Anda di halaman 1dari 34

TUGAS MAKALAH

“PENGARUH AMANDEMEN UUD 1945”

DOSEN PEMBIMBING
BUDHI PURWOKO ST, MT

Disusun Oleh :

TEDI SETIAWAN 1710116588

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCA BHAKTI

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah

dan rahmat- Nya maka dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan

semampunya. Makalah Kewarganegaraan ini dibuat dengan tujuan melengkapi

tugas makalah kewarganegaraan serta agar mengetahui tentang Sistem

Pemerintahan Penyelesaian makalah ini juga bersumberkan dari beberapa

referensi dari pengetahuan yang kami miliki seputar hal ini, Semoga makalah ini

dapat bermanfaat bagi kita semua. Oleh karena itu, diharapkan saran dan kritik

sebagai penyempurnaan makalah ini.

TEDI SETIAWAN

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
BAB II PERMASALAHAN ................................................................................... 2
2.1. Rumusan masalah ............................................................................................. 2
BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
3.1. Pengertian ............................................................................................................. 3
3.2. Sistem ketatanegaraan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang ............ 6
Dasar 1945..................................................................................................................... 6
3.3. Cita Demokrasi Dan Nomokrasi...................................................................... 18
3.4. Pemisahan Kekuasaan Dan Prinsip “Checks And Balances” ...................... 21
3.5. Sistem Pemerintahan Presidensil ...................................................................... 23
3.6. Cita Persatuan Dan Keragaman Dalam Nkri .................................................. 25
3.7. Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum
Amandemen ...............................................................................................25
3.8. Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945 hasil
Amandemen ....................................................................................................... 27
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 30
4.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 30
4.2. Saran ..................................................................................................................... 30

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu tuntutan reformasi yang digulirkan sejak tahun 1998
adalah dibangunnya suatu sistem ketatanegaraan Indonesia yang berbasis
secara murni dan konsekuen pada paham kedaulatan rakyat yang mampu
membawa rakyat Indonesia mencapai tujuan bernegara yang dicita-citakan,
maka perubahan atau amandemen UUD 1945 merupakan langkah strategis
yang harus dilakukan dengan seksama oleh Bangsa Indonesia.Dapat kita
ketahui bahwa Pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI beberapa tahun
ini mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai system
ketatanegaraan. Perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUD
1945 ialah komposisi dari UUD tersebut, yang semula terdiri atas
Pembukaan, Batang Tubuh dan penjelasannya, berubah menjadi hanya
terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Penjelasan UUD 1945, yang semula
ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak turut disahkan
oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi yang dikandungnya
sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke
dalam pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah
empat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat,
dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga negara.

1
BAB II
PERMASALAHAN

2.1. Rumusan masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan negara?

2. Bagaimanakah sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan


Pancasila dan UUD 1945?

3. Bagaimanakah sistem ketatanegaraan Republik Indonesia sebelum


amandemen?

4. Bagaimanakah sistem ketatanegaraan Republik Indonesia setelah


amandemen?

5. Bagaimanakah pembagian kekuasaan di negara Indonesia?

2
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pengertian
Sebelum kita membahas tentang sistem ketatanegaraan, terlebih
dahulu kita harus tahu apa itu negara. Menurut Max Weber, negara
merupakan masyarakat yang terintegrasi dan memiliki wewenang memaksa
pada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat.
Sedangkan menurut Logemann, negara merupakan organisasi
kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur/mengurus
satu masyarakat tertentu. Dan menurut International Encyclopaedia, negara
merupakan sekumpulan rakyat (bangsa) yang mendiami suatu wilayah
tertentu dan diorganisir dibawah satu pemerintahan yang biasanya berdaulat
kedalam dan keluar.

1. Sifat / karakteristik negara


a. Sifat memaksa

· Negara menetapkan peraturan yang bersifat memaksa mengenai


tingkah laku orang yang berada dalam wilayah kekuasaannya
dan harus dipatuhi.

· Negara mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan agar orang


tunduk pada peraturan negara, apabila perlu dengan paksaan
fisik.

· Hak negara ini bersifat legal. agar tercipta tata tertib dan
menghindari tindakan anarki.

· Paksaan fisik dapat pula berlaku terhadap hak milik (penyitaan,


pemusnahan).

3
b. Sifat monopoli

· Negara menetapkan tujuan bersama dari masyarakat.

· Dalam batas tertentu dan berdasarkan aturan tertentu, negara


dapat menyatakan suatu aliran kepercayaan / aliran politik
dilarang karena bertentangan dengan pandangan hidup bangsa.

· Negara mengatasi paham perseorangan dan paham golongan.

· Negara menetapkan mata uang, penetapan pajak,


kewarganegaraan, dan sebagainya.

c. Sifat mencakup semua

· Kekuasaan mengatur yang dimiliki negara berlaku untuk semua


orang / warga negara, sehingga tidak ada yang mendapatkan
perlakuan khusus atau istimewa.

2. Unsur dari sebuah negara

a) Penduduk
Penduduk adalah semua orang yang pada suatu waktu bertempat
tinggal mendiami (menetap dalam) wilayah negara tertentu.

b) Wilayah
Wilayah adalah daerah teritorial tertentu sebagai tempat kedudukan
suatu negara, dalam mana kekuasaan negara berlaku atas seluruh
penduduk yang bertempat tinggal menetap didalam daerah teritorial
tersebut.

c) Pemerintah
Pemerintah adalah organisasi yang mengatur, menyelenggarakan dan
melaksanakan kekuasaan negara.

Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan dilihat dari segi susunannya


yaitu negara yang bersusun tunggal, baik dilihat dari segi penduduknya,
wilayahnya, maupun pemerintahan dan kekuasaannya. Sedangkan

4
berdasarkan penunjukkan/pengangkatan kepala negaranya, Indonesia
merupakan Negara Republik yaitu negara yang Kepala Negaranya ditunjuk
dan atau diangkat berdasarkan pemilihan.

3. Tujuan Negara:

· Melaksanakan ketertiban (law and order)

· Menegakkan keadilan

· Menyelenggarakan pertahanan

· Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

4. Tujuan Negara Indonesia:

· Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

· Memajukan kesejahteraan umum.

· Mencerdaskan kehidupan bangsa.

· Ikut melaksanakan ketertiban dunia.

· Atau terciptanya masyarakat yang adil, makmur, merata materiil


spritual.

5. Fungsi Negara

· Konsitutif yaitu menyelenggarakan kedaulatan rakyat, menetapkan


UUD dan GBHN (dilaksanakan MPR).

· Eksekutif yaitu menyelenggarkan kekuasaan negara (dilaksanakan


Presiden)

· Legislatif yaitu membentuk undang-undang (dilaksanakan Presiden


dengan persetujuan DPR )

5
· Kontrol yaitu mengawasi tindakan Presiden (dilaksanakan DPR)

· Yudikatif yaitu menyelenggarakan kekuasaan Kehakiman


(dilaksanakan MA)

· Auditif / inspektif yaitu menyelenggarakan pemeriksaan atas


tanggungjawab keuangan negara (dilaksanakan BPR)

· Konsultatif yaitu memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan


mengajukan saran / pertimbangan kepada pemerintah (dilaksanakan
DPA).

3.2. Sistem ketatanegaraan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945

1. BerdasarkanPancasila

Kata pancasila berasal dari bahasa India, yakni bahasa sansakerta


Pancasila mempunyai 2 arti: Panca yang berartu lima, dan Sila yang
berarati sandi, alas, atau dasar atau bisa juga berarti peraturan, tingkah laku
yang penting,baik, dan senonoh. Dengan kata lain, Pancasila adalah lima
nilai luhur yang ada dan berkembang bersama bangsa Indonesia sekaligus
penggerak perjuangan bangsa pada masa kolonialisme. Hal ini sekaligus
menjadi warna dan sikap pandangan hidup bangsa Indonesia hingga secara
formal pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan menjadi Dasar Negara
Republik Indonesia. Pancasila merupakan jiwa seluruh rakyat Indonesia,
kepribadian bangsa Indonesia, dasar Negara dan sebagai sistem filsafat.
Disamping itu, pancasila merupakan tujuan hidup bangsa Indonesia.
Pancasila juga merupakan pandangan hidup, kesadaran, cita-cita moral
yang meliputi kejiwaan dan watak yang berberurat akar didalam
kebudayaan bangsa Indonesia. Pancasila sudah merupakan pandangan
hidup dan sebagai dasar Negara yang berakar dalam kepribadian bangsa
maka dia diterima sebagai dasar Negara yang mengatur ketatanegaraan.

6
Hal ini tampak pada sejarah meskipun dituangkan dalam rumusan yang
agak berbeda, namun dalm tiga buah UUD yang pernah kita miliki
Pancasila selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional. Pancasila
selalu menjadi pegangan bersama pada saat-saat terjadi krisis nasional dan
ancaman eksistensi bangsa kita yang merupakan sejarah bahwa pancasila
memang selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia.

2. BerdasarkanUndang-UndangDasar

a. Pengertian, kedudukan. sifat dan fungsi UUD 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,


atau UUD 45 adalah konstitusi negara Republik Indonesia saat ini.
UUD 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di
Indonesia berlaku konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di
Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali
memberlakukan UUD 1945, denagn dikukuhkan secara aklamasi oleh
DPR pada tanggal 22 Juli 1959. Pada kurun waktu tahun 1999-2002.
UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah
susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia.

Sebelum dilakukan perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan,


Batang tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat(16 ayat berasal dari 16 pasal
yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang
terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat
Aturan Tambahan), serta penjelasan. Setelah dilakukan 4 kali
perubahan, UUD 1945 memilki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat, 3 pasal
Aturan Peralihan, dan 2 pasalAturanTambahan.

Dalam risalah sidang tahunan MPR tahun 2002, ditebitkan


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam
Satu Naskah sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada

7
Opini. Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang
dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah Badan yang menyusun
rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung
dari tanggal 28 Mei-1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan
tentang “Dasar Negara” yang diberi nama Pancasila. Kemudian BPUPK
membentuk panitia kecil yang terdiri dari 8 orang untuk
menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni1945, 38
anggota BPUPK membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang
untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah
Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan
kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka
naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang
disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan
oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada
tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia
disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena
hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK
untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli1945. Tanggal
18 Agustus1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia.

Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat


dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan
perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden
Nomor X pada tanggal 16 Oktober1945 memutuskan bahwa KNIP
diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk.
Tanggal 14 November1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel (Semi-
Parlementer) yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan
perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.

8
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan
menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD
1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang
Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt)
dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada pihak swasta untuk
menghancurkan hutan dan sumber alam kita.

Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang
sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:

Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa


MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak
berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya

Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang


antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD
1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang


merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya


perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan
perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru,
kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya
pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan
mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat
penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan


aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM,
pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum,
serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan

9
kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan
diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap
mempertahankan susunan kenegaraan (staat structur) kesatuan atau
selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), serta mempertegas system pemerintahan presidensil.

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali


perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan
MPR:

Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober1999 → Perubahan


Pertama UUD 1945

Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus2000 → Perubahan


Kedua UUD 1945

Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November2001 → Perubahan


Ketiga UUD 1945

Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus2002 → Perubahan


Keempat UUD 1945.

Pasal-pasal UUD 1945 yang diamandemen:

PERTAMA

(19-10-1999)

KEDUA

(18-08-2000)

KETIGA

(10-11-2001)

KEEMPAT

10
(10-08-2002)

Pasal 5 ayat 1

Pasal 18

Pasal 1 ayat 2 dan 3

Pasal 2 ayat 1

Pasal 7

Pasal 18 A

Pasal 3 ayat 1,3,4

Pasal 8 ayat 3

Pasal 9

Pasal 18 B

Pasal 6 ayat 1 dan 2

Pasal 23 B

Pasal 13 ayat 2,3

Pasal 19

Pasal 6 ayat 1,2,3 dan 5

Pasal 23 D

Pasal 14

Pasal 20 ayat 5

Pasal 7A

Pasal 24 ayat 3

Pasal 15

11
Pasal 20 A

Pasal 7B ayat 1,2,3,4,5,6, dan 7

Pasal 31 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5

Pasal 17 ayat 2

Pasal 22 A

Pasal 7 C

Pasal 32 ayat 1 dan 2

Pasal 17 ayat 3

Pasal 22 B

Pasal 8 ayat 1, 2

Pasal 33 ayat 4 dan 5

Pasal 20

Bab IX A Pasal 25E

Pasal 11 ayat 2, 3

Pasal 34 ayat 1, 2, 3, dan 4

Pasal 21

Pasal 26 ayat 2 dan 3

Pasal 17 ayat 4

Pasal 37 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5

Pasal 27 ayat 3

Bab IV A pasal 22C ayat 1,2,3, dan 4

Aturan peralihan pasal I. II. III

12
Bab X a pasal 28 A, 28 B, 28 C, 28 D, 28 F, 28 G, 28 H, 28 I, 28 J

Pasal 22 D ayat 1,2, dan 3

Aturan Tambahan pasal I dan II

Bab XII Pasal 30

Pasal 23 A

Bab XV Pasal 36 A

Pasal 23 C

Bab XV Pasal 36 B, 26 C

Bab VII A pasal 23 B ayat 1,2, dan 3

Pasal 23 F ayat 1, 2

Pasal 23 G ayat 1, 2

Pasal 24 ayat 1, 2

Pasal 24 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5

Pasal 24 B ayat 1, 2, 3, dan 4

Pasal 24 B ayat 1, 2, 3, 4, 5, dan 6

b. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

1) Makna pembukaan UUD 1945 bagi perjuangan bangsa Indonesia

Apabila UUD merupakan sumber hukum tertinggi yang


berlaku di Indonesia, maka pembukaan UUD 1945 merupakan
sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa
Indonesia, yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral
yang ingin ditegakan baik dalam lingkungan nasional, maupun
dalam hubungan bangsa-bangsa di Dunia. Pembukaan yang telah
dirumuskan secara khidmat dalam (4) alenia itu, setiap alenia dan

13
kata-katanya mengandung arti dan makna yang sangat dalam,
mempunyai nilai-nilai yang universal dan lestari. Universal karena
mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa
yang berada dimuka bumi. Lestari, karena mengandung dinamika
masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan
Negara selama bangsa Indonesia tetap setia terhadap Negara
proklamasi 17 Agustus 1945.

2) Makna alenia-alenia pembukaan UUD 1945

Alenia pertama dari pembukaan UUD 1945, menunjukan


kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah . dengan
pernyataan itu bukan saja bangsa Indonesia bertekad untuk merdeka
, tetapi akan terus berdiri di barisan paling depan untuk menentang
dan menghapuskan penjajahan diatas dunia.

Alenia kedua menunjukan kebanggaan dan peghargaan kita


atas perjuangan bangsa Indonesia selama ini. ini juga berarti adanya
kesadaran bahwa, keadaan sekarang tidak dapat dipisahkan dari
keadaan kemarin dan langkah yang kita ambil sekarang akan
menentukan keadaan yang akan datang. Dalam alenia itu jelas apa
yang dikehendaki dan diharapkan oleh para pengantar kemerdekaan,
ialah Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. Nilai-nilai itulah yang selalu menjiwai segenap jiwa bangsa
Indonesia dan terus berusaha untuk mewujudkannya.

Alenia ini menunjukan adanya ketepatan dan ketajaman


penilaian: Bahwa perjuangan pergerakan di Indonesia telah pada
tingkat yang menentukan.Bahwa momentum yang telah berhasil
dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan
kemerdekaan. Bahwa kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan
akhir tetapi masih harus terus diisi dengan mewujudkan bangsa
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

14
Alenia yang ketiga menegaskan lagi apa yang menjadi
motivasi riil dan materil bangsa Indonesia untuk menyatakan
kemerdekaanya, tetapi juga menjadi keyakinan, motivasi spiritual,
bahwa maksud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu
diberkahi oleh Allah Yang Maha Kuasa. Dengan ini digambarkan
bahwa bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yang
berkeseimbangan antara kehidupan material dan sprituil,
keseimbangan kehidupan baik di dunia maupun di akhirat.

Alenia keempat merumuskan dengan padat sekali tujuan dan


prinsip-prinsip dasar untuk mencapai ttujuan bangsa Indonesia
setelah menyatakan dirinya merdeka. Tujuan perjuangan bangsa
Indonesia dirumuskan dengan: “Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia serta seluruh tumph darah Indonesia, dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Sedangkan
prinsip besar yang tetap dipegang teguh untuk mencapai tujuan itu
adalah dengan menyusun kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat yang berdasarkan pada Pancasila. Dengan
rumusan yang panjang dan padat ini, alenia keempat pembukaan
Unang-undang Dasar sekaligus menegaskan: “Negara Indonesia
mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuannya, yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”

Negara Indonesia berbentuk Republik dan berkedaulatan rakyat.

Negara Indonesia mempunyai dasar falsafah Pancasila.

15
c. Batang Tubuh UUD 1945

UUD 1945 yang terdiri dari 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2
ayat aturan tambahan, yang mengandung semangat dan merupakan
perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
pembukaan UUD 1945, juga merupakan rangkaian kesatuan pasal-pasal
yang bulat dan terpadu. Didalamnya berisi materi yang dibedakan
menjadi dua, yaitu:

 Pasal-pasal yang berisi materi sistem pmerintahan Negara,


didalamnya termasuk pengaturan kedudukan, tugas, wewenang dan
berkesinambungan dengan kelembagaan Negara.
 Pasal-pasal yang berisi materi hubungan Negara dengan warga
Negara dan penduduknya serta dengan dipertegas dalam pembukaan
UUD 1945, yang berisi konsepsi Negara diberbagai bidang:
PolEkSosHanKam dan lain-lain.

Sistem pemerintahan Negara Indonesia di jelaskan dengan terang dan


sisematis dalam penjelasan UUD 1945, didalam penjelasan itu dikenal 7
buah kunci pokok:

1. Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum


(Rechtsstaan).NegaraIndonesia berdasarkan atas hukum tidak
berdasarkan atas kekuatan belaka (Machtsstaan).

2. Sistem konstitusional.Pemerintah berdasarkan atas sistem


konstitusi,tidak bersifat absolutism.

3. Kekuasaan Negara yang tertinggi,ditangan MPR (Die gezamte staat


gewalt lieght elleim beir der majelis). Kedaulatan rakyat di pegang
oleh suatu badan yang bernama MPR, sebagai penjelmaan seluruh
rakyat Indonesia. Tugas dan wewenang MPR yang menentukan
jalanya bangsa dan negara yaitu berupa :

· Menetapkan UUD

16
· Menetapkan GBHN

· Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.

4. Presiden adalah penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi di


bawah MPR, penjelasan UUD 1945 menyatakan dibawah MPR,
Presiden ialah penyelenggara kekuasaan tertinggi.

5. Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR, juga dijelaskan


dalam UUD 1945.

6. Menteri Negara adalah pembantu presiden. Mentri Negara tidak


bertanggungjawab kepada DPR. Penjelasan UUD 1945 menyatakan
:’’Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
Negara.”

7. Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas. Penjelasan UUD 1945


menyatakan: meskipun kepala Negara tidak bertanggung jawab
kepada DPR, ia bukan diktator artinya kekuasaannya tidak terbatas.

Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami perubahan-perubahan


mendasar sejak dari perubahan pertama pada tahun 1999 sampai
perubahan keempat pada tahun 2002. Perubahan-perubahan itu juga
meliputi materi yang sangat banyak, sehingga mencakup lebih dari 3
kali lipat jumlah materi muatan asli UUD 1945. Jika naskah asli UUD
1945 berisi 71 butir ketentuan, maka setelah empat kali mengalami
perubahan, kini jumlah materi muatan UUD 1945 seluruhnya mencakup
199 butir ketentuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
meskipun namanya tetap merupakan UUD 1945, tetapi dari sudut isinya
UUD 1945 pasca Perubahan Keempat tahun 2002 sekarang ini sudah
dapat dikatakan merupakan Konstitusi baru sama sekali dengan nama
resmi “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.”

17
Sehubungan dengan itu penting disadari bahwa sistem ketatanegaraan
Indonesia setelah Perubahan Keempat UUD 1945 itu telah mengalami
perubahan-perubahan yang sangat mendasar. Perubahan-perubahan itu
juga mempengaruhi struktur dan mekanisme struktural organ-organ
negara Republik Indonesia yang tidak dapat lagi dijelaskan menurut
cara berpikir lama. Banyak pokok-pokok pikiran baru yang diadopsikan
ke dalam kerangka UUD 1945 itu. Empat diantaranya adalah:

I. Penegasan dianutnya citademokrasi dan nomokrasi secara


sekaligus dan saling melengkapi secara komplamenter;

II. Pemisahan kekuasaan dan prinsip “checks and balances’

III. Pemurnian system Pemerintah Presidensial; dan

IV. Penguatan cita persatuan dan keragaman dalam wadah Negara


Kesatuan Republik Indonesia.

3.3. Cita Demokrasi Dan Nomokrasi


Negara Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat atau
democratie(democracy). Pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah
rakyat. Kekuasaan yang sesungguhnya adalah berasal dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan diselenggarakan bersama-
sama dengan rakyat. Dalam sistem konstitusional Undang-Undang Dasar,
pelaksanaan kedaulatan rakyat itu disalurkan dan diselenggarakan menurut
prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan
konstitusi(constitutional democracy). Karena itu, prinsip kedaulatan rakyat
(democratie)dan kedaulatan hukum (nomocratie) hendaklah diselenggarakan
secara beriringan sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Untuk itu,
Undang-Undang Dasar Negara kita menganut pengertian bahwa Negara
Republik Indonesia itu adalah Negara Hukum yang demokrasi
(democratische rechtstaat)dan sekaligus adalah Negara Demokrasi yang

18
berdasarkan atau hukum(constitutional democracy) yang tidak terpisahkan
satu sama lain.

Kedaulatan rakyat (democratie) Indonesia itu diselenggarakan secara


langsung dan melalui sistem perwakilan. Secara langsung, kedaulatan rakyat
itu diwujudkan dalam tiga cabang kekuasaan yang tercermin dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Daerah; Presiden dan Wakil Presiden ; dan kekuasaan
Kehakiman yang terdiri atas Mahkamah Konstitusidan Mahkamah Agung.
Dalam menetukan kebijakan pokok pemerintahan dan mengatur ketentuan-
ketentuan hukum berupa Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang (fungsi
Legislatif), serta dalam menjalankan fungsi pengawasan (fungsi kontrol)
terhadap jalannya pemerintahan, pelembagaan kedaulatan rakyat itu
disalurkan melalui sistem perwakilan. Yaitu melalui Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Daerah. Di daerah-daerah, Propinsi dan Kabupaten/Kota, pelembagaan
kedaulatan rakyat itu juga disalurkan melalui sistem perwakilan, yaitu melalui
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Penyaluran kedaulatan rakyat secara langsung (direct democracy)


dilakukan melalui pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga
perwakilan dan memilih Presiden dan Wakil Presiden. Disamping itu,
kedaulatan rakyat dapat pula disalurkan setiap waktu melalui pelaksanaan hak
dan kebebasan berpendapat, hak atas kebebasan pers, hak atas kebebasan
informasi, kebebasan pers, hak atas kebebasan berorganisasi dan berserikat
serta hak-hak asasi lainnya yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar.
Namun, prinsip kedaulatan rakyat yang bersifat langsung itu hendaklah
dilakukan melalui saluran-saluran yang sah sesuai dengan prosedur
demokrasi (procedural democracy). Sudah seharusnya lembaga perwakilan
rakyat dan lembaga perwakilan daerah diberdayakan fungsinya dan
pelembagaannya, sehingga dapat memperkuat sistem demokrasi yang
berdasar atas hukum (Demokrasi Konstitusional) dan prinsip negara hukum
yang demokratis tersebut di atas.

19
Bersamaan dengan itu, negara Indonesia juga disebut sebagai Negara
Hukum (Rechtstaat), bukan Negara Kekuasaan (Machtstaat). Di dalamnya
terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hokum
dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan
menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar,
adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia dalam Undang-Undang dasar,
adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin
persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi
setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang
berkuasa. Dalam paham negara hukum yang sedemikian itu, pada hakikatnya
hukum itu sendirilah yang menjadi penentu segalanya sesuai dengan prinsip
nomokrasi (nomcrasy) dan doktrin ‘the Rule of Law, and not of Man’. Dalam
kerangka ‘the rule of Law’ itu, diyakini adanya pengakuan bahwa hukum itu
mempunyai kedudukan tertinggi (supremacy of law), adanya persamaan
dalam hukum dan pemerintah (equality before the law), dan berlakunya asas
legalitas dalam segala bentuknya dalam kenyataan praktek (due process of
law). Namun demikian, harus pula ada jaminan bahwa hukum itu sendiri
dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip
supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknya berasal
dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah
dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau
kedaulatan rakyat(democratische rechtsstaat). Hukum tidak boleh dibuat,
ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan
kekuasaan belaka(Machtstaat). Prinsip Negara Hukum tidak boleh ditegakkan
dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-
Undang Dasar.

Puncak kekuasaan hukum itu diletakkan pada konstitusi yang pada


hakikatnya merupakan dokumen kesepakatan tentang sistem kenegaraan
tertinggi. Bahkan, dalam sistem Presidensil yang dikembangkan, konstitusi
itulah yang pada hakikatnya merupakan Kepala Negara Republik Indonesia
yang bersifat simbolik (symbolic head of state), dengan keberadaan
Mahkamah Konstitusi sebagai penyangga atau ‘the guardian of the

20
Indonesian constitution’. Ketentuan mengenai cita-cita negara hukum ini
secara tegas dirumuskan dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang
menyatakan: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Sebelum ini,
rumusan naskah asli UUD 1945 tidak mencantumkan ketentuan mengenai
negara hukum ini, kecuali hanya dalam penjelasan UUD 1945 yang
menggunakan istilah ‘rechtsstaat’. Rumusan eksplisit bahwa Indonesia adalah
negara hukum baru terdapat dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat
tahun 1949 dan Undang-Undang Dasar SementaraTahun 1950. Untuk
mengatasi kekuarangan itulah maka dalam perubahan ketiga UUD 1945, ide
negara hukum (rechtstaat atau the rule of law) itu diadopsikan secara tegas ke
dalam rumusan pasal UUD, yaitu pasal 1 ayat(3) tersebut diatas. Sementara
itu, ketentuan mengenai prinsip kedaulatan rakyat terdapat dalam pembukaan
dan juga pada pasal 1 ayat (2). Cita-cita kedaulatan tergambar dalam
pembukaan UUD 1945, terutama dalam rumusan alinea IV tentang dasar
negara yang kemudian dikenal dengan sebutan Pancasila. Dalam alinea ini,
cita-cita kerakyatan dirumuskan secara jelas sebagai “Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan”.Sedangkan dalam rumusan pasal 1 ayat (2),
semangat kerakyatan itu ditegaskan dalam ketentuan yang menegaskan
bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”.

3.4. Pemisahan Kekuasaan Dan Prinsip “Checks And Balances”


Prinsip kedaulatan yang berasal dari rakyat tersebut di atas selama ini
hanya diwujudkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan
penjelmaan seluruh rakyat, pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, dan yang
diakui sebagai lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan yang tidak
terbatas. Dari Majelis inilah, kekuasaan rakyat itu dibagi-bagikan secara
vertikal ke dalam lembaga-lembaga tinggi negara yang berada dibawahnya.
Karena itu, prinsip yang dianut disebut sebagai prinsip pembagian kekuasaan
(distribution of power). Akan tetapi, dalam Undan-Undang dasar hasil
perubahan, prinsip kedaulatan rakyat tersebut ditentukan dibagikan secara
horizontal dengan cara memisahkannya (separation of power) menjadi

21
kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga
negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan
prinsip ‘checks and balaces’. Cabang kekuasaan legislatif tetap berada di
Majelis Permusyawaratan Rakyat, tetapi majelis ini terdiri dari dua lembaga
perwakilan yang sederajat dengan lembaga negara lainnya. Untuk melengkapi
pelaksanaan tugas-tugas pengawasan, disamping lembaga legislatif dibentuk
pula Badan Pemeriksa Keuangan. Cabang kekuasaan eksekutif berada
ditangan Presiden dan Wakil Presiden. Untuk memberikan nasehat dan saran
kepada Presiden dan WakilPresiden, dibentuk pula Dewan Pertimbangan
Agung. Sedangkan cabang kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi. Majelis Permusyawaratan Rakyat tetap
merupakan rumah penjelmaan seluruh rakyat yang strukturnya dikembangkan
dalam dua kamar, yaitu DewanPerwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Oleh karena itu, prinsip perwakilan daerah dalam Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah harus dibedakan hakikatnya dari prinsip
perwakilan rakyat dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Maksudnya ialah agar
seluruh aspirasi rakyat benar-benar dapat dijelmakan ke dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari dua pintu.

Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari dua


lembaga perwakilan itu adalah sederajat dengan Presiden dan Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi. Ketiga cabang kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif itu sama-sama sederajat dan saling mengontrol satu
sama lain sesuai dengan prinsip “Check and balances.” Dengan adanya
prinsip “Check and balances” ini, maka kekuasaan negara dapat diatur,
dibatasi dan bahkan dikontrol dengan sesebaik-baiknya, sehingga
penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara negara ataupun
pribadi-pribadi yang kebetulan sedang menduduki jabatan dalam lembaga-
lembaga negara yang bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan
sebaik-baiknya. Pasal-pasal yang dapat dianggap mencerminkan perubahan
tersebut antara lain adalah perubahan ketentuan pasal 5, terutama ayat (1)
juncto pasal 20 ayat (1) sampai dengan ayat (5) yang secara jelas menentukan
bahwa fungsi legislatif ada pada Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan

22
Presiden adalah kepala eksekutif. Disamping itu, ada pula ketentuan
mengenai kewenangan MPR yang tidak lagi dijadikan tempat kemana
presiden harus bertanggungjawab atau menyampaikan pertanggung-jawaban
jabatannya. Selain itu, ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi yang diberi
kewenangan untuk melakukan pengujian atas Undang-Undang terhadap
Undang-Undang Dasar seperti ditentukan dalam pasal 24 ayat (1) juga
mencerminkan dianutnya asas pemisahan kekuasaan dan prinsip “check and
balances’ antara cabangkekuasaan legislatif dan yudikatif. Ketiga ketentuan
itu memastikan tafsirberkenaan dengan terjadinya pergeseran MPR dari
kedudukannya sebagailembaga tertinggi menjadi lembaga yang sederajat
dengan Presidenberdasarkan pemisahan kekuasaan dan prinsip ‘check and
balances’.

3.5. Sistem Pemerintahan Presidensil


Dalam sistem ini terdapat lima prinsip penting, yaitu:

1) Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi penyelenggara


kekuasaan eksekutif negara yang tertinggi di bawah Undang-Undang Dasar.
Dalam sistem ini tidak dikenal dan tidak perlu dibedakan adanya kepala
negara dan kepala pemerintahan. Keduanya adalah Presiden dan Wakil
Presiden. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan
tanggungjawab politik berada ditangan Presiden (concentration of powerand
responsibility upon the President).

(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan
karena itu secara politik tidak bertanggungjawab kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau lembaga parlemen, melainkan
bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilihnya.

(3) Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan


pertanggungjawabannya secara hukum apabila Presiden dan/atau Wakil
Presiden melakukan pelanggaran hukum konstitusi. Dalam hal demikian,
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dituntut pertanggungjawaban oleh
Dewan Perwakilan Rakyat untuk disidangkan dalam Majelis

23
Permusyawaratan Rakyat, yaitu sidang gabungan antara Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Namun, sebelum diberhentikan,
tuntutan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden yang didasarkan
atas tuduhan pelanggaran atau kesalahan, terlebih dulu harus dibuktikan
secara hukum melalui proses peradilan di Mahkamah Konstitusi. Jika tuduhan
bersalah itu dapat dibuktikan secara hukum oleh Mahkamah Konstitusi,
barulah atas dasar itu MPR bersidang dan secara resmi mengambil putusan
pemberhentian.

(4) Para Menteri adalah pembantu Presiden, Menteri diangkat dan


diberhentikan oleh Presiden dan karena bertanggungjawab kepada Presiden,
bukan dan tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Kedudukannya tidak
tergantung kepada parlemen. Disamping itu, para Menteri itulah yang pada
hakikatnya merupakan para pemimpin pemerintahan dalam bidang masing-
masing. Karena itu, kedudukannya sangat penting dalam menjalankan roda
pemerintahan.

(5) Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam system


Presidensial sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas
pemerintahan, ditentukan pula bahwa masa jabatan Presiden lima tahunan
tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua masa jabatan. Di
samping itu, beberapa badan atau lembaga negara dalam lingkungan cabang
kekuasaan eksekutif ditentukan pula independensinya dalam menjalankan
tugas utamanya. Lembaga-lembaga eksekutif yang dimaksud adalah Bank
Indonesia sebagai bank sentral, Kepolisian Negara dan Kejaksaan Agung
sebagai aparatur penegakan hukum, dan Tentara Nasional Indonesia sebagai
aparatur pertahanan negara. Meskipun keempat lembaga tersebut berada
dalam ranah eksekutif, tetapi dalam menjalankan tugas utamanya tidak boleh
dipengaruhi oleh kepentingan politik pribadi Presiden. Untuk menjamin hal
itu, maka pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur
Bank Indonesia, Kepala Kepolisian Negara, Jaksa Agung, dan Panglima
Tentara Nasional ndonesia hanya dapat dilakukan oleh Presiden setelah
mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Pemberhentian para

24
pejabat tinggi pemerintahan tersebut tanpa didahului dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat dilakukan oleh Presiden apabila yang
bersangkutan terbukti bersalah dan karena itu dihukum berdasarkan vonis
pengadilan yang bersifat tetap karena melakukan tindak pidana menurut tata
cara yang diatur dengan Undang-Undang.

3.6. Cita Persatuan Dan Keragaman Dalam Nkri


Prinsip persatuan dibutuhkan karena kenyataan bahwa bangsa
Indonesia sangat majemuk. Keragaman suku bangsa, agama, dan budaya
yang diwarisi oleh bangsa Indonesia dalam sejarah mengharuskan bangsa
Indonesia bersatu dengan seerat-eratnya dalam keragaman. Keragaman
merupakan kekayaan yang harus dipersatukan (united), tetapi tidak boleh
disatukan atau diseragamkan (uniformed). Karena itu, maka prinsip persatuan
Indonesia tidak boleh diindentikkan dengan atau dikacaukan atau dikaitkan
dengan istilah kesatuan yang berkenaan dengan persoalan bentuk bangsa.
Prinsip persatuan juga tidak boleh dipersempit maknanya ataupun
diindentikkan dengan pengertian pelembagaan bentuk Negara Kesatuan yang
merupakan bangunan Negara yang dibangun atas motto ‘Bhineka Tunggal
Ika’ (Unity in Diversity). Bentuk negara kita adalah Negara Kesatuan
(Unitary State), sedangkan persatuan Indonesia adalah prinsip dasar
bernegara yang harus dibangun atas dasar persatuan (unity), bukan kesatuan
(uniformity).

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan “Negara


Persatuan” dalam arti sebagai negara yang warga negaranya erat bersatu,
yang mengatasi segala paham perseorangan ataupun golongan yang
menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum
dan pemerintahan dengan tanpa kecuali.

Negara persatuan mengakui keberadaan masyarakat warga negara


karena kewargaanya (civility). Dengan demikian, Negara Persatuan itu
mempersatukan seluruh bangsa Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia karena prinsip kewargaan yang bersamaan kedudukan
dalam hukum dan pemerintahan.

25
3.7. Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945
sebelum amandemen
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan
rakyat diberikan seluruhnya diberikan kepada MPR sebagai Lembaga
Tertinggi. MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power)
kepada 5 lembaga tertinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu: Mahkamah
Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Demokrasi Indonesia merupakan sistem pemerintahan dari rakyat, dalam arti


rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta
dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-citanya. Demokrasi di
Indonesia sebagaimana tertuang dalm UUD 1945 mengakui adanya
kebebasan dan persamaan hak juga mengakui perbedaan serta
keanekaragaman mengingat Indonesia memiliki semboyan “BHINEKA
TUNGGAL IKA”. Secara filosofi bahwa Demokrasi Indonesia mendasarkan
pada rakyat.

Oleh karena itu, di dalam kehidupan yang menganut sistem demokrasi, selalu
menemukan adanya supra struktur politik dan infra struktur politik sebagai
pendukung tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montesquiue
maka supra struktur politik meliputi lembaga legislatif, eksekutif dan
yudikatif. Di Indonesia di bawah sistem UUD 1945 lembaga-lembaga negara
atau alat-alat perlengkapan negara (supra struktur politik) adalah:

a) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

b) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

c) Presiden

d) Mahkamah Agung (MA)

e) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

26
Sedangkan infra struktur politik suatu negara terdiri dari lima komponen
antara lain:

a) Partai Politik

b) Golongan Kepentingan (Interest Group)

c) Golongan Penekan (Preassure Group)

d) Alat Komunikasi Politik (Mass Media)

e) Tokoh-Tokoh Politik

3.8. Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945 hasil


Amandemen
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana
kedaulatan berada ditangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD.
UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6
lembaga yang memiliki kedudukan yang sama dan sejajar,yaitu: Presiden,
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah
Konstitusi (MK).

Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 mengalami perubahan,


yaitu:

a) Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat).


Negara Indonesia tidak berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat), mengandung arti
bahwa negara termasuk didalamnya pemerintahan dan lembaga-
lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun.

b) Sistem Konstitusi. Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum


dasar), tidak bersifat absolut (kekuasaan yang terbatas). Sistem ini
memberikan penegasan bahwa cara pengendalian Pemerintah di batasi

27
oleh ketentuan-ketentuan konstitusi dan juga oleh ketentuan-ketentuan
hukuim lain merupakan Produk konstitusional.

c) Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi


disamping MPR dan DPR karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
Selain itu, presiden tidak bertanggungjawab pada DPR.

d) Menteri Negara adalah pembantu Presiden. Presiden dalam


melaksanakan tugasnya dibantu oleh Menteri-Menteri Negara (Pasal 17
ayat 1 hasil amandemen). Selain itu, Menteri Negara tidak
bertanggungjawab pada DPR.

e) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas, meskipun Kepala Negara


tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan diktator yang artinya
kekuasaan tidak terbatas. Namun dalam hal ini Presiden tidak memiliki
kekuasaan membubarkan DPR atau MPR.

f) Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan


Pancasila bukan berasarkan kekuasaan.

g) Kekuasaan Pemerintahan Negara. Menurut sistem pemerintahan negara


berdasarkan UUD 45 hasil amandemen 2002, Presiden dipilih langsung
oleh rakyat secara legitimasi. Presiden kedudukannya kuat dan tidak
lagi berada di bawah MPR selaku mandataris. Namun jika Presiden
melakukan kesalahan maka MPR akan melakukan Impeachment.

h) Pemerintah Daerah, diatur oleh Pasal 18 UUD 1945. Pada pasal 18 ayat 1
menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia dibagi atas daerah-
daerah Propinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai daerah yang
diatur dengan Undang-Undang, pasal 18 ayat 2 mengatur otonomi
pemerintahan daerah, ayat tersebut menyatakan bahwa pemerintah
daaerah propinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, atau
pengertian otonomi sama artinya mengatur rumah tangga sendiri.

28
i) Pemilihan Umum. Hasil amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara
eksplisit mengatur tentang Pemilihan Umum dilakukan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali,
diatur pasal 22E ayat 2.

j) Wilayah Negara. Pada pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen 2002
memuat ketentuan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang
batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

k) Hak asasi manusia menurut UUD 1945. Hak asasi manusia tidak lahir
mendadak sebagaimana kita lihat dalam “Universal declaration of
Human Right” pada tanggal 10 Desember 1948 yang ditanda-tangani
oleh PBB. HAM sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan filosofi
manusia yang melatarbelakanginya.

A. Pembagian kekuasaan

Kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat, dan dilakukan menurut


Undang-Undang Dasar sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Dasar 1945 adalah sebagai berikut:

a) Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat 1


UUD 1945)

b) Kekuasaan Legislatif didelegasikan kepada Presiden dan DPR juga


kepada DPD (pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945)

c) Kekuasaan Yudikatif didelegasikan kepada Mahkamah Agung (pasal 24


ayat 1 UUD 1945)

d) Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada BPK dan


DPR, hal ini dimuat pada pasal 20 ayat 1

e) Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan Konsulatif,


sebelum UUD diamandemem kekuasaan tsb dipegang oleh DPA.

29
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Negara pada hakikatnya adalah suatu sistem, yang terdiri dari berbagai
sub sistem yang merupakan prasyarat bagi keberfungsian dan keberlangsungan
negara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep negara adalah sistem
yang statis (dalam pengertian tidak berubah-ubah atau tidak akan dirubah) ;
sementara sub sistem dalam negara tersebut konsep yang dinamis, berkembang
dan berubah-ubah. Mengingat hal tersebut, maka keberadaan pemerintah
(organisasi maupun produk hukum yang dihasilkan), harus selalu disempurnakan
sesuai dengan perkembangan masyarakat (dalam dan luar negeri). Sebab, sistem
pemerintahan dan ketatanegaraan yang statis akan membawa dampak kepada
kesejahteraan masyarakat dan sistem lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka uraian mengenai Sistem Ketatanegaraa RI seharusnya dapat dianalisa
dengan baik sehingga dapat diterima dan sekaligus mencerminkan kepentingan
masyarakat seluruhnya.

4.2. Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan agar pengetahuan kita tentang


sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dapat bertambah. Dan apabila terjadi
perubahan pada manajemen reformasi, penegakkan hukum serta yang menyakut
masyarakat luas sebaiknya dpikirkan dan dipersiapkan secara matang agar tidak
terjadi sesuatu yang tidak diharapkan oleh rakyat.

30

Anda mungkin juga menyukai