Anda di halaman 1dari 12

MODUL PERKULIAHAN

ETIK UMB

Etika dan Sikap


Profesionalisme Sarjana

01
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Fakultas EKBIS Program 90004 Hani Yuniani, M.Ikom
Studi

Abstract Kompetensi
Etika secara umum akan akan berguna Setelah mengikuti perkuliahan ini
dan bermanfaat bagi orang yang mahasiswa diharapkan mampu
menaatinya. Walaupun tidak ada memahami pengertian etika,
hukum positif yang akan dikenakan manfaatnya, dan mengetahui
pada pelanggar etika,tetapi pengertian profesionalisme dalam dunia
masyarakat akan menilai pelanggar kerja.
etika sebagai orang yang amoral.
Pembahasan
I. Pendahuluan

Jika kita mendengar kata etika, etis dan etiket, apa yang ada di benak kita?
Sebuah pakem, sebuah, pengekangan, ketidakbebasan, sesuatu yang formal, atau
keterikatan? Mengapa etika menjadi penting untuk dipelajari? Pandangan beberapa
ahli berikut ini dapat membantu kita memahaminya.

 Menurut K. Bertens: Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral, yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
 Menurut W. J. S. Poerwadarminto: Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-
asas akhlak (moral).
 Menurut Prof. DR. Franz Magnis Suseno: Etika adalah ilmu yang mencari orientasi
atau ilmu yang memberikan arah dan pijakan pada tindakan manusia.
 Menurut Ramali dan Pamuncak: Etika adalah pengetahuan tentang prilaku yang
benar dalam satu profesi.
 Menurut H. A. Mustafa: Etika adalah ilmu yang menyelidiki, mana yang baik dan
mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang
dapat diketahui oleh akal pikiran.

Ajaran Tentang Etika

Aristoteles mengembangkan ajaran filsafat tentag etika. Etik aristoteles pada


dasarnya serupa dengan etik sokrates dan plato.tujuannya mencapai eudaemonia,
kebahagiaan sebagai “barang yang tertinggi ”dalam kehidupan.akan tetapi,ia
memahaminya secara realistik dan sederhana, ia tidak bertanya tentang budi dan
berlakunya seperti yang dikemukakan oleh sokrates. Ia tidak pula menuju pengetahuan
tentang idea yang kekal dan tidak berubah-ubah, tentang idea kebaikan, seperti yang
ditegaskan oleh plato.
Ia menuju kepada kebaikan yang tercapai oleh manusia sesuai dengan
gendernya, derajatnya, kedudukannya, atau pekerjaannya. Tujuan hidup, katanya
,tidaklah mencapai kebaikan untuk kebaikan, melainkan merasai kebahagian. Untuk
seorang dokter, kesehatanlah yang baik, baik bagi seorang pejuang kemenanganlah
yang baik, dan bagi seorang pengusaha, kemakmuranlah yang baik. Yang menjadi
ukuran gunanya yang praktis tujuan kita bkan mengetahui, melainkan berbuat.bukan
untuk mengetahui apa budi itu, melainkan supaya kita menjadi orang yang berbudi.

2012
2 Nama Mata Kuliah dari Modul
Hani Yuniani,M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dalam penjelasan sebelumnya kita sudah mengetahui bahwa Aristoteles telah
menguraikan pendiriannya tentang etika dalam tiga karya yaitu Ethica nicomachea,
Ethica eudemia dan magna moralia. Karya terakhir ini umumnya tidak di anggap otentik.
Otentisitas Ethica eudemia pada awalnya sering kali dipersoalkan, tetapi sekarang
sudah tercapai konsensus antara para ahli mengenai otentisitasnya. Tetapi Ethica
nicomachea agaknya ditulis Aristoteles pada usia lebih tua daripada Ethica eudemia,
sehingga dapat di simpulkan bahwa dalam Ethica nicomachea kita dapat menemukan
pemikiran aristoteles yang lebih matang dalam bidang etika. Dalam buku ini ada empat
hal penting yang dapat di ambil dari ajaran aristoteles tentang etika yaitu:

