Anda di halaman 1dari 37

Laboratorium / SMF Ilmu Kesehatan Mata Referat

Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman

RSUD A.W.Sjahranie Samarinda

RETINOPATI DIABETIK

Disusun Oleh:

Aulia Alfiani Paramitha 1710029014


Azalia Mentari Ramadhana 1710029010
Nabilla Dayanti 1710029008

Pembimbing:

dr. Nur Khoma Fatmawati, Sp. M, M.Kes

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Mata
FK UNMUL
Samarinda
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
referat dengan judul “RETINOPATI DIABETIK”. Dalam kesempatan ini, kami ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan hingga
terselesaikannya tutorial kasus ini, diantaranya:
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Nur Khoma F, Sp. M, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman dan selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani pendidikan
doker muda di Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata.
4. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar Lab/SMF
Ilmu Kesehatan Mata, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada penulis.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD AWS/FK
UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
para pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang.

Samarinda, Agustus 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 3
1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6
2.1 Definisi .................................................................................................. 6
2.2 Anatomi................................................................................................. 6
2.3 Epidemiologi ......................................................................................... 11
2.4 Etiopatogenesis ..................................................................................... 11
2.5 Klasifikasi ............................................................................................ 18
2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................. 22
2.7 Diagnosis............................................................................................... 23
2.8 Penatalaksanaan .................................................................................... 28
2.9 Prognosis ............................................................................................... 33
3. KESIMPULAN .............................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 37

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retinopati diabetik merupakan penyulit penyakit diabetes melitus yang paling
ditakuti karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosa yang kurang baik bagi
penglihatan. Retinopati diabetik dapat di hindari dengan mengontrol kadar gula darah
yang baik dan deteksi dini jika ada kelainan pada mata. Retinopati diabetik
merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20
sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami
kebutaan dibanding nondiabetes. Risiko mengalami retinopati pada pasien diabetes
meningkat sejalan dengan lamanya diabetes. Pada waktu diagnosis diabetes tipe 1
ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada kurang dari 5% pasien. Setelah
10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90%
pasien sudah menderita retinopati diabetik.
Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita
retinopati diabetik nonproliferatif. Setelah 20 tahun prevalensi retinopati diabetik
meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat.
Di Amerika Utara, 3.6% pasien diabetes tipe 1 dan 1.6% pasien diabetes tipe 2
mengalami kebutaan total. Di Inggris, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat
mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.
Pada negara berkembang, setidaknya 12% kasus kebutaan disebabkan oleh
diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10 tahun, dan
meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi 20 tahun setelah menderita diabetes.
Asosiasi diabetes Amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali (mulai
dari 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan segera setelah
didiagnosis menderita diabetes tipe2). Namun banyak penderita diabetes yang tidak
memeriksakan matanya setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami
retinopati (atau penyakit mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya mereka

4
tidak mengetahui bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya
kehilangan penglihatan yang signifikan. Para ahli percaya banyak kasus-kasus
kehilangan penglihatan dan kebutaan sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan
pemeriksaan mata tahunan pada penderita diabetes.

1.2 Tujuan
Untuk mempelajari dan lebih memahami kasus Retinopati Diabetik yang
banyak terjadi pada penderita Diabetes Melitus.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler
retina, kapiler-kapiler dan vena-vena. Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa
aneurismata, melebarnya vena, perdarahan, dan eksudat lemak. Gambaran retinopati
disebabkan perubahan mikrovaskular retina. Hiperglikemia mengakibatkan kematian
perisit intra mural dan penebalan membran basalis mengakibatkan dinding pembuluh
darah lemah. Penimbunan glukosa dan fruktosa merusak pembuluh darah halus pada
retina. 4

Gambar 1. Normal Retina dibandingkan Retinopati Diabetik

2.2 Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan
struktur sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan.

6
Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan
ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih
mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat
lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera
adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah
untuk memberi makan retina.Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina,
yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan
syaraf di dalam.Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang
mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.

