0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
15 tayangan9 halaman
This document discusses a study analyzing the linoleic acid and linolenic acid content of tofu made using the coagulants Rhizopus oryzae and Rhizopus oligosporus. The study aims to determine the potential of R. oryzae and R. oligosporus as coagulants for increasing linoleic and linolenic acid levels in tofu and the time needed for coagulation. Tofu was produced using these fungi and analyzed for acid content. The study found that both fungi have potential as coagulants, with R. oryzae requiring 18 hours and R. oligosporus requiring 12 hours for coagulation. The highest acid levels were obtained
This document discusses a study analyzing the linoleic acid and linolenic acid content of tofu made using the coagulants Rhizopus oryzae and Rhizopus oligosporus. The study aims to determine the potential of R. oryzae and R. oligosporus as coagulants for increasing linoleic and linolenic acid levels in tofu and the time needed for coagulation. Tofu was produced using these fungi and analyzed for acid content. The study found that both fungi have potential as coagulants, with R. oryzae requiring 18 hours and R. oligosporus requiring 12 hours for coagulation. The highest acid levels were obtained
This document discusses a study analyzing the linoleic acid and linolenic acid content of tofu made using the coagulants Rhizopus oryzae and Rhizopus oligosporus. The study aims to determine the potential of R. oryzae and R. oligosporus as coagulants for increasing linoleic and linolenic acid levels in tofu and the time needed for coagulation. Tofu was produced using these fungi and analyzed for acid content. The study found that both fungi have potential as coagulants, with R. oryzae requiring 18 hours and R. oligosporus requiring 12 hours for coagulation. The highest acid levels were obtained
Sudaryatiningsih C, Supyani. 2010. Linoleic and linolenic acids analysis of soybean
tofu with Rhizopus oryzae and Rhizopus oligosporus as coagulant. Bioteknologi 7: 10-18. The aims of this research are to know the potency of Rhizopus oligosporus and Rhizopus oryzae as a coagulant in tofu processing for increasing the amount of linoleic and linolenic acids, and to know the time that needed by R. oligosporus and R. oryzae for increasing the amount of linoleic and linolenic acids. It uses PDA for inoculating fungi, and it is done at Sub-Lab Chemistry, Central Laboratory for ♥ Alamat korespondensi: Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta. The tofu ¹ SMA Kristen Kalam Kudus. Jl. making was done in “Dele Emas” Tofu Factory, Surakarta. Analysis of linoleic and Diponegoro, Madegondo, Grogol, linolenic acids were done by Gas Chromatography, in LPPT-UGM Yogyakarta. The Sukoharjo 57552, Central Java, conclusion of this research are R. oligosporus dan R. oryzae having a potency as a Indonesia. Tel. +92-271-21605 coagulant in tofu processing for increasing the amount of linoleic and linolenic acids. ² Program Studi Biosains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas R. oryzae needs 18 hours to coagulate the tofu, and R. oligosporus needs 12 hours for Maret, Surakarta 57126, Jawa Tengah, the same process. The highest amount of linoleic and linolenic acids were obtained Indonesia by R. oryzae at 6 hours of fermentation (0.26% and 0.14%), and 24 hours of fermentation by R. oligosporus (0.06% and 0.04%). Manuskrip diterima: 14 Juli 2009. Revisi disetujui: 15 Oktober 2009. Key words: linoleic acid, linolenic acid, tofu, coagulant, Rhizopus oryzae, Rhizopus oligosporus ♥♥ Edisi bahasa Indonesia dari: Sudaryatiningsih C, Supyani. 2009. Sudaryatiningsih C, Supiyani. 2010. Analisis kandungan asam linoleat dan linolenat Linoleic and linolenic acids analysis tahu kedelai dengan Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus sebagai koagulan. of soybean tofu with Rhizopus Bioteknologi 7: 10-18. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi jamur R. oryzae and Rhizopus oligosporus as oligosporus dan R. oryzae sebagai koagulan pada proses pembuatan tahu dalam coagulant. Nusantara Bioscience 1: 110-116 meningkatkan kadar asam linoleat dan linolenat tahu dan mengetahui waktu yang diperlukan oleh keduanya untuk memfermentasi tahu sehingga menghasilkan asam linoleat dan linolenat yang tinggi. Inokulasi jamur menggunakan PDA,dilakukan di Sub-Lab Kimia, Laboratorium Pusat MIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Pembuatan tahu dilakukan di pabrik tahu Dele Emas Surakarta. Analisis kandungan asam linoleat dan linolenat dilakukan dengan metode kromatografi gas, dan dikerjakan di LPPT-UGM Yogyakarta. Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan R. oryzae dan R. oligosporus memiliki potensi sebagai koagulan dalam pembuatan tahu, dan waktu yang diperlukan untuk melakukan koagulasi R. oryzae adalah 18 jam R.oligosporus adalah 12 jam. Asam linoleat dan linoleat tertinggi diperoleh. Pada 6 jam fermentasi R. oryzae (0,26% dan 0,14%), dan 24 jam fermentasi oleh R.oligosporus (0,14% dan 0,08%). Kata kunci: asam linoleat, asam linolenat, tahu, koagulan, Rhizopus oryzae, Rhizopus oligosporus
(Campbell 1987). Sebagai sumber energi, lemak
