Anda di halaman 1dari 10

BAB 3

SUMBER HUKUM ISLAM

Dalam Islam terdapat beberapa sumber hukum yakni AL-Qur’an , As-Sunnah, Ijmak, dan
Qiyas . Urutan prioritas pengambilan sumber hukum dalam Islam antara lain Al- Qur’an menjadi
rujukan pertama dalam suatu kejadian yang memerlukan ketetapan hukum , kemudian apabila
ketetapan hukum tidak ditemukan dalam Al-Qur’an barulah beralih meneliti As-Sunnah. Apabila
tidak ditemukan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah barulah diperbolehkan merujuk pada putusan
dari para ulama ( mujtahid ) yang menjadi Ijmak atau kesepakatan bersama dari masa ke masa.
Sekiranya tidak ditemukan dalam Ijmak maka ditempuhlah Qiyas.

AL – QURAN
Al-Quran adalah kalam Allah (Kalamullah – QS 53:4) , sebagai mukjizat yang di turunkan
kepada nabi muhammad SAW melalui malaikat jibril a.s untuk digunakan sebagai pedoman hidup
manusia untuk kebahagiaan dunia akhirat. Kalam adalah sarana untuk menerangkan sesuatu
berupa ilmu pengetahuan, nasihat , atau berbagai kehendak lalu memberitahukan perkara itu
kepada orang lain.
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur angsur selama 23 tahun Sebagian Al-Qur’an
diturunkan di mekah, dan sebagian lainnya turun dikota madinah. Ayat yang diturunkan di mekah
(Makkiyah) sebagian besar menerangkan tentang Akidah Islamiyah (keesaan Tuhan) , keimanan
terhadap para malaikat, para nabi dan hari akhir. Sedangkan ayat yang turun di Madinah
mengandung hukum fiqih,aturan pemerintahan,aturan keluarga serta aturan tentang hubungan
antara orang-orang muslim dna non muslim dalam menyangkut perjanjian dan perdamaian.

Mukjizat Al-Quran
1. Keindahan seni bahasa Al-Quran (balaghah) tidak hanya diakui oleh kalangan sastrawan tetapi
juga oleh para ahli yang pernah mendalami dan mengkaji ilmu bayan dalam bahasa Arab.
2. Keberadaan pemberitaan Al-Quran tentang keadaan yang terjadi pada abad-abad yang silam
yang semuanya benar ,sesuai kebenaran rasional.

Fungsi Al-Quran
1. Al- Qur’an sebagai pedoman hidup ( QS 45:20 ). Al-Qur’an adalah kitab lengkap sebagai
pedoman hidup manusia yang mencangkup informasi tentang Allah SWT, alam dan manusia,
ketentuan syariah yang berkaitan tentang kehidupan, serta renungan dan pelajaran atau kisah
atau peruistiwa sejarah
2. Al-Quran sebagai rahmat bagi alam semesta ( QS 10:57, dan QS 17:82)
3. Al-Quran sebagai cahaya petunjuk ( QS 42:52 dan QS 2:2-185 ). Allah menjadikan Al-Quran
sebagai cahaya , dan dengan cahaya(nur) itu Allah memberikan petunjuk kepada siapa-siapa
yang dikehendakinya
4. Al-Quran sebagai Peringatan,memberikan peringatan kepada manusia karena manusia yang
peluapa dalam berbagai hal
5. Al-Quran sebagai penerang dan pembeda . Misalnya pembeda antara baik dan buruk
6. Al-Quran sebagai pelajaran . Al-quran digunakan manusia agar senantiasa berada pada jalur
yang benar terkait dengan tujuan penciptanya.
7. Al-Qur’an sebagai sumber ilmu , karena banyak ayat yang mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan yang dapat dijangkau oleh pemikiran manusia.
8. Al-Quran sebagai hukum, menjelasakan hukum-hukum syariah untuk kemaslahatan
(kebaikan) hidup manusia
9. Al-Quran sebagai obat penyakit jiwa, berfungsi sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit
yang ada didalam hati manusia seperti syirik,sombong ,dll
10. Al-Quran sebagai pemberi kabar gembira, Al-Quran menceritakan kabar gembira bagi orang-
orang yang beriman

