Anda di halaman 1dari 14

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Sintesis Kimia Anorganik dengan judul


“Kromium (III) Oksida” yang disusun oleh:
Nama : Nur Wahida
Nim : 1513140013
Kelas/Kelompok : Kimia/ IV (Empat)
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten/Koordinator Asisten dan dinyatakan
diterima.

Makassar, Mei 2018


Koordinator Asisten Asisten

Satria Putra Jaya Negara, S, Si Rosmala Rauf

Mengetahui,
Dosen Penanggungjawab

Diana Eka Pratiwi, S. Si, M.Si


NIP. 19800614200801 2 016
A. JUDUL PERCOBAAN
Kromium (III) Oksida

B. TUJUAN PERCOBAAN
Adapn tujuan dari percobaan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui cara mensintesis kromium (III) oksida dari ammonium
bikromat.
2. Untuk mengetahui warna, struktur dan bentuk dari kromium (III) oksida.

C. LANDASAN TEORI
1. Tinjauan Umum
Senyawa kompleks merupakan suatu senyawa yang dapat terbentuk dari
ion logam yang berikatan dengan ligan secara kovalen koordinasi.Ikatan
koordinasi merupakan ikatan kovalen dimana ligan memberikan sepasang
elektronnya pada ion logam untuk berikatan.Kestabilan senyawa kompleks
dipengaruhi oleh faktor ligan dan atom pusat. Faktor yang mempengaruhi
kestabilan kompleks berdasarkan pengaruh atom pusat antara lain besar dan
muatan ion, nilai CFSE dan faktor distribusi muatan (Agustina, 2013: 150-151).
Senyawa ligan yang berkoordinasi dengan ligan disebut dengan senyawa
kompleks. Sebagian besar ligan adalah zat netral atau anionik tetapi kation, seperti
kation tropillium juga dikenal, Ligan netral seperti amonia NH3, atau karbon
monoksida CO, dalam kedaaan bebas pun merupakan molekul yang stabil,
sementara ligan anionik seperti Cl- atau C5H5- distabilkan hanya jika
dikoordinasikan dengan atom logam pusat. Ligan dengan satu atom pengikat
disebut ligan monodentat, dan yang memilki lebih dari satu atom pengikat disebut
dengan ligan polidentat yang juga disebut ligan khelat. Jumlah atom yang diikat
pada atom pusat disebut dengan bilangan koordinasi (Saito, 1996: 117-118).
Pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan adalah
reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion (atau
molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang
terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen- komponen ini
dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu,
meskipun ini tak dapat ditafsirkan di dalam lingkup konsep valensi yang klasik.
Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat yang
menunjukkan jumlah ligan (monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang
stabil dengan satu atom pusat. Pada kebanyakan ksus, bilangan koordinasi adalah
6 (seperti dalam kasus Fe2+, Fe3+, Zn2+, Cr2+, Co3+,Ni2+,Cd2+) kadang-kadang 4
(Cu2+, Cu+, Pt2+) (Svehla, 1985: 95).
Senyawa kompleks dilaboratorium dapat disintesa dengan mereaksikan
ligan yang merupakan suatu basa dan mempunyai pasangan elektron bebas
dengan logam yang merupakan penerima pasangan elektron yang didonorkan oleh
ligan. Berdasarkan banyaknya elektron yang didonorkan oleh ligan maka ligan
dapat diklasifikasikan menjadi ligan monodentat, ligan bidentat dan ligan
multidentat. Ligan monodentat hanya dapat mendonorkan sepasang elektron yang
dimilkinya ke logam. Ligan bidentat dapat mendonorkan dua pasang elektron
yang dimilikinya kelogam, sedangkan banyak elektron yang bisa didonorkan ke
logam pada ligan multidentat.Sifat-sifat senyawa kompleks hasil sintesis
ditentukan dengan penentuan sifat kemagnetan dan kandungan
iondidalamnya.Sifatkemagnetan ditentukandalam rangka mencari senyawa