PENDAHULUAN memiliki nilai kalori yang tinggi yaitu sebesar 9,3 kcal/g. Nilai ini lebih tinggi daripada karbo- Lemak adalah zat makanan yang selalu ada hidrat dan protein. Selain itu, pada saat terjadi dalam menu makanan sehari-hari. Berbagai oksidasi, asam lemak menghasilkan banyak air macam makanan, mulai dari pisang goreng, metabolik, dibanding karbohidrat dan protein kentang goreng, ayam goreng, rendang, hingga (Harper et al. 1979). Hal ini menguntungkan bagi pizza, tidak terlepas dari lemak. Penambahan organisme yang hidup di daerah kering. lemak dalam bentuk minyak memang berguna Mengkonsumsi terlalu banyak lemak ber- bagi makanan untuk memperbaiki cita rasa, bahaya bagi kesehatan jantung (Forman dan tekstur, dan meningkatkan flavor (Muchtadi Bulwer 2006; Muchtadi 2007), termasuk menye- 2000). Lemak berguna bagi tubuh sebagai babkan obesitas (Wilson et al. 2002; Panagiotakos sumber energi, dan juga pelarut berbagai vitamin et al. 2004) dan hipertensi (Houston et al. 2005). Makanan yang memiliki kadar lemak tinggi, pada tahu dengan menggunakan jamur Rhizopus dapat mengakibatkan terbentuknya plak pada oligosporus dan Rhizopus oryzae sebagai koagulan. arteri. Terbentuknya plak akan mengakibatkan Penelitian ini bertujuan untuk: (i) Mengetahui dinding bagian dalam arteri menebal, dan potensi jamur R. oligosporus dan R. oryzae sebagai menyempitkan luas penampangnya. Penyakit ini koagulan pada proses pembuatan tahu. (ii) disebut arterosklerosis, dan dapat menyebabkan Mengetahui lama waktu yang diperlukan stroke dan serangan jantung (Campbell 1987). keduanya untuk melakukan koagulasi pada Minyak goreng yang digunakan untuk meng- proses pembuatan tahu. (iii) Mengetahui potensi goreng lebih dari satu kali juga berbahaya bagi keduanya dalam meningkatkan kadar asam kesehatan, karena dapat menjadi pemicu linoleat dan linolenat pada tahu. (iv) Mengetahui terjadinya kanker (Nadesul 2007). lama waktu yang diperlukan keduanya untuk Lemak dapat dihidrolisis oleh enzim lipase fermentasi tahu sehingga menghasilkan kadar menjadi asam lemak dan gliserol. Dalam proses asam linoleat dan linolenat yang tinggi. metabolisme tubuh, asam lemak dapat memba- hayakan kesehatan, namun ada pula yang sangat dibutuhkan bagi kesehatan. Asam lemak yang BAHAN DAN METODE berbahaya adalah asam lemak jenuh, yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap pada Waktu dan tempat penelitian rantai karbon penyusunnya. Asam lemak jenuh Penelitian ini dilakukan pada Juni-Juli 2009. seperti ini banyak terdapat pada lemak hewani, Pembuatan inokulum biakan Rhizopus oligosporus gajih, susu, telur, dan kulit unggas (Nadesul dan Rhizopus oryzae dilakukan di Laboratorium 2007). Sedangkan asam lemak yang tidak Biologi FMIPA UNS Surakarta. Pembuatan tahu berbahaya bagi kesehatan adalah asam lemak dilakukan di pabrik tahu “Dele Emas”, Krajan tidak jenuh (Sipayung 2003). Asam lemak tak RT. 02 RW. 01, Debegan, Surakarta. Uji asam jenuh, adalah asam lemak yang memiliki ikatan lemak tak jenuh dilakukan di Laboratorium rangkap pada rantai karbon penyusunnya. Penelitian dan Pengembangan Terpadu (LPPT), Contoh asam lemak tak jenuh yang penting Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. untuk kesehatan tubuh adalah asam linoleat dan linolenat. Kedua jenis asam lemak ini merupakan Bahan asam lemak essensial, yaitu asam lemak yang Kedelai import dari Amerika (Glycine max (L.) tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh Merr.), sebagai bahan untuk membuat tahu, (Harper et al. 1979). Karena tidak dapat diperoleh dari pengepul kedelai import, di pasar diproduksi oleh tubuh, maka harus ada dalam Mojosongo, Surakarta. Rhizopus oligosporus dan makanan yang dikonsumsi. Asam linoleat sangat Rhizopus oryzae diperoleh dari Laboratorium berperan dalam pencegahan penyakit jantung Mikrobiologi, Universitas Setia Budi, Surakarta. koroner dan menyehatkan pembuluh darah Media Potato Dextrose Agar (PDA), diperoleh dari (Nadesul 2007). Laboratorium Biologi Universitas Sebelas maret Salah satu sumber asam linoleat dan linolenat Surakarta, untuk membiakkan R. oryzae dan R. adalah biji kedelai (Harper et al. 1979). oligosporus Masyarakat Indonesia mengkonsumsi kedelai dalam berbagai bentuk olahan makanan, Cara kerja misalnya kecap, tahu, tempe, tauco, susu kedelai, Pembuatan inokulum. Media untuk dan lain-lain. Pada beberapa olahan makanan, membuat inokulum biakan murni adalah dengan terjadi perubahan nilai gizi dari kedelai, Potato Dextrose Agar (PDA). Dalam aturan pakai misalnya pada proses fermentasi kedelai menjadi untuk membuat 1 liter media agar dibutuhkan 39 tempe terjadi kecenderungan peningkatan asam g PDA, sehingga untuk membuat inokulum lemak linoleat dan linolenat (Bisping et al. 1993; biakan murni sebanyak 4 tabung reaksi, masing- de Reu 1994; Karyadi dan Hermana 1995). Tahu masing 5 mL dibutuhkan {(4x5)/1000}x39 g = merupakan salah satu jenis makanan yang 0,78g. Cara untuk membuat biakan tersebut berasal dari kedelai yang banyak dikonsumsi sebagai berikut: sebanyak 20 mL akuades masyarakat. Tahu dibuat tanpa melalui proses dimasukkan dalam gelas beker, kemudian fermentasi, sehingga kandungan asam linoleat ditambahkan 0,78 g PDA (E. Merck), ke dan linolenat tahu tidak setinggi tempe. Untuk dalamnya dan diaduk hingga tercampur rata. itulah pada penelitian ini peneliti mencoba meng Larutan PDA dituang ke dalam 4 tabung reaksi, analisis