Gambar 2 : Anatomi Mata. 5

Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan
berakhir di tepi ora serata. 4

7
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi.
Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama-tama
vesikel optic terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk
berdinding ganda, yang disebut optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar
akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan
lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencephalon sepanjang
kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus retinohipotalamikus.6,7

Gambar 3 : Lapisan Retina7

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya.Retina berbatasan dengan koroid dan sel epitel
pigmen retina.Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan luar yang berpigmen
dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf. Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel
fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna untuk melihat cahaya dengan intensitas
rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan
sedangkan sel kerucut berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas inggi
dan penglihatan sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai
nutrient dan oksigen pada sel retina.6,7

8
Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :7
1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping
dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan batang.
6. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat sinapsis
fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.
7. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
8. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
9. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
10. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah retina.
11. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.

Gambar 4 : Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm kea rah
temporal dan sedikit dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari
arteri7

9
Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar
membrana Bruch.Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam
dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan
sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen
retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid.Arteri retina sentralis masuk
ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam retina.
Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Lapisan
retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya
diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh
darah pada koroid.6,7
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,
membentuk sawar darah retina.Lapisan endotel pembuluh koroid dapat
ditembus.Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
retina.Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung pada
difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami ablasi sampai
mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.6,7

Innervasi Retina
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel. Kelainan-
kelainan yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya saraf
sensoris pada retina.Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan
subyektif retina seperti : tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapangan
pandang. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinogram (ERG), elektro-okulogram
(EOG), dan visual evoked respons (VER).Salah satu pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui keutuhan retina adalah pemeriksaan funduskopi.6,7

10
2.3 Epidemiologi
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di
jumpai, terutama di negara barat. Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun
mengidap diabetes dan kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah penyandang
diabetes. Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak dibawah umur 10
tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko berkembangnya retinopati
meningkat setelah pubertas. Dalam urutan penyebab kebutaan secara global,
retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi
makula (AMD=age-related macular degeneration).
Angka kejadian retinopati diabetik dipengaruhi tipe diabetes melitus dan durasi
penyakit. Pada DM tipe I (insulin dependent atau juvenile DM), yang disebabkan
oleh kerusakan sel beta pada pankreas, umumnya pasien berusia muda (kurang dari
30 tahun), retinopati diabetik ditemukan pada 13 persen kasus yang sudah menderita
DM selama kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 90 persen setelah DM
diderita lebih dari 10 tahun.
Pada DM tipe 2 (non-insulin dependent DM), yang disebabkan oleh resistennya
berbagai organ tubuh terhadap insulin (biasanya menimpa usia 30 tahun atau lebih),
retinopati diabetik ditemukan pada 24-40 persen pasien penderita DM kurang dari 5
tahun, yang meningkat hingga 53-84 persen setelah menderita DM selama 15-20
tahun.

2.4 Etiopatogenesis
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf.
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler
retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan
retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk
retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri
dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis dan sel endotel.
Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrana sel
yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel

11
perisit dan sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain
perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur
kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan
transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis
berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak
terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama
dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat
selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras
flouresensi yang digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.1
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari
penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada
keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1.
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler yaitu :
(1) pembentukkan mikroaneurisma
(2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah
(3) penyumbatan pembuluh darah
(4) proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina
(5) kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan
kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.1,6
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama.
Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia
yang akhinya menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh darah.
Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan biokimia
telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
 Perubahan anatomis
o Capilaropathy
 Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit

12
 Proliferasi sel endotel
 Penebalam membrane basalis
o Sumbatan microvaskuler
 Arteriovenous shunts
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
 Neovaskularisasi
Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan
pembuluh darah baru pada retina dan discus opticus (pada
retinopati diabetik proliferatif) atau pada iris (rubeosis iridis)
 Perubahan hematologi:
o Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi eritrosit
yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas darah.
o Abnormalitas lipid serum
o Fibrinolisis yang tidak sempurna
o Abnormalitas dari sekresi growth hormone
 Perubahan biokimia
o Jalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan
alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu
sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membran basalis
sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak didalam sel. Senyawa
poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan
menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.
o Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi selama
hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA.
Protein yang teroglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan
menyebabkan perubahan fungsi sel.
o Protein kinase C

13
Protein kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaruh terhadap
pemeabilitas vascular, kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan
proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas PKC di
retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo
dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang berasal dari glukosa.