kompleks yang efektif digunakan sebagai material pendukung didalamsistesis
suatu bahan seperti semikonduktor, sedangkan sifat-sifat ion ditentukan
dalamrangka mencarisifat senyawa kompleks yang dapat menghantarkan arus
listrik (Saria, 2012: 1-3).
Logam yang dapat membentuk kompleks biasanya merupakan logam
trnasisi, alkali atau alkali tanah.Logam transisi dapat membentuk satu atau lebih
ion stabil dengan konfigurasi elektron diorbital d dan f yang belum terisi
penuh.Contoh : besi(II) memiliki konfigurasi elektron 1s2, 2s2, 2p6, 3s2, 3p6, 3d6.
Dimana orbital d nya sebagai orbital yang belum terisi penuh. Keadaan elektron
dalam kulit-kulit tersebut memungkinkan timbulnya perbedaan sifat kimia dan
fisika antara senyawa-senyawa kompleks yang memiliki atom logam pusat yang
sama, misalnya fenomena transisi spin (TS). Transisi spin merupakan keadaan
yang terjadi akibat dari pembelahan tingkat energi orbital dalam medan ligan
oktahedral (Male, 2013: 15-16).
Penelitian yang telah dilakukan para kimiawan anorganik menunjukkan
bahwa logam-logam transisi merupakan logam yang banyak dipelajari dan
disintesa menjadi senyawa-senyawa kompleks.Hal ini mengingat logam-logam ini
bersifat inert dan stabil membentuk senyawa kompleks dengan berbagai
ligan.Salah satu logam yang mempunyai sifat ini adalah kobalt.Logam ini pula
yang digunakan oleh Werner, seorang bapak kimia koordinasi yang mempelajari
senyawa-senyawa kompleks pertama sekali yang kemudian menghasilkan teori
koordinasi Werner yang bertahan cukup lama dan sampai sekarang masih
diperkenalkan di awal-awal mempelajari kimia koordinasi.Teknik sintesis
senyawa kompleks relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan sintesis material
anorganik maupun senyawa organik. Dengan proses reaksi kimia biasa dan proses
kompleksasi atau pengompleksan ligan-logam maka akan terbentuk senyawa
kompleks (Saria, 2012: 1-2).
Logam kromium sangat tahan terhadap korosi, karena reaksi dengan udara
menghasilkan lapisan Cr2O3 yang bersifat non pori sehingga mampu melindungi
logam yang terlapisi dari reaksi lebih lanjut. Dengan sifat logam yang tahan
korosi, manfaat utama kromium yaitu sebagai pelapis logam atau baja. Selain itu,
lapisan kromium juga menghasilkan warna yang mengkilat sehingga memberikan
manfaat tambahan yaitu sebagai fungsi dekoratif (Sugiyarto, 2001:12.1).
Ion kromium (III) (atau kromi, Cr3+) adalah stabil, dan diturunkan dari
dikromium trioksida (atau kromium trioksida), Cr2O3. Dalam larutan, ion-ion ini
berwarna hijau atau lembayung (Svehla, 1985:271).
Oksida kromium bersama-sama ionnya yang penting yaitu Cr2O3-hijau,
dan CrO3-merah tua. Kromium (IV) oksida, CrO2-coklat kehitaman, juga dikenal
dan sangat bermanfaat karena sifatnya feromagnetik yang sangat baik untuk bahan
pembuatan pita rekaman magnetik seperti pita kaset atau video, namun hanya
sedikit senyawa kromium (IV) yang dikenal. Seperti halnya pada oksida
vanadium, sifat basa oksida hidroksida kromium menurun atau sifat asam naik
dengan naiknya tingkat oksidasi. Oleh karena itu, Cr2O3 demikian juga Cr(OH)3
bersifat amfoterik seperti halnya oksida dan hidroksida aluminium, sedangkan
CrO3 bersifat asam. Hal ini dapat dipahami bahwa Cr (VI) mempunyai jari-jari
ionik pendek dan rapatan muatan tinggi sehingga mempunyai kecenderungan
yang lebih besar sebagai akseptor electron, dan dengan demikian bersifat asam.
Kromium (III) oksida, Cr2O3 dapat diperoleh dari dekomposis termal ammonium
dikromat menurut persamaan reaksi berikut:

(NH4)2Cr2O7 (s) 
 Cr2O3 (s) + N2 (g) + 4 H2O (g)
Kromium (III) oksida merupakan oksida kromium yang paling stabil mengadopsi
struktur corundum, dan digunakan untuk pigmen hijau. Oksida ini bersifat
semikonduktor dan antiferomagnetik di bawah 35oC (Sugiyarto, 2001:12.5).
Kromat logam biasanya adalah zat-zat padat berwarna, yang menghasilkan
larutan kuning bila dapat larut dalam air.Asam mineral encer, yaitu ion-ion
hidrogen, kromat berubah menjadi dikromat, yang terakhir ini menghasilkan
larutan yang merah-jingga.Perubahan ini dibalikkan oleh alkali, yaitu oleh ion-ion
hidroksil.
2 CrO42- + 2 H+ ↔ Cr2O72- + H2O
atau
Cr2O72- + 2 OH- ↔ 2CrO42- + H2O
Reaksi-reaksi ini boleh juga dinyatakan sebagai:
2CrO42- + 2 H+ ↔ 2 HCrO4- ↔ Cr2O72- + H2O
Kelarutan kromat dari logam alkali dan dari kalsium serta magnesium larut dalam
air; strontium kromat larut sangat sedikit.Kebanyakan kromat logam-logam lain
tak larut dalam air.Akan tetapi natrium, kalium, dan ammonium dikromat larut
dalam air (Svehla, 1985: 384-385).
Kromium merupakan logam transisi yang penting, senyawanya berupa
senyawa kompleks yang memiliki berbagai warna yang menarik, berkilau, titik
lebur pada suhu yang tinggi serta tahan terhadap perubahan cuaca. Selain itu
pelapisan logam dengan kromium menghasilkan paduan logam yang indah, keras,
dan melindungi logam lain dari korosi. Sifat-sifat kromium inilah yang
menyebabkan logam ini banyak digunakan dalam industri electroplating,
penyamakan kulit, cat tekstil, fotografi, pigmen (zat warna), besi baja, dan industri
kimia (Hariani, dkk, 2009: 1).
Kromium (VI) turunan dari CrO3, dapat dijumpai dalam bentuk dua
macam senyawa yang sangat terkenal yaitu kromat-kuning, CrO42- dengan
struktur tetrahedron dan dikromat-merah orange, Cr2O72- dengan struktur dua
tetrahedron yang bersekutu pada salah satu titik sudutnya yang memiliki atom O.
pada molekul dikromat jarak Cr−O pada Cr−O−Cr penghubung sedikit lebih
panjang dari pada jarak Cr−O yang lain (Sugiyarto, 2003: 222).
Dilain pihak logam kromium ini juga dapat menimbulkan kerugian bagi
lingkungan tanah, udara, dan terutama lingkungan air yang sangat vital bagi
kehidupan manusia apabila tidak dikendalikan dengan baik. Air yang
mengandung ion krom (III) akan menimbulkan masalah karena ion logam ini
dapat berubah menjadi ion krom yang bervalensi enam (heksavalen) yang bersifat
toksik (racun), karena jika terakumulasi dalam tubuh dapat menyebabkan kanker
dan perubahan genetik. Hal ini dapat terjadi karena krom dapat merusak sel-sel di
dalam tubuh.Senyawa krom pada sumber-sumber air alam ataupun air limbah
industri dapat berada dalam bentuk krom (III) dan krom (VI) yang mempunyai
sifat berbeda.Krom (III) esensial bagi mamalia untuk metabolisme gula, ptotein,
