya supaya dipenuhi
apa yang menjadi hak asasinya.¹⁵ HAM merupakan hak dasar yang secara
kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh
karena itu HAM harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh
diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
(Endang Wahyati Yustina: Hak atas Informasi Publik dan Hak atas Rahasia
Medis: Problem Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kesehatan)
HAM ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, HAM
bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan
tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk
melindungi diri martabatkemanusiaannya juga digunakan sebagai landasan
moral dalam bergaul atauberhubungan dengan sesama manusia.
Dalam konsep hukum, hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang
layak merupakan hak konstitusional bagi setiap warga negara, sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa:
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan ba_n, bertempat _nggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”. Menurut ketentuan Pasal 1 bu_r 1
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (UU HAM) desebutkan
bahwa: “HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan se_ap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Kesehatan adalah bagian dari HAM. Hak sehat juga terdapat dalam UU
HAM. Pada Pasal 9 ayat (3) disebutkan, “setiap orang berhak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Persoalan mengenai hak sehat juga
diatur oleh negara dalam Pasal 4 UU Kesehatan yaitu, “setap orang berhak
atas kesehatan”, kemudian dalam Pasal 6 disebutkan bahwa, “setiap orang
berhak mendapat lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan”. Ketentuan tentang HAM dalam pelayanan kesehatan di

14
antaranya diatur dalam Pasal 5 ayat (3) UU Kesehatan yang berbunyi:
“Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan
sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya”. Penyebutan kata
‘setiap orang’ dalam undang-undang ini berarti siapapun tanpa kecuali dan
berar_ _dak boleh terjadi diskriminasi dalam hal kesehatan. Ketentuan ini
juga mempertegas pengaturan hak menentukan diri sendiri yang merupakan
hak dasar individual yang bersumber pada HAM.
Dalam ruang lingkup HAM terdapat dua hak yang seringkali berbenturan,
padahal kedudukannya sama penting dan keduanya harus dijamin
perlindungannya. Hak atas informasi kesehatan dalam ruang lingkup (publik)
yang utama adalah hak akses terhadap pelayanan kesehatan. Sementara
hak menentukan diri sendiri diturunkan dalam beberapa hak antara lain hak
atas rahasia medis merupakan hak individu yang juga harus dilindungi.

D. Pelanggaran HAM dalam hak untuk memperoleh informasi pelayanan


kesehatan
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada manusia sejak
lahir. Hak tersebut bukanlah pemberian manusia lain, bukan juga pemberian
Negara. Hak-hak tersebut merupakan karunia Tuhan, dan hanya Tuhan lah
yang berhak mencabutnya. Hal-hal yang asasi adalah segala hal yang
memungkinkan seseorang mendapatkan kehidupan yang layak sebagai
manusia, tujuannya adalah keadilan dan kesetaraan dapat dirasakan oleh
semua manusia tanpa terkecuali. UU 39 Tahun 1999 menjelaskan bahwa
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah SWT. Hak tersebut merupakan anugerah yang wajib
dihargai dan dilindungi harkat dan martabat setiap manusia.
Hak-hak yang melekat tersebut adalah hak dasar seperti hak hidup, hak
kemerdekaan, hak memiliki sesuatau. Pengelompokan hak-hak dasar
manusia seperti hak hidup, hak persamaan dan kebebasan, kebebasan
berpikir dan menyatakan pendapat, kebebasan berkumpul, hak beragama,
hak ekonomi, hak pelayanan kesehatan, dan hak memperoleh HAM dalam
pelayanan kesehatan.

15
Deklarasi Universal HAM PBB pada pasal 22 tentang hak jaminan sosial
mennyatakan bahwa setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak
atas jaminan sosial dan berhak atas terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial
dan budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas
pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional,
dan sesuai dengan pengaturan dan sumber daya setiap negara.
Piagam Majelis Kesehatan Rakyat di Bangladesh pada tahun 2000
menyatakan mendukung penerapan hak untuk sehat, menuntut pemerintah
dan organisasi internasional dipastikan melaksanakan kebijakan dan
menghormati hak untuk sehat, membangun gerakan masyarakat agar
kesehatan dan HAM masuk dalam UU, melawan eksploitasi kebutuhan
kesehatan rakyat untuk mengambil keuntungan.

Dalam UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 4 – 8 menyatakan


setiap orang berhak atas, kesehatan, akses atas sumber daya di bidang
kesehatan, pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Juga
berhak menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi
dirinya, lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan, informasi
dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.
Juga berhak atas informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari
tenaga kesehatan Saat ini pemerintah telah menerbitkan kebijakan terkait
pemenuhan hak masyarakat dalam kesehatan yaitu BPJS Kesehatan
& BPJS Ketenagakerjaan. BPJS sebagai bentuk jaminan pembiayaan
kesehatan warga negara Indonesia, tidak boleh lagi ada masyarakat yang
tidak memperoleh layanan kesehatan karena alasana biaya. BPJS telah
berlaku efektif tahun 2014. Namun faktanya, masih banyak kasus-kasus
yang mengabaikan hak-hak masyarakat dalam pelayanan kesehatan.

Di Sulawesi Selatan misalnya. Pernah terjadi kasus seperti Zahrah


(pasien hidrocepalus) yang ditolak oleh rumah sakit. Ada juga Revan
Adiyaksa Andi Amir, balita berumur 1 tahun 3 bulan yang meninggal pada 26
Juni 2013. Bayi perempuan Naila Mustari, berusia 2 bulan sepuluh hari
meninggal dunia setelah gagal mendapat perawatan di Rumah Sakit
Lasinrang. Naila meninggal dunia di ruang tunggu loket jaminan kesehatan

16
daerah (Jamkesda) saat mengurus administrasi asuransi kesehatan gratis.
Kasus lainnya menimopa Masra Nurhidaya (7 Tahun), warga dusun
Bontopannu, Desa Mattunrung Tellue, Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten
Sinjai, karena orang tuanya tidak mampu membayar ambulans mayat Masra
terpaksa diangkut menggunakan sepeda motor dari Puskesmas Lappadata
ke kampungnya.

Sungguh Ironi, peristiwa seperti ini masih saja terjadi. Ini adalah fakta
yang menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan secara adil belum tercapai
maksimal. Negara harus bertanggungjawab sepenuhnya dalam mewujudkan
keadilan tersebut dalam hal ini pemenuhan, perlindungan, dan penegakan
HAM dalam pelayanan kesehatan.

Penyedia fasilitas kesehatan seperti puskesmas, klinik, dan rumah sakit


harus ditindak tegas jikalau melakukan-melakukan pelanggaran. Untuk
menjawab tantang tersebut adalah dengan mensinergiskan setiap kebijakan
pemerintah pusat dan daerah. Kolaborasi lintas sektor sangat dibutuhkan,
tentu saja dengan melibatkan masyarakat di dalamnya.

17
E. Penanganan pelanggaran HAM
1. Supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan
hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka
melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban
dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada
masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari
perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang
melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.

2. Mengoptimalkan peran lembaga-lembaga selain lembaga tinggi negara


yang berwenang dalam penegakan hak dan kewajiban warga negara
seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lembaga Ombudsman
Republik Indonesia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

3. Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya


berbagai bentuk pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga
negara oleh pemerintah.
4. Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga
politik terhadap setiap upaya penegakan hak dan kewajiban warga
negara.

5. Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip kesadaran bernegara


kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal
(sekolah/perguruan tinggi) maupun non-formal (kegiatankegiatan
keagamaan dan kursuskursus).

6. Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan


negara.

7. Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau


golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan
menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.

18
Selain melakukan upaya pencegahan, pemerintah juga menangani
berbagai kasus yang sudah terjadi. Tindakan penanganan dilakukan oleh
lembaga-lembaga negara yang mempunyai fungsi utama untuk menegakkan
hukum, seperti berikut :
1. Kepolisian melakukan penanganan terhadap kasus-kasus yang berkaitan
dengan pelanggaran terhadap hak warga negara untuk mendapatkan rasa
aman, seperti penangkapan pelaku tindak pidana umum (pembunuhan,
perampokan, penganiayaan dan sebagainya) dan tindak pidana terorisme.
Selain itu kepolisian juga menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan
pelanggaran peraturan lalu lintas.
2. Tentara Nasional Indonesia melakukan penanganan terhadap kasus-kasus
yang berkaitan dengan gerakan separatisme, ancaman keamanan dari luar
dan sebagainya.
3. Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penanganan terhadap kasus-
kasus korupsi dan penyalahgunaan keuangan negara.
4. Lembaga peradilan melakukan perannya untuk menjatuhkan vonis atas
kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara.

19

Anda mungkin juga menyukai