Frank RN mengemukakan beberapa hipotesis mengenai mekanisme


patogenesis retinopati diabetik:

Tabel 1: Hipotesis mengenai mekanisme patogenesis retinopati diabetik


Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, Aldose reduktase
menyebabkan kerusakan sel inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada Aspirin
endotel kapiler, hipoksia, kebocoran,
edema macula
Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh Inhibitor terhadap
DAG pada hiperglikemia PKC β-isoform
Reactive oxygen Menyebabkan kerusakan enzim dan Antioksidan
species komponen sel yang penting untuk
survival
Advanced Mengaktifkan enzim yang merusak Aminoguanidin
glycation end-
product
Nitric oxide Meningkatkan produksi radikal bebas, Aminoguanidin
synthase menghambat ekspresi gen,
menyebabkan hambatan dalam
metabolisme sel
Apoptosis sel Penurunan aliran darah ke retina,

14
perisit dan sel meingkatkan hipoksia
endotel
VEGF Meningkatkan hipoksia retina, Fotokoagulasi pan
menimbulkan kebocoran, edema retinal
macula, neovaskularisasi
PEDF Menghambat vaskularisasi, menurun
pada hiperglikemia
GH dan IGF-1 Merangsang neovaskularisasi Hipofisektomi, GH-
receptor blocker,
octreotide

Ruptur mikroaneurisma menyebabkan perdarahan retina yang dapat terjadi


superfisial (flame-shaped hemorrhages) atau pada lapisan retina yang lebih dalam
(blot and dot hemorrhages).

Gambar 5. Fundus pada Background Retinopathy DM dengan gambaran multipel


mikroaneurisma (Bhavsar, 2009)

15
Gambar 6. Background diabetik retinopathy: blot hemorrhages (kepala panah),
mikroaneurisma (panah pendek) dan hard exudates (panah panjang) (Bhavsar, 2009)

Peningkatan permeabilitas yang terjadi menyebabkan kebocoran cairan dan


material protein yang secara klinis tampak sebagai penebalan retina dan eksudat.
Apabila pembengkakan dan eksudasi mencakup makula maka terjadi penurunan
visus. Edema makula adalah penyebab tersering penurunan visus pada pasien dengan
nonproliferative diabetik retinopathy (NPDR). Gejala tersebut tidak hanya ditemukan
pada pasien denan NPDR namun juga dapat terjadi pada pasien proliferative diabetik
retinopathy (PDR).
Seiring dengan progesifitas penyakitnya dapat terjadi oklusi dari kapiler retina
yang dapat menyebabkan hipoksia. Infark pada nerve fiber layer dapat menyebabkan
terbentukanya cotton-wool spots (CWS) yang berhubungan dengan stasis pada
axoplasmic flow. Keadaan hipoksia retina lebih lanjut menyebabkan terjadinya
mekanisme kompensasi pada mata untuk menjaga suplai oksigen yang cukup ke
jaringan. Kelainan diameter vena seperti venous beading, loops, dandilation
menandakan proses peningkatan hipoksia dan hampir selalu tampak pada perbatasan
dengan area non perfusi.
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) menandakan adanya proses
pertumbuhan pembuluh darah baru atau remodelling dari pembuluh darah
sebelumnya melalui proliferasi endotel pada jaringan retina yang berperan sebagai

16
pintas (shunt) melalui daerah non perfusi. Keadaan iskemia retina lebih lanjut
memicu produksi dari faktor vasoproliferatif seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF) yang memicu pembentukan pembuluh darah baru. Matriks
ekstraselular pertama-tama dihancurkan dahulu dengan protease dan pembuluh darah
baru kemudian dibentuk melalui penetrasi venula retina pada internal limiting
membrane dan dari jaringan kapiler antara permukaan dalam retina dan bagian
posterior hyaloid (the posterior hyaloid face).