dan lemak.Senyawanya lebih stabil di air serta sifat racunnya tidak terlalu
besar.Berbeda dengan krom (VI) karena bersifat sangat oksidatif. Batas
maksimum krom(VI) yang diperbolehkan dalam air sehat 0,05 mg/L sedangkan
dalam air limbah 0,1 mg/L (Hariani, dkk, 2009: 1).
Kromium tergolong salah satu limbah jenis bahan beracun berbahaya (B3)
yang banyak ditemukan di lingkungan perairan. Ketertarikan dalam spesiasi
kromium (Cr) dikarenakan penggunaannya yang tersebar luas dalam berbagai
industri seperti industri plating logam, zat warna, penyamakan kulit, dan industri
cat . Kromium dalam perairan terdapat dalam dua keadaan oksidasi yang stabil
yaitu Cr(III) dan Cr(VI). Cr(III) terdapat dalam beberapa jenis hidroksida,
meliputi CrOH2+, Cr(OH)2+, Cr(OH)3, Cr(OH)4-, Cr2(OH)24+, dan Cr3(OH)45+.
Cr(VI) dalam larutan berair terdapat sebagai CrO42-, Cr2O72-, HCrO4-, dan HCr2O7-
. Cr(VI) dilaporkan sebagai spesies yang toksik dan karsinogenik bagi manusia
meskipun dalam konsentrasi yang relatif rendah.Cr(VI) dalam kromat (CrO42-)
dan dikromat (Cr2O72-) menyebabkan penyakit ginjal necrosis tubulus dan kanker
paru-paru (Dwiasi dan Dwi, 2008: 85).
2. Tinjauan Hasil
Kromium dalam perairan terdapat dalam dua keadaan oksidasi yang stabil
yaitu Cr(III) dan Cr(VI). Cr(III) terdapat dalam beberapa jenis hidroksida,
meliputi CrOH2+, Cr(OH)2+, Cr(OH)3, Cr(OH)4-, Cr2(OH)24+, dan Cr3(OH)45+.
Cr(VI) dalam larutan berair terdapat sebagai CrO42-, Cr2O72-, HCrO4-, dan HCr2O7-
. Cr(VI) dilaporkan sebagai spesies yang toksik dan karsinogenik bagi manusia
meskipun dalam konsentrasi yang relatif rendah.Cr(VI) dalam kromat (CrO42-)
dan dikromat (Cr2O72-) menyebabkan penyakit ginjal necrosis tubulus dan kanker
paru-paru (Dwiasi dan Dwi, 2008: 85).
Kromium merupakan logam transisi yang penting, senyawanya berupa
senyawa kompleks yang memiliki berbagai warna yang menarik, berkilau, titik
lebur pada suhu yang tinggi serta tahan terhadap perubahan cuaca. Selain itu
pelapisan logam dengan kromium menghasilkan paduan logam yang indah, keras,
dan melindungi logam lain dari korosi. Sifat-sifat kromium inilah yang
menyebabkan logam ini banyak digunakan dalam industri electroplating,
penyamakan kulit, cat tekstil, fotografi, pigmen (zat warna), besi baja, dan industri
kimia (Hariani, dkk, 2009: 1).
Kromium (VI) turunan dari CrO3, dapat dijumpai dalam bentuk dua
macam senyawa yang sangat terkenal yaitu kromat-kuning, CrO42- dengan
struktur tetrahedron dan dikromat-merah orange, Cr2O72- dengan struktur dua
tetrahedron yang bersekutu pada salah satu titik sudutnya yang memiliki atom O.
pada molekul dikromat jarak Cr−O pada Cr−O−Cr penghubung sedikit lebih
panjang dari pada jarak Cr−O yang lain (Sugiyarto, 2003: 222).