kandungan asam linoleat dan linolenat masing-masing 5 mL. Selanjutnya tabung reaksi disumbat dengan kapas, dan dimasukkan ke pada suhu 70oC, kemudian dilanjutkan sampai dalam autoklaf dengan suhu 121oC selama 15 mendidih, dan dibiarkan selama 90 menit. menit. Setelah itu diletakkan pada papan miring Sambil dilakukan pemanasan, wadah ditutup sampai agar dingin dan padat, dan dibiarkan dengan plastik agar bahan tidak menguap. selama 3 hari. Sebanyak 1 ose biakan murni R. Ekstraksi. Bahan didinginkan, lalu ditambah 7 oligosporus. Digoreskan pada agar miring, dan mL etanol, digojog, selanjutnya ditambahkan 25 dibiarkan selama 48 jam untuk siap digunakan. mL dietileter dan digojog. Ke dalam bahan Hal yang sama juga dilakukan untuk membuat ditambahkan 25 mL Petroleum benzen fraksi 40- biakan murni R. oryzae. 60 derajat celcius, kemudian digojog/divortex. Perhitungan spora Rhizopus sp. Permukaan Lapisan atas yang terbentuk dipisahkan. Bagian haemasi-tometer dan tutupnya dibersihkan bawah lapisan dilakukan ekstraksi lagi, dengan dengan kertas lensa dan akuades. Gelas penutup menggunakan 15 mL dietileterdan 15 mL haemasitometer diletakkan di atas permukaan petroleum benzen. Lapisan atas dipisahkan lagi, hitung. Sebanyak 5 mL akudes dituang dalam kemudian jadikan satu dengan lapisan atas yang biakan Rhizopus sp. Dengan menggunakan jarum pertama. Selanjutnya dilakukan evaporasi pada ose, Rhizopus sp. dikerok agar seluruh spora suhu 50 derajat celcius dengan pertolongan gas dapat terangkat. Suspensi jamur dituang N2, sampai kering. kedalam tabung reaksi lain, dan dikocok. Saponifikasi. Ke dalam bahan yang telah Diambil 1 mL suspensi jamur dengan pipet, dan kering ditambahkan 1 mL larutan 0,5 M NaOH- dimasukkan kedalam lekukan berbentuk huruf V metanolic, dipanaskan sampai mendidih selama yang terletak di tepi penutup haemasitometer. 1 menit. Hemasitometer diletakkan dibawah mikroskop, Esterifikasi. Bahan yang telah disaponifikasi dan dihitung sporanya. Hasil yang diperoleh ditambah 2 mL larutan BF3-metanol 20%, dan ternyata dalam 1 mL suspense R. oryzae terdapat dipanaskan hingga mendidih, selama 1 menit. 8,3x106 spora. Padahal untuk membuat tahu dari Kemudian diekstrak dengan 1 mL n-heptan dan 1 liter sari kedelai dibutuhkan 107 spora 1 mL NaCl jenuh, hingga terbentuk 2 lapisan, (Purwoko 2001). Sehingga jumlah suspensi yang yaitu lapisan atas yang terdiri dari heptan dan dibutuhkan adalah: 107/8,3x106 = 1,2048 mL. metil ester. Lapisan atas diambil kemudian Sedangkan dalam 1 mL suspense R. oligosporus diinjeksikan ke dalam GC. Pada kondisi yang diperoleh 10,9x106 spora, sehingga untik 1 liter sama, injeksikan pula standar Metil linoleat dan bahan diperlukan 107/10,9x106 = 0,9174 mL metil linolenat, dengan konsentrasi 0,125%. Pembuatan tahu. Satu kilogram kedelai dicuci bersih, lalu direndam selama 6 jam. Variabel penelitian Selanjutnya digiling hingga halus, disaring Variabel yang diteliti pada penelitian ini diambil sarinya, dibuang ampasnya. Satu liter antara lain: (i) Morfologi tahu yang difermentasi sari kedelai dimasak hingga mendidih, oleh jamur R. oligosporus dan R. oryzae. (ii) kemudian didinginkan, dan setelah dingin Perubahan pH tahu selama proses fermentasi (iii) diinokulasi dengan 107 spora R. oligosporus. Sari Waktu yang diperlukan jamur R. oligosporus dan kedelai yang telah diinokulasi dibuat 4 macam R. oryzae untuk melakukan koagulasi. (iv) perlakuan, yaitu dibiarkan selama 6 jam, 12 jam, Kandungan asam linoleat dan linolenat tertinggi 18 jam, dan 24 jam. Endapan yang terbentuk yang terbentuk selama proses fermentasi oleh dipisahkan dari cairan dan dikempa dengan alat jamur R. oligosporus dan R. oryzae. (iv) Waktu pengempa yang dilapisi kain belacu. Hal yang optimum yang diperlukan oleh R. oligosporus dan sama juga dilakukan pada R. oryzae. R. oryzae untuk menghasilkan kadar asam Penentuan kadar asam linoleat dan linoleat. linoleat dan linolenat yang tertinggi selama Penentuan kadar asam linoleat dan linoleat fermentasi dilakukan dengan metode kromatografi gas. Persiapan bahan. Masing-masing sampel ditimbang sebesar 10 g, kemudian HASIL DAN PEMBAHASAN dilumatkan/digerus untuk dihomogenkan. Sampel dimasukkan dalam labu 50 mL lalu Morfologi tahu ditambahkan 4 mL HCl pekat, dihomogenkan, Pada proses pembuatan tahu ini dilakukan kemudian ditambahkan 7 mL HCl pekat. fermentasi dengan waktu yang berbeda, yakni 6 Hidrolisis. Bahan yang sudah homogen jam, 12 jam 18 jam dan 24 jam. Ternyata dari dimasukkan ke dalam pemanas air, dipanaskan perlakuan di atas terlihat morfologi tahu yang berbeda-beda, seperti pada Tabel 4. Dari tersebut merupakan hasil biosintesis β-carotene oleh terlihat adanya perubahan morfologi tahu dari Rhizopus sp. dan menandakan proses fermentasi bentuk awalnya yaitu sari kedelai. Perubahan itu berjalan baik. Denter et al. (1998) dan Bisping et dapat terlihat pada: perubahan warna, al. (1993) menuliskan Rhizopus adalah jenis terbentuknya rongga-rongga, perubahan bau kapang yang mampu membentuk β-carotene. menjadi asam, kepadatan, dan peningkatan Dalam penelitian ini, perubahan warna yang kadar air. terjadi menunjukkan adanya aktivitas fermentasi oleh jamur Rhizopus sp. Selama proses fermentasi Tabel 4: Morfologi tahu fermentasi. Rhizopus sp. mensintesa β-carotene dan dilepaskan ke media, sehingga media berubah Lama Rhizopus oryzae Rhizopus oligosporus warna dari putih menjadi kuning. Peristiwa ini fermentasi pada R. oryzae terjadi terus menerus hingga 6 jam Warna putih,bau Warna putih,bau susu susu kedelai kedelai fermentasi 24 jam. Namun tidak demikian pada 12 jam Sari kedelai Sari kedelai menjadi fermentasi dengan R. oligosporus. Setelah menjadi padat, padat (terbentuk fermentasi berjalan selama 24 jam, tahu yang warna putih tahu),Warna difermentasi dengan R. oligosporus warnanya kekuningan bau kekuningan, bau tidak lagi kuning, tetapi berubah menjadi seperti tempe. seperti tempe,timbul kecoklatan. Hal ini menunjukkan adanya rongga-rongga kecil, peristiwa hidrolisis protein menjadi ikatan timbul sedikit air peptida oleh enzim protease, menghasilkan 18 jam Sari kedelai makin Sari kedelai lebih gugus amina, yang dapat bereaksi dengan gugus padat (terbentuk padat,Warna tahu), warna kuning,bau seperti aldehid atau keton dan menghasilkan warna kuning, bau tempe tempe bercampur kecoklatan. Hal ini sesuai dengan laporan bercampur asam, sedikit asam, rongga- Subagio et al. (2002), yaitu selain adanya β- timbul rongga- rongga menjadi besar, carotene, proses perubahan warna pada rongga kecil, timbul air makin bertambah. fermentasi oleh Rhizopus sp. juga disebabkan sedikit air. adanya proses hidrolisis protein menjadi ikatan 24 jam Sari kedelai padat, Sari kedelai peptida oleh enzim protease. Hasil hidrolisis warna kuning, bau padat,Warna kuning adalah gugus amina, yang selanjutnya bereaksi asam makin kecoklatan, bau asam dengan gugus aldehid atau keton dan terlihat, rongga- makin jelas, rongga- rongga bertambah, rongga besar dan menghasilkan warna kecoklatan. Warna air bertambah banyak, air bertambah kecoklatan nampak pada fermentasi oleh R. banyak oligosporus setelah 24 jam, dan belum nampak pada fermentasi dengan R. oryzae selama 24 jam. Ini membuktikan bahwa R. oligosporus memiliki Perubahan warna tahu kemampuan menghidrolisis protein lebih cepat Pada peristiwa fermentasi tahu ini terjadi dibanding R. oryzae, atau R. oligosporus lebih aktif perubahan warna dari warna putih pada susu melakukan fermentasi dibanding dengan R. kedelai, berubah menjadi kekuningan, dan oryzae. selanjutnya menjadi kecoklatan. Perubahan ini terjadi secara perlahan-lahan, seiring dengan Rongga-rongga pada tahu lama waktu fermentasi. Perubahan warna ini Selain terjadi perubahan warna, pada proses baik pada Rhizopus oligosporus maupun Rhizopus fermentasi tahu juga timbul adanya rongga- oryzae dimulai setelah fermentasi berlangsung rongga. Pada fermentasi oleh R. oryzae rongga- selama 6 jam. Selanjutnya, warna berubah rongga mulai nampak pada saat fermentasi 18 menjadi kuning pada fermentasi 12 jam, lalu jam, dan bertambah banyak pada fermentasi 24 berubah menjadi kuning kecoklatan pada jam. Sedangkan pada fermentasi oleh R. fermentasi 24 jam. Menurut Cook (1994), warna oligosporus rongga-rongga kecil sudah mulai kuning ini disebabkan oleh pigmen karoten yang nampak pada fermentasi 12 jam, dan semakin terdiri dari alfa dan beta karoten. Pigmen ini bertambah banyak seiring dengan lama merupakan zat warna alamiah yang terdapat fermentasi. Rongga-rongga ini terbentuk karena dalam bahan yang megandung minyak, atau protein yang mula-mula tersebar merata pada menghasilkan minyak, contohnya kelompok cairan sari kedelai, mulai menggumpal. jamur dari ordo Mucorales. Wiesel et al. (1996), Pada awalnya baru sedikit protein yang melaporkan warna kuning yang terbentuk terkoagulasi, sehingga memiliki berat molekul yang ringan, dan masih dapat tersebar pada terjebak dalam rongga-rongga terlihat pada wadah fermentasi. Akibatnya, terbentuk rongga- fermentasi 18 jam, dan terus meningkat hingga rongga yang hanya kecil. Peristiwa ini terjadi 24 jam fermentasi. Terbentuknya padatan sari pada fermentasi R. oligosporus setelah 12 jam kedelai juga baru terlihat pada fermentasi 18 jam, fermentasi. Selanjutnya, setelah waktu fermentasi menunjukkan R. oligosporus melakukan oleh R. oligosporus berlangsung selama 18 jam, fermentasi tahu lebih cepat dibanding R. oryzae. protein yang terbentuk semakin banyak, protein Dalam proses pembuatan tahu yang dilakukan di ini membentuk gumpalan yang lebih besar, pabrik, kadar air yang tinggi dapat dihilangkan dengan berat molekul yang besar, sehingga dengan cara dikempa menggunakan cetakan cenderung mengendap, dan terbentuk rongga- tahu dari kayu yang dilapisi kain belacu rongga yang lebih besar. (Suprapti 2005). Pada proses produksi tahu yang dilakukan di Pada fermentasi tahu dengan R. oligosporus pabrik tahu, penggumpalan protein yang terjadi menghasilkan banyak gumpalan protein, dan disebabkan karena sari kedelai diberi tambahan terlihat tahu yang lebih padat, dibandingkan asam sebagai koagulan. Asam yang diberikan fermentasi dengan R. oryzae. Hal ini sesuai misalnya asam cuka, atau cairan tahu yang telah dengan pendapat Suhaidi (2003), semakin dieramkan selama semalam. Selanjutnya, asam banyak gumpalan yang terbentuk, berarti ini bereaksi dan berikatan dengan protein yang semakin banyak pula protein yang terjebak terdapat pada bahan tahu tersebut, dan bersama didalamnya, sehingga akan menghasilkan lipid membentuk gumpalan (Santoso, 1993). randemen yang banyak. Bahan koagulan sangat