Gambar 7 : Oklusi Mikrovaskular pada Retinopati Diabetik10

Gambar 8 : Akibat dari Iskemik Retina pada Retinopati Diabetik10

17
Gambar 9. Neovaskularisasi pada Permukaan Retina (Bhavsar, 2009)

Neovaskularisasi sering ditemukan pada perbatasan area perfusi dan non


perfusi dan juga pada papila nervi opticus. Neovaskularisasi tumbuh menembus
permukaan retina dan ke dalam hyaloid posterior (the scaffold of the posterior
hyaloid face). Pembuluh darah baru tersebut jarang menimbulkan gangguan visual.
Pembuluh darah tersebut rapuh dan bersifat sangat permeabel sehingga gampang
pecah oleh traksi vitreus yang menyebabkan perdarahan ke dalam vitreus dan ruang
pre retina.Neovaskularisasi ini berhubungan dengan pembentukan jaringan fibroglial.
Densitas dari neovaskular meningkat begitu pula dengan jaringan fibrotik namun
pada tahapan yang lebih lanjut pembuluh darah ini mengalami regresi dan
meninggalkan jaringan fibrotik avaskuler yang melekat pada retina dan hyaloid
posterior. Pada saat terjadi kontraksi vitreus makan terjadi traksi pada retina melalui
jaringan fibroglial yang dapat menyebabkan edema retina, heterotropia retina dan
tractional retinal detachments serta retinal tear formation.

2.5 Klasifikasi
Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, DR menurut Early Treatment
Diabetik Retinopathy Study dibagi menjadi:

18
Gambar 10. Stadium Retinopati Diabetik

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan Background


Diabetik Retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma, perdarahan retina,
eksudat, IRMA, dan kelainan vena
a. Minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras
b. Ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat ringan,
perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA
c. Berat: terdapat ≥1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada
4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA pada 1
quadran
d. Sangat berat: ditamukan ≥ 2 tanda pada derajat berat.
2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada discus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau

19
neovaskularisasi dimana saja diretina (NVE) tanpa disertai perdarahan
preretina atau vitreus.
b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko
sebagai berikut
i. Ditemukan NVE
ii. Ditemukan NVD
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang
mencakup > ¼ daerah diskus
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau
setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
merupakan 2 gambaran yang paling seing ditemukan pada retinopati
proliferative resiko tinggi.

Klasifikasi Airlie House Convention membagi Retinopati Diabetik menjadi 3:


1. Stadium nonproliferatif
2. Stadium preproliferatif
3. Stadium proliferatif

Pembagian stadium menurut Daniel Vaughan dkk:


 Stadium I
Mikroaneurisma yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan
bulat kecil didaerah papil dan macula
o Vena sedikit melebar
o Histologis didapatkan mikroaneurisma dikapiler bagian vena didaerah
nuclear luar
 Stadium II
o Vena melebar

20
o Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul
seperti bunga (rosette) yang secara histologis terletak didaerah lapisan
plexiform luar
 Stadium III
Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol
terminal. Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai retinopati
hipertensif atau arteriosklerose.
 Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai dengan sheathing
pembuluh darah. Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada semua
lapisan retina, dapat juga preretina.
 Stadium V
Perdarahan besar diretina dan preretina dan juga didalam badan kaca yang
kemudian diikuti dengan retinitis proliferans, akibat timbulnya jaringan
fibrotic yang disebtai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini
melekat pada retina yang bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina dan
dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.

Klasifikasi menurut FKUI


 Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada
fundus okuli
 Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli
 Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.
 Jika gambaran fundus dikedua mata tidak sama, maka penderita tergolong
pada derajat berat.

21
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala subjekif yang dapat ditemui berupa:
 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap dan kelap-kelip

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:


 Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh
darah terutama polus posterior
 Perdarahan dapat dalam bentuk titik, daris dan becak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurisma di polus posterior.
o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak
superficial, searah dengan nerve fiber.
o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada end
artery, dilapisan tengah dan compact.
 Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang ireguler dan berkelok-kelok
 Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina. Gamabarannya
kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat pungtata, membesar kemudian
bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
 Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan
terlihat becak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak
dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
 Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai
pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-
mula terletak pada jaringan retina, kemudian berkembang kearah preretinal,

22
ke badan kaca. Jika pecah dapat menimbulkan perdarahan retian, perdarahan
subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
macula sehingga sangat mengganggu tajam pengelihatan.

2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Pada tahap awal diabetik retinopati tidak didapatkan keluhan. Pada tahap
lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan tajam
penglihatan serta pandangan yang kabur.
2.7.2 Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada diabetik retinopati dapat dibagi menurut
Diabetik Retinopathy Severity Scale :
 Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopathy
 Nonproliferative retinopathy
Retinopathy DM merupakan progressive microangiopathy yang mempunyai
karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi. Kelainan
patologis yang tampak pada awalnya berupa penebalan membran basement
endotel kapiler dan reduksi dari jumlah perisit. Kapiler berkembang dengan
gambaran dot-like outpouchings yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan
dengan gambaran flame-shaped tampak jelas.
o Mild nonproliferative retinopathy ditandai dengan ditemukannya minimal
1 mikroaneurisma. Pada moderate nonproliferative retinopathy terdapat
mikroaneurisma ekstensif, perdarahan intra retina, venous beading, dan/
atau cotton wool spots. Kriteria lain juga menyebutkan pada Mild
nonproliferative retinopathy: kelainan yang ditemukan hanya adanya
mikroaneurisma dan moderate nonproliferative retinopathy dikategorikan
sebagai kategori antara mild dansevereretinopathy DM.
o Severe nonproliferative retinopathyditandai dengan ditemukannya cotton-
wool spots, venous beading, and intraretinal microvascular abnormalities

23
(IRMA). Hal tersebut didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina
pada 4 kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1
kuadran. Kriteria lain menyebutkan proliferative diabetik retinopathy
dikategorikan jika terdapat 1 atau lebih: neovaskularisasi (seperti pada :
iris, optic disc, atau di tempat lain), atau perdarahan retina/ vitreus.
 Proliferative Retinopathy
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative diabetik
retinopathy. Iskemia retina yang progresif menstimulasi pembentukan
pembuluh darah baru yang menyebabkan kebocoran serum protein yang
banyak. Early proliferative diabetik retinopathy memiliki karakteristik
munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus (new vessels on
the optic disk (NVD)) atau pada tempat lain di retina. Kategori high-risk
ditandai dengan pembuluh darah baru pada papila yang meluas melebihi satu
per tiga dari diameter papila, pembuluh darah tersebut berhubungan dengan
perdarahan vitreus atau pembuluh darah baru manapun di retina yang meluas
melebihi setengah diameter papila dan berhubungan dengan perdarahan
vitreus.

Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior dari vitreus
dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina. Apabila terjadi perdarahan
maka perdarahan vitreus yang masif akan menyebabkan hilangnya penglihatan yang
mendadak. Resiko berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai
ketika terjadinya complete posterior vitreous detachment. Pada mata dengan
proliferative diabetik retinopathy dan adhesi vitreoretinal yang persisten dapat
berkembang proses fibrotik dan membentuk ikatan fibrovaskular yang menyebabkan
traksi vitreoretina. Hal tersebut dapat menyebabkan progressive traction retinal
detachment atau apabila terjadi robekan retina maka telah terjadi rhegmatogenous
retinal detachment.
Perkembangan selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi
kompllikasi: iris neovascularization (rubeosis iridis) dan neovascular glaucoma.

24
Proliferative diabetik retinopathy berkembang pada 50% penderita diabetes tipe I
dalam waktu 15 tahun sejak timbulnya penyakit sistemik mereka. Hal ini kurang
lazim pada penderita diabetes tipe II, tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan
diabetes tipe II, lebih banyak pasien dengan proliferative diabetik retinopathy
memiliki tipe II dari tipe I diabetes.