Al-Quran Sebagai Sumber Hukum


Al-Qur’an dijadikan sebagai sumber hukum yang utama, karena Al-Quran berasal dari Allah
SWT yang Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi manusia dalam menata kehidupannya di dunia
dan di akhirat. Al-Quran memuat seluruh aspek hukum terkait dengan akidah, syariah, dan akhlak
serta terjaga keaslian dan keotentikannya.
Didalam Islam mencari dan mengembangkan harta benda dan kekayaan diperbolehkan
sepanjang dilaksanakan dalam koridor yang benar dan halal yaitu melalui pekerjaan yang saling
rela. Pengaturan tentang hukum pidana juga diatur dalam Al-Quran . Dalam menetapkan hukum
pidana . Al-Quran senantiasa memperhatikan empat hal, yaitu:
1. Melindungi jiwa, akal,harta,benda,dan keturunan
2. meredam kemarahan orang yang terluka,lantaran ia dilukai
3. memberikan ganti rugi kepada orang yang terluka atau keliarganya
4. menyesuaikan hukuman dengan pelaku kejahatan.

AS-SUNAH
As-Sunah ialah ucapan, perbuatan, serta ketetapan-ketetapan nabi Muhammad SAW yang
merupakan sumber hukum Islam kedua setelah AL-Quran.
Dalam banyak hal, Al-Qur’an baru menjelaskan prinsip-prinsip umum yang bersifat global dan
universal. Oleh karena itu, salah satu fungsi As-Sunah adalah untuk menjelasakan dan
menguraikan secara lebih terinci prinsip-prinsip yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dengan
contoh-contoh aplikatif. Selain itu, As-Sunah bisa juga membatasi ketentuan Al-Qur’an yang
bersifat umum, dan bahkan bisa menetapkan hukum yang tidak ada dalam Al-Qur’an.
Salah satu contoh ucapan Nabi Muhammad SAW yang dijadikan sumber hukum Islam adalah
sabda beliau yang memerintahkan untuk muali puasa Ramadhan ketika masuk tanggal satu
ramadhan dan berhenti puasa (berbuka/lebaran) karena melihat tanggal 1 Syawal.
Contoh hukum Islam yang merujuk kepada perbuatan nabi Muhammad SAW adalah praktik
shalat dan haji sebagaimana dicontohkan oleh beliau. Dihadapan para sahabat, rasul menyatakan
“ Lakukanlah shalat persisi sebagaimana kalian melihatkau mengerjakan shalat”.
Contoh ketetapan Nabi Muhammad SAW yang dijadikan sumber hukum Islam adalah
pembenaran oleh Rasul terhadap tindakan salah seorang sahabat yang bertayamum, karena tidak
menemukan air untuk mengerjakan shalat kemudian menemukannya setelah shalat.
Berbeda dengan Al-Qur’an yang telah ditulis pada masa Nabi, hadits lebih banyak dihafal
dari pada ditulis. Bahkan pada awalnya, Rasul melarang para sahabat untuk mecatat hadits, karena
khawatir tercampur dengan Al-Qur’an. Izin penulisan hadits diberikan kepada sahabat tertentu
seperti Abdullah bin Amr. Rasul juga meminta orang yang mendengarkan hadits untuk
menyampaikan dengan teliti dan jujur kepada orang lain.

Fungsi As-Sunnah, antara lain:


1. Menguatkan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an
2. Memberikan keterangan ayat-ayat Al-Qur’an dan menjelaskan rincian ayat-ayat yang
masih bersifat umum
Kemudian rasulullah SAW menerangkan waktu-waktu shalat, jumlah rakaatnya, syarat-
syarat dan rukun-rukunnya, dan mempraktikkan shalat lalu setelah itu bersabda kepada
para sahabat.
3. Membatasi kemutlakannya
Kemudian Rasulullah SAW memberikan batasan maksimal wasiat yaitu ketika Sa’ad bin
abi Waqqash meminta agar diperkenankan berwasiat 2/3 harta peninggalannya, namun
ditolak oleh beliau, kemudian Sa’ad bin Abi Waqqash meminta kembali agar
diperkenankan ½ harta peninggalannya, namun masih ditolak oleh Nabi. Kemudian Sa’as
meminta lagi 1/3 hartanya, dan rasulullah mengizinkannya.
4. Menakhsiskan/mengkhususkan keumumannya
Dalam Qur’an Diharamkan untuk (memakan) bangkai, darah dan daging babi, dan daging
hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh,
yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan
(diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala.
Kemudian Rasulullah SAW mengkhususkannya dengan memberikan pengecualian kepada
bangkai ikan laut, belalang, hati dan limpa dalam sabdanya
5. Menciptakan hukum baru yang tidak ada di dalam Al-Qur’an, contoh :
“Rasulullah SAW melarang memakan setiap binatang yang bertaring dari golongan
binatang buas dan setiap binatang yang berkuku kuat dari golongan burung.” (HR.
Muslim)
Sedangkan dalam Al-Qur’an hanya melarang darah, bangkai, dan daging babi serta
binatang yang disembelih dengan nama selain Allah. (QS. 5:3)
As-Sunah Sebagai Sumber Hukum
Ketaatan kepada Allah SWT harus diikuti dengan ketaatan kepada Rasul. Sebaliknya,
ketaatan kepada Rasul harus diikuti pula dengan ketaatan kepada Allah SWT, sehingga
keduanya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Barang siapa menaati Rasul, maka sesungguhnya dia telah menaati Allah SWT. Dan barang
siapa berpaling (dari ketaatan itu) maka (ketahuilah) Kami tidak mengutus (Muhammad) untuk
menjadi pemelihara mereka . (QS 4:80)

IJMAK
Ijmak adalah kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW,
terhadap hukum syara’ yang bersifat praktis (a’maly), dna merupakan sumber hukum Islam ketiga
setelah Al-Qur’an dan As-Sunah. Dalil yang menjadi dasar Ijmak adalah sabda Rasulullah SAW
yang berbunyi :

“Apa yang dipandang oleh kaum muslimin baik, maka menurut pandangan Allah SWT juga baik”.

“Umatku tidak akan bersepakat atas perbuatan yang sesat”.

“Ingatlah, barang siapa yang ingin menempati syurga, maka bergabunglah (ikutilah) jama’ah.
Karena syaithan adalah bersama orang-orang yang menyendiri. Ia akan lebih jauh dari dua orang,
daripada dari seseorang yang menyendiri.” (HR. Umar bin Khattab)

Tingkatan Ijmak
Menurut Imam Syafi’I tingkatan ijmak adalah sebagai berikut :
1. Ijmak sharih ialah jika engkau atau salah seorang ulama mengatakan hukum ini telah
disepakati , maka niscaya setiap ulama yang engkau temui juga mengatakan seperti apa yang
engkau katakan.
2. Ijmak Sukuti ialah suatu pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid, kemudian
pendapat tersebut telah diketahui oleh para mujtahid di atas, akan tetapi tidak ada seorang
pun yang mengingkarinya.
3. Ijmak pada permasalahan pokok, jika para ahli fikih (fuqaha) yang hidup dalam satu masa
(generasi) berbeda dalam berbagai pendapat, akan tetapi bersepakat dalam hukum yang
pokok, maka seseorang tidak boleh mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan
pendapat-pendapat mereka.

Terjadinya Ijmak
Faktor-faktor yang harus terpenuhi sehingga Ijmak dapat dijadikan sebagai dasar hukum
adalah sebagai berikut:
1. Pada masa terjadinya peristiwa itu harus ada beberapa orang mujtahid
2. Kesepakatan itu haruslah kesepakatan yang bulat
3. Seluruh mujtahid menyetujui hukum syara’ yang telah mereka putuskan itu dengan tidak
memandang negara, kebangsaan dan golongan mereka.
4. Kesepakatan itu diterapkan secara tegas terhadap peristiwa tersebut baik lewat perkataan
maupun perbuatan.

Sedangkan untuk menjadi mujtahid, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.


1. Menguasai ilmu bahasa Arab dengan segala cabangnya.
2. Mengetahui nash-nash Al-Qur’an perihal hukum-hukum syari’at ynag dikandungnya
3. Mengetahui nash-nash Al-Hadits yaitu mengetahui hukum syariat yang didatangkan oleh
Al-Hadits dan mampu mengeluarkan (sitimbath-kan) hukum perbuatan orang mukalaf dari
padanya.
4. Mengetahui maqashidus syari’ah (tujuan syari’ah), tingkah laku dan adat kebiasaan
manusia yang mengandung maslahat dan kemudaratan.

QIYAS
Qiyas menurut bahasa ialah pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan
sesuatu dengan sejenisnya. Sedangkan menurut terminologi, definisi qiyas secara umum adalah
suatu proses penyingkapan kesamaan hukum suatu kasus yang tidak disebutkan dalam suatu nash
baik di Al-Qur’an dan As-Sunah dengan suatu hukum yang disebutkan dalam nash karena ada
kesamaan dalam

Qiyas dapat dianggap sebagai sumber hukum, jika memenuhi persyaratan sebagai berikut.
1. Sepanjang mengacu dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunah, qiyas
diperlukan karena nash-nash dalam Al-Qur’an dan As-Sunah itu universal dan global.
Sedangkan kejadian-kejadian pada manusia itu berkembang terus. Oleh karena itu, tidak
mungkin nash-nash (teks dalam Al-Qur’an) yang universal itu dijadikan sebagai satu-satunya
sumber hukum terhadap kejadian-kejadian yang berkembang mengikuti zaman.
2. Qiyas juga sesuai dengan logika yang sehat. Misalnya, orang Islam meminum minuman yang
memabukkan. Sangatlah masuk akal, bila setiap menuman memabukkan yang diqiyaskan
dengan minuman tersebut, menjadi haram hukumnya.
BAB 5
SEJARAH DAN PEMIKIRAN AKUNTANSI SYARIAH

SEJARAH AKUNTANSI
Akutansi merupakan salah satu profesi tertua di dunia. Dari sejak jaman prasejarah,
keluurga memiliki perhitungan tersendiri untuk mencatat makanan dan pakaian yang harus
meereka persiapakan dan mereka gunakan pada saat musim dingin.
Walupun akutansi sudah ada sejak zaman prasejarah, saat ini kita hanya mengenal Luca
Paciolli sebagai bapak akutansi moderen. Paciolli, seorang ilmuan dan pengajar di beberapa
universitas yang lahir di tuscany- Italia paa tahun 1445, merupakan orang yang di anggap
menemukan persamaan akutansi untuk pertama kali padatahun 1494 dengan bukunya : Summa de
arithmetica geometria et proportionalita (A Review of arithmetica, geometry and proportions),
dalam buku tersebut, beliau menerangkan mengenai double entry book keeping sebagai dasar
perhitungan akuntansi modern, bahkan juga hampir seluruh kegiatan rutin akuntansi yang kita
kenal saat ini seperti penggunaan jurnal, buku besar (ledger) dan memoradung.
Sebenarnya, Luca Paciolli bukanlah orang yang menemukan double entry book keeping
system, mengingat sistem tersebut telah di lakukan sejak adanya perdagangan antara fenice dan
genoa pada awal abat ke-13 M setelah terbukanya jalur perdagangan antara timur tengah dan
kawasan mediterania. Bahkan, pada tahun 1340 bendahara kota massri telah melakukan pencatatan
dalam bentuk double entry.
Dalam buku Accounting Theory yang ditulis oleh Hendriksen menjelaskan
“penemuan angka arab sangat membantu perkembangan akuntansi” .Kutipan ini menandai
anggapan bahwa sumbangan arab terhadap perkembangan disiplin akuntansi sangat besar.

PERKEMBANGAN AKUNTANSI SYARIAH

Zaman Awal Perkembangan Islam


Pendeklarasian negara Islam di Madinah (tahun 622 M) atau bertepatan dengan tahun 1 H),
sehingga seluruh kegiatan kenegaraan dilakukan bersama-sama dan gotong royong dikalangan
para Muslimin.
Telah menjadi tradisi bahwa bangsa Arab melakukan 2 kali perjalanan kafilah perdagangan
yaitu musim dingin dengan tujuan perdagangan ke Yaman dan musim panas menuju ke Syam
(sekarang Syiria, Lebanon, Jordania, Palestina, dan Israel )perdagangan tersebut akhirnya
berkembang hingga sampai ke eropa terutama setelah penaklukan mekkah.
Dalam perkembangan selanjutnya, ketika ada kewajiban zakat dan ‘ushr (pajak pertanian
dari muslim), dan perluasan wilayah sehingga dikenal adanya jizyah (pajak perlindungan dari
nonmuslim) dan kharaj (pajak penghasilan dari nonmuslim), maka Rasulullah mendirikan Baitul
Maal pada awal abad ke-7 konsep ini cukup maju pada zaman tersebut dimana seluruh
penerimaan dikumpulkan secara terpisah dengan pemimpin negara dan baru akan dikeluarkan
untuk kepentingan negara. Walaupun disebutkan pengelolaan baitul maal masih sederhana, tetapi
Nabi telah

Zaman Empat Khaliafah


Pada pemerintahan Abu Bakar, pengelolaan Baitul Maal masih sangat sederhana dimana
penerimaan dan pengeluaran dilakukan secara seimbang hampir tidak pernah ada sisa.
Perubahan sistem administrasi yang cukup signifikan dilakukan diera kepemimpinan khalifah
Umar bin Khattab dengan memperkenalkan istilah Diwan oleh Sa’ad bin Abi Waqqas (636M),
diwan dapat diartikan sebagai tempat dimana pelaksana duduk, bekerja dan dimana akuntansi
dicatat dan disimpan. Diwan berfungsi untuk mengurusi pembayaran gaji.
Hal ini kembali menunjukkan bahwa akuntansi berkembang dari suatu lokasi ke lokasi lain
sebagai akibat dari hubungan masyarakat. Selain itu, baitul maal sudah tidak terpusat lagi
dimadinah tetapi juga didaerah taklukan Islam.Pada masa itu istilah pembukuan dikenal dengan
Jarridah atau menjadi istilah journal dalam bahasa inggris yang berarti berita. Di Venice istilah
ini dikenal dengan sebutan Zournal.
Fungsi akuntansi telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam Islam seperti : Al-Amil,
Mubashor, Al-Katib, namun yang paling terkenal adalah Al-Katib yang menunjukkan orang yang
bertanggung jawab untuk menuliskan dan mencatat informasi baik keuangan maupun non-
keuangan. Sedangkan untuk khusus akuntan dikenal juga dengan nama Muhasabah/Muhtasib
yang menunjukkan orang yang bertanggung jawab dalam melakukan perhitungan. Mustahib
memiliki kekuasaan luas, termasuk pengawasan harta, kepentingan sosial, pelaksanaan ibadah
pribadi, dan pemeriksaan transaksi bisnis.
Pengembangan lebih komprehensif mengenai Baitul Maal dilanjutkan pada masa Khilafah
Ali bin Abi Thalib .Pada masa pemerintahan beliau, sistem administrasi di Baitul Maal baik di
tingkat pusat dan lokal telah berjalan baik serta telah terjadi surplus pada Baitul Maal dan
dibagikan secara proporsional sesuai tuntutan Rasulullah.

SEKILAS PROSEDUR DAN ISTILAH YANG DIGUNAKAN


Kontribusi besar yang diberikan oleh Al-Khawarizmy adalah membuat sistem akuntansi
dan pencatatan dalam negara Islam dan membaginya dalam beberapa jenis daftar. Beliau juga
bersama dengan penjelasan dari Al-Mazendarany menjelaskan tentang sistem akuntansi
termasuk tujuan serta praktik yang terjadi.
Tujuan sistem akuntansi adalah memastikan akuntabilitas, mendukung proses pengambilan
keputusan serta mempermudah proses evaluasi atau program yang telah selesai. Tujuan ini tidak
hanya berlaku dipemerintahan tetapi juga pada perusahaan. Orientasi sistem akuntansi ini adalah
melaporkan kegiatan yang menghasilkan laba/rugi atau surplus/defisit, dan menyelesaikan
seluruh kebutuhan dari negara, namun perhitungan dari sistem akuntansi ini masih memasukkan
transaksi yang bersifat moneter dan nonmeoneter.
Ada tujuh hal khusus dalam sistem akuntansi yang dijalankan oleh negara Islam sebagaimana
dijelaskan oleh Al-Khawarizmy dan Al-Mazendarany (Zaid, 2004), yaitu:
1. Sistem akuntansi untuk kebutuhan hidup, sistem ini dibawah koordinasi seorang manejer.
2. Sistem akuntansi untuk konstruksi merupakan sistem akuntansi untuk proyek pembangunan
yang dilakukan pemerintah. Pada sistem ini mengatur pencatatan, pengendalian dan
akuntabilitas untuk masing-masing proyek serta berdasarkan anggaran (budget). Sistem ini
dibawah tanggung jawab seorang koordinator proyek.
3. Sistem akuntansi untuk pertanian merupakan sistem yang berbasis non-moneter. Sistem ini
lebih memfokuskan diri untuk mencatat dan mengelola persediaan pertanian dalam bentuk
fisik dikarenakan didorong oleh kewajiban dalam zakat pertanian.
4. Sistem akuntansi gudang merupakan sistem untuk mencatat pembelian barang negara. Sistem
ini bukan hanya mencatat sistem barang masuk dan keluar saja tetapi juga dalam nilai uang,
sehingga akan ada pemisahan tugas antara orang yang memegang barang dan yang mencatat
sehingga hal ini menunjukkan sistem pengendalian intern telah ada.
5. Sistem akuntansi mata uang, sistem ini telah dilakukan oleh negara Islam sebelum abad ke-14
M. Sistem ini memberikan hak kepada pengelolanya untuk mengubah emas dan perak yang
diterima pengelola menjadi koin sekaligus mendistribusikannya.
6. Sistem akuntansi peternakan merupakan sistem untuk mencatat seluruh binatang ternak.
Pencatatan dilakukan untuk mencatat keluar dan masuknya ternak berdasarkan
pengelompokan binatang serta nilai uang.
7. Sistem akuntansi perbendaharaan merupakan sistem untuk mencatat penerimaan dan
pengeluaran harian negara baik dalam nilai uang maupun barang.

Pencatatan dalam negara Islam telah memiliki prosedur yang wajib diikuti, serta pihak
yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan atas aktivitas dan menemukan surplus dan
defisit atas pencatatan yang tidak seimbang.. Prosedur yang harus dilakukan adalah :
1. Transaksi harus dicatat setelah terjadi.
2. Transaksi harus dikelompokkan menurut jenisnya (nature).
3. Penerimaan akan dicatat disebelah kanan dan pengeluaran dicatat disebelah kiri. Sumber-
sumber penerimaan harus dicatat dan dijelaskan
4. Pembayaran harus dicatat dan diberikan penjelasan yang memadai disisi kiri halaman.
5. Pencatatan transaksi harus dicacat dengan sangat hati-hati.
6. Tidak diberikan jarak penulisan disisi sebelah kiri, dan harus diberi garis penutup (attarkeen).
7. Koreksi atas transaksi yang telah dicatat tidak boleh dengan cara menghapus atau menulis
ulang. Jika Al kateb melakukan kesalahan maka harus mengganti.
8. Jika akun telah ditutup, maka akan diberi tanda akan hal tersebut.
9. Seluruh transaksi yang dicatat dibuku journal (Al Jaridah) akan dipindahkan pada buku khusus
berdasarkan pengelompokan transaksi.
10. Orang yang melakukan pencatatan untuk pengelompokan berbeda dengan orang yang
melakukan pencatatan harian.
11. Saldo (disebut al haseel) diperoleh dari selisih.
12. Laporan harus disusun setiap bulan dan setiap tahun. Laporan harus cukup detail dan memuat
informasi yang penting.
13. Pada setiap akhir tahun, laporan yang disampaikan oleh al kateb harus menjelaskan seluruh
informasi secara detail barang dan dana yang berada dibawah wewenangnya.
14. Laporan tahunan yang disusun al kateb akan diperiksa dan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya dan akan disimpan di Diwan pusat
.
Dihubungkan dengan prosedur tersebut, terdapat beberapa istilah sebagai berikut :
1. Al- Jaridah merupakan buku untuk mencatat transaksi, dan Al Jaridah perlu di-cap dengan
stempel Sultan. beberapa bentuk jurnal khusus seperti berikut :
a. Jaridah Al-Kharaj diguanakan untuk berbagai jenis zakat seperti pendapatan yang berasal
dari tanah, tanaman, dan binatang ternak.
b. Jaridah Annafakat digunakan untuk mencatat jurnal pengeluaran.
c. Jaridah Al-Maal digunakan untuk mencatat jurnal pendanaan yang berasal dari penerimaan
dan pengeluaran zakat.
d. Jaridah Al-Musadereen digunakan untuk mencatat jurnal pendanaan khusus berupa
perolehan dana dari individu yang tidak harus taat dengan hukum islam seperti : non
muslim.
2. Daftar Al Yaumiah (buku harian/dalam bahasa persia ruznamah). Daftar tersebut digunakan
sebagai dasar untuk pembuatan Ash-Shahed (journal voucher). Journal voucher merupakan
tanggung jawab Al Kateb dan disetujui oleh pimpinan Diwan dan Menteri.
Bentuk umum dari Daftar diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Dafatr Attawjihat : buku yang digunakan untuk mencatat anggaran pembelanjaan
b. Daftar Attahwilat : buku yang digunakan untuk mencatat keluar masuknya dana antara
wilayah dan pusat pemerintahan.

Al-Khawarazmy membagi beberapa jenis daftar sebagai berikut :


a. Kaman al-Kharadj yang merupakan dasar-dasar survei.
b. Al-Awardj menunjukkan daftar utang perindividu beserta daftar pembayaran cicilan.
c. Al-Ruznamadj atau buku harian yaitu melakukan pencatatan untuk pembayaran dan
penerimaan setiap hari.
d. Al-Khatma merupakan laporan pendapatan dan pengeluaran per bulan.
e. Al-Khatma Al-Djami’a merupakan laporan tahunan.
f. Al-Ta’ridj merupakan tambahan catatan untuk menunjukkan katagori secara keseluruhan.
g. Al-Arida merupakan tiga kolom jurnal yang totalnya terdapat dikolom ketiga.
h. Al-bara’a merupakan penerimaan pembayaran dari pembayar pajak.
i. Al-Muwafaka wal-djama’a merupakan akuntansi yang komprehensif disajikan oleh ‘amil,
apabila hasilnya benar maka akan ditandatangani oleh muwafaka, sedangkan apabila
terdapat perbedaan disebut dengan muhasaba.
Sedangkan orang yang memperkenalkan istilah daftar kepada tentara adalah Abu Muslim
yang pada akhirnya menjadi pedoman dimasa dinasti Abbasiyah. Namun demikian, ada
perbedaan dengan sistem regular yang diusulkan oleh Al-Khawarizmy. Pembagian akuntansi
untuk kantor militer (Diwab Al-Djaysh), Al-Khawarizmy membagi menjadi :
a. Al-Djaria Al-Sawda merupakan daftar nama prajurit, silsilah, asal suku, dan deskripsi fisik
yang selalu disiapkan setiap tahun.
b. Radj’a merupakan daftar permintaan yang dikeluarkan oleh mu’ti (pimpinan) utuk tentara
tertentu di daerah terpencil.
c. Al-Radj’a Al-Djami’a merupakan permintaan umum yang dikeluarkan oleh mu’ti untuk
akun umum (tama’).
d. Al-Sakk, permintaan persediaan untuk akun umum yang menunjukkan pembayaran dengan
nomor dan jumlah serta tanda dari pihak yang memiliki otoritas.
e. Al-Mud’mara permintaan persediaan yang dikeluarkan selama periode akun umum.
f. Al-Istikrar merupakan persediaan setelah dilakukan pembayaran.
g. Al-Muwasafa adalah daftar yang menunjukkan lingkungan dan penyebab terjadinya
perubahan pada lingkungan.
h. Al-Djarida Al-Musadjadjala adalah register yang tersegel.
i. Al-Fihrist adalah daftar persediaan yang terdapat pada diwan.
j. Al-Dastur copy umum atas beberapa draf.

2. Beberapa jenis laporan keuangan diantaranya :


a. Al Khitmah merupakan laporan yang dibuat setiap akhir bulan yang menunjukkan total
penerimaan dan pengeluaran. Walaupun digunakan untuk laporan bulanan pemerintah juga
bisa digunakan oleh para pedagang dengan tujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan
sebagai dasar perhitungan zakat.
b. Al Khitmah Al Jameeah merupakan laporan yang disiapkan oleh Al Khateb tahunan dan
diberikan kepada atasannya berisi : pendapatan, beban dan surplus/defisit setiap akhir
tahun.

HUBUNGAN AKUNTANSI MODERN DAN AKUNTANSI ISLAM


Luca Paciolli sebagaimana telah diterangkan pada bagian sebelumnya, adalah seorang
ilmuwan sekaligus juga seorang pengajar dibeberapa universitas Italia seperti Venice, Milan,
Florence dan Roma. Untuk itu, beliau telah banyak membaca banyak buku termasuk buku yang
telah diterjemahkan.
Pada tahun 1429 M, angka Arab dilarang untuk digunakan oleh pemerintah Italia. Luca
Paciolli selalu tertarik untuk belajar tentang hal tersebut serta belajar dari Alberti seorang ahli
matematika yang belajar dari pemikir Arab dan selalu menjadikan karya Pisa sebagai rujukan..
Bahkan Alfred Lieber (1968) mendukung pendapat tersebut bahwa memang ada pengaruh dari
pedagang arab pada italia, walaupun arab tidak hanya berarti muslim saja.

Anda mungkin juga menyukai