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat :
a. Neraca analitik 1 buah
b. Spatula 1 buah
c. Krus 1 buah
d. Tanur 1 buah
e. Cawan porselin 1 buah
f. Spiritus 1 buah
g. Pinset 1 buah
h. Eksikator 1 buah
i. Oven 1 buah
j. Stopwatch 1 buah
k. Paku 1 buah
l. Lap halus 1 buah
m. Lap kasar 1 buah
n. Melting point 1 buah
o. Pipa kapiler 1 buah
2. Bahan :
a. Amonium bikromat (NH4)2Cr2O7
b. Pita magnesium (Mg)
c. Aquades
d. Korek api

E. PROSEDUR KERJA
1. Krus yang sudah dibersihkan disiapkan kemudian dimasukkan kedalam oven
selama 15 menit dipanaskan pada suhu 1000C, kemudian ditimbang berat krus
kosong lalu didinginkan selama 5 menit.
2. Sebanyak 1 gram ammonium bikromat ditimbang dengan cawan porselin lalu
dicatat beratnya dengan ketelitian 0,1 mg.
3. Cawan porselin beserta isinya dimasukkan kedalam tanur listrik pada suhu
6000C selama 5 menit.
4. Diamati perubahan warna yang terjadi.
5. Serbuk berwarna hijau yang diperoleh didinginkan dalam eksikator kemudian
ditimbang beratnya
6. Hasil yang diperoleh di uji titik lelehnya dan diamati ukrannya dengan
menggunakan mikroskop untuk melihat ukuran Kristal Cr2O3 yang telah
diperoleh.
7. Serbuk hijau yang diperoleh dihaluskan di dalam mortal dan alu kemudian
dipindahka dalam wadah tertutup dan Kristal tersebut disimpan selama
beberapa hari.
8. Pengujian Kristal
a. Pita magnesium dibakar
b. Pita magnesium dicelupkan pada ammonium bikromat lalu dibakar
c. Paku dibakar
d. Paku dipanaskan kedalam ammonium bikromat.

F. HASIL PENGAMATAN
No Aktivitas Hasil Pengamatan
1 Krus kosong dipanaskan pada suhu Massa krus : 20,3712 gram
1100C dan ditimmbang →
Didinginkan selama 5 menit
2 Kristal+ sampel 1,00191 gram Berwarna orange
amonium bikarbaonat
3 amonium bikarbaonat 1,00191 Serbuk berwarna hijau
gramdimasukkan dalam tanur pada
shu 6000C selama 5 menit
4 Serbuk berwarna hijau didinginkan Serbuk berwarna hijau
dalam eksikator
5 Serbuk berwarna hijau ditimbang Massa 0,1699 gram
6 Pengujian titik leleh Tidak meleleh
7 Melakukan pengujian
a. Pita magnesium dibakar Terbakar ( menjdi abu)
b. Pita magnesium dicelupkan pada Nyala api merah (serbuk hijau) dan pita
amonium bikarbonat dibakar → magnesium terbakar
c. Paku dibakar Paku panas (berwarna merah)
d. Paku panas dimasukkan Serbuk berwarna hijau
kedalam amonium bikromat

G. ANALISIS DATA
Diketahui :
Massa (NH4)2Cr2O7 : 1,0019 g
Mr (NH4)2Cr2O7 : 252 g/mol
Massa Praktek Cr2O3 : 0,1699 gram
Mr Cr2O3 : 152 g/mol
Dit : % rendemen = …..?
Peny :
Reaksi: (NH4)2Cr2O3 Cr2O3 + N2 + 4H2O
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
Mol (NH4)2Cr2O7 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑜𝑙𝑎𝑙
1,0019 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 252 gram/mol

= 0,0039 mol
mol (NH4)2Cr2O7 ≈ mol Cr2O3
Massa Cr2O3 = mol Cr2O3 × Mr Cr2O3
= 0,0039 mol × 152 g/mol
= 0,5928 gram
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑘
% rendemen = × 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
0,1699 𝑔𝑟𝑎𝑚
= × 100%
0,5928 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 0,2866 × 100%
= 28,66 %

H. PEMBHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk mensintesis kromium (III) oksida dari
ammonium bikromat berdasarkan reaksi oksidasi reduksi disproporsionasi dimana
oksidator dan reduktor merupakan zat yang sama, serta mengetahui warna dan
bentuk dari kromium (III) oksida. Pada percobaan ini, terlebih dahulu cawan
porselin dipanaskan dalam tanur listrik selama 15 menit untuk menghilangkan zat-
zat pengganggu atau pengotor yang terdapat pada cawan porselin dan dapat
mempengaruhi penimbangan. Selanjutnya cawan porselin didinginkan dalam
eksikator untuk mempercepat proses pendinginan dan menghindari terkontaminasi
dengan udara luar dan zat pengotor. Kemudian ditimbang bobot cawan porselin
menggunakan neraca analitik sampai ketelitian 0,1 mg sehingga lebih teliti.
Langkah selanjutnya yaitu menimbang 1,0019 g ammonium bikromat
yang berwarna orange dengan wadah cawan porselin. Kemudian diketahui
bobotnya sampai ketelitian 0,1 mg agar hasil yang diperoleh lebih teliti.
Selanjutnya dimasukkan cawan porselin beserta isinya dan ditutup ke dalam tanur
listrik selama 15 menit pada suhu 600oC. Cawan porselin yang digunakan harus
ditutup agar pada saat ammonium bikromat berubah menjadi kromium (III) oksida
tidak keluar isinya dari cawan porselin. Pemanasan dalam tanur listrik pada suhu
600oC karena merupakan suhu maksimum untuk menguraikan ammonium
bikromat menjadi kromium (III) oksida, serta pada suhu ini mampu menguapkan
gas N2 dan H2O yang juga terbentuk sebagai hasil reaksi. Dengan adanya
dekomposisi termal yang dilakukan pada senyawa ammonium bikromat, maka
akan terjadi reaksi sebagai berikut:

600
 
o
C
(NH4)2Cr2O7(s) Cr2O3(s) + N2(g) + 4 H2O(g)

Setelah itu diamati perubahan warna yang terjadi dari orange menjadi hijau tua.
Cawan porselin selanjutnya didinginkan dalam eksikator untuk mempercepat
proses pendinginan dan menghindari terkontaminasinya dengan udara bebas dan
zat pengotor. Hal ini demikian karena dalam eksikator terdapat silika gel yang
mampu menyerap uap-uap panas sehingga berfungsi sebagai pendingin. Lalu
ditimbang dengan menggunakan neraca analitik sampai ketelitian 0,1 mg sehingga
lebih teliti. Cr2O3 yang diperoleh sebanyak 0,1699 g.
Amonium bikromat yang berwarna orange dan setelah pemanasan berubah
menjadi Cr2O3 yang berwarna hijau tua. Hal ini disebabkan karena dilepaskannya
air membentuk anhidrat. Selanjutnya digunakan mikroskop untuk melihat bentuk
dari Cr2O3 yang berbentuk corundum (bentuk antara ortorombik dan monoklin).
Bentuk geometri Cr2O3 yaitu tetrahedral. Serbuk kristal dari Cr2O3
diperoleh sebanyak 0,1699 g dengan rendemen sebesar 28,66%. Adapun reaksi
oksidasi dan reduksi pada reaksi amonium bikromat menjadi kromium (III)
oksida:
Oksidasi : 2 NH4+ + 2 e- N2 + 4 H2O
Reduksi : Cr2O72- Cr2O3 + 2 e-
(NH4)2Cr2O7 Cr2O3 + N2 + 4 H2O
Berdasarkan reaksi di atas maka dapat dilihat bahwa N sebagai reduktor karena
mengalami oksidasi dari bilangan oksidasi -3 menjadi 0. Sedangkan Cr sebagai
oksidator karena mengalami reduksi dari bilangan oksidasi +6 menjadi +3.
Pengujian yang dilakukan yaitu besi panas dicelupkan ke dalam kristal
amonium bikromat dan terlihat nyala api berwarna merah karena merupakan
warna nyala kromium dan juga menghasilkan serbuk berwarna hijau yang
menandakan bahwa amonium bikromat telah berubah menjadi kromium (III)
oksida.
Pengujian yang dilakukan selanjutnya yaitu pita magnesium dibakar
dengan amonium bikromat maka terlihat nyala api berwarna merah karena
merupakan warna nyala kromium dan juga menghasilkan serbuk berwarna hijau
yang menandakan bahwa amonium bikromat telah berubah menjadi kromium (III)
oksida. Hal ini disebabkan karena Cr2O3 bersifat non pori sehingga mampu
melindungi logam yang terlapisi. Sedangkan pita magnesium terbakar menjadi
nyala merah yang khas membentuk Mg oksida dan hidrogen.

I. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Kromium (III) oksida dapat disintesis dari ammonium bikromat berdasarkan
reaksi oksidasi reduksi disproporsionasi dimana oksidator dan reduktor
merupakan zat yang sama.
2. Kromium (III) oksida (Cr2O3) merupakan serbuk kristal berwarna hijau tua dan
berbentuk corundum.
3. Bentuk kristal kromium (III) oksida (Cr2O3) diperoleh sebanyak 0,1699 g
dengan rendemen sebesar 28,66 %.
4. Besi panas dicelupkan ke dalam kristal ammonium bikromat dan terlihat nyala
api berwarna merah dan serbuk berwarna hijau tua.
5. Pita magnesium yang dibakar dengan ammonium bikromat dan terlihat nyala
api berwarna merah dan serbuk berwarna hijau tua.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, laelatri, Suhartana, dan Sriatun. 2013. Sintesis dan Karakteriasi


Senyawa Kompleks Cu(II)-8 Hidroksikuinolin dan Co(II)-8
Hidroksikuinolin. Chem Info. Vol 1, No. 1.

Dwiasi, Dian Windy, Dwi Kartika, 2008. Spesiasi Cr(III) Dan Cr(VI) Pada
Limbah Cair Industri Elektroplating. Molekul.Vol. 3.No. 2.

Hariani, Poedji Loekitowati, Nurlisa Hidayati, Dan Melly Oktaria, 2009.


Penurunan Konsentrasi Cr(VI) Dalam Air Dengan Koagulan FeSO4.
Jurnal Penelitian Sains. Vol.12 No. 2.

Male, Yusthinus T, Helna Tehubijuluw dan Paulina M.Pelata. 2013. Sintesis


Senyawa Kompleks Berinti Ganda {[Fe(L)(NCS)2I2oks} (L;1,10
Fenantrolin dan 2,2’-bipirdin). Ind.J.Chem.Res:Vol(1), No(22).

Saito, Taro. 1996. Buku Teks Kimia Anorganik. Tokyo: Muki Kagaku.

Saria, Yosi, Lucyanti, Nurlisa Hidayanti, dan Aldes Lesbani. 2012. Sintesis
Senyawa Kompleks Kobalt dengan Asetilasenato.Jurnal Penelitian Sains.
Vol 15, No. 3.

Sugiyarto, Kristian. H. 2003. Kimia Anorganik II Edisi Revisi. Yogyakarta:


Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Svehla, G. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
SemimikroBagian II Edisi Kelima Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.
JAWABAN PERTANYAAN

1. Apakah yang terjadi jika besi panas dimasukkan ke dalam kristal ammonium
bikromat?
Jawab:
Jika besi panas dimasukkan ke dalam kristal amonium bikromat maka terlihat
nyala api berwarna merah dan serbuk berwarna hijau tua.
2. Bagaimanakah dengan pita Mg dicelupkan ke dalam kristal ammonium
bikromat lalu pita Mg dibakar?
Jawab:
a. Pita Mg yang digunakan berbentuk persegi panjang dan berwarna abu-abu
tua, kemudian dicelupkan ke dalam kristal amonium bikromat lalu pita Mg
dibakar maka terlihat nyala api berwarna merah dan serbuk berwarna hijau
tua. Hal ini disebabkan karena Cr2O3 bersifat non pori sehingga mampu
melindungi logam yang terlapisi.
b. Pita Mg terbakar menjadi nyala putih karena membentuk Mg oksida dan
hidrogen.

Anda mungkin juga menyukai