Gambar 11.Moderate nonproliferative diabetik retinopathy dengan mikroaneurisma dan


cotton-wool spots (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar 12.Proliferative Diabetik Retinopathy dengan neovaskularisasi dan scattered


microaneurysm (Ehlers, Shah, 2008)

25
Gambar 13. Proliferative Diabetik Retinopathy dengan neovaskularisasi pada diskus
optikus (Ehlers, Shah, 2008)

 Diabetik maculopathy dan Diabetik macular edema (DME)


Diabetik maculopathy tampak sebagai penebalan retina fokal atau difus yang
diakibatkan oleh rusaknya inner blood–retinal barrier pada endotel kapiler
retina yang memicu terjadinya kebocoran plasma ke sekeliling retina. Hal
tersebut lebih sering ditemukan pada DM tipe II dan memerlukan terapi.
Diabetik maculopathy dapat diakibatkan iskemia yang ditandai dengan edema
makula, perdarahan yang dalam dan eksudasi. FFA menunjukkan hilangnya
kapiler retina dan bertambah luasnya daerah avaskular pada fovea. Dapat
terjadi pada tiap tahapan dari retinopathy DM.
Edema makula yang signifikan secara klinis (Clinically significant macular
edema (CSME)) ditetapkan apabila teradapat satu dari beberapa kriteria
berikut :
o Penebalan retina dalam jarak 500 µm (satu per tiga ukuran disc) dari fovea
centralis.
o Hard exudates pada jarak 500 µm dari fovea centralis apabila
berhubungan dengan penebalan retina.
o Penebalan retina lebih besar dari ukuran disc dan bagian dari penebalan itu
mencakup area disc pada fovea centralis.

26
Gambar 14. Nonproliferative Diabetik Retinopathy dengan edema macula signifikan
(Ehlers, Shah, 2008)
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
2.7.3.1 Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium
yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes. Kadar
HbA1c juga penting pada follow-up jangka panjang perawatan pasien dengan
diabetes dan retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan mempertahankan level
HbA1c pada range 6-7% merupakan sasaran pada manajemen optimal diabetes dan
retinopati diabetik. Jika kadar normal dipertahankan, maka progresi dari retinopati
diabetik bisa berkurang secara signifikan.

2.7.3.2 Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA))
merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis dan
manajemen retinopathy DM :
o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint yang
tidak membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.
o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari mikroaneurisma
karena mereka tampak hipofluoresen.
o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap
homogen yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.

27
o IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai
pembuluh darah yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas luar
retina yang tidak mendapat perfusi.

Gambar 15. Gambaran FFA pada Retinopathy DM

2.8 Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.

2.8.1 Pemeriksaan rutin pada ahli mata


Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun
setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II
telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini
harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat
beresiko perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum
direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya
tergantung kebijakan ahli matanya. 7

28
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan
Umur onset Rekomendasi pemeriksaan pertama Follow up rutin minimal
DM/kehamilan kali
0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis Setiap tahun
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau sesuai
kebijakan dokter mata

Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata


mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih
sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.7

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina


Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun
Retinopati Diabetik non proliferatif ringan Setiap 9 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan

2.8.2 Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi


Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441
pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah
menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi
intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76%
sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati
sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes

29
Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan
bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko
komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut
memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat
mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi
resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah
ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan
mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser.
UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi
progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan. 1,3,7

2.8.3 Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan
kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan
oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa
pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya,
sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula
untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio
retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode
terapi fotokoagulasi yaitu :1,2,7,8
a. Scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk
menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya
pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior
dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari
macula untuk menyusutkan neovaskular.
b. Focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular
di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea.

30
Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema
macula.
c. Grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran
dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema
macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid
photocoagulation.

