Anda di halaman 1dari 35

FRAUD DETECTION

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Akuntansi Forensik

DISUSUN OLEH:

Hannah Salamah Putri 1610112137

Lilla Deni Oktavia 1610112138

Lusiana 1610112154

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


JAKARTA

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Fraud
Detection”.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan tentang Fraud Detection.
Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Karenanya kami mengharapkan adanya
kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya
bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata
yang kurang berkenan.

Jakarta, 22 Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Hlm.
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Makalah 3
BAB II LANDASAN TEORI 4
A. Tanda-Tanda Fraud 4
B. Kejanggalan Akuntansi…...................................................................... 5
C. Kelemahan pada Pengendalian Internal 6
D. Red Flags 8
E. Kewajiban Auditor Mendeteksi Fraud 11
F. Skema Fraud dalam Laporan Keuangan 15
G. Metode Deteksi Fraud 18
H. Identifikasi Pelaku Fraud 23
BAB III PEMBAHASAN KASUS 26
BAB IV KESIMPULAN 30
DAFTAR PUSTAKA 31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini pendeteksian penipuan (fraud) dan akuntansi forensik merupakan


bidang studi yang lagi hangat-hangatnya. Dengan adanya pemberitaan media
massa mengenai berbagai kasus kecurangan yang terjadi telah meningkatkan minat
masyarakat terhadap akuntansi forensik dan audit investigasi terutama di kalangan
mahasiswa program profesi akuntansi. Menurut Tuanakotta (2010 : 4) akuntansi
forensik ialah “penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing,
pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar
pengadilan”.Sejalan dengan perkembangan yang pesat dengan dunia teknologi dan
telekomunikasi dan teknologi komputer menghasilkan internet yang mutliguna.
Perkembangan ini membawa kita ke revolusi dalam sejarah pemikiran manusia
bila ditinjau dari konstruksi pengetahuan manusia dengan cara berpikir yang tanpa
batas dengan percepatan teknologi yang semakin lama semakin canggih, menjadi
sebab perubahan yang terus menerus dalam semua interaksi dan aktivitas
masyarakat informasi.

Pearson dan Singleton (2008 : 545) mengemukakan : Kolaborasi terbaru oleh


rekan dalam praktek dan dalam pendidikan akuntansi yang lebih tinggi seperti
dijelaskan dalam “Pendidikan dan Pelatihan Penipuan dan Akuntansi Forensik:
Panduan bagi Lembaga Pendidikan, Organisasi Stakeholder, Fakultas dan
Mahasiswa” telah menciptakan kerangka untuk menerapkan perubahan dalam
pendidikan akuntansi untuk lebih memberdayakan lulusan akuntansi lebih efektif
dalam peran mereka untuk mendukung upaya anti-penipuan dan melakukan
akuntansi forensik dalam lingkungan digital.

Teknologi juga membantu dalam berbagai pelayanan akuntansi forensik


termasuk penilaian, perselisihan pemegang saham, dan kebangkrutan. Kebutuhan

1
untuk memperoleh, mengelola, dan menganalisa data digital penting untuk
keberhasilan akuntansi profesional di masa depan. Selain itu, justru teknologi juga
menjadi sarana untuk melakukan tindakan penipuan. Oleh karena itu, pemahaman
tentang alat-alat digital dan teknik tampaknya diperlukan untuk menghindari
tindakan penipuan. Menurut Institute of Internal Auditors (IIA) yang dikutip
dalam Sawyer et al (2006 : 339) menyebutkan kecurangan (fraud) adalah “meliputi
serangkaian tindakan-tindakan tidak wajar dan ilegal yang sengaja dilakukan
untuk menipu”.

Belakangan ini kasus fraud yang sering terjadi di Indonesia yaitu kejahatan
teknologi informasi (cyber crime), kejahatan kerah putih (white-collar crime).
Belakangan ini kejahatan cyber crime semakin lama semakin meningkat.
Penanganan kasus cyber crime saat ini masih cukup sulit dilakukan karena
teknologi di Indonesia masih belum memadai dan kurangnya pengetahuan
terhadap teknik digital. Metode dan cara yang digunakan untuk memanipulasi
perusahaan sangat banyak jumlahnya, dan kemungkinan untuk mendeteksi seluruh
fraud yang ada melalui komputer hanya impian belaka. Hanya sejumlah kecil dari
kasus yang terjadi dapat terungkap sedangkan kasus yang terjadi angkanya sangat
mengejutkan.

Salah satu penyebab sulit terdeteksinya fraud di Indonesia dikarenakan


perkembangan ilmu akuntansi forensik yang sangat lambat dan tidak adanya ahli-
ahli yang dapat mengungkapkan fraud tersebut, sehingga penanganannya sulit
dilakukan. Lulusan akuntansi yang berprofesi sebagai akuntan atau auditor, suka
atau tidak suka harus memahami akuntansi forensik. Oleh karena itu, disiplin ilmu
akuntansi dituntut untuk melakukan perubahan dan mengikuti tren permasalahan
masa kini terutama yang terkait dengan isu-isu fraud. Dengan begitu, kalangan
akademisi bisa lebih tanggap terhadap kasus-kasus fraud baik di dalam lingkungan
digital maupun di luar lingkungan digital yang kerap terjadi sebagai indikasi
korupsi di negara ini.

2
Tetapi dalam mendeteksi fraud tidak hanya akuntansi forensik yang
dibutuhkan untuk membedah kasus tersebut. Pelaksanaan audit investigasi juga
harus dilakukan untuk membuktikan adanya fraud yang kemungkinan terjadi yang
sebelumnya telah diindikasikan oleh berbagai pihak. Pelaksanaan audit investigasi
lebih mendasarkan kepada pola pikir bahwa untuk mengungkapkan suatu fraud
auditor harus berpikir seperti pelaku fraud itu sendiri, dengan mendasarkan
pelaksanaan prosedur yang ditetapkan baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan hingga tindak lanjut pemeriksaan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tanda-tanda fraud?
2. Bagaimana kejanggalan akuntansi?
3. Bagaimana kelemahan pada pengendalian internal?
4. Apa yang dimaksud dengan red flags?
5. Bagaimana kewajiban auditor mendeteksi fraud?
6. Bagaimana skema fraud dalam laporan keuangan?
7. Bagaimana metode deteksi fraud?
8. Bagaimana identifikasi pelaku fraud?

C. Tujuan
1. Dapat menafsirkan tanda-tanda fraud
2. Dapat menguraikan dan menjelaskan kejanggalan akuntansi yang terjadi di
dalam perusahaan
3. Mengetahui bentuk-bentuk kelemahan pada pengendalian internal perusahaan
4. Dapat menjelaskan dan menguraikan red flags fraud dalam perusahaan baik
secara personal ataupun yang melibatkan manajemen perusahaan
5. Dapat menganalisa dan menafsirkan penyimpangan pada perusahaan
6. Dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai kewajiban auditor untuk
mendeteksi fraud
7. Dapat menjelaskan skema fraud dalam laporan keuangan

3
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tanda – Tanda Fraud

Fraud (kecurangan) merupakan suatu tindakan yang dilakuan secara sengaja


untuk tujuan pribadi atau kelompok, dimana tindakan yang di sengaja tersebut
telah menyebabkan kerugian bagi pihak tertentu atau instansi tertentu. Dalam
kata fraud itu sendiri dapat diartikan dengan baerbagai makna yang terkandung
di dalamnya seperti:
1. Kecurangan
2. Kebohongan
3. Penipuan
4. Kejahatan
5. Penggelapan barang-barang
6. Manipulasi data-data
7. Rekayasa informasi
8. Mengubah opini dengan memutarbalikan fakta yang ada
9. Menghilangkan barang bukti secara sengaja

Fraud dapat sedini mungkin terdeteksi jika manajemen atau internal auditor
jeli melihat tanda-tanda fraud tersebut. Tanda-tanda fraud tersebut beberapa
diantaranya yaitu :

1. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun


tahun sebelumnya.
2. Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.
3. Seseorang menangani hampir semua transaksi yang penting.
4. Transaksi yang tidak didukung oleh bukti yang memadai.
5. Perkembangan perusahaan yang sulit.

4
B. Kejanggalan Akuntansi

Ada dua jenis kesalahan yang terjadi dalam akuntansi, yaitu kekeliruan
(error) dan kecurangan (fraud), perbedaan antara error dan fraud ini terletak pada
ada atau tidaknya unsur kesengajaan. Kekeliruan terjadi pada tahap pengelolaan
transaksi, saat terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan jurnal, pencatatan
debit kredit, dan laporan keuangan. Jika kesalahan dilakukan dengan sengaja,
maka hal tersebut merupakan kecurangan. Dalam sebuah profesi, misalnya
akuntansi juga tidak luput dari kecurangan. Akuntan yang berbuat curang dalam
prosedur akuntansi menyebabkan informasi akuntansi yang dihasilkan tidak
dapat digunakan oleh pihak yang menggunakannya. Informasi akuntansi sebuah
entiti sangatlah penting karena informasi tersebut digunakan sebagai dasar
penentuan kebijakan organisasi.

Kejanggalan yang terjadi pada manajemen:

1. Ketidak cocokan diantara orang – orang yang berada pada manajemen puncak
2. Motivasi serta moral karyawan yang tergolong rendah
3. Kurangnya staff di dalam departemen akuntansi
4. Penjualan ataupun laba menurun dan di sisi lain utang piutang dagang
meningkat
5. Adanya kelebihan persediaan yang signifikan

Kejanggalan yang terjadi pada karyawan atau pegawai:

1. Adanya faktur ganda


2. Pergantian mutu barang
3. Pencatatan yang salah atau tidak akuran di dalam buku besar
4. Pengeluaran tanpa dokumen pendukung

5
C. Kelemahan Pada Pengendalian Internal

Pengendalian internal merupakan bagian yang sangat penting agar tujuan


perusahaan dapat tercapai. Tanpa adanya pengendalian internal, tujuan tujuan
perusahaan tidak dapat dicapai secara efektif dan efisien. Semakin besar
perusahaan semakin penting pula arti dari pengendalian internal dalam perusahaan
tersebut.
Secara umum, pengendalian internal merupakan bagian dari masing-masing
sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman operasional perusahaan
atau organisasi tertentu. Perusahaan umumnya menggunakan Sistem Pengendalian
Internal untuk mengarahkan operasi perusahaan dan mencegah terjadinya
penyalahgunaan sistem. Definisi pengendalian internal yang dikemukan oleh
banyak penulis pada umumnya bersumber dari definisi yang dibuat oleh COSO
(The Committee Of Sponsoring Organizations Of Treadway Commission).
Pada edisi yang baru, COSO (2013) mendefinisikan pengendalian internal
sebagai berikut: "Internal control is a process, affected by an entity's board of
directors, management, and other personnel, designed to provide reasonable
assurance regarding the achievement of objectives relating to operations,
reporting, and compliance"
Pengertian pengendalian internal control menurut COSO tersebut, dapat
dipahami bahwa pengendalian internal adalah proses, karena hal tersebut
menembus kegiatan operasional organisasi dan merupakan bagian integral dari
kegiatan manajemen dasar. Pengendalian internal hanya dapat menyediakan
keyakinan memadai, bukan keinginan mutlak. Hal ini menegaskan bahwa sebaik
apapun pengendalian internal itu dirancang dan dioperasikan, hanya dapat
menyediakan keyakinan yang memadai, tidak dapat sepenuhnya efektif dalam
mencapai tujuan pengendalian internal meskipun telah dirancang dan disusun
sedemikian rupa dengan sebaik baiknya. Bahkan bagaimanapun baiknya
pengendalian internal yang ideal di rancang, namun keberhasilannya bergantung

6
pada kompetisi dan kendala dari pada pelaksanaannya dan tidak terlepas dari
berbagai keterbatasan.

Kelemahan pengendalian internal


Pelaksanaan struktur pengendalian internal yang efisien dan efektif
haruslah mencerminkan keadaan yang ideal. Namun dalam kenyataannya hal ini
sulit untuk dicapai, karena dalam pelaksanaannya struktur pengendalian internal
mempunyai keterbatasan-keterbatasan. COSO menjelaskan bahwa pengendalian
internal tidak bisa mencegah penilaian buruk atau keputusan, atau kejadian
eksternal yang dapat menyebabkan sebuah organisasi gagal untuk mencapai tujuan
operasionalnya. Dengan kata lain bahwa sistem pengendalian internal yang efektif
dapat mengalami kegagalan.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa keterbatasan-keterbatasan yang ada
nungkin terjadi sebagai hasil dari penetapan tujuan-tujuan yang menjadi prasyarat
untuk pengendalian internal tidak tepat, penilaian manusia dalam pengendalian
keputusan yang dapat salah dan bias, faktor kegagalan/kesalahan manusia sebagai
pelaksana, kemampuan manajemen untuk mengesampingkan pengendalian
internal, kemampuan manajemen, personel lainnya, ataupun pihak ketiga untuk
menghindari kolusi, dan juga peristiwa-peristiwa eksternal yang berada di luar
kendali organisasi.
Keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian internal
sebagaimana dikekukakan oleh mulyadi (2003) yaitu:
1. Kesalahan dalam pertimbangan
2. Gangguan
3. Kolusi
4. Pengabaian oleh manajemen
5. Biaya lawan manfaat.
Menurut Hernandez dan Groot (2007) salah satu penyebab terjadinya
tindakan fraud dikarenakan adanya kesempatan yaitu berupa lemahnya
pengendalian internal di suatu organisasi organisasi. Hal ini juga didukung oleh

7
Willopo (2006); dan Arifiyani (2012) yang menyatakan bahwa efektifnya
pengendalian internal dapat menurunkan atau mengurangi
kecenderungan fraud dan begitupun sebaliknya. Maka lemahnya pengendalian
internal akan membuat semakin tingginya kesempatan bagi para
pelaku fraud untuk melakukan tindakannya.

Lebih lanjut lagi Arens dan Loebbecke (1996) menjelaskan bahwa terdapat
elemen pengendalian internal yang harus dimiliki suatu organisasi. Elemen
tersebut antara lain: lingkungan pengendalian; penetapan risiko oleh manajemen;
sistem komunikasi dan informasi akuntansi; aktivitas pengendalian; dan
pemantauan. Berbeda dengan Mulyadi (1998) yang menyatakan bahwa terdapat
empat elemen pada pengendalian internal yang harus diperhatikan, antara lain:

 Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional dengan


tegas
 Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan
yang cukup kepada harta, utang, pendapatan dan biaya
 Praktik yang sehat dalam menjalankan tugas dan fungsi dalam organisasi
 Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawab.

D. Red Flags

Red Flags merupakan suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan keadaan
normal. Dengan kata lain, red flags adalah petunjuk atau indikasi akan adanya
sesuatu yang tidak biasa. Dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya fraud selain
diperlukan pemahaman mengenai karakteristik skema fraud, kita juga perlu
mengetahui tanda-tanda atau hal-hal tertentu yang menjadi red flags dalam fraud.
Ketika suatu kecurangan terjadi, ada tanda-tanda/ jejak-jejak fraud yang timbul
akibat perbuatan fraudster. Red flags memiliki berbagai sifat salah satunya adalah
adanya anomali/keanehan/sesuatu yang tidak biasa terjadi. Contohnya, transaksi
mencurigakan yang diduga fiktif, atau bukti-bukti transaksi yang kemungkinan

8
dipalsukan. Jejak-jejak fraud ini lah yang perlu diperhatikan agar dapat mendeteksi
apakah terjadi kecurangan atau tidak. Namun, red flags tidak mutlak dijadikan
satu-satunya indikator dalam menentukan apakah kecurangan itu benar-benar
terjadi atau tidak, namun red flags merupakan tanda-tanda peringatan bahwa ada
indikasi telah terjadinya fraud.

Red Flags pada Skema Laporan Keuangan

Red flags yang terdapat pada seluruh jenis modus kecurangan laporan
keuangan antara lain:

a. Adanya anomali akuntansi


b. Lemahnya pengendalian internal perusahaan
c. Adanya tekanan dari manajemen untuk memenuhi permintaan keuangan yang
agresif
d. Adanya ancaman kepada stabilitas dan profitabilitas keuangan yang timbul
dari ekonomi, industry atau kondisi operasional
e. Adanya kepentingan-kepentingan terselubung dari pihak eksekutif/
manajemen puncak
f. Pengawasan yang kurang efektif dari pihak eksekutif manajemen
g. Adanya profit yang tidak biasa/ jauh di atas rata-rata
h. Adanya peningkatan gross margin yang bertolak belakang dengan kondisi
industri lain yang sejenis
i. Adanya transaksi yang tidak biasa dan jumlahnya signifikan

Red Flags pada skema Corruption

Red flags yang terdapat pada seluruh jenis modus kecurangan korupsi antara lain:

a. Konflik kepentingan. Kecurangan konflik kepentingan melibatkan seorang


karyawan yang memiliki hubungan dengan pihak ketiga dimana ia
memperoleh keuntungan dari pihak ketiga tersebut. Red flags nya meliputi :

9
 jumlah transaksi yang besar kepada satu vendor tertentu
 penemuan hubungan antara karyawan dengan pihak ketiga yang sebelumnya
tidak diketahui
 pembagian tugas yang lemah
b. Penyuapan, red flags nya meliputi :
 gaya hidup karyawan yang berubah
 penemuan adanya hubungan antara karyawan dan vendor
 lemahnya pembagian tugas dalam penyetujuan vendor dan invoices
c. Pemerasan. Pada dasarnya pemerasan adalah kebalikan dari penyuapan.
Dimana vendor tidak memberikan suap, tetapi adanya permintaan dari
karyawan kepada vendor. Red flags nya hampir serupa dengan penyuapan
d. Kick backs, merupakan bentuk tindakan kolusi antara karyawan dengan
vendors dengan meninggikan harga kemudian memberikan kelebihan tersebut
kepada karyawan.

Red Flags pada skema Asset Misappropriation

Penyelewengan asset adalah tipe skema kecurangan yang paling umum


terjadi dan meliputi pencurian atau penyalahgunaan asset, biasanya uang kas.
Skema kecurangan yang sering dijumpai adalah pencucian uang. Pencucian uang
merupakan pengambilan uang yang dilakukan karyawan dan terjadinya setelah
adanya pencatatan di dalam jurnal, termasuk uang kas dan cek. Red flags nya
dapat berupa :

 penurunan jumlah uang deposit di bank yang tidak biasa dan tidak dapat
dijelaskan
 perbedaan antara catatan akuntansi dengan bank statement
 perubahan gaya hidup dari karyawan pelaku pencucian uang

10
E. Kewajiban Auditor Mendeteksi Fraud
Tanggungjawab internal auditor dalam pencegahan, pendeteksian dan
menginvestigasi perbuatan kecurangan masih menjadi perdebatan yang
berkepanjangan dalam profesi audit, khususnya pada lembaga audit internal.
Namun demikian tidak bisa dibantah baha internal auditor memegang peranan
penting dalam mendukung penerapan good corporate governance. Keterlibatan
internal auditor dengan aktivitas operasional sehari-hari termasuk keterlibatan
dalam proses pelaporan transaksi keuangan dan struktur pengendalian intern
memberi kesempatan internal auditor untuk melakukan penilaian secara berkala
dan menyeluruh atas aspek-aspek kegiatan/operasional perusahaan yang memiliki
risiko tinggi. Efektivitas peran internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi
kecurangan sangat tergantung pada besar kecilnya status kewenangan yang
dimiliki dan mekanisme pelaporan hasil investigasi kecurangan yang dapat
dijalankan, karena belum semua jajaran direksi mau memberikan kewenangan
penuh dalam proses pencegahan, pendeteksian dan investigasi kecurangan pada
internal auditor.

Secara garis besar pencegahan dan pendeteksian serta investigasi merupakan


tanggung jawab manajemen, akan tetapi internal auditor diharapkan dapat
melakukan hal tersebut di atas sebagai bagian dari pelaksanaan tugas manajemen.
Dalam perkembangannya penugasan dalam memerangi kecurangan saat ini telah
mengarah pada profesi tersendiri, seperti Certified Fraud Examiners (CFE)
ataupun akuntan forensic.

Dalam menjalankan tugas auditnya, internal auditor harus waspada terhadap


setiap hal yang menunjukkan adanya peluang atau kemungkinan terjadinya
kecurangan. Dalam kenyataannya, kewaspadaan dan sifat skeptic yang pada
tempatnya, mungkin merupakan dua keterampilan yang penting bagi inernal
auditor. Penyelidikan yang kritis terhadap kemungkinan kecurangan, harus diikuti
oleh penilaian terhadap pengendalian yang ada, praktik pengendalian dan seluruh
lingkup pengendaliannya yang potensial. Untuk menyelidiki kecurangan yang

11
terjadi dalam suatu perusahaan/organisasi, sering kali dibutuhkan kombinasi
keahlian seorang auditor terlatih dan penyelidik criminal.

Internal auditor harus bertindak secara proaktif dalam mencegah dan


mendeteksi terjadinya kecurangan, khususnya keterlibatan secara aktif dalam
mengevaluasi struktur pengendalian intern perusahaan dan status organisasi.
Efektivitas internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan sering
kali terkendala oleh waktu dan besarnya biaya untuk menilai/menguji prosedur,
kebijakan manajemen dan pengujian atas pengendalian.

Internal auditor barada dalam posisi yang penting untuk memonitor secara
terus menerus struktur pengendalian intern perusahaan melalui identifikasi dan
deteksi atas tanda-tanda (red flags) yang mengindikasikan adanya suatu
kecurangan. Internal auditor berada pada posisi yang tepat untuk memehami
seluruh aspek tentang struktur organisasi, tempat pelatihan yang tepat, pemahaman
mereka tentang sumber daya manusia yang ada, memahami kebijakan dan
prosedur operasi, dan memahami kondisi bisnis dan lingkungan pengendalian
intern yang memungkinkan untuk mengidentifikasi dan menilai tanda-tanda atau
gejala (symptom ataupun red flag) kemungkinan terjadinya kecurangan.
Para internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan diatur
secara jelas dalam kewenangan pelaporan dan standar profesi. Komisi Treadway
(the Treadway Commision, 1987) merekomendasikan bahwa internal auditor harus
berperan aktif dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan. Demikian pula dalam
Pernyataan Standar Internal Audit mensyaratkan bahwa internal auditor harus
berperan aktif dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan dengan
mengidentifikasi tanda-tanda kemungkinan terjadinya kecurangan,
menginvestigasi gejala kecurangan dan melaporkan temuannya pada komite audit
atau kepada tingkat manajemen yang tepat.
Kecurangan biasanya tidak hanya dilakukan oleh karyawan pada tingkat
bawah, tetapi juga dapat dilakukan oleh jajaran direksi (top management) baik
secara individual maupun bersama-sama (fraud management) yang dalam cakupan

12
penugasan audit mungkin luar jangkauan kewenangan internal auditor. Pada
dasarnya dalam menjalankan tugas audit regular, internal auditor perlu
mewaspadai terjadinya kecurangan yang dapat mempengaruhi kualitas, integritas
dan keandalan pelaporan transaksi keuangan perusahaan. Dalam hal ini, internal
auditor harus menginvestigasi secara menyeluruh kemungkinan terjadinya
kecurangan dan mengkomunikasikan kepada komite audit terhadap adanya
indikasi kecurangan. Dengan demikian, hubungan kerjasama yang erat antara
komite audit dengan fungsi audit internal, khususnya melalui pertemuan-
pertemuan antara ketua komite audit dengan kepala Satuan Pemeriksa Intern (SPI),
akan dapat meingkatkan kualitas hasil kerja internal auditor dan mengurangi
keungkinan terjadinya kecurangan.

Hubungan kerjasama antara internal auditor dengan eksternal auditor dapat


membawa keterlibatan internal auditor dalam proses penilaian terhadap
(kemungkinan) terjadinya kecurangan pada area peran internal auditor yang sangat
terbatas, misalnya pada level terjadinya kecurangan melibatkan manajemen lini
menengah dan atas (middle/top management). Sehingga secara tidak langsung
internal auditor akan lebih mampu berperan dalam memantau kemungkinan
terjadinya kecurangan pada level pembuat kebijkan. Situasi demikian ini akan
memberikan peluang bagi internal auditor untuk berperan aktif dalam pengujian
integritas, kualitas, dan keandalan proses pembuatan hingga implementasi
kebijakan yang dilakukan oleh top manajemen. Bahkan dalam laporannya pada
tahun 1999, COSO (Committee of Sponsoring Organizations) mendorong agar
internl auditor mampu dan dapat berperan secara aktif dalam menilai kualitas,
keandalan dan integritas manajemen puncak dalam pembuatan dan implementasi
kebijakan agar terbebas dari unsur perbuatan kecurangan.

Berkenaan dengan peran dan tanggung jawab sebagaimana diuraikan di atas,


Pernyataan Standar Internal Auditor (SIAS) No.3 menguraikan mengenai
tanggungjawab internal auditor untuk pencegahan kecurangan, yaitu : “memeriksa
dan menilai kecukupan dan efektivitas system pengendalian intern, berkaitan

13
dengan pengungkapan risiko potensial pada berbagai bentuk kegiatan/operasi
organisasi”. Standar ini secara jelasa mengemukakan bahwa pencegahan
kecurangan adalah tanggungjawab manajemen. Meskipun demikian, internal
auditor harus menilai kewajaran dan efektivitas tindakan yang dilakukan oleh
manajemen terhadap kemungkinan penyimpangan atas kewajiban tersebut.

Dapat di lihat bahwa SIAS N0.3 menjelaskan tanggungjawab internal auditor


dalam mendeteksi kecurangan yang mencakup :
 Pertama, internl auditor harus memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang
memadai atas kecurangan agar dapat mengidentifikasi kondisi yang
menunjukkan tanda-tanda fraud yang mungkin akan terjadi.
 Kedua, internal auditor harus mempelajari dan menilai struktur pengendalian
perusahaan untuk mengidentifikasi timbulnya kesempatan terjadinya
kecurangan, seperti kurangnya perhatian dan efektivitas tehadap system
pengendalian intern yang ada.
Dalam kaitannya dengan pendeteksian kecurangan yang efektif, internal auditor
harus mampu melakukan, antara lain hal-hal berikut :
 Mengkaji system pengendalian intern untuk menilai kekuatan dan
kelemahannya.
 Mengidentifikasi potensi kecurangan berdasarkan kelemahan yang ada pada
siste pengendalian intern.
 Mengidentifikasi hal-hal yang menimbulkan tanda tanya dan transaksi-
transaksi diluar kewajaran (non procedural).
 Membedakan factor kelemahan dan kelalaian manusia dari kesalahan yang
bersifat fraud.
 Berhati-hati terhadap prosedur, praktik dan kebijakan manajemen.
 Dapat menetapkan besarnya kerugian dan membuat laporan atas kerugian
karena kecurangan, untuk tujuan penuntutan pengadilan (litigasi),
penyelesaian secara perdata, dan penjauhan sanksi internal (skorsing hingga
pemutusan hubungan kerja).

14
 Mampu melakukan penelusuran dan mengurai arus dokumn yang mendukung
transaksi kecurangan.
 Mencari dokumen pendukung untuk transaksi yang dipertanyakan (dispute).
 Mereview dokumen yang sifatnya aneh/mencurigakan.
 Menguji jalannya implementasi motivasi dan etika organisasi di bidang
pencegahan dan pendeteksian kecurangan.
Sedangkan dalam kaitannya dengan investigasi kecurangan, SIAS No.3
merekomendasikan agar investigasi kecurangan dilaksanakan oleh suatu tim
yang terdiri dari internal auditor, bagian hokum, investigator, petugas security
dan ahli-ahli lainnya baik dari dalam maupun dari luar organisasi.
Tanggungjawab internal auditor berkaitan dengan investigasi kecurangan adalah:

 Menetapkan apakah pengendalian yang ada telah cukup memadai dan efektif
untuk mengungkap terjadinya kecurangan.
 Merancang suatu prosedur audit untuk mengungkap dan mencegah
terulangnya kembali terjadinya kecurangan atau penyimpangan.
 Mendapatkan pengetahuan yang cukup untuk menginvestigasi kecurangan
yang sering terjadi.

F. Skema Fraud dalam Laporan Keuangan


Skema fraud dalam laporan keaungan merupakan tindakan yang dilakukan
oleh pejabat suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi
keuangan yang sebenarnya, dengan melakukan rekayasa keuangan (financial
engineering) dalam penyajian laporan keuangan untuk memperoleh keuntungan.
Penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak
disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum serta
memunculkan nilai laba yang atraktif, sehingga dapat dianalogikan dengan istilah
windowdressing.

Kategori skema laporan keuangan dipecah menjadi dua subkategori: keuangan


dan non keuangan. Yang terakhir ini cukup signifikan dalam hal frekuensi,

15
sehingga diskusi ini terbatas pada skema keuangan. Enam skema yang dibahas
dalam SAS No. 99, Pertimbangan Penipuan dalam Keuangan pernyataan Audit.
Sebagian besar skandal laporan keuangan melibatkan beberapa jenis skema
manipulasi pendapatan, yang mengapa SAS No. 99 menekankan bahwa auditor
keuangan harus mengasumsikan semacam ini penipuan mungkin terjadi dalam
buku-buku klien dan sengaja mencari jenis penipuan selama proses audit. Yang
paling umum Skema penipuan laporan keuangan terkait dengan pendapatan
berlebihan. Ada lima skema di bawah subkategori penipuan.

1) Timing Perbedaan (Perlakuan tidak tepat Penjualan)

Ada berbagai cara untuk memperbuat skema beda waktu untuk membesar-
besarkan pendapatan untuk periode fiskal saat ini. Salah satu cara adalah untuk
mendorong kelebihan persediaan untuk penjual atau konsinyasi dimana
persediaan diperlakukan sebagai penjualan, tahu benar bahwa banyak dari itu
akan dikembalikan-tetapi pada periode berikutnya. Metode ini dikenal sebagai
saluran isian (channel stuffing ). Penjualan juga dapat dipesan dalam
pelanggaran lain dari prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP) (misalnya,
pengakuan pendapatan awal). Misalnya, kontrak tiga tahun untuk memberikan
layanan di seluruh periode semua dapat dibukukan sebagai pendapatan pada
tahun berjalan untuk menggelembungkan keuntungan untuk set berikutnya
keuangan, dengan mengorbankan masa depan keuangan, dan jelas tidak sesuai
dengan GAAP dan prinsip pencocokan. Enron menggunakan metode yang
sama dalam entitas bertujuan khusus (SPE) untuk memperhitungkan semua
pendapatan dari perjanjian jangka panjang pada tahun berjalan. Dalam fraud
lain, CFO untuk perusahaan yang bangkrut (sebagai hasil dari penipuan laporan
keuangan) mengakui dalam deposisi bahwa banyak penjualan yang dipesan
sebelum mereka benar-benar terwujud. Alasannya: "Jikalau engkau tahu di
dalam hati Anda itu penjualan, maka kami memesan."

16
2) Pendapatan fiktif

Pendapatan fiktif diciptakan hanya dengan mencatat penjualan yang tidak


pernah terjadi. Mereka dapat melibatkan pelanggan nyata atau palsu. Hasil
akhirnya adalah peningkatan pendapatan dan keuntungan, dan biasanya aset
(sisi lain dari entri akuntansi fiktif). Misalnya, yang terkenal skandal Ekuitas
Pendanaan menggunakan skema Pendapatan fiktif untuk mengembang
pendapatan dan piutang. Ekuitas Pendanaan adalah perusahaan asuransi,
untuk lebih spesifik, reasuransi. Untuk membuat Pendapatan fiktif, CEO
hanya membuat polis asuransi palsu. Setelah tujuh tahun, fraud itu akhirnya
terkena pada tahun 1973 oleh seorang karyawan baru dipecat dan tidak puas.
Pada saat itu, $ 2 miliar dari $ 3 miliar piutang adalah palsu.

3) Kewajiban tersembunyi (Pencatatan yang tidak benar dari kewajiban)

Salah satu cara untuk memperbuat skema fraud ini adalah hanya menunda
pencatatan kewajiban di bulan kedua belas tahun fiskal sehingga tahun
berjalan akan memiliki biaya kurang, dan mencatat kewajiban yang di bulan
pertama dari tahun fiskal berikutnya. Justru karena kemungkinan bahwa
auditor keuangan melakukan periode berikutnya substantif tes-mencari faktur
yang tertanggal tahun yang diaudit tetapi diposting di bulan pertama tahun
berikutnya. Cara lain untuk melakukan penipuan ini adalah untuk
memindahkan kewajiban di tempat lain. Jika perusahaan besar dan memiliki
anak perusahaan, tujuan ini dapat dicapai dengan memindahkan tanggung
jawab untuk anak perusahaan, terutama jika perusahaan yang baik tidak
diaudit atau diaudit oleh perusahaan audit yang berbeda (keputusan yang
disengaja untuk menyembunyikan penipuan).

4) Pengungkapan yang tidak tepat

Salah satu prinsip fraud adalah bahwa hal itu selalu klandestin. Fraudster
akan mencoba untuk menutupi frauds dalam buku-buku. (Hal ini tidak

17
diperlukan untuk off-the-book skema.) Ini menutup-nutupi meluas ke
pengungkapan. Sementara Enron secara teknis GAAP compliant dalam
mengungkapkan SPE dalam laporan keuangan dan laporan tahunan, itu
penipuan dalam menangani pendapatan terkait, dan itu klandestin di
pengungkapan nya. Enron memang membuat pengungkapan mengenai SPE,
seperti yang diperlukan, tetapi mereka begitu dikaburkan bahwa bahkan para
ahli keuangan tidak bisa membacanya dan mengerti persis konsekuensi
keuangan mereka SPE, yang adalah apa yang dimaksudkan. Juga, Andrew
Fastow, CFO, dilaporkan menyembunyikan hubungannya dengan SPE dari
papan untuk lebih mengaburkan pengungkapan mereka. Metode lain termasuk
libur yang baru dalam pengungkapan kewajiban, peristiwa penting, dan
penipuan manajemen. Sebuah pengungkapan yang tidak memadai dapat
menjadi cara untuk menyembunyikan bukti penipuan.

5) Penilaian Tidak Benar terhadap Asset (Improper Asset Valuation)

Dengan menggelembungkan jumlah aktiva (piutang umum, persediaan,


dan aset jangka panjang), memanfaatkan biaya, atau mengempis akun kontra
(penyisihan piutang ragu-ragu, depresiasi, amortisasi, dll), keuangan akan
menunjukkan lebih tinggi dari ekuitas jujur dan keuntungan. HealthSouth
berlebihan saldo aset untuk menutupi keuntungan cukup selama periode
tahun. Sebuah transaksi yang membebani aset dan kredit akun ekuitas atau
pendapatan "ajaib" menciptakan keuntungan. Dalam kasus WorldCom
laporan keuangan fraud, sewa saluran telepon yang jelas beban. Namun CEO
WorldCom yakin akuntan internal dan auditor keuangan eksternal untuk
memperlakukan mereka sebagai aset. Jadi dengan memindahkan jutaan dolar
dari biaya ke dalam neraca, laporan laba rugi tiba-tiba tampak jauh lebih baik.

G. Metode Deteksi Fraud


Secara umum ada sembilan teknik audit investigatif yang biasa digunakan
untuk mengungkap adanya tindak kecurangan atau Fraud, yaitu:

18
1) Penggunaan teknik-teknik pemeriksaan laporan keuangan.
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai kewajaran penyajian laporan
keuangan.Ada tujuh langkah pemeriksaan laporan keuangan ini, yaitu:

a. Memeriksa Fisik dan Mengamati


Memeriksa fisik lazimnya diartikan sebagai penghitungan uang tunai,
surat berharga, persediaan asset, dan barang berwujud lainnya. Sedangkan
mengamati adalah menggunakan alat indera untuk mengetahui atau
memahami sesuatu tentang lingkungan keuangan.
b. Meminta Informasi dan Konfirmasi.
Meminta informasi kepada perusahaan baik secara lisan maupun
tertulis. Ini harus diperkuat atau dikolaborasikan dengan informasi dari
sumber lain. Tujuannya adalah untuk menegaskan kebenaran atau
ketidakbenaran informasi.Ini umumnya untuk memastikan saldo utang-
piutang.
c. Memeriksa Dokumen.
Dokumen harus diperiksa guna memperoleh pemahaman tentang nilai
bukti potensial kasus.Dokumen mempunyai definisi yang luas, termasuk
informasi keuangan yang diolah dan disimpan secara elektronis (digital).
d. Review Analitikal
Review analitikal dapat disajikan melalui beberapa teknik, yaitu:
1) Membandingkan anggaran dengan realisasi
Membandingkan antara data anggaran dengan realisasi bukti fisiknya.
2) Analisis vertikal dan horizontal.
Ini merupakan teknik analisis laporan keuangan.Analisis vertikal
adalah Analisis Common-Size yaitu teknik analisis untuk mengetahui
proporsi dari setiap komponen dalam laporan keuangan terhadap
besaran totalnya dalam satuan persen. Selain itu ada pula analisis
Rasioyang merupakan teknik analisis laporan keuangan yang
digambarkan dalam bentuk rasio keuangan. Rasio-rasio keuangan ada

19
lima macam yaitu Rasio Likuiditas, Solvabilitas, Aktivitas,
Profitabilitas dan Pasar. Sedangkan analisis horizontal adalah teknik
analisis Cross-Section. Analisis Cross-Section juga sering disebut
dengan analisis komparasi atau analisis perbandingan.Selain analisis
Cross-Section, terdapat pula Analisis Sumber dan Penggunaan Dana,
yang dapat diartikan sebagai Analisis yang bertujuan untuk melihat
aliran kas (cashflow) dan setara kas) pada periode tertentu.
3) Analisis Regresi dan Trend
Merupakan teknik analisis laporan keuangan yang menggambarkan
kecendrungan perubahan suatu pos laporan keuangan selama beberapa
periode. Analisis trend dapat memberikan informasi tingkat
pertumbuhan masing-masing pos laporan keuangan dari tahun ke tahun
dan gambaran apakah kinerja bank naik, turun atau konstan.
4) Membandingkan data keuangan atau komparasi.
Disebut komparasi karena dalam hal ini teknik yang digunakan adalah
membandingkan angka-angka keuangan dengan standar tertentu, yaitu
perusahaan atau industri sejenis. Ada beberapa cara mendefinisikan
istilah sejenis antara lain, (1) kesamaan jasa dan produk, (2) kesamaan
sisi permintaan, serta (3) kesamaan atribut keuangan.
5) Analisis Time Series.
Merupakan teknik analisis laporan keuangan dengan cara
membandingkan data historis keuangan dalam beberapa periode
tertentu. Analisis Time Series mempunyai empat pola pergerakan
yaitu, Trend, Siklus, Musiman dan Ketidakteraturan atau Random.

6) Menggunakan Indikator Ekonomi Makro.


Hubungan antara besarnya pajak penghasilan yang diperoleh dalam
suatu tahun dengan indikator-indikator ekonomi seperti tingkat inflasi,
tingkat pengangguran dan cadangan devisa. Keandalan perumusan

20
ekonometri ini akan membantu auditor atau investigator melalui data
agregat, tanpa harus melakukan pemeriksaan SPT auditee.
e. Menghitung Kembali.
Menghitung kembali atau reperform tidak lain adalah pengecekan
kebenaran perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang dan lain-lain)
f. Laporan Akhir.
Isi Laporan akhir harus menjelaskan Informasi tentang berjalannya proses
pemeriksaan akuntansi, termasuk ditemukannya kecurangan, informasi
mengenai pelaku atau Profilling, motif dilakukannya kecurangan, waktu
dan tempat kejadian kecurangan, bagaimana kecurangan dilakukan.
2) Pemanfaatan teknik perpajakan.
Teknik perpajakan biasa digunakan dalam pemeriksaan kejahatan
terorganisisr dan penyeludupan pajak penghasilan.Teknik ini juga dapat
diterapkan terhadap data kekayaan pejabat Negara. Ada dua macam teknik
pemeriksaan perpajakan yaitu Net Worth Method dan

Expenditure Method Net Worth Method adalah metode yang


digunakan untuk menelusuri penghasilan yang belum dilaporkan oleh wajib
pajak. Sedangkan Expenditure Method adalah metode yang digunakan untuk
memeriksa wajib pajak yang tidak mengumpulkan harta benda, tapi dia
mempunyai pengeluaranpengeluaran besar (mewah).

3) Penelusuran jejak-jejak arus uang.


Penelusuran jejak-jejak arus uang ini lebih dikenal dengan istilah follow the
money. Follow the money secara harfiah berarti mengikuti jejak-jejak yang
ditinggalkan dalam suatu arus uang atau arus dana. Dana bisa mengalir
secara bertahap dan berjenjang, tapi akhirnya akan berhenti di satu atau
beberapa tempat. Tempat perhentian terakhir inilah yang menjadi petunjuk
kuat yang akan membawa kepada para pelaku Fraud.

21
4) Penerapan teknik analisis hukum.
Dalam hal ini akuntan forensik harus mempunyai pemahaman tentang
hukum pembuktian sesuai dengan masalah yang dihadapi, seperti tindak
pidana umum, tindak pidana khusus, serta pencucian uang. Melalui analisis
ini, akuntan forensik akan dapat mengumpulkan bukti dan barang bukti guna
mendukung dugaan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan para
pelaku Fraud atau kecurangan.
5) Pemanfaatan teknik audit investigatif dalam pengadaan barang.
Pemeriksaan pengadaan barang ini merupakan suatu upaya untuk
memastikan bahwa dana publik dibelanjakan dengan baik guna
meningkatkan efektivitas operasional serta sesuai peruntukkannya.
6) Penggunaan Computer Forensic.
Ada dua pokok utama dalam computer forensic. Pertama, segi-segi
teknis yang berkenaan dengan teknologi (komputer, internet dan jaringan)
dan alat-alat (Windows, Unix, serta Disk drive imaging). Kedua, adalah
segi-segi teknis hukum seperti penggeledahan dan penyitaan barang bukti.

7) Penggunaan Teknik Interogasi.


Teknik interogasi ini dilakukan secara persuasif.Akuntan biasanya
menggunakan taktik “membuat penyataan” dan bukan “mengajukan
pertanyaan”. Tujuannya tidak lain adalah untuk mengetahui detil lengkap
tentang kejadian yang sebenarnya

8) PenggunaanUndercover Operations.
Undercover Operations adalah suatu kegiatan yang berupaya
mengembangkan barang bukti secara langsung dari pelaku kecurangan
dengan menggunakan samaran (disguise) dan tipuan
(deceit).

22
9) Pemanfaatan Whistleblower.
Whistleblower diterjemahkan secara harfiah dengan istilah peniup
peluit.Maknanya adalah orang yang mengetahui adanya bahaya atau
ancaman dan berusaha menarik perhatian dengan meniup peluitnya.Meniup
peluit disini digunakan dengan kiasan yang artinya adalah membuka aib dan
membocorkan rahasia. Atau dalam istilah lain adalah pelapor pelanggaran.

H. Identifikasi Pelaku Fraud


Dalam upaya menemukan dan memberantas kecurangan, kita perlu
mengetahui profil pelaku. Profil berbeda dengan foto yang menggambarkan fisik
seseorang. Profil memberi gambaran mengenai berbagai ciri dari suatu kelompok
orang, seperti : umur, jenjang pendidikan, kelompok sosial (kelas atas, menengah,
bawah), bahkan kelompok etnis, dan seterusnya.

Profiling

Upaya untuk mengidentifikasi profil, dalam bahasa Inggris disebut profiling.


Profiling dalam memberantas kejahatan bukanlah upaya yang baru. Dalam
kriminologi Cesare Lombroso dan rekan-rekannya penganut criminal
anthropology percaya bahwa faktor keturunan merupakan penyebab tingkah laku
kriminal. Profiling juga berkembang sampai kepada ciri psikologis dan psikiatris.

Profiling yang dilakukan di Indonesia menemukan bahwa penerima suap


adalah pejabat, pegawai negeri sipil dan militer, di pemerintah pusat atau daerah.
Profil pemberi suap adalah pengusaha.

Profiling bersifat penting dan bermanfaat, hanya kita perlu memahami makna
dari profil yang dihasilkan. Di pasar uang dan pasar modal profil pelaku fraud
sering kali mengagumkan. Mereka cerdas, mempunyai track record yang luar
biasa, pekerja keras, dan cenderung menjadi informal leader dengan karisma yang
melampaui wewenang yang diberikan jabatan.

23
Profiling dalam Kejahatan Terorganisasi

Dalam masyarakat dengan beraneka ragam etnis seperti di Amerika Serikat,


profiling dilakukan dari segi budaya atau kebiasaan etnis yang bersangkutan.
Setelah membahas latar belakang berbagai kejahatan terorganisasi, Manning
kemudian membahas beberapa ciri penjahat dari etnis Asia. Menurut Manning :

• Mereka menyepelekan dan tidak menganggap penegak hukum sebagai abdi


masyarakat. Di Asia, penegak hukum diadakan untuk melindungi yang berkuasa
dan partai mereka, bukan untuk melindungi masyarakat.
• Mereka menciptakan "mata uang bawah tanah" (underground currency) dengan
mempertukarkan komoditas. Mereka menanamkan uang mereka dalam emas,
permata, dan intan berlian. Mereka lebih suka menyimpan barang berharga di
rumah atau tempat usaha, daripada menggunakan jasa perbankan.
• Mereka menyelenggarakan "perkumpulan simpan pinjam" yang sangat
informal. Perkumpulan ini terdiri dari atas 10 sampai 20 orang, umumnya wanita.
Dalam setiap pertemuan, terjadi tawarmenawar untuk penggunaan uang dalam
periode tertentu. Pemenangnya adalah penawar tertinggi, yakni penawar yang
menjanjikan yield atau return on investment yang paling besar.
• Kebanyakan orang Asia yakin bahwa setiap pejabat mempunyai harga, setiap
pejabat dapat dibeli. Suap sangat biasa di Asia. Merupakan way of life yang
mereka anggap sekedar pajak tambahan.

Peringatan dari Manning ini mengingatkan penulis pada beberapa kebijakan KPK
yang merupakan kewajiban bagi pimpinan KPK, yakni:

• Memberitahukan kepada Pimpinan lain mengenai pertemuan dengan pihak lain.


• Menolak dibayari makan, biaya akomodasi dan bentuk kesenangan lain oleh
siapapun.
• Membatasi pertemuan di ruang publik
• Memberitahukan kepada Pimpinan lain mengenai keluarga, kawan dan pihak lain
yang secara intensif masih berkomunikasi.

24
Penulis-penulis Barat mengamati ciri-ciri unik bangsa Asia tertentu yang
merupakan cerminan kelemahan good corporate governance bisnis di Asia.

Semacam Profiling Contoh Perpajakan di Zaman Penjajahan Belanda

Di zaman Hindia Belanda, penjajah membuat semacam profil dari pembukuan


pedagang Tionghoa, India, Arab, dan Jepang. Para pelepas uang, dan kemudian
para banker, juga membuat profil dari pedagangpedagang Tionghoa dari berbagai
etnis. Profil ini menjelaskan bidang spesialisasi perdagangan dan industri masing-
masing etnis; gejala adanya overcrowding karena kelompok etnis cenderung
meniru bidang usaha sesama mereka; kondisi gagal bayar; ciri-ciri khas dalam
berdagang dan pemanfaatan serta penyelesaian pinjaman.

Profil Korban Fraud

Profiling umumnya dilakukan terhadap pelaku kejahatan tetapi dapat juga


dapat dilakukan untuk korban kejahatan. Tujuannya berbeda. Kalau profiling
terhadap pelaku kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan menangkap pelaku,
maka profiling terhadap korban kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan target
penyebaran informasi. Ini adalah bagian dari disiplin ilmu yang disebut
viktimologi.

Profiling Terhadap Perbuatan (Kejahatan, Fraud, dan Lain-lain)

Profiling dapat juga dilakukan dalam upaya mengenal perbuatannya atau cara
melaksanakan perbuatannya (modus operandi). Profil dari fraud disebut juga
tipologi fraud. Direktorat Jenderal Pajak mengkompilasi tipologi kejahatan
perpajakan. Bank Indonesia melakukan hal yang sama untuk kejahatan perbankan.
PPATK melakukannya untuk kasus-kasus pencurian uang. Dengan mengumpulkan
tipologi fraud lembaga-lembaga ini, misalnya, dapat mengantisipasi jenis fraud
yang memanfaatkan perusahaan di Negara surga pajak (tax heaven countries).
Atau komisaris bank yang aktif menjalankan usahanya, atau pemegang saham
tidak tercatat sebagai pemegang saham, atau pegawai rendahan yang menjadi
pemegang saham boneka.

25
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Terbukti Palsukan Laporan Keuangan, CEO Toshiba Minta Maaf

Jakarta, CNN Indonesia -- CEO sementara Toshiba, Masashi Muromachi


mengajukan permohon maaf ke kantor Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Rabu
(5/8) menyusul adanya pemalsuan laporan keuangan perusahaan yang dipimpinnya.
Menurut juru bicara Toshiba, Muromachi bertemu dengan perwakilan Abe dan
meminta maaf atas "ketidaknyamanan yang mereka sebabkan."

Dari hasil penyelidikan yang dilakukan komite independen bulan lalu tercatat,
Toshiba terbukti memalsukan laporan keuangan dengan meningkatkan keuntungan
sebesar US$ 1,2 miliar selama beberapa tahun. Skandal ini terungkap setelah
pemerintah Abe berusaha meningkatkan kepercayaan investor asing terhadap Jepang
dengan memberi pedoman mengenai tata kelola perusahaan yang baik. Apalagi,
Toshiba bisa disebut sebagai perusahaan tua yang punya hubungan sangat dekat
dengan pemerintah.Kepala Peneliti di Nomura Research Institute, Sadakazu Osaki
mengatakan, permintaan maaf yang dilontarkan Toshiba mencerminkan sejauh mana
para eksekutif Toshiba dekat dengan pemerintah. "Ini dilakukan karena mereka
Toshiba. Saya tidak berpikir perusahaan lain akan melakukan itu," kata Osaki.

Akibat insiden ini, CEO Toshiba sebelumnya yakni Hisao Tanaka


mengundurkan diri dari jabatannya. Sejumlah eksekutif Toshiba, termasuk wakil
ketua Norio Sasaki dan mantan ketua komite audit Makoto Kubo juga dikabarkan
telah hengkang dari perusahaan itu. (adt/eno)Liputan6.com, Tokyo - Chief Executive
Officer (CEO) Toshiba Corp Hisao Tanaka dan para pejabat senior lainnya
mengundurkan diri karena terlibat dalam skandal akuntansi terbesar di Jepang dalam
beberapa tahun terakhir.Mengutip Reuters, Rabu (22/7/2015), posisi Tanaka
sementara digantikan oleh Direktur Masashi Muromachi. Tim penyelidik independen
menemukan bahwa Tanaka mengetahui bahwa perusahaan memanipulasi laporan

26
keuntungannya dengan nilai mencapai US$ 1,2 miliar selama beberapa tahun
terakhir.

Laporan hari Senin oleh akuntan independen dan pengacara mengatakan laba
operasional Toshiba telah dibesar-besarkan sebesar ¥ 151.8 milyar atau sekitar US$
1,22 miliar. Tanaka, dan Sasaki ditekan divisi bisnis untuk memenuhi target yang
sulit, dan mereka melebih-lebihkan laba dan menunda laporan kerugian, di tengah
budaya tidak akan melawan keinginan atasan, menurut penyelidikan. Temuan ini
diharapkan mengarah pada penyajian kembali laporan laba, dan berpotensi
mengalami denda yang sangat besar atas skandal tingkat atas terburuk di Jepang
setelah kasus Olympus Corp yang pernah ditemukