Anda di halaman 1dari 10

1

Jurnal Entomologi Indonesia

SISTEM BAGI HASIL TERHADAP PENDAPATAN PETANI KARET


DENGAN PETANI PENYADAP DI DESA SUNGAI KUNING
KECAMATAN SINGINGI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

ABSTRAK

ISRATI
NIM: 1254201003

Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning Pekanbaru

Abstrak: Sistem Bagi Hasil Terhadap Pendapatan Petani Karet Dengan


Petani Penyadap Di Desa Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten
Kuantan Singingi. Pembagian hasil juga akan berbeda antara petani yang
memiliki lahan yang mengolah lahannya sendiri, dengan petani yang memiliki
lahan dan mempekerjakan orang untuk menggarap lahannya. Dengan adanya
sistem pembagian tersebut, maka hal ini tentu saja akan memberikan perbedaan
pendapatan antara petani dengan dengan pemilik. Oleh karena itu penelitian ini
ingin mengetahui apakah ada pengaruh dari sistem bagi hasil tersebut terhadap
pendapatan petani karet dengan Petani Penyadap. Dengan adanya permasalahan
tersebut, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah sistem bagi hasil ini mempengaurhi tingkat pendapatan petani
karet dengan Petani Penyadap di Desa Sungai Kuning Kecamatan Singingi
Kabupaten Kuantan Singingi? Populasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebanyak 350 Orang, dengan menggunakan rumus slovin, maka didapatkan
jumlah sampel adalah 78 orang. Dari hasil peneltiain maka didapatkan bahwa
pendapatan petani penyadap yang paling besar adalah pada saat diterapkannya
sistem bagi hasil satu per tiga. Sedangkan Pendapatan petani pemilik lahan yang
paling besar adalah pada saat penerapan sistem bagi hasil satu per dua.

Kata Kunci: Sistem Bagi Hasil, Pendapatan Petani Karet

Pendahuluan
Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian memegang
peranan yang sangat penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini
menyebabkan sebagian besar penduduk atau tenaga kerja menggantungkan hidup
atau bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari
pertanian. Dengan ciri perekonomian agraris, maka lahan pertanian merupakan
faktor produksi yang sangat besar artinya bagi petani. Perbedaan penguasaan
terhadap jumlah dan mutu lahan mengakibatkan perbedaan produksi dan

Vol. 2 Agustus. 2016 |ISSN. 0216-0455


2
Jurnal Entomologi Indonesia

pendapatan dalam sektor pertanian. Pendapatan yang diterima oleh petani


menentukan pola konsumsi dan tabungan petani.
Pertanian modern merupakan kegiatan usaha yang dilaksanakan atas dasar
keterpaduan dalam sistem yang berorientasai pada pasar, memanfaatkan sumber
daya manusia yang berkualitas, teknologi yang tepat guna yang berwawasan
lingkungan yang didukung oleh kelembagaan yang kokoh.
Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan di Indonesia.
Komoditas ini sudah dikenal dan dibudidayakan dalam kurun waktu yang relatif
lama dari pada komoditas perkebunan lainnya. Sayangnya, posisi Indonesia yang
pada awal pembudidayaan karet merupakan penghasil karet utama dunia sudah
digantikan oleh Malaysia, yang sebenarnya belum lama dalam hal
membudidayakan karet. Karet merupakan salah satu komoditas Perkebunan
strategis tertentu" dengan artian Perkebunan yang mempunyai peranan penting
dalam pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup (UU Nomor 39 Tahun
2014 Tentang Perkebunan)
Komoditi karet Riau masuk komoditi unggulan di Indonesia. Karena itu
upaya agar pengembangan potensi investasi perkebunan karet harus dilakukan dan
dikaji. Sehingga tradisi Riau sebagai provinsi penghasil karet di Tanah Air selain
kelapa sawit tetap terjaga..
Riau adalah penghasil Karet terbesar di Indonesia sedangkan Indonesia
sebagai negara Produsen Karet terbesar di Dunia. Karet merupakan komoditi
unggulan Provinsi Riau di luar Migas. Provinsi Riau merupakan salah satu
Provinsi yang berdekatan dan dilintasi oleh garis Ekuator atau garis Khatulistiwa.
Hal ini menyebaban provinsi Riau memiliki potensi sumber daya perkebunan
karet yang sangat potensial. Pada tahun 2009, jumlah produksi karet di Provinsi
Riau adalah sebanyak (325. 109 ton), Pada tahun 2010, jumlah produksi karet di
Provinsi Riau adalah sebanyak (365.199 ton), Pada tahun 2011, jumlah produksi
karet di Provinsi Riau adalah sebanyak (396.181 ton), Pada tahun 2012, jumlah
produksi karet di Provinsi Riau adalah sebanyak (350.477 ton), dan Pada tahun
2013, jumlah produksi karet di Provinsi Riau adalah sebanyak (354.257 ton).
(Riau Dalam Angka 2014)
Begitu besarnya potensi karet di Riau, menyebabkan masyarakat semakin
giat untuk mengembangkan lahan untuk digunakan sebagai kebun karet, hal ini
tentu saja akan memberikan dampak pada lusanya penggunaan lahan dan juga
pada produksi hasil perkebunan karet di Provinsi Riau. Untuk melihat luas lahan
dan produksi karet di setiap kabupaen dan kota yang ada di provinsi Riau, maka
berikut ini data lahan yang sudah digunakan untuk perkebunan karet berdasarkan
Kabupaten-Kabupaten di Provinsi Riau:

Vol. 2 Agustus. 2016 |ISSN. 0216-0455


3
Jurnal Entomologi Indonesia

Tabel: Sebaran Penggunaan Lahan Untuk Perkebunan Karet Dan


Produksi
Kabupaten/Kota Luas Lahan (Ha) Hasil Produksi Perkebunan (Ton)
Regency/City
(1) (2) (3)
1 Kuantan Singingi 146.474 71.149
2 Indragiri Hulu 61.372 44.661
3 Indragiri Hilir 5.369 3.552
4 Pelalawan 29.074 39.982
5 Siak 16.129 7.039
6 Kampar 101.966 75.484
7 Rokan Hulu 56.239 54.718
8 Bengkalis 37.86 21.408
9 Rokan Hilir 26.39 24.174
10 Kepulauan Meranti 19.11 9.438
11 Pekanbaru 2.926 588
12 Dumai 2.355 1.524
Jumlah/Total 505.264
Sumber: www.riau.bps.go.id, 2016
Berdasarkan pada tabel tersebut, maka luas lahan di kabupaten Kuansing
adalah 146.474 (Ha), dengan hasil produksi 71.149 (ton). di kabupaten Indragiri
Hulu adalah 61.372 (Ha), dengan hasil produksi 44.661 (ton). Luas lahan di
Indragiri Hilir adalah 5.369 (Ha), dengan hasil produksi 3.552 (ton). luas lahan di
Pelalawan adalah 29.074 (Ha), dengan hasil produksi 39.982 (ton). luas lahan di
Siak adalah 16.129 (Ha), dengan hasil produksi 7.039 (ton). luas lahan di
Kabupaten Kampar adalah 101.966 (Ha), dengan hasil produksi 75.484 (ton).
Luas lahan di kabupaten Rokan Hulu adalah 56.239 (Ha), dengan hasil produksi
54.718 (ton). luas lahan di kabupaten Bengkalis adalah 37.86 (Ha), dengan hasil
produksi 21.408 (ton). luas lahan di kabupaten Rokan Hilir adalah 26.39 (Ha),
dengan hasil produksi 24.174 (ton). luas lahan di kabupaten Kepulauan Meranti
adalah 19.11 (Ha), dengan hasil produksi 9.438 (ton). luas lahan di Kota
Pekanbaru adalah 2.926 (Ha), dengan hasil produksi 588 (ton). luas lahan di
Dumai adalah 2.355 (Ha), dengan hasil produksi 1.524 (ton).
Kabupaten Kampar pada saat ini merupakan kabupaten dengan
penggunaan lahan yang terbesar ke dua setelah Kabupaten Kuantan Singingi.
Dalam proses penyadapan karet ini, terdapat dua pola pengolahan perkebunan
karet, yaitu perkebunan yang dikelolah oleh pemilik lahan sekaligus penyadap
karet, dan juga dengan mempekerjakan orang lain untuk menggarap (menyadap)
lahan perkebunan karet tersebut.

Vol. 2 Agustus. 2016 |ISSN. 0216-0455


4
Jurnal Entomologi Indonesia

Oleh karena itu dalam pembagian hasil juga akan berbeda antara petani
yang memiliki lahan yang mengolah lahannya sendiri, dengan petani yang
memiliki lahan dan mempekerjakan orang untuk menggarap lahannya tersebut.
Pada Kabupaten Kampar terdapat bebearapa metode pembagian hasil karet antara
petani dengan pemilik kebun, seperti 1 per 3 (artinya hasil kebun akan dibagi tiga,
dan sebagian untuk pemilik lahan, sedangkan petani penggarap mendapatkan 3
bagian). 1 per 2 (artinya hasil kebun yang digarap akan dibagi sama rata, setelah
dikeluarkan biaya operasional). dan lain-lain.
Dengan adanya sistem pembagian tersebut, maka hal ini tentu saja akan
memberikan perbedaan pendapatan antara petani dengan dengan pemilik. Oleh
karena itu penelitian ini ingin mengetahui apakah ada pengaruh dari sistem bagi
hasil tersebut terhadap pendapatan petani karet dengan Petani Penyadap.
Berdasarkan pada pemaparan latar belakang tersebut, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang pembagian hasil pada petani karet
dengan Petani Penyadap. Oleh karena itu penelitian ini berjudul: “sistem bagi
hasil terhadap pendapatan petani karet dengan Petani Penyadap di Desa
Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi”
Dengan adanya permasalahan tersebut, maka penulis merumuskan masalah
dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah sistem bagi hasil ini mempengaurhi
tingkat pendapatan petani karet dengan Petani Penyadap di Desa Sungai Kuning
Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi”
Landasan Teori
Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik di sekitar equator antara 10 LU
dan 10 LS. Pertumbuhan tanaman karet sangat ideal bila ditanam pada ketinggian
0 – 200 m diatas permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak
cocok untuk tumbuh tanaman karet. Curah hujan berkisar antara 2500-4000 mm
pertahun atau hari hujan berkisar antara 100 s/d 150 HH/tahun. Suhu harian yang
cocok untuk tanaman karet rata-rata 25 – 30 C. Syarat lain yang dibutuhkan
tanama karet adalah sinar matahari dengan intensitas yang cukup lama yaitu 5 –7
jam (Supijatno dan Iskandar, 1988)
Rahim dan Retno (2007) dalam Darwis (2009) usahatani adalah ilmu yang
mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi
(tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif,
efisien dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga
pendapatan usahataninya meningkat.
Soekartawi (2005) ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk
memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu disebut ilmu usahatani.
Dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya
yang mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan

Vol. 2 Agustus. 2016 |ISSN. 0216-0455


5
Jurnal Entomologi Indonesia

sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan


(input).
Bagi hasil pertanian adalah suatu ikatan atau perjanjian kerja sama antara
pemilik lahan dengan petani sebagai penggarap. Upah dari penggarapan lahan
tersebut diambil atau diberikan dari hasil pertanian yang diusahakan, setelah
selesai panen atau sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati ketika pertama
kali mengadakan transaksi. Besarnya bagi hasil adalah besarnya upah yang
diperoleh oleh setiap petani baik pemilik lahan maupun penggarap berdasarkan
perjanjian atau kesepakatan bersama (Saptana 2002 dalam Irmayanti 2010).
Soekartawi (1995) dalam Valentina (2012), penerimaan usahatani adalah
perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jualnya. Penerimaan dapat
diartikan sebagai nilai produk total dalam jangka waktu tertentu baik yang
dipasarkan maupun tidak.
Soekartawi (1995) dalam Valentina (2012), pendapatan sebagai selisih
antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam suatu
usahatani. Total penerimaan merupakan hasil perkalian dari jumlah produksi yang
dihasilkan dengan nilai/harga produk tersebut, sedangkan total biaya adalah
semua biaya yang dikeluarkan dalam suatu usahatani.
Adapun hipotesis yang dapat dikemukan dalam penelitian ini dengan
hipotesis sebagai berikut:
1. H0: Tidak terdapat perbedaaan pendapatan antara petani pemilik dengan
petani penyadap pada usahatani karet di Desa Sungai Kuning Kecamatan
Singingi Kabupaten Kuantan Singingi
2. H1: terdapat perbedaaan pendapatan antara petani pemilik dengan petani
penyadap pada usahatani karet di Desa Sungai Kuning Kecamatan
Singingi Kabupaten Kuantan Singingi
Metode Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pada petani karet yang ada di Desa
Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi. Baik petani
pemilik lahan, atau Petani Penyadap (penyadap) karet. Adapun populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 350 Orang, yang terdiri dari
petani karet (154 orang) dan Petani Penyadap (196 orang). Jadi berdasarkan
rumus Slovin dapat diambil sampel dari populasi yang besar sebanyak 78
responden.
Untuk menentukan besaran sampel dari setiap petani karet dan petani
penyadap, maka digunakan suatu satuan yang disebut (f) Sample Fraction yang
bisa dicari dengan menggunakan rumus: (Umar: 2013)
=
Berikut ini jumlah sampel dari hasil perhitungan tersebut:

Vol. 2 Agustus. 2016 |ISSN. 0216-0455


6
Jurnal Entomologi Indonesia

Tabel 4.1: Jumlah Petani Penyadap dan Petani Karet di Kabupaten


Kampar
Petani Populasi fi Sampel
Petani Pemilik Lahan Karet 154 0.44 34.32 34
Petani Penyadap 196 0.56 43.68 44
350 78

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari petani karet melalui wawancara dengan menggunakan
kuisioner atau daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan. Data sekunder adalah
data yang berasal dari instansi atau lembaga yang berhubungan dengan penelitian
ini serta studi pustaka dari literature-literatur yang berhubungan dengan
penelitian.
Data yang telah terkumpul selanjutnya ditabulasikan selanjutnya untuk
dianalisis sehingga dapat menjawab sesuai permasalahan, tujuan penelitian serta
hipotesis yang telah dirumuskan. (Salvatore, 2009)
= +
Keterangan:
TC : Biaya Total (Rp/Ha/Th)
FC : Biaya Tetap (Rp/Ha/Th)
VC : Biaya variabel (Rp/Ha/Th)
Pendapatan kotor usaha tani Kebun karet didapatkan dengan mengalikan
antara harga produksi dengan harga jual, yaitu: (Salvatore, 2009)
= ×
Keterangan:
TR : Total Penerimaan (Rp/Ha/Th)
Y : Jumlah Produksi (Kg/Ha/Th)
Py : Harga Produksi (Rp/Kg)
Untuk menghitung biaya penyusustan alat digunakan metode garis lurus
yang dikemukan oleh Darmansyah (1993), yaitu:

=

Dimana:
D : Nilai Penyusutan Alat (Rp/Thn)
Hb : Harga Beli (Rp/Unit)
Ns : Nilai Sisa (Rp/Unit)
Uc : Usia Ekonomis Alat (Rp/Thn)

Vol. 2 Agustus. 2016 |ISSN. 0216-0455


7
Jurnal Entomologi Indonesia

Usia Ekonomis alat-alat diasumsikan selama dua (2) tahun (pisau sadap,
wadah tampung, wadah kumpul) Sedangkan nilai sisa diperkirakan 20% Dari
Harga baru.
Untuk menghitung pendapatan petani karet dan petani penyadap, maka
dapat digunakan rumus sebagai berikut:
= −
: Total Pendapatan (Rp/Ha/Th)
TC : Biaya Total (Rp/Ha/Th)
TR : Total Penerimaan (Rp/Ha/Th)
Hasil Penelitian
Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh setiap penyadap karet dengan
pemilik kebun karet sebenarnya tidaklah sama, hal ini tergantung dari kesepakatan
antara pemilik lahan dengan penyadap. Pada sistem bagi hasil yang terdapat di
Desa Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi ini
tergolong menjadi tiga sistem, dengan rincian biaya tanggungan oleh masing-
masing pihak berbeda-beda, yaitu sebagai berikut:
1. Sistem Bagi Hasil Satu Per Dua
Artinya semua hasil dari kebun karet dibagi sama rata (50%:50%),
yang menjadi tanggungan dari pemilik lahan adalah sebagai berikut: Pajak
Tanah, Pembersihan Kebun, Pupuk Kebun, Gerobak, Ember, Wadah
Tampung. Sedangkan biaya operasional yang menjadi tanggungan penyadap
adalah: Pisau Sadap, Sepatu Bot, Cuka Karet, Obat karet dan Biaya Lain.
Dari asumsi dasar pendapatan penjualan karet selama satu tahun
mencapai Rp.36.000.000, Untuk petani penyadap mendapatkan uang dari
hasil menyadap karet adalah sebanyak Rp.18.000.000; Sama halnya dengan
jumlah uang yang dihasilkan oleh petani pemilik lahan, yaitu sebanyak
Rp.18.000.000; Setelah dikurangi biaya yang menjadi tanggungan masing-
masing pikak,maka pendapatan yang diterima oleh penyadap karet adalah
Rp.17.170.000; Sedangkan besaran pendapatan untuk pemilik lahan adalah
Rp.16433000
2. Sistem Bagi Hasil Satu per Tiga
Sistem bagi hasil satu per tiga ini ditetapkan dengan cara membagi
hasil pertanian karet menjadi tiga bagian, baru kemudian dibagikan kepada
pemilik lahan 1 bagian dan penyadap 2 bagian. Biaya operasional di tanggung
oleh pemilik lahan, seperti pupuk, dan pajak tanah. Sedangkan biaya
operasional yang menjadi tanggungan penyadap adalah: Pisau Sadap, Sepatu
Bot, Cuka Karet, Obat karet, Biaya Lain, Pembersihan Kebun, Gerobak,
Ember dan Wadah Tampung.
Dari asumsi dasar pendapatan penjualan karet selama satu tahun
mencapai Rp.36.000.000, Jadi Jumlah pendapatan bersih yang diterima oleh

Vol. 2 Agustus. 2016 |ISSN. 0216-0455


8
Jurnal Entomologi Indonesia

petani pemilik lahan adalah Rp.12.000.000;/tahun, sedangkan untuk penyadap


karet mendapatkan Rp.24.000.000;/tahun. Setelah dikurangi biaya yang
menjadi tanggungan masing-masing pikak,maka pendapatan yang diterima
oleh penyadap karet adalah Rp22.195.000. Sedangkan besaran pendapatan
untuk pemilik lahan adalah Rp.11.408.000;
3. Sistem Bagi Hasil Dua per Lima
Sistem bagi hasil dua per lima ini membagi hasil usaha tani karet
menjadi lima bagian. Dua bagian untuk petani karet, dan tiga bagian untuk
penyadap karet. Biaya operasional di tanggung oleh pemilik lahan, seperti
biaya pembersihan, pupuk, pajak tanah, dan gerobak. Sedangkan biaya
operasional yang menjadi tanggungan penyadap adalah: Pisau Sadap, Sepatu
Bot, Cuka Karet, Obat karet, Biaya Lain, Ember, dan Wadah Tampung.
Dari asumsi dasar pendapatan penjualan karet selama satu tahun
mencapai Rp.36.000.000, Jadi Jumlah pendapatan bersih yang diterima oleh
petani pemilik lahan adalah Rp.14.400.000; Sedangkan untuk penyadap karet,
maka mereka mendapatkan 3 bagian, yaitu Rp.21.600.000. Setelah dikurangi
biaya yang menjadi tanggungan masing-masing pikak,maka pendapatan yang
diterima oleh penyadap karet adalah Rp.20.345.000; Sedangkan besaran
pendapatan untuk pemilik lahan adalah Rp.13.058.000;
Berdasarkan pada hasil pembagian hasil kebun karet antara pemilik lahan
dengan petani penyadap, dengan beberapa sistem bagi hasil, maka peneliti
mengambil sebuah kesimpulan bahwa terdapat pengaruh dari sistem bagi hasil
yang diterapkan atau yang disepakati dengan jumlah pendapatan petani karet, baik
petani penyadap atau pemilik lahan. Adapun perbedaan pendapatan yang
dihasilkan dari masing-masing sistem bagi hasil dapat dilihat dari tabel berikut
ini:
Tabel : Perbandingan Hasil Dari Masing-Masing Sistem Bagi Hasil
Petani Karet
No Sistem Bagi Hasil Satu Per dua Satu Per Tiga Dua Per Lima
Petani
1 Penyadap Rp.17.170.000; Rp.22.195.000; Rp.20.345.000;
2 Pemilik Lahan Rp.16.433.000; Rp.11.408.000; Rp.13.058.000;
Sumber: Data Olahan, 2016
Berdasarkan pada tabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
pendapatan petani penyadap yang paling besar adalah pada saat diterapkannya
sistem bagi hasil satu per tiga. Sedangkan Pendapatan petani pemilik lahan yang
paling besar adalah pada saat penerapan sistem bagi hasil satu per dua.
Kesimpulan Dan Saran
Berdasarkan uraian dari hasil dan pembahasan penelitian ini, maka ditarik
kesimpulan sebagai berikut:

Vol. 2 Agustus. 2016 |ISSN. 0216-0455


9
Jurnal Entomologi Indonesia

1. Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh setiap penyadap karet dengan pemilik
kebun karet sebenarnya tidaklah sama, hal ini tergantung dari kesepakatan
antara pemilik lahan dengan penyadap. Pada sistem bagi hasil yang terdapat
di Desa Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi ini
tergolong menjadi tiga sistem, dengan rincian biaya tanggungan oleh masing-
masing pihak berbeda-beda.
2. Berdasarkan pada hasil pembagian hasil kebun karet antara pemilik lahan
dengan petani penyadap, dengan beberapa sistem bagi hasil, maka peneliti
mengambil sebuah kesimpulan bahwa terdapat pengaruh dari sistem bagi
hasil yang diterapkan atau yang disepakati dengan jumlah pendapatan petani
karet, baik petani penyadap atau pemilik lahan. Maka dapat disimpulkan
bahwa pendapatan petani penyadap yang paling besar adalah pada saat
diterapkannya sistem bagi hasil satu per tiga. Sedangkan Pendapatan petani
pemilik lahan yang paling besar adalah pada saat penerapan sistem bagi hasil
satu per dua.
Berangkat dari beberapa permasalahan yang terjadi dalam hubungan bagi
hasil antara pemilik lahan dengan petani petani penyadap, maka saran yang
diajukan adalah sebagai berikut:
a. Pemilik lahan seharusnya melakukan perubahan pola bagi hasil yang
selama ini diterapkan dengan mempertimbangkan konstribusi biaya yang
dikorbankan oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam sistem bagi
hasil, terutama oleh petani petani penyadap;
b. Petani penyadap perlu berupaya untuk menegosiasikan kembali pola bagi
hasil dengan pemilik lahan dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam sistem
bagi hasil dengan mengacu pada proporsi biaya yang dikorbankan oleh
masing-masing pihak yang terlibat.
c. Dalam melakukan perjanjian kerja sama, harus dilakukan penghitungan
biaya yang dikorbankan masing-masing pihak, sehingga tidak ada pihak
yang dirugikan dalam perjanjian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Pengaruh Penggosokan Benih dan Media Tanam Pada


Perkecambahan Benih Karet (Havea brassiliensis).
http://4m3one.wordpress.com. Diakses pada tanggal 20 Oktober, 2015

Arminah, Valentina.2012. Model Spasial Penggunaan Lahan Pertanian


Berkelanjutan Di Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung.
Yogyakarta : STPN Press

Vol. 2 Agustus. 2016 |ISSN. 0216-0455


10
Jurnal Entomologi Indonesia

Abd Rahim dan Diah Retno Dwi Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian (Pengantar,
Teori dan Kasus). Jakarta: Penebar Swadaya.

Djaenudin, D., Basuni, S. Hardjowigeno, H. Subagyo, M. Sukardi, Ismangun,


Marsudi, N. Suharta, L. Hakim, Widagdo, J. Dai, V. Suwandi, S. Bachri,
dan E.R. Jordens. 2011. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pertanian dan
Tanaman Kehutanan. Laporan Teknis No.7 Versi 1.0. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Ishak,Marenda.2008. Jurnal Penentuan Pemanfaatan Lahan “Kajian Land Use


Planning dalam Pemanfaatan Lahan untuk Pertanian”. Bandung : Jurusan
Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian Universitas
Padjajaran.

Irmayanti, 2010. Evolusi Agribisnis Menuju Modrenisasi Cakrawala Galuh Vol. II


No. 9.

Isyanto, Agus. 2012. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Produksi pada


Usahatani Padi di Kabupaten Ciamis. Cakrawala Galuh Vol. I No. 8 .

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.

Mukclis Muctar, 1999, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Agribisnis,


Seminar Agribisnis, Padang.

Putra, G. P. 2013. Respon morfologi benih karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.)
Tanpa Cangkang Terhadap Pemberian Polyethylene Glycol (PEG) 6000
Dalam Penyimpanan Pada Dua Masa Pengeringan. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara. Medan.

undang-undang Nomor 2 tahun 1960

Soekartawi, 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta :PT. Raja Grafindo
Persada.

Soekartawi, 2006. Agribisnis Teori dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Vol. 2 Agustus. 2016 |ISSN. 0216-0455

Anda mungkin juga menyukai