Gambar 16. Laser Fotokoagulasi

Gambar 17. Panretinal fotokoagulasi pada PDR

31
Gambar 18. Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema

2.8.3 . Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi
baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi
makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat
pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu
tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh
yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan anti
angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel
endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan
kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal
injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis
merupakan versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan
di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.1,2,7,8

2.8.4 Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga

32
membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami
proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang
mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan
perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,7

Gambar 19. Vitrektomi

Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada


pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi
keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan
yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan
penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan
keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga menunjukkan
keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada
mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.7

2.9 Prognosis
 Pasien DRNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang jarang
memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang setiap
1 tahun.

33
 Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema macula perlu
dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat
progresif.
 Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema macula
yang secara klinik tidak signifikan perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap
4-6 bulan karena dapat berkembang menjadi clinically significant macular
edema (CSME).
 Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan fotokoagulasi. Dengan
terapi fotokoagulasi, resiko kebutaan untuk grup pasien ini dapat berkurang
50%.
 Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari pasien
DRNP berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah 75%
dimana 45% diantaranya tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu pasien
DRNP sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiap 3-4 bulan.
 Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi. Teknik
yang dilakukan adalah scatter photocoagulation
 Pasien DRP resiko tinggi yang disertai CSME terapi mula-mula menggunakan
metode focal atau panretinal (scatter). Oleh karena metode fotokoagulasi
metode panretina dapat menimbulkan eksaserbasi dari edema macula, maka
untuk terapi dengan metode ini harus dibagi menjadi 2 tahap.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis:


 Faktor prognostik yang menguntungkan
o Eksudat yang sirkuler.
o Kebocoran yang jelas/berbatas tegas.
o Perfusi sekitar fovea yang baik.
 Faktor prognostik yang tidak menguntungkan
o Edema yang difus / kebocoran yang multiple.
o Deposisi lipid pada fovea.
o Iskemia macular.

34
o Edema macular kistoid.
o Visus preoperatif kurang dari 20/200.
o Hipertensi.

35
BAB 3
KESIMPULAN

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh


kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler
retina, kapiler-kapiler dan vena. WHO melaporkan, 4,8 persen penduduk di seluruh
dunia menjadi buta akibat retinopati diabetik. Dalam urutan penyebab kebutaan
secara global, retinopati diabetik menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma,
dan degenerasi makula (AMD= age-related macular degeneration). Pemeriksaan
oftalmologi retinopati diabetik secara khas terbagi dalam Diabetik Retinopathy
Severity Scale meliputi: Non proliferative, prolifertative dan maculopathy DM
dengan masing-masing temuan klinis yang khas pada tiap tingkat perkembangan
penyakitnya. Fundus Fluorescein Angiography merupakan pemeriksaan penting
dalam menunjang retinopathy DM. Terapi retinopati diabetik mencakup perawatan
medis untuk kontrol gula darah dan terapi oftalmologi yang mencakup terapi bedah
dan medikamentosa. Prognosis ditentukan oleh faktor-faktor yang menguntungkan
dan merugikan dalam perjalanan penyakit ini serta tindakan yang dilakukan dalam
intervensinya.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhavsar AR., Drouilhet JH. 2009. Background Retinopathy Diabetik.


Diunduh dari: www.e-medicine.com.
2. Bhavsar AR., Drouilhet JH. 2009. Proliferative Retinopathy Diabetik.
Diunduh dari: www.e-medicine.com.
3. Crick RP., Khaw PT. 2003. A Text Book of Clinical Ophtalmology. 3rd
edition. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
4. Ehlers JP., Shah CP. 2008. Wills Eye Manual, The: Office and Emergency
Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 5th Edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins.
5. Eva PR., Whitcher JP. 2008. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology.
17th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.
6. Ilyas S., Yulianti SR. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
7. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology.
London:Butterworth-Heinemann;2003. p.439-54,468-70.
8. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12 Chapter
5.Singapore: American Academy of Ophtalmology; 2008. p 107-128

37

Anda mungkin juga menyukai