a) Kebahagiaan sebagai tujuan


Dalam segala perbuatannya manusia mengejar suatu tujuan. Ia mencari sesuatu
yang baik baginya tetapi ada bannyak macam aktivitas manusia yang terarah pada
macam-macam tujuan tersebut. Dan menurut Aristoteles tujuan yang tertinggi ialah
kebahagiaan (eudaimonia). Disini dapat di catat pula bahwa terjemahan “kebahagian”
sebetulnya sedikit pincang untuk menyalin eudaimonia ke dalam bahasa indonesia.
Dengan kata eudaimonia, orang Yunani tidak memaksudkan suatu perasaan subjektif,
tetapi suatu keadaan manusia yang bersifat demikian sehingga segala yang harus ada
padanya terdapat pada manusia (“well-being”). Dengan pemapaaran tadi maka sudah
jelas bahwa yang di maksudkan dengan etika adalah cabang filsafat yang sifatnya
praktis bukan teoritis.
Dalam mencapai tujuan ini aristoteles memberikan pendapatnya tentang tiga hal
yang perlu dipenuhi untuk mencapai kebahagiaan hidup:
1. Manusia harus memiliki harta secukupnya, supaya hidupnya terpelihara. Kemiskinan
mengakibatkan perilaku rendah bagi manusia, memaksa ia menjadi tamak.
Membebaskan ia daari kesengsaraan dan keinginan yang meluap, sehingga ia menjadi
orang yang berbudi.
2. Alat yang terbaik untuk mencapai kebahagiaan ialah persahabatan. Menurut
Aristoteles, persahabatan lebih penting daripada keadilan. Sebab, kalau orang-orang
bersahabat,dengan sendirinya keadilan timbul antara mereka.seorang sahabat sama
dengan satu jiwa dalam dua orang. Cuma persahabatan lebih mudah tercapai antara
orang yang srdikit jumlahnya dari antara orang banyak.semua kita adalah sahabat maka
tidak akan ada kemiskinan, karena sahabatnya yang kaya telah meghilangkan
kemiskinannya.
3. Keadilan. Keadilan disini mempunyai dua pengertian. Pertama, keadilan dalam arti
pembagian barang-barang yang seimbang, relatif sama menurut keadaan masing-

2012
3 Nama Mata Kuliah dari Modul
Hani Yuniani,M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
masing. Kedua, keadilan dalam arti memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan. Misalnya,
perjanjian mengganti kerugian. ini keadilan menurut hukum.

b) Kebahagiaan menurut isinya (makna bagi seseorang)

Jika kita berasumsi bahwa kebahagian merupakan tujuan yang tertinggi dalam hidup
manusia. Maka perkataan ini perlu di klarifikasi kembali, karena hal ini terkait dengan
berbagai pendapat manusia tentang kebahagiaan itu sendiri. Ada yang mengatakan
bahwa kekayaan itu kebahagiaan, ada yang mengatakan kesehatan itu kebahagiaan,
bahkan suatu kebahagiaan adalah ketika kita di hormati oleh sesama.

Manusia hanya disebut bahagia jika ia menjalankan aktivitasnya dengan baik. Atau,
seperti dirumuskan oleh Aristoteles sendiri, supaya manusia bahagia ia arus
menjalankan aktivitasnya “menurut keutamaan”. Hanya pemikiran yang di sertai dengan
keutamaan (arete) dapat membuat manusia menjadi bahagia. Keutamaan menurut rasio,
tetapi juga manusia seluruhnya. Manusia bukan hanya makhluk intelektual, melainkan
juga makhluk yang mempunyai perasaan-perasaan, keinginan-keinginan, nafsu-nafsu,
dan lain sebagainya. Dari sebab itu, sebagaimana yang akan diterangkan, menurut
Aristoteles terdapat dua macam keutamaan: keutamaaan intelektual dan keutamaan
moral.

Akan tetapi, dalam hubungannya antara keutamaan dan kebahagian, Aristoteles


beranggapan bahwa manusia belum dikatakan bahagia jika manusia menjalankan
pikirannya dengan keutamaan dalam waktu yang relatif singkat atau sesekali saja.
Menurutnya, manusia bisa dikatakan bahagia seutuhnya jika manusia itu dapat
menjalankan pemikirannya dengan disertai keutamaan dalam jangka waktu yang yang
cukup panjang. Dengan lain perkataan, kebahagian itu adalah ketika manusia sudah
sampai pada keadaan yang bersifat stabil (tetap).

Selain dalam uraian di atas, masih ada beberapa unsur lagi yang bisa membuat
manusia meskipun unsur-unsur ini bukan termasuk pada hakikat kebahagiaan itu sendiri.
Agar manusia benar-benar mendapatkan kebahagiaan yang utuh maka perlu juga bahwa
dia (manusia) harus merasakan senang dalam menjalankan kebahagian seperti yang
sudah di jelaskan di atas. Jadi, mesti ada kesenangan atau rasa bahagia yang subjektif.
Dan perlu digarisbawahi kebahagiaan tidak dapat disamakan dengan kesenangan,
Aristoteles menolak hedonisme, akan tetapi ia mengakui bahwa kebahagiaan tidak akan
sempurna jika tidak disertai kesenangan (hedonis). Selain dari kesenangan yang

2012
4 Nama Mata Kuliah dari Modul
Hani Yuniani,M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sifatnya batiniah, maka dalam penyempurnaan kebahagian diperlukan juga kesenangan
yang sifanya lahiriah, seperti misalnya kesehatan, kesejahteraan ekonomi, sahabat-
sahabat, keluarga, penghormatan dan lain sebagainya.
Pada dasarnya manusia yang kurang dari beberapa hal yang sudah disebutkan
tadi maka akan sukar untuk mendapatkan kebahagiaan. Akan tetapi perlu ditekankan
kembali bahwa kesenangan dan unsur-usur lahiriah tidak termasuk hakikat kebahagian
itu sendiri melainkan hanya merupakan syarat bagaimana kebahagiaan itu dapat dicapai
dan direalisasikan.

c) Ajaran tentang keutamaan

Ketika kita berbicara tentang ajaran keutamaan, tentu ajaran Aristoteles ini sangat
berbeda dengan apa yang sudah pernah ditawarkan oleh filsuf filsuf sebelumnya yakni
Socrates dan Plato. Dimana Socrates dan Plato menganggap bahwa keutamaan itu
sama halnya dengan pengetahuan, sehingga dengan mengetahui apa yang baik baginya
maka tentu ia akan berbuat seperti yang demikian, dan dari inilah maka di ambil
kesimpulan bahwa keutamaan itu dapat diajarkan, begitu menurut Socrates dan Plato.
Dalam anggapan kedua filsuf ini, Aristoteles sangat menentangnya, menurut dia belum
cukuplah, jika manusia mengetahui apa yang baik baginya, karena hal ini tidak akan
sekaligus membuat ia melakukan pengetahuannya tentang keutamaan tersebut.
Dengan demikian Aristoteles juga menentang akan anggapan bahwa keutamaan itu
dapat diajarkan. Tetapi dalam anggapan Aristoteles ini malah ada pertanyaan yang
cukup menarik, yakni jika keutamaan itu tidak dapat diajarkan maka dengan cara
manakah ia dapat memperoleh keutamaan? Jawaban Aristotelespun sangat terkesan
paradok, sebab ia mengatakan bahwa kita memperoleh keutamaan dengan berbuat baik.
Paradoks timbul karena kita terjepit dalam sebuah “lingkaran setan”.
Dalam penjelasan ini mungkin kita sangat sulit untuk memahami apa yang di
maksud Aristoteles, sehingga dalam penjelsan ini kita ambil contoh yang di tawarkan
oleh kees bertens dalam ,contoh berikut: seorang anak misalnya, dilarang oleh orang
tuanya jangan mencuri barang kepunyaan orang lain . jika ia berbuat dengan larangan
tersebut maka belum dapat di katakan bahwa ia berbuat dengan keutamaan. Tetapi
mungkin sekali dengan demikian suatu sikap tetap akan terbentuk dalam hati si anak,
sehingga ia tidak mencuri lagi justru karena ia yakin bahwa perbuatan itu bukan
perbuatan yang baik. Dan itulah yang dimaksud Aristoteles. Hidup menurut keutamaan
(objektif) dapat menyebabkan keutamaan pribadi, sehingga untuk selanjutnya perbuatan
akan di lakukan menurut keutamaan.

