DISUSUN OLEH:
Lusiana 1610112154
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Fraud
Detection”.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan tentang Fraud Detection.
Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Karenanya kami mengharapkan adanya
kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya
bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata
yang kurang berkenan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Hlm.
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Makalah 3
BAB II LANDASAN TEORI 4
A. Tanda-Tanda Fraud 4
B. Kejanggalan Akuntansi…...................................................................... 5
C. Kelemahan pada Pengendalian Internal 6
D. Red Flags 8
E. Kewajiban Auditor Mendeteksi Fraud 11
F. Skema Fraud dalam Laporan Keuangan 15
G. Metode Deteksi Fraud 18
H. Identifikasi Pelaku Fraud 23
BAB III PEMBAHASAN KASUS 26
BAB IV KESIMPULAN 30
DAFTAR PUSTAKA 31
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
untuk memperoleh, mengelola, dan menganalisa data digital penting untuk
keberhasilan akuntansi profesional di masa depan. Selain itu, justru teknologi juga
menjadi sarana untuk melakukan tindakan penipuan. Oleh karena itu, pemahaman
tentang alat-alat digital dan teknik tampaknya diperlukan untuk menghindari
tindakan penipuan. Menurut Institute of Internal Auditors (IIA) yang dikutip
dalam Sawyer et al (2006 : 339) menyebutkan kecurangan (fraud) adalah “meliputi
serangkaian tindakan-tindakan tidak wajar dan ilegal yang sengaja dilakukan
untuk menipu”.
Belakangan ini kasus fraud yang sering terjadi di Indonesia yaitu kejahatan
teknologi informasi (cyber crime), kejahatan kerah putih (white-collar crime).
Belakangan ini kejahatan cyber crime semakin lama semakin meningkat.
Penanganan kasus cyber crime saat ini masih cukup sulit dilakukan karena
teknologi di Indonesia masih belum memadai dan kurangnya pengetahuan
terhadap teknik digital. Metode dan cara yang digunakan untuk memanipulasi
perusahaan sangat banyak jumlahnya, dan kemungkinan untuk mendeteksi seluruh
fraud yang ada melalui komputer hanya impian belaka. Hanya sejumlah kecil dari
kasus yang terjadi dapat terungkap sedangkan kasus yang terjadi angkanya sangat
mengejutkan.
2
Tetapi dalam mendeteksi fraud tidak hanya akuntansi forensik yang
dibutuhkan untuk membedah kasus tersebut. Pelaksanaan audit investigasi juga
harus dilakukan untuk membuktikan adanya fraud yang kemungkinan terjadi yang
sebelumnya telah diindikasikan oleh berbagai pihak. Pelaksanaan audit investigasi
lebih mendasarkan kepada pola pikir bahwa untuk mengungkapkan suatu fraud
auditor harus berpikir seperti pelaku fraud itu sendiri, dengan mendasarkan
pelaksanaan prosedur yang ditetapkan baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan hingga tindak lanjut pemeriksaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tanda-tanda fraud?
2. Bagaimana kejanggalan akuntansi?
3. Bagaimana kelemahan pada pengendalian internal?
4. Apa yang dimaksud dengan red flags?
5. Bagaimana kewajiban auditor mendeteksi fraud?
6. Bagaimana skema fraud dalam laporan keuangan?
7. Bagaimana metode deteksi fraud?
8. Bagaimana identifikasi pelaku fraud?
C. Tujuan
1. Dapat menafsirkan tanda-tanda fraud
2. Dapat menguraikan dan menjelaskan kejanggalan akuntansi yang terjadi di
dalam perusahaan
3. Mengetahui bentuk-bentuk kelemahan pada pengendalian internal perusahaan
4. Dapat menjelaskan dan menguraikan red flags fraud dalam perusahaan baik
secara personal ataupun yang melibatkan manajemen perusahaan
5. Dapat menganalisa dan menafsirkan penyimpangan pada perusahaan
6. Dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai kewajiban auditor untuk
mendeteksi fraud
7. Dapat menjelaskan skema fraud dalam laporan keuangan
3
BAB II
LANDASAN TEORI
Fraud dapat sedini mungkin terdeteksi jika manajemen atau internal auditor
jeli melihat tanda-tanda fraud tersebut. Tanda-tanda fraud tersebut beberapa
diantaranya yaitu :
4
B. Kejanggalan Akuntansi
Ada dua jenis kesalahan yang terjadi dalam akuntansi, yaitu kekeliruan
(error) dan kecurangan (fraud), perbedaan antara error dan fraud ini terletak pada
ada atau tidaknya unsur kesengajaan. Kekeliruan terjadi pada tahap pengelolaan
transaksi, saat terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan jurnal, pencatatan
debit kredit, dan laporan keuangan. Jika kesalahan dilakukan dengan sengaja,
maka hal tersebut merupakan kecurangan. Dalam sebuah profesi, misalnya
akuntansi juga tidak luput dari kecurangan. Akuntan yang berbuat curang dalam
prosedur akuntansi menyebabkan informasi akuntansi yang dihasilkan tidak
dapat digunakan oleh pihak yang menggunakannya. Informasi akuntansi sebuah
entiti sangatlah penting karena informasi tersebut digunakan sebagai dasar
penentuan kebijakan organisasi.
1. Ketidak cocokan diantara orang – orang yang berada pada manajemen puncak
2. Motivasi serta moral karyawan yang tergolong rendah
3. Kurangnya staff di dalam departemen akuntansi
4. Penjualan ataupun laba menurun dan di sisi lain utang piutang dagang
meningkat
5. Adanya kelebihan persediaan yang signifikan
5
C. Kelemahan Pada Pengendalian Internal
6
pada kompetisi dan kendala dari pada pelaksanaannya dan tidak terlepas dari
berbagai keterbatasan.
7
Willopo (2006); dan Arifiyani (2012) yang menyatakan bahwa efektifnya
pengendalian internal dapat menurunkan atau mengurangi
kecenderungan fraud dan begitupun sebaliknya. Maka lemahnya pengendalian
internal akan membuat semakin tingginya kesempatan bagi para
pelaku fraud untuk melakukan tindakannya.
Lebih lanjut lagi Arens dan Loebbecke (1996) menjelaskan bahwa terdapat
elemen pengendalian internal yang harus dimiliki suatu organisasi. Elemen
tersebut antara lain: lingkungan pengendalian; penetapan risiko oleh manajemen;
sistem komunikasi dan informasi akuntansi; aktivitas pengendalian; dan
pemantauan. Berbeda dengan Mulyadi (1998) yang menyatakan bahwa terdapat
empat elemen pada pengendalian internal yang harus diperhatikan, antara lain:
D. Red Flags
Red Flags merupakan suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan keadaan
normal. Dengan kata lain, red flags adalah petunjuk atau indikasi akan adanya
sesuatu yang tidak biasa. Dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya fraud selain
diperlukan pemahaman mengenai karakteristik skema fraud, kita juga perlu
mengetahui tanda-tanda atau hal-hal tertentu yang menjadi red flags dalam fraud.
Ketika suatu kecurangan terjadi, ada tanda-tanda/ jejak-jejak fraud yang timbul
akibat perbuatan fraudster. Red flags memiliki berbagai sifat salah satunya adalah
adanya anomali/keanehan/sesuatu yang tidak biasa terjadi. Contohnya, transaksi
mencurigakan yang diduga fiktif, atau bukti-bukti transaksi yang kemungkinan
8
dipalsukan. Jejak-jejak fraud ini lah yang perlu diperhatikan agar dapat mendeteksi
apakah terjadi kecurangan atau tidak. Namun, red flags tidak mutlak dijadikan
satu-satunya indikator dalam menentukan apakah kecurangan itu benar-benar
terjadi atau tidak, namun red flags merupakan tanda-tanda peringatan bahwa ada
indikasi telah terjadinya fraud.
Red flags yang terdapat pada seluruh jenis modus kecurangan laporan
keuangan antara lain:
Red flags yang terdapat pada seluruh jenis modus kecurangan korupsi antara lain:
9
jumlah transaksi yang besar kepada satu vendor tertentu
penemuan hubungan antara karyawan dengan pihak ketiga yang sebelumnya
tidak diketahui
pembagian tugas yang lemah
b. Penyuapan, red flags nya meliputi :
gaya hidup karyawan yang berubah
penemuan adanya hubungan antara karyawan dan vendor
lemahnya pembagian tugas dalam penyetujuan vendor dan invoices
c. Pemerasan. Pada dasarnya pemerasan adalah kebalikan dari penyuapan.
Dimana vendor tidak memberikan suap, tetapi adanya permintaan dari
karyawan kepada vendor. Red flags nya hampir serupa dengan penyuapan
d. Kick backs, merupakan bentuk tindakan kolusi antara karyawan dengan
vendors dengan meninggikan harga kemudian memberikan kelebihan tersebut
kepada karyawan.
penurunan jumlah uang deposit di bank yang tidak biasa dan tidak dapat
dijelaskan
perbedaan antara catatan akuntansi dengan bank statement
perubahan gaya hidup dari karyawan pelaku pencucian uang
10
E. Kewajiban Auditor Mendeteksi Fraud
Tanggungjawab internal auditor dalam pencegahan, pendeteksian dan
menginvestigasi perbuatan kecurangan masih menjadi perdebatan yang
berkepanjangan dalam profesi audit, khususnya pada lembaga audit internal.
Namun demikian tidak bisa dibantah baha internal auditor memegang peranan
penting dalam mendukung penerapan good corporate governance. Keterlibatan
internal auditor dengan aktivitas operasional sehari-hari termasuk keterlibatan
dalam proses pelaporan transaksi keuangan dan struktur pengendalian intern
memberi kesempatan internal auditor untuk melakukan penilaian secara berkala
dan menyeluruh atas aspek-aspek kegiatan/operasional perusahaan yang memiliki
risiko tinggi. Efektivitas peran internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi
kecurangan sangat tergantung pada besar kecilnya status kewenangan yang
dimiliki dan mekanisme pelaporan hasil investigasi kecurangan yang dapat
dijalankan, karena belum semua jajaran direksi mau memberikan kewenangan
penuh dalam proses pencegahan, pendeteksian dan investigasi kecurangan pada
internal auditor.
11
terjadi dalam suatu perusahaan/organisasi, sering kali dibutuhkan kombinasi
keahlian seorang auditor terlatih dan penyelidik criminal.
Internal auditor barada dalam posisi yang penting untuk memonitor secara
terus menerus struktur pengendalian intern perusahaan melalui identifikasi dan
deteksi atas tanda-tanda (red flags) yang mengindikasikan adanya suatu
kecurangan. Internal auditor berada pada posisi yang tepat untuk memehami
seluruh aspek tentang struktur organisasi, tempat pelatihan yang tepat, pemahaman
mereka tentang sumber daya manusia yang ada, memahami kebijakan dan
prosedur operasi, dan memahami kondisi bisnis dan lingkungan pengendalian
intern yang memungkinkan untuk mengidentifikasi dan menilai tanda-tanda atau
gejala (symptom ataupun red flag) kemungkinan terjadinya kecurangan.
Para internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan diatur
secara jelas dalam kewenangan pelaporan dan standar profesi. Komisi Treadway
(the Treadway Commision, 1987) merekomendasikan bahwa internal auditor harus
berperan aktif dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan. Demikian pula dalam
Pernyataan Standar Internal Audit mensyaratkan bahwa internal auditor harus
berperan aktif dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan dengan
mengidentifikasi tanda-tanda kemungkinan terjadinya kecurangan,
menginvestigasi gejala kecurangan dan melaporkan temuannya pada komite audit
atau kepada tingkat manajemen yang tepat.
Kecurangan biasanya tidak hanya dilakukan oleh karyawan pada tingkat
bawah, tetapi juga dapat dilakukan oleh jajaran direksi (top management) baik
secara individual maupun bersama-sama (fraud management) yang dalam cakupan
12
penugasan audit mungkin luar jangkauan kewenangan internal auditor. Pada
dasarnya dalam menjalankan tugas audit regular, internal auditor perlu
mewaspadai terjadinya kecurangan yang dapat mempengaruhi kualitas, integritas
dan keandalan pelaporan transaksi keuangan perusahaan. Dalam hal ini, internal
auditor harus menginvestigasi secara menyeluruh kemungkinan terjadinya
kecurangan dan mengkomunikasikan kepada komite audit terhadap adanya
indikasi kecurangan. Dengan demikian, hubungan kerjasama yang erat antara
komite audit dengan fungsi audit internal, khususnya melalui pertemuan-
pertemuan antara ketua komite audit dengan kepala Satuan Pemeriksa Intern (SPI),
akan dapat meingkatkan kualitas hasil kerja internal auditor dan mengurangi
keungkinan terjadinya kecurangan.
13
dengan pengungkapan risiko potensial pada berbagai bentuk kegiatan/operasi
organisasi”. Standar ini secara jelasa mengemukakan bahwa pencegahan
kecurangan adalah tanggungjawab manajemen. Meskipun demikian, internal
auditor harus menilai kewajaran dan efektivitas tindakan yang dilakukan oleh
manajemen terhadap kemungkinan penyimpangan atas kewajiban tersebut.
14
Mampu melakukan penelusuran dan mengurai arus dokumn yang mendukung
transaksi kecurangan.
Mencari dokumen pendukung untuk transaksi yang dipertanyakan (dispute).
Mereview dokumen yang sifatnya aneh/mencurigakan.
Menguji jalannya implementasi motivasi dan etika organisasi di bidang
pencegahan dan pendeteksian kecurangan.
Sedangkan dalam kaitannya dengan investigasi kecurangan, SIAS No.3
merekomendasikan agar investigasi kecurangan dilaksanakan oleh suatu tim
yang terdiri dari internal auditor, bagian hokum, investigator, petugas security
dan ahli-ahli lainnya baik dari dalam maupun dari luar organisasi.
Tanggungjawab internal auditor berkaitan dengan investigasi kecurangan adalah:
Menetapkan apakah pengendalian yang ada telah cukup memadai dan efektif
untuk mengungkap terjadinya kecurangan.
Merancang suatu prosedur audit untuk mengungkap dan mencegah
terulangnya kembali terjadinya kecurangan atau penyimpangan.
Mendapatkan pengetahuan yang cukup untuk menginvestigasi kecurangan
yang sering terjadi.
15
sehingga diskusi ini terbatas pada skema keuangan. Enam skema yang dibahas
dalam SAS No. 99, Pertimbangan Penipuan dalam Keuangan pernyataan Audit.
Sebagian besar skandal laporan keuangan melibatkan beberapa jenis skema
manipulasi pendapatan, yang mengapa SAS No. 99 menekankan bahwa auditor
keuangan harus mengasumsikan semacam ini penipuan mungkin terjadi dalam
buku-buku klien dan sengaja mencari jenis penipuan selama proses audit. Yang
paling umum Skema penipuan laporan keuangan terkait dengan pendapatan
berlebihan. Ada lima skema di bawah subkategori penipuan.
Ada berbagai cara untuk memperbuat skema beda waktu untuk membesar-
besarkan pendapatan untuk periode fiskal saat ini. Salah satu cara adalah untuk
mendorong kelebihan persediaan untuk penjual atau konsinyasi dimana
persediaan diperlakukan sebagai penjualan, tahu benar bahwa banyak dari itu
akan dikembalikan-tetapi pada periode berikutnya. Metode ini dikenal sebagai
saluran isian (channel stuffing ). Penjualan juga dapat dipesan dalam
pelanggaran lain dari prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP) (misalnya,
pengakuan pendapatan awal). Misalnya, kontrak tiga tahun untuk memberikan
layanan di seluruh periode semua dapat dibukukan sebagai pendapatan pada
tahun berjalan untuk menggelembungkan keuntungan untuk set berikutnya
keuangan, dengan mengorbankan masa depan keuangan, dan jelas tidak sesuai
dengan GAAP dan prinsip pencocokan. Enron menggunakan metode yang
sama dalam entitas bertujuan khusus (SPE) untuk memperhitungkan semua
pendapatan dari perjanjian jangka panjang pada tahun berjalan. Dalam fraud
lain, CFO untuk perusahaan yang bangkrut (sebagai hasil dari penipuan laporan
keuangan) mengakui dalam deposisi bahwa banyak penjualan yang dipesan
sebelum mereka benar-benar terwujud. Alasannya: "Jikalau engkau tahu di
dalam hati Anda itu penjualan, maka kami memesan."
16
2) Pendapatan fiktif
Salah satu cara untuk memperbuat skema fraud ini adalah hanya menunda
pencatatan kewajiban di bulan kedua belas tahun fiskal sehingga tahun
berjalan akan memiliki biaya kurang, dan mencatat kewajiban yang di bulan
pertama dari tahun fiskal berikutnya. Justru karena kemungkinan bahwa
auditor keuangan melakukan periode berikutnya substantif tes-mencari faktur
yang tertanggal tahun yang diaudit tetapi diposting di bulan pertama tahun
berikutnya. Cara lain untuk melakukan penipuan ini adalah untuk
memindahkan kewajiban di tempat lain. Jika perusahaan besar dan memiliki
anak perusahaan, tujuan ini dapat dicapai dengan memindahkan tanggung
jawab untuk anak perusahaan, terutama jika perusahaan yang baik tidak
diaudit atau diaudit oleh perusahaan audit yang berbeda (keputusan yang
disengaja untuk menyembunyikan penipuan).
Salah satu prinsip fraud adalah bahwa hal itu selalu klandestin. Fraudster
akan mencoba untuk menutupi frauds dalam buku-buku. (Hal ini tidak
17
diperlukan untuk off-the-book skema.) Ini menutup-nutupi meluas ke
pengungkapan. Sementara Enron secara teknis GAAP compliant dalam
mengungkapkan SPE dalam laporan keuangan dan laporan tahunan, itu
penipuan dalam menangani pendapatan terkait, dan itu klandestin di
pengungkapan nya. Enron memang membuat pengungkapan mengenai SPE,
seperti yang diperlukan, tetapi mereka begitu dikaburkan bahwa bahkan para
ahli keuangan tidak bisa membacanya dan mengerti persis konsekuensi
keuangan mereka SPE, yang adalah apa yang dimaksudkan. Juga, Andrew
Fastow, CFO, dilaporkan menyembunyikan hubungannya dengan SPE dari
papan untuk lebih mengaburkan pengungkapan mereka. Metode lain termasuk
libur yang baru dalam pengungkapan kewajiban, peristiwa penting, dan
penipuan manajemen. Sebuah pengungkapan yang tidak memadai dapat
menjadi cara untuk menyembunyikan bukti penipuan.
18
1) Penggunaan teknik-teknik pemeriksaan laporan keuangan.
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai kewajaran penyajian laporan
keuangan.Ada tujuh langkah pemeriksaan laporan keuangan ini, yaitu:
19
lima macam yaitu Rasio Likuiditas, Solvabilitas, Aktivitas,
Profitabilitas dan Pasar. Sedangkan analisis horizontal adalah teknik
analisis Cross-Section. Analisis Cross-Section juga sering disebut
dengan analisis komparasi atau analisis perbandingan.Selain analisis
Cross-Section, terdapat pula Analisis Sumber dan Penggunaan Dana,
yang dapat diartikan sebagai Analisis yang bertujuan untuk melihat
aliran kas (cashflow) dan setara kas) pada periode tertentu.
3) Analisis Regresi dan Trend
Merupakan teknik analisis laporan keuangan yang menggambarkan
kecendrungan perubahan suatu pos laporan keuangan selama beberapa
periode. Analisis trend dapat memberikan informasi tingkat
pertumbuhan masing-masing pos laporan keuangan dari tahun ke tahun
dan gambaran apakah kinerja bank naik, turun atau konstan.
4) Membandingkan data keuangan atau komparasi.
Disebut komparasi karena dalam hal ini teknik yang digunakan adalah
membandingkan angka-angka keuangan dengan standar tertentu, yaitu
perusahaan atau industri sejenis. Ada beberapa cara mendefinisikan
istilah sejenis antara lain, (1) kesamaan jasa dan produk, (2) kesamaan
sisi permintaan, serta (3) kesamaan atribut keuangan.
5) Analisis Time Series.
Merupakan teknik analisis laporan keuangan dengan cara
membandingkan data historis keuangan dalam beberapa periode
tertentu. Analisis Time Series mempunyai empat pola pergerakan
yaitu, Trend, Siklus, Musiman dan Ketidakteraturan atau Random.
20
ekonometri ini akan membantu auditor atau investigator melalui data
agregat, tanpa harus melakukan pemeriksaan SPT auditee.
e. Menghitung Kembali.
Menghitung kembali atau reperform tidak lain adalah pengecekan
kebenaran perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang dan lain-lain)
f. Laporan Akhir.
Isi Laporan akhir harus menjelaskan Informasi tentang berjalannya proses
pemeriksaan akuntansi, termasuk ditemukannya kecurangan, informasi
mengenai pelaku atau Profilling, motif dilakukannya kecurangan, waktu
dan tempat kejadian kecurangan, bagaimana kecurangan dilakukan.
2) Pemanfaatan teknik perpajakan.
Teknik perpajakan biasa digunakan dalam pemeriksaan kejahatan
terorganisisr dan penyeludupan pajak penghasilan.Teknik ini juga dapat
diterapkan terhadap data kekayaan pejabat Negara. Ada dua macam teknik
pemeriksaan perpajakan yaitu Net Worth Method dan
21
4) Penerapan teknik analisis hukum.
Dalam hal ini akuntan forensik harus mempunyai pemahaman tentang
hukum pembuktian sesuai dengan masalah yang dihadapi, seperti tindak
pidana umum, tindak pidana khusus, serta pencucian uang. Melalui analisis
ini, akuntan forensik akan dapat mengumpulkan bukti dan barang bukti guna
mendukung dugaan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan para
pelaku Fraud atau kecurangan.
5) Pemanfaatan teknik audit investigatif dalam pengadaan barang.
Pemeriksaan pengadaan barang ini merupakan suatu upaya untuk
memastikan bahwa dana publik dibelanjakan dengan baik guna
meningkatkan efektivitas operasional serta sesuai peruntukkannya.
6) Penggunaan Computer Forensic.
Ada dua pokok utama dalam computer forensic. Pertama, segi-segi
teknis yang berkenaan dengan teknologi (komputer, internet dan jaringan)
dan alat-alat (Windows, Unix, serta Disk drive imaging). Kedua, adalah
segi-segi teknis hukum seperti penggeledahan dan penyitaan barang bukti.
8) PenggunaanUndercover Operations.
Undercover Operations adalah suatu kegiatan yang berupaya
mengembangkan barang bukti secara langsung dari pelaku kecurangan
dengan menggunakan samaran (disguise) dan tipuan
(deceit).
22
9) Pemanfaatan Whistleblower.
Whistleblower diterjemahkan secara harfiah dengan istilah peniup
peluit.Maknanya adalah orang yang mengetahui adanya bahaya atau
ancaman dan berusaha menarik perhatian dengan meniup peluitnya.Meniup
peluit disini digunakan dengan kiasan yang artinya adalah membuka aib dan
membocorkan rahasia. Atau dalam istilah lain adalah pelapor pelanggaran.
Profiling
Profiling bersifat penting dan bermanfaat, hanya kita perlu memahami makna
dari profil yang dihasilkan. Di pasar uang dan pasar modal profil pelaku fraud
sering kali mengagumkan. Mereka cerdas, mempunyai track record yang luar
biasa, pekerja keras, dan cenderung menjadi informal leader dengan karisma yang
melampaui wewenang yang diberikan jabatan.
23
Profiling dalam Kejahatan Terorganisasi
Peringatan dari Manning ini mengingatkan penulis pada beberapa kebijakan KPK
yang merupakan kewajiban bagi pimpinan KPK, yakni:
24
Penulis-penulis Barat mengamati ciri-ciri unik bangsa Asia tertentu yang
merupakan cerminan kelemahan good corporate governance bisnis di Asia.
Profiling dapat juga dilakukan dalam upaya mengenal perbuatannya atau cara
melaksanakan perbuatannya (modus operandi). Profil dari fraud disebut juga
tipologi fraud. Direktorat Jenderal Pajak mengkompilasi tipologi kejahatan
perpajakan. Bank Indonesia melakukan hal yang sama untuk kejahatan perbankan.
PPATK melakukannya untuk kasus-kasus pencurian uang. Dengan mengumpulkan
tipologi fraud lembaga-lembaga ini, misalnya, dapat mengantisipasi jenis fraud
yang memanfaatkan perusahaan di Negara surga pajak (tax heaven countries).
Atau komisaris bank yang aktif menjalankan usahanya, atau pemegang saham
tidak tercatat sebagai pemegang saham, atau pegawai rendahan yang menjadi
pemegang saham boneka.
25
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan komite independen bulan lalu tercatat,
Toshiba terbukti memalsukan laporan keuangan dengan meningkatkan keuntungan
sebesar US$ 1,2 miliar selama beberapa tahun. Skandal ini terungkap setelah
pemerintah Abe berusaha meningkatkan kepercayaan investor asing terhadap Jepang
dengan memberi pedoman mengenai tata kelola perusahaan yang baik. Apalagi,
Toshiba bisa disebut sebagai perusahaan tua yang punya hubungan sangat dekat
dengan pemerintah.Kepala Peneliti di Nomura Research Institute, Sadakazu Osaki
mengatakan, permintaan maaf yang dilontarkan Toshiba mencerminkan sejauh mana
para eksekutif Toshiba dekat dengan pemerintah. "Ini dilakukan karena mereka
Toshiba. Saya tidak berpikir perusahaan lain akan melakukan itu," kata Osaki.
26
keuntungannya dengan nilai mencapai US$ 1,2 miliar selama beberapa tahun
terakhir.
Laporan hari Senin oleh akuntan independen dan pengacara mengatakan laba
operasional Toshiba telah dibesar-besarkan sebesar ¥ 151.8 milyar atau sekitar US$
1,22 miliar. Tanaka, dan Sasaki ditekan divisi bisnis untuk memenuhi target yang
sulit, dan mereka melebih-lebihkan laba dan menunda laporan kerugian, di tengah
budaya tidak akan melawan keinginan atasan, menurut penyelidikan. Temuan ini
diharapkan mengarah pada penyajian kembali laporan laba, dan berpotensi
mengalami denda yang sangat besar atas skandal tingkat atas terburuk di Jepang
setelah kasus Olympus Corp yang pernah ditemukan menutupi kerugian US$ 1,7
miliar.
PEMBAHASAN
27
tahun.” Faktor ketidaklayakan dan rantai komando yang terlibat dalam
pelaksanaannya tetap tidak jelas, namun faktor utama yang disebutkan dalam laporan
panitia investigasi adalah “ budaya perusahaan dimana karyawan tidak dapat
menentang perintah atasan.” Di Toshiba, para eksekutif berorientasi terhadap hasil
laporan keuangan pada periode fiskal saat ini, maka dari itu mereka memberikan
tekanan berat kepada bawahan untuk mencapai target hasil unit bisnis mereka. Para
karyawan tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah dari atasannya.
28
pemalsuan harga ke produsen, dan membeli komputer jadi mereka dengan menambah
biaya produksi dan biaya lainnya untuk meningkatkan jumlah produksi. Karena
masking price terlalu tinggi untuk komponen utama dibanding dengan harga untuk
produk jadi, maka keuntungan penjualan untuk komponen utama ini tidak dapat
dicatat sebagai laba perusahaan. Tapi, itulah yang dilakukan oleh Toshiba. Selama
bertahun-tahun, perusahaan melakukan masking price sampai harganya 5 kali lipat
dari biaya sebenarnya. Toshiba juga memaksa produsen untuk membeli lebih banyak
lagi komponen utama dari yang mereka butuhkan. Tak heran apabila keuntungan
Toshiba terlihat lebih besar untuk periode akuntansi saat ini.
Di Toshiba, komite audit tidak kapabel dan tidak independen. Ada 3 anggota
eksternal komite audit yang tidak memiliki pengetahuan tentang keuangan dan
akuntansi. Mantan Chief Financial Officer (CFO) merupakan CFO yang satu-satunya
anggota komite audit selama penyimpangan akuntansi terjadi. Oleh sebab itu, audit
internal tidak independen dari manajemen. Budaya organisasi juga menentukan
efektivitas audit internal. Seperti laporan panitia investigasi yang telah disebutkan
sebelumnya tentang adanya budaya di Toshiba dimana karyawan tidak dapat
menentang perintah atasan. Apabila budaya perusahaan seperti ini, audit internal yang
jujur tidak akan dapat bertahan, terutama jika terlepas dari manajemen. Mungkin ini
adalah alasan mengapa audit internal di Toshiba memilih jalan yang mudah untuk
berfokus hanya pada ‘layanan konsultasi’ tanpa melaporkan kelemahan pengendalian
internal. Audit internal adalah “ mata dan telinga” dan “ go to man” dari komite audit.
Oleh karena itu, kegagalan audit internal, menyebabkan kegagalan tata kelola
perusahaan.
29
BAB IV
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
Soejono, Karni, Auditing: Audit Khusus dan Audit Forensik dalam Praktek, Jakarta:
Lembaga Penerbitan FE UI, 2000.
Sofyan Syafri Harahap, Analisis Kritis atas Laporan Keuangan (Jakarta :Rajawali
Perss, 2010
31