menentukan kualitas tahu. Semakin bagus koagulan, makin banyak Bau asam protein yang terikat, sehingga randemen yang Tahu yang difermentasi oleh Rhizopus sp. ini dihasilkan juga banyak (Suprapti 2005). memiliki bau yang asam. Bau asam timbul Pada penelitian ini diperoleh hasil koagulasi karena adanya penurunan pH sari kedelai. Bau oleh R. oligosporus lebih cepat membentuk tahu asam dapat diamati oleh indera pada fermentasi padat dibandingkan fermentasi oleh R. oryzae. R. 18 jam, baik oleh R. oryzae, maupun R. oryzae membutuhkan waktu 18 jam untuk oligosporus. Pengamatan pH sari kedelai dengan membentuk tahu, sedangkan R. oligosporus hanya menggunakan pH meter terlihat pada Tabel 5 membutuhkan waktu 12 jam, untuk berikut ini menggumpalkan sari kedelai menjadi tahu. Hal ini sesuai dengan laporan Sapuan dan Sutrisno Tabel 5. Derajat keasaman (pH) sari kedelai yang (1997), R. oligosporus memiliki kecepatan difermentasi Rhizopus spp. hidrolisis protein lebih tinggi dibanding R. pH oryzae. Dengan adanya protein hasil hidrolisat Lama Rhizopus Rhizopus ini, maka akan terbentuk gumpalan-gumpalan, fermentasi oryzae oligosporus dan kemudian gumpalan ini mengendap 6 jam 5,81 5,86 membentuk tahu. 12 jam 5,52 5,61 18 jam 5,31 5,44 Peningkatan kadar air dan kepadatan tahu 24 jam 5,53 5,47 Akibat gumpalan-gumpalan yang terbentuk selama proses fermentasi terdapat daerah yang tidak berisi massa protein. Daerah ini tidak Pada Tabel 5 terlihat fermentasi oleh Rhizopus kosong tetapi berisi air. Adanya air ini tidak sp akan menghasilkan produk yang memiliki Ph hanya dapat lilihat dari rongga-rongga yang berkisar pada angka 5. Menurut Sapuan dan muncul, tetapi juga dari adanya pengembunan Sutrisno (1997), penurunan pH pada media yang terlihat pada tutup wadah fermentasi. Pada fermentasi dapat terjadi hingga pH media fermentasi dengan R. oligosporus, terbentuknya mencapai 4,5-5,3 dan perubahan pH ini air dan uap air pada tutup wadah fermentasi mengakibatkan kapang tumbuh dengan baik, terjadi pada fermentasi 12 jam, dan kadar air dan terjadilah proses fermentasi. Hidayat (2009), semakin meningkat sampai fermentasi 24 jam. melaporkan pada proses fermentasi tempe, Seiring dengan adanya air dan timbulnya uap air penurunan pH dimulai pada proses perendaman pada tutup wadah, sari kedelai juga berubah kedelai. Proses perendaman memberikan menjadi padat. Tetapi tidak demikian dengan kesempatan tumbuh kepada bakteri-bakteri fermentasi oleh R. oryzae. Pembentukan air yang asam laktat sehingga menurunkan pH biji kedelai. Penurunan pH ini dapat menghambat dapat dilihat dalam Tabel 6. Tinggi puncak dari tumbuhnya bakteri kontaminan yang bersifat dasar kromatogrammenunjukkan waktu retensi. pembusuk. Selain itu, penurunan pH meng- Menurut Adnan (1997), waktu retensi adalah akibatkan kapang dapat melakukan fermentasi waktu yang diperlukan untuk memisah, dan dengan baik. kemudian menguap, keluar dari kolom. Waktu Selanjutnya pada saat fermentasi berlangsung, retensi yang lama menunjukkan, bahan tersebut Rhizopus sp akan menghasilkan asam laktat, dan membutuhkan suhu yang tinggi untuk memisah. menyebabkan pH sari kedelai menurun. Suhu yang tinggi diperlukan untuk melakukan Penurunan pH ini mengakibatkan protein pada pemisahan bahan yang memiliki banyak ikatan kedelai mengalami penggumpalan atau rantai ganda. Jadi semakin lama waktu retensi koagulasi (Gaman 1992). Pada proses fermentasi menunjukkan bahwa zat tersebut memiliki tahu, penggumpalan ini mengakibatkan protein ikatan rangkap yang lebih banyak. tahu yang semula tersebar, menjadi saling Waktu retensi juga dapat menunjukkan berikatan satu dengan yang lain sehingga kecepatan gerak molekul. Dalam percobaan ini terbentuk tahu. Pada penelitian ini penurunan waktu retensi digunakan untuk membandingkan derajat keasaman paling tajam terjadi pada kecepatan gerak molekul standard, dengan fermentasi 18 jam. Bau asam dapat diamati kecepatan gerak molekul sampel. Pada penelitian bahkan hanya dengan indera penciuman. Ini ini waktu retensi standard adalah 8,80 menit menunjukkan aktifitas koagulasi optimum pada untuk asam linoleat, dan 11,0 untuk asam fermentasi Rhizopus sp. 18 jam. linolenat. Sedangkan waktu retensi sample dapat dilihat seperti Tabel 6. Analisis kromatografi gas Tabel 6. Waktu retensi (Rf) tahu fermentasi Rhizopus Puncak-puncak kromatogram sp. Uji kandungan asam linoleat dan linolenat dilakukan dengan metode kromatografi gas, Rhizopus Rhizopus oryzae Lama Puncak oligoorus dengan menggunakan etanol sebagai pelarut, fermentasi ke Rf Tinggi Rf Tinggi dan menggunakan Flame Ionic Detector (FID) (menit) puncak (menit) puncak sebagai detektor. Penggunaan Kromatografi gas 6 jam 1 8,998 1487980 8,983 8681484 dapat dilakukan pada sampel yang 2 10,873 3561719 10,847 2593481 membutuhkan suhu tinggi untuk menguap, 3 11,029 604055 10,907 708088 misalnya asam lemak. Hasil yang diproleh 12 jam 1 8,996 1513297 8,987 1077314 berupa kromatogramyang memiliki puncak- 2 10,885 4157405 10,862 3169875 puncak. Dari pengamatan kromatogram analisis 3 11,031 646773 11,022 466356 kandungan tahu yang difermentasi Rhizopus sp. 18 jam 1 8,990 1390400 9.009 2175045 alat kromatografi gas dapat mendeteksi 3 puncak 2 10,873 3711272 10,928 5733475 3 11,027 619996 11,051 1090065 yang dominan. Berdasarkan perbandingan 24 jam 1 8,991 1283842 9,014 2484471 dengan standart, maka dapat dipastikan puncak 2 10,873 3582183 10,941 6473468 pertama adalah asam linoleat, dan puncak yang 3 11,026 573739 11,060 1268570 ke dua adalah asam linolenat. Sedangkan puncak ke tiga adalah suatu senyawa yang terbentuk dari hasil oksidasi asam linolenat. Diduga Dari Tabel 6 di atas menunjukkan analisis senyawa ke tiga ini adalah asam arakhidonat. dengan kromatografi gas ini berjalan baik, yang Hal ini sesuai dengan pendapat deMan (1997), ditunjukkan dengan waktu retensi yang asam linoleat akan mengalami oksidasi menjadi mendekati standard, dan jarak waktu satu asam linolenat, selanjutnya asam linolenat dengan yang lain terlihat perbedaan. mengalami oksidasi menjadi asam arakhidonat. Proses oksidasi ini sangat dipengaruhi oleh suhu Kandungan asam linoleat dan linolenat dan intensitas cahaya. Semakin tinggi suhu dan Hasil analisis kandungan asam linoleat dan semakin besar intensitas cahaya, semakin cepat linolenat dengan menggunakan kromatografi gas terjadi oksidasi. diperlihatkan pada Tabel 7, dimana terlihat tahu Tinggi puncak-puncak yang terbentuk pada kontrol, yang dibuat dengan menggunakan asam kromatogram percobaan ini menunjukkan cuka sebagai koagulan, memiliki kandungan konsentrasi zat yang diuji pada sampel, dalam asam linoleat dan linolenat masing-masing penelitian ini menunjukkan kadar asam linoleat sebesar 0,05% dan 0,03%. Sedangkan kandungan dan linolenat. Kadar linoleat dan linolenat ini asam linoleat dan linolenat pada tahu dengan koagulan Rhizopus sp. lebih tinggi. Diduga asam mensintesis. Pada mulanya asam lemak yang linoleat dan linolenat yang ada pada tahu ini terbentuk adalah asam oleat, namun selanjutnya merupakan asam linolenat dan linoleat yang asam ini akan mengalami desaturasi menjadi sudah ada pada kedelai. Ini sesuai dengan asam linoleat, dan diubah lagi menjadi asam laporan Iskandar (2004), kedelai merupakan linolenat (Styme and Stobart 1986). sumber asam linoleat. Jamur dari kelas Zigomycetes memiliki enzim desaturase, yaitu enzim yang mampu mengubah Tabel 7. Kandungan asam linoleat dan linolenat pada asam oleat hasil hidrolisis lemak oleh lipase, tahu. menjadi asam linoleat dan linolenat (Suharyanto et al. 2006). Pada awal tahap hidrolisis lemak Kandungan (%) terbentuk asam linoleat, selanjutnya asam ini Nama sample Asam Asam mengalami penambahan ikatan rangkap, linoleat linolenat Tahu kontrol 0,05 0,03 menjadi asam linolenat (Harper et al. 1979). R. oryzae 6 jam 0,26 0,14 Reaksi desaturasi asam lemak merupakan reaksi R. oryzae 12 jam 0,10 0,05 berantai. Asam oleat diubah menjadi asam R. oryzae 18 jam 0,09 0,06 linoleat dengan bantuan enzim Δ12 desaturase, R. oryzae 24 jam 0,07 0,04 selanjutnya asam linoleat diubah menjadi asam R. oligosporus 6 jam 0,06 0,04 linolenat dengan bantuan enzim Δ6 desaturase R. oligosporus 12 jam 0,07 0,05 (Suharyanto et al. 2006). Secara ringkas R. oligosporus 18 jam 0,12 0,07 perubahan asam linoleat menjadi linolenat dapat R. oligosporus 24 jam 0,14 0,08 dituliskan sebagai berikut:
enzim Δ12 enzim Δ6
Proses pembuatan tahu yang beredar di- desaturase desaturase pasaran, biasanya menggunakan asam cuka, atau sisa air tahu kemarin yang dieramkan semalam, Asam oleat Æ asam linoleat Æ asam linolenat dan tanpa mengalami fermentasi. Asam cuka akan bereaksi dengan protein, mengakibatkan Pada fermentasi R. oryzae 12 jam dan seterus- terjadinya penggumpalan protein, dan terbentuk nya, asam linoleat tidak terbentuk lagi tetapi tahu. Perubahan dari sari kedelai menjadi tahu telah diubah menjadi asam linolenat, sehingga ini berlangsung kira-kira selama 90 menit. jumlah linoleat berangsur-angsur menurun, Sedangkan pada pembuatan tahu yang menggu- diikuti dengan penurunan kadar asam linolenat. nakan Rhizopus sp. terjadi perubahan sari kedelai Kecenderungan menurunnya asam linoleat dan menjadi tahu yang padat secara perlahan-lahan. linolenat ini berlangsung terus menerus, pada Perubahan ini terjadi secara enzimatis, sehingga fermentasi 18 jam, hingga fermentasi 24 jam. Ini terbentuk zat baru. Misalnya perubahan dengan menunjukkan waktu optimum pembentukan enzim lipase, mengakibatkan terbentuknya asam asam linoleat dan linolenat pada tahu yang lemak linoleat dan linolenat (Pawiroharsono difermentasi dengan R. oryzae adalah 6 jam, dan 1997). selanjutnya pembentukan asam linoleat berhenti, dan asam linoleat mengalami hidrolisis menjadi Fermentasi tahu oleh Rhizopus oryzae asam linolenat. Pembentukan asam linoleat, Pada 6 jam pertama fermentasi dengan R. diduga disebabkan beberapa faktor, antara lain: oryzae, tahu memiliki kandungan asam linoleat suhu, kadar air, dan oksigen. dan linolenat yang paling tinggi, setelah itu Purwoko et al. (2001) melaporkan terjadinya terjadi kecenderungan menurun. Hal ini terjadi peningkatan suhu pada fermentasi tempe kedelai karena pada awal fermentasi R. oryzae akan oleh kapang Rhizopus sp. Menurut Suharyanto et mensintesis asam linoleat yang tinggi, setelah itu al. (2006), peningkatan suhu pada proses asam lemak ini diubah menjadi asam linolenat. fermentasi dapat menghambat aktivitas enzim Asam linoleat berasal dari asam oleat yang desaturase, sehingga pembentukan asam lemak merupakan hasil hidrolisis lemak oleh enzim tak jenuh menurun. de Man (1997) melaporkan lipase pada saat proses fermentasi. Hal ini sesuai bahwa proses oksidasi asam linoleat dan dengan teori Teng et al. (2008), bahwa Rhizopus linolenat sangat dipengaruhi oleh suhu dan memproduksi lipase, selama proses fermentasi intensitas cahaya. Semakin tinggi suhu, proses berlangsung. Lipase ini berfungsi melakukan pembentukan asam lemak akan semakin aktivitas hidrolisis, namun sekaligus juga menurun. Pada penelitian ini, fermentasi oleh R. oryzae dilakukan pada suhu kamar (25-26oC). Pada suhu ini pembentukan asam lemak terjadi terjadi pembentukan asam linoleat, juga terjadi secara normal. Selanjutnya, seiring dengan hidrolisis asam linoleat menjadi linolenat. Sifat terjadinya fermentasi terjadi pula peningkatan ini sangat berbeda dengan fermentasi jamur suhu. Akibatnya, proses pembentukan asam R.oryzae, karena aktivitas enzim lipase pada linoleat semakin menurun, dan diikuti pula fermentasi R. oryzae 12 jam sudah tidak lagi penurunan asam linolenat. menghasilkan asam linoleat. Kadar air akan mempengaruhi kerja enzim Jika diperhatikan pada Tabel 7, fermentasi lipase. Kadar air yang tinggi, enzim lipase akan oleh R. oligosporus selama 18 jam, aktivitas menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam fermentasi terlihat semakin kuat, produksi asam lemak. Sedangkan pada kadar air yang rendah, linoleat semakin banyak. Kecepatan reaksi dari akan terbentuk alkohol atau ester lainnya. Pada asam linoleat menjadi linolenat, lebih kecil penelitian ini media yang digunakan adalah sari dibanding kecepatan reaksi pembentukan asam kedelai yang berbentuk cair, sehingga kadar air linoleat. Akibatnya kandungan asam linoleat cukup tinggi, dan mengakibatkan aktivitas terjadi peningkatan yang lebih besar dibanding enzim lipase menghidrolisis lemak dapat asam linolenat. Tetapi hal ini tidak berlangsung berjalan baik. Suharyanto et al. (2006), juga lama, karena pada aktivitas fermentasi jam ke 24, melaporkan, kadar air yang terlalu tinggi akan pembentukan asam linoleat meskipun mempengaruhi kelarutan oksigen. Pada awal mengalami peningkatan, tapi tidak sebanyak proses fermentasi air yang tersedia adalah air pada fermentasi 18 jam. yang terdapat dalam media. Air ini mempercepat Peningkatan asam linoleat dan linolenat yang pembentukan asam lemak linoleat, dan linolenat. terjadi terus menerus seiring dengan waktu Selanjutnya, media mendapatkan tambahan air fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat dari proses fermentasi (Purwoko 2004). Sapuan dan Sutrisno (1997), R. oligosporus Meningkatnya kadar air pada tahu dapat dilihat memiliki aktivitas enzim lipase yang lebih tinggi dari munculnya rongga-rongga pada tahu, dan dibanding R. oryzae, sehingga mampu juga dari adanya uap air pada tutup wadah menghasilkan asam lemak yang lebih banyak. fermentasi. Akibatnya kelarutan oksigen menjadi Selain itu R. oligosporus dapat melakukan berkurang, dan pembentukan asam linoleat juga fermentasi kedelai dan menghasilkan tempe yang menurun. sempurna dalam waktu yang lebih singkat. Mikroorganisme aerob dan anaerob fakultatif Steinkrauss et al. (1983) melaporkan R. oryzae membutuhkan oksigen pada proses desaturasi membutuhkan waktu 48 jam untuk asam lemak. Aerasi dapat meningkatkan kela- menghasilkan tempe yang sempurna, sedangkan rutan oksigen sehingga meningkatkan derajat R. oligosporus hanya membutuhkan waktu 24-36 ketidakjenuhan asam lemak yang diproduksi jam untuk menghasilkan tempe yang sempurna. (Suharyanto et al. 2006). Pada penelitian ini, pada Sementara itu, Ariani (2003) melaporkan R. awal fermentasi kandungan oksigen dalam oligosporus aktif melakukan fermentasi hingga media tinggi, tetapi setelah beberapa saat terjadi jam ke-48. fermentasi, maka kandungan oksigen semakin Dengan kemampuannya melakukan aktivitas menurun, sehingga pembentukan asam linoleat fermentasi yang lama, maka R. oligosporus juga menurun. mampu melakukan metabolisme terhadap berbagai zat, di antaranya asam linoleat, Fermentasi tahu oleh Rhizopus oligosporus sehingga terbentuk asam linoleat yang tinggi. Pada fermentasi tahu yang menggunakan R. Selanjutnya ketika masih aktif melakukan oligosporus, terjadi kecenderungan yang berbeda fermentasi, asam linoleat sebagian telah diubah dengan fermentasi yang menggunakan R. oryzae. menjadi asam linolenat. Akibatnya, pada Pada fermentasi selama 6 jam, terbentuk asam fermentasi menggunakan Rhizopus oligosporus linoleat dan linolenat yang paling kecil jumlah- kandungan asam linoleat cenderung meningkat, nya. Ini menunjukkan fermentasi sudah mulai sementara asam linolenat juga meningkat. aktif, R. oligosporus sudah mulai mengeluarkan enzim lipase pada 6 jam fermentasi. Selanjutnya, pada fermentasi 12 jam, kandungan asam linoleat KESIMPULAN mengalami peningkatan, dan diikuti dengan asam linolenat. Ini membuktikan, pada R. oryzae dan R. oligosporus memiliki potensi fermentasi 12 jam, enzim lipase masih aktif untuk dipergunakan sebagai koagulan dalam bekerja menghasilkan asam linoleat. Selain pembuatan tahu. Waktu optimum untuk melakukan koagulasi R. oryzae adalah 18 jam R. Muchtadi TR. 2000. Asam lemak omega 9 dan manfaatnya bagi kesehatan. Media Indonesia, 29 November 2000. oligosporus adalah 12 jam. Tahu yang dibuat Nadesul H 2007. Sehat itu murah. Penerbit Buku Kompas, dengan menggunakan R. oryzae dan R. oligosporus Jakarta sebagai koagulan memiliki kandungan asam Panagiotakos DB, Pitsavos C, Chrysohoou C, Risvas G, linolenat dan linoleat yang lebih tinggi dari pada Kontogianni MD, Zampelas A, Stefanadis C. 2004. Epidemiology of overweight and obesity in a Greek adult tahu yang menggunakan asam cuka sebagai population: the ATTICA Study. Obes Res 12 (12): 1914- koagulan. Asam linoleat dan linolenat tertinggi 1920. diperoleh: (i) R. oryzae pada fermentasi 6 jam Pawiroharsono S 1997. Aspek mikrobiologi tempe. Dalam: (0,26% dan 0,14%), setelah itu asam linoleat dan Sapuan, Sutrisno (ed). Bunga rampai tempe Indonesia. Yayasan Tempe Indonesia. Jakarta. linolenat cenderung mengalami penurunan, Purwoko T, Gandjar I, Pawiroharsono S. 2001. seiring dengan lama fermentasi. (ii) R. oligosporus Biotransformasi isoflavon oleh Rhizopus oryzae UICC 524. pada fermentasi 24 jam (0,14% dan 0,08%) Biosmart 3 (2): 7-12. Purwoko T, Nurkhayati, Arumsari R. 2003. Aktivitas antioksidasi ampas tahu terfermentasi terhadap oksidasi minyak kedelai. Biosmart 5 (1): 12-16. DAFTAR PUSTAKA Purwoko T. 2004. Kandungan isoflavon aglikon pada tempe hasil fermentasi Rhizopus microsporus var. oligosporus: Adnan M. 1997. Teknik kromatografi untuk analisa bahan pengaruh perendaman. Biosmart 6 (2): 85-87. makanan. Penerbit Andi. Yogyakarta. Santoso HB. 1993. Pembuatan tempe dan tahu kedelai bahan Ariani SRD. 2003. Pembuatan keju kedelai yang mengandung makanan bergizi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. senyawa faktor-2 hasil biokonversi isoflavon pada tahu oleh Sapuan, Sutrisno. 1997. Bunga rampai tempe Indonesia. Rhizopus oligosporus (L.41). Biosmart 5 (1): 8-12. Yayasan Tempe Indonesia. Jakarta. Bisping B, Hering L, Baumann U, Denter J, Keuth S, Rehm HJ. Sipayung R. 2003. Biosintesis asam lemak pada tanaman. 1993. Tempe fermentation: Some aspects of formation of Jurusan Budi-daya Pertanian, Fakultas Pertanian, γ-linolenic acid, proteases and vitamins. Biotechnol Adv Universitas Sumatera Utara. Medan. 11 (3): 481-493. Steinkraus KH, Cullen RE, Pederson CS, Nellis LF, Gavitt Campbell NA. 1987. Biology. Benjamin/Cummings. BK. 1983. Indonesion tempeh and related fermentations. California In: Steinkraus KH (ed). Handbook of indigenous Cook PE. 1994. Fermented foods as biotechnological fermented foods. 1st ed. Marcel Dekker. New York. resources Food Res Intl 27 (3): 309-316 Styme S, Stobart AK. 1986. Biosynthesis of gamma-linolenic De Man JM. 1997. Kimia makanan. Penerbit ITB. Bandung. acid in cotyledons and microsomal preparations of the de Reu JC, Ramdaras D, Rombouts FM, Nout MJR. 1994. developing seeds of common borage (Borago officinalis). Changes in soya bean lipids during tempe Biochem J 240 (2): 385-393. fermentation. Food Chem 50 (2): 171-175. Subagio A, Hartanti S, Windrati WS, Unus, Fauzi M, Herry B. Denter J, Rehm H, Bisping B. 1998. Changes in the contents of 2002. Kajian sifat fisikokimia dan organoleptik hidrolisat fat-soluble vitamins and provitamins during tempe tempe hasil hidrolisis protease. J Teknologi Industri Pangan fermentation. Intl J Food Microbiol 45: 129-134 13 (3): 204-210. Forman D, Bulwer BE. 2006. Cardiovascular disease: optimal Suhaidi I. 2003. Pengaruh lama perendaman kedelai dan approaches to risk factor modification of diet and jenis zat penggumpal terhadap mutu tahu. Fakultas lifestyle. Curr Treat Options Cardiovasc Med 8 (1): 47-57. Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Pengantar ilmu pangan Sumatera Utara. Medan. nutrisi dan mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Suharyanto, Tripanji, Abdullah MI, Syamsu K. 2006. Yogyakarta. Biokonversi CPO dengan desaturase amobil sistem Harper HA, Rodwell VW, Mayes PA. 1979. Biokimia. kontinu pada skala semipilot untuk produksi minyak Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. mengandung GLA. Balai Penelitian Bioteknologi Hidayat N. 2009. Tahapan proses pembuatan tempe. Perkebunan Indonesia. Bogor. Universitas Brawijaya. Malang. Suprapti L. 2005. Pembuatan tahu. Penerbit Kanisius. Houston MC, Basile J, Bestermann WH, Egan B, Lackland D, Yogyakarta. Hawkins RG, Moore MA, Reed J, Rogers P, Wise D, Teng Y, Xu Y, Wang D. 2008. Production and regulation of Ferrario CM. 2005. Addressing the global cardiovascular different lipase activities from Rhizopus chinensis in risk of hypertension, dyslipidemia, and insulin resistance submerged fermentation by lipids. State Key Laboratory in the southeastern United States. Am J Med Sci 329 (6): of Food Science and Technology, Jiangnan University, PR 276-291. China. Iskandar Y. 2004. Penentuan kadar asam linoleat pada tempe Wiesel I, Rehm HJ, Bisping B. 1996. Improvement of tempe secara kromatografi gas. Fakultas MIPA Universitas fermentations by application of mixed cultures consisting Padjajaran. Jatinangor, Sumedang. of Rhizopus sp. and bacterial strains. Appl Microbiol Karyadi D. Hermana H. 1995. Potensi tempe untuk gizi dan Biotechnol 47 (3): 218-225. kesehatan. Prosiding Simposium Nasional Wilson PW, D'Agostino RB, Sullivan L, Parise H, Kannel WB. Pengembangan Tempe dalam Industri Pangan Modern. 2002. Overweight and obesity as determinants of Penerbit Yayasan Tempe Indonesia. Jakarta. cardiovascular risk: the Framingham experience. Arch Intl Med 162 (16):1867-72.