2012
5 Nama Mata Kuliah dari Modul
Hani Yuniani,M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Biarpun Aristoteles menolak pendirian yang menyamakan keutamaan dengan
pengetahuan, namun ia mengakui juga bahwa rasio mempunyai peranan
terpenting dalam membentuk keutamaan-keutamaan. Setiap keutamaan berasal dari
rasio. Tetapi ada dua jenis keutamaan yang dapat menyempurnakan rasio itu sendiri dan
keutamaan dapat mengatur watak mausia. Keutamaan tadi kemudian dibagi menjadi dua
yaitu keutamaan intelektual dan keutamaan moral.

1. Keutamaan moral
Disini Aristoteles melukiskan keutamaan moral sebagai suatu sikap yang
memungkinkan manusia untuk memilih jalan tengah antara dua ekstrem yng berlawanan.
2. Keutamaan intelektual
Hal ini di jelaskan oleh Aristoteles bahwa rasio manusia mempunyai dua fungsi, di
satu sisi rasio manusia memungkinkan manusia untuk mengenal kebenaran artinya,
rasio dapat dikatakan sebagai rasio teoritis. Di lain pihak, rasio manusia berfungsi
sebagai pemberi petunjuk atau keputusan supaya orang mengetahui apa yang harus ia
lakukan dalam keadaan tertentu, dan di sisi ini rasio bisa di katakan sebagai rasio
praktis. Sehingga dari sini Aristoteles membagi keutamaan yang menyempurnakan rasio:
ada kebijaksanaan teoritis dan ada kebijaksanaan praktis.

Kehidupan ideal

Dalam buku terakhir dari ethica nicomachea, Aristoteles kembali lagi pada unsur
terpenting dalam kebahagian manusia, yaitu memandang kebenaran. Hal ini rupanya
tidak jauh berbeda dengan anggapan gurunya Plato, hanya saja dalam mencapai
kebenaran ini Plato meyakini akan unsur ide-ide sedangkan Aristoteles menolaknya.
Tapi tetap menurutnya, tujuan terpenting dalam hidup manusia adalah kebenaran.

E. Kontektualisasi Ajaran Aristoteles Tentang Etika Terhadap Kehidupan Sekarang

Kondisi masyarakat kontemporer saat ini sudah mulai digelisahkan oleh berbagai
problem kemanusiaan dan ekologi sebagai dampak daiu berbagai kemajuan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi. Kita lihat misalnya dari semarakya seminar-seminar yang
membahas tentang pemanasan global, kerusakan sumber air, limbah nuklir dan
sebagainya atau mungkin yang lebih mutakhir munculnya dampak dampak dari limbah
kebudayaan yang telah mencemari hampir di seluruh kawasan dunia

2012
6 Nama Mata Kuliah dari Modul
Hani Yuniani,M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
melalui cyberspace . adalah realitas yang tak terbantahkan dari upaya manusia untuk
mencari solusi dari permasalahan tersebut.

Pemikiran Aristoteles, dalam konteks ini masih mempunyai relevansi pada


dimensi-dimensi tertentu hal ini tentunya untuk memberikan solusi terhadap persoalan
persoalan yang telah di uraikan tadi. Dalam persoalan persoalan ini, coba kita konteks
kan ajaran etika aristoteles tentang keutamaan (arete) dengan keadaan dunia kita saat
ini, jika ajaran ini diaplikasikan maka akan memberikan dampak yang sangat baik bagi
kehidupan manusia. Sebab, konsep yang diajarkan oleh Aristoteles tersebut berusaha
untuk memberikan bingkai dalam berperilaku (kebijakan praktis, phronesis) dan berpikir
(kebijaksanaan intelektual, sophia) bagi manusia, dalam konteks sosial (human as zoon
politicon) maupun individual (human as zoon logon echon).

Pada aspek lain, pemikiran etik Aristoteles yang mengedepankan konsep aktus
akan potensi, dapat dilihat sebagai upaya strategis untuk ethos pengembangan diri
manusia. Kebahagiaan manusia tidak di ukur oleh bagaimana kita mengejar nikmat
(hedonis) tapi tergantung pada seberapa jauh kita telah mengaplikasikan dan
mengaktualisasikan diri secara bijaksana. Dalam sebuah terminologi yang di berikan
Erich Fromm: kita bahagia bukan karena apa yang kita miliki melainkan karena
keberadaan kita dan sejauh aktualisasi potensi kita.
Berkenaan dengan pokok-pokok pemikiran aristoteles tersebut, berikut dapat di
berikan beberapa catatan kecil sebagai berikut:

1. Etika Aristoteles yang mengedepankan aspek “kebahagiaan” sebagai finalitas tujuan


hidup manusia pada satu sisi mempunyai kemiripan dengan konsep yang terdapat dalam
agama islam. Bedanya, bahwa konsep kebahagiaan aristoteles berdimensi “kedisinian”
sedangkan konsep kebahagiaan dalam islam mencakup juga dimensi “kedisanaan” atau
eskatologis.
2. Konsep jalan tengah (mesotes) yang di tawarkan sebagai hal keutamaan moral pada
satu sisi terdapat kebenarannya walaupun hal itu merupakan sesuatu yang
menyederhanakan dimensi keutamaan moral. Hal tersebut tidak lain karena keutamaan
moral mempunyai cakupan yang luas, tidak hanya mengedepankan aspek mesotes.
3. Sebagai tokoh aliran teleologis, bagi Aristoteles, tindakan adalah betul sejauh
mengarah kepada kebahagiaan, dan sejauh mencegah kesengsaraan. Etika Aristoteles
ini dapat digolongkan kedalam egososialistik karena yang di utamakan adalah aspek
kebahagiaan pelaku dan pada saat bersamaan ia ber-praxis, artinya berpartisipasi dalam
menjalankan kehidupan warga.

2012
7 Nama Mata Kuliah dari Modul
Hani Yuniani,M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4. Berpijak dari pemikiran Aristoteles bahwa upaya pengembangan diri manusia dapat
ditempuh melalui proses self actualisation atau aktualisasi diri manusia. Aktualisasi diri
pada manusia , menurut Aristoteles mencakup dua aspek yaitu aspek intelektual dan
aspek sosial. Aspek intelektual dapat ditempuh dengan jalan ber-theoria yaitu
mengembangkan secara maksimal kemampuan manusia sebagai makhluk yangt berfikir,
sedang aspek sosial dapat di tempuh dengan jalan praktis yaitu mengembangkan
potensi manusia sebagai mahluk sosial.
5. Habitus (pembiasaan) adalah hal yang sangat penting dalam pembentukan keutamaan
bagi manusia, secara intelektual maupun moral. Hal ini berarti bahwa dalam upaya
pengembangan diri manusia, pembiasaan untuk melakukan hal-hal yang utama dalam
dimensi intelektual dan tindakan adalah hal yang niscaya. Hal ini berarti bahwa untuk
membentuk manusia yang berkualitas membutuhkan waktu yang tak sebentar.

Pembentukan etika Aristoteles sebagaimana yang telah di uraikan di atas,


meskipun digagas pada masa klasik ternyata ketika dikontektualisasikan pada zaman
sekarang masih mempunyai banyak relevansi dan patut dipertimbangkan bagi upaya
pengembangan diri manusia di zaman sekarang. Hal ini dapat kita cermati dari gagasan
nya bahwa pengembangan diri manusia baik sebagai makhluk yang berakal maupun
makhluk sosial.

2. Sikap Profesional Seorang sarjana

Sering kita mendengar kata profesional, terutama di dalam dunia kerja. Sebetulnya
apa arti profesional itu? Profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian, kualitas dan
seseorang yang profesional. (Longman, 1987). Dengan kata lain,profesionalisme adalah
komitmen para profesional terhadap profesinya. Dengan demikian sarjana yang bersikap
profesional adalah sarjana yang komit teradap profesinya. Istilah profesionalisme berasal
dari kata profesion yang artinya pekerjaan yang menuntut adanya keahlian, tanggung jawab
dan kesetiaan pada pekerjaan tersebut (Suparlan:2006,71) Sedangkan kata professional
menunjuk pada dua hal yakni orangnya dan penampilan atau kinerja orang tersebut dalam
melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Dari kata professional kemudian terbentuklah
istilah profesionalisme yang memiliki makna menunjuk pada derajat atau tingkat penampilan
seseorang sebagai seorang yang professional dalam melaksanakan profesi yang
ditekuninya (Samingan, 2009 :3). Menurut Kunandar, profesionalisme berasal dari kata
profesi yang artinya bidang pekerjaan yang ingin atau ditekuni oleh seseorang. Profesi juga
diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan

2012
8 Nama Mata Kuliah dari Modul
Hani Yuniani,M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif ( Kunandar,
2007, :45 dalam Pratiwi, 2012).

Seorang yang profesional dapat juga dilihat dari kesungguhannya, ketekunanannya dan
kecintaannya terhadap pekerjaan yang ia pilih. Ia akan menghabiskan waktu lebih banyak
dan berkorban lebih besar demi mencapai apa yang ia impikan dan apa yang harapkan. Ia
tidak lagi mengnaggap apa yang ia lakukan sebagai sebuah pekerjaan, tetapi seuah
panggilan jiwa dan mengabdikan diri dan hidupnya untuk pengembangan ilmu yang ia miliki.

Misalnya, seseorang yang sudah berkomitmen untuk menjadi dokter, ia harus siap
untuk berkomitmen untuk kuliah lebih lama daripada orang yang mengambil jurusan lainnya,
karena ia harus menempuh empat tahun pendidikan sarjana (S-1), kemudian dilanjutkan
dengan co-assistent selama dua tahun. Apabila ia mencintai bidangnya, maka ia harus
menambah 4-5 tahun lagi menjadi seorang spesialis, dan menambah 2-3 tahun lagi untuk
menjadi dokter sub-spesialis. Jika dihitung seseorang untuk menjadi ekspert (ahli) di
bidangnya, ia harus menginvestasikan 14-15 tahun usianya agar ilmunya berkembang dan
bermanfaat bagi masyarakat. Dapatkah kamu memberikan contoh lain? Profesi apa yang
menuntut pendidikan berkelanjutan?

3. VISI dan MISI

Bagaimana membangun sikap profesionalisme sarjana? Sikap tersebut dibangun melalui


visi dan misi yang dimiliki seorang sarjana dan menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam
hidupnya. Visi ibarat sebuah pulau terluar yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Ia
adalah tujuan hidup yang boleh jadi berbeda antara satu individu dengan individu lainnya.
Membangun visi berarti meyakinkan diri untuk dapat mencapainya. Jika visi adalah suatu
konsep yang abstrak, maka misi merupakan penjabaran dari visi ang akan kita capai dengan
lebih rigid/jelas.

Misalnya, UMB memiliki visi menjadi universitas unggul dan terkemuka unutk menghasilkan
tenaga profesional yang memenuhi kebutuhan industri dan masyarakat dalam persaingan
global. Visi tersebut dilengkapi dengan butir-butir misi, yaitu :

1. Menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dan


menciptakan serta menerapkan keunggulan akademik untuk mengasilkan tenaga
profesional dan memenuhi standar kualits kerja yang disyaratkan.
2. Menerapkan manajemen pendidikan tinggi yang efektif dan efisien dan
mengembangkan ajringan kerjasama dengan industri dan kemitraan yang
berkelanjutansebagai respon atas perubahan arus dan daya saing global.

2012
9 Nama Mata Kuliah dari Modul
Hani Yuniani,M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Mengembangkan kompetensi dan menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaandan
etika profesionalkepada para mahasiswa dan staf yang memberikan kontribusi positif
terhadap peningkatan kualitas hidup.
Agar Visi dan Misi dapat berjalan dan terwujud, maka seluruh komponen di dalam kampus
tentunya harus mendukung dan menerapkannya. Diperlukan partisipasi aktif mahasiswa
dalam mewujudkannya. Agar tujuan menjadikan kampus yang unggul dapat tercapai perlu
adanya pembiasaan sikap yang jika dilakukan secara kontinyu dapat menjadi budaya yang
baik.

1. Budaya Kerja UMB

Adapun Budaya Kerja yang diterapkan di UMB yaitu:

1. Disiplin, jujur, dan tanggung jawab


Disiplin adalah sikap taat pada hukum dan peraturan yang berlaku. Disiplin bukan
hanya slogan tetapi ia harus mendarah daging dalam pribadi seseorang yang ingin
sukses. Disiplin dapat dimulai dari kegiatan rutin seari-hari, di rumah, i perjalana, di
kampus, di tempat kerja, dalam pelyanan publik, dll..
(Buka : http://forum.kompas.com/internasional/42138-anjing-di-jepang-aja-lebih-
disiplin-daripada-orang-indonesia.html).
Jujur merupakan sikap apa adanya. Seorang yang jujur hidupnya lebih tenang dan
tentram karena tidak ada yang ia sembunyikan, ia tak berusaha terlihat “lebih”, dan
juga tidak perlu merasa “kurang” sebab ia yakin bahwa dengan kejujuran, orang lain
akan menaruh rasa percaya. Sekali orang berkata bohong, sulit sekali
mengembalikan kepercaaan kepada orang tersebut.
Sedangkan tanggung jawab menurut KBBI mengandung makna keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya. Perilaku tanggung jawab sangat diperlukan agar
dimanapun berada , kita dapat menjadi orang yang diandalkan. Orang yang
bertanggung jawab adalah orang yang sadarakan tingkah laku atau perbuatannya
yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
2. Kreatif
Kreatif adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu, baik berupa
gagasan, maupun karya nyata, baik dalam bentuk karya baru maupun kombinasi
dengan hal-hal yang sudah ada.

3. Ramah Lingkungan
Berbagai bencana alam yang terjadi di belahan bumi pertiwi adalah akibat dari
kurangnya kesadaran dari dalam diri untuk menjaga kelestarian alam. Karenanya,

2012
10 Nama Mata Kuliah dari Modul
Hani Yuniani,M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sebagai generasi muda, hendaknya kita memulai dari sekarang untuk mendukung
kegiatan positif dengan memulainya ari lingkungan rumah masing-masing. Dapatkah
Anda menyebutkan hal positif apa yang dapat kita lakukan untuk mengurangi
sampah dan menanggulangi banjir di Ibukota?
4. Sadar Nilai Lokal
Setiap bangsa memiliki kekhasan budayanya masing-masing. Jika kita melihat
dengan lebih arif, maka kita akan mendapati bahwa banyak sekali nilai lokal bangsa
yang sering dilupakan. Nilai-nilai hidup di pedesaan misalnya, tak lepas dari gotong
royong, kesederhanaan, saling asah , asih an asuh, tenggag rasa, mendahulukan
kepentingan orang lain, dsb. Nilai nilai tersebut makin lama tergerus oleh budaya
egosentrisme sehingga sering muncul konflik antargolongan yang sulit dihindari.

II. Bahan diskusi Minggu Depan :

Sebanyak 90% Lulusan Sarjana Tidak Siap Pakai


Sebanyak 90 persen lulusan sarjana tidak siap pakai, melainkan siap didik. Padahal,
tuntutan dunia bisnis adalah sarjana siap pakai, guna menghemat waktu dan biaya.
Demikian diungkapkan Suryo Suwignjo, Presiden Direktur PT IBM Indonesia. Paling
tidak, ia mengatakan, perlu waktu satu tahun, untuk benar-benar menguasai bidang
pekerjaannya. Kemudian, pada artikelnya, Rhnealdi Kasali melakukan otokritik dengan
menyebut Sarjana yang tidak dapat melakukan apa-apa sebagai sarjana Kertas. (baca :
http://www.jawapos.com/baca/artikel/8436/Sarjana-Kertas)

Bagaimana Anda menanggapi hal ini? Apa yang harus disiapkan sejak di bangku kuliah?

2012
11 Nama Mata Kuliah dari Modul
Hani Yuniani,M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka

Kees bartens, 1999. Sejarah filsafat yunani, Kanisius, Yokyakarta.

Atang abdul hakim, beni ahmad saebani, 2008. Filsafat Umum Dari Mitologi Sampai
Teofilosofi, Pustaka Setia, Bandung.

Mohammad Hatta, 1986. Alam Pikiran Yunani, Tintamas, Jakarta.

Ahmad Syadali dan Mudzakkir, 2004. Filsafat Umum, Pustaka Setia, Bandung.

Ali Maksum, 2009. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme, Ar-
Ruzz Media, Jokjakarta.

Achmadi, asmoro. 2001. Filsafat umum. Jakarta, grafindo persada.

Antonius Atosokhi Gea. 2005. Character Building IV: Relasi dengan Dunia. Jakarta: Elex
Media Komputindo.

Pratiwi, henny, 2012, Hubungan antara profesionalisme Guru dan Iklim Kerja, Tesis, UI
Jakarta.

http://duniaonme.blogspot.com/2012/01/aristoteles-dan-ajarannya-tentang-etika.html

2012
12 Nama Mata Kuliah dari Modul
Hani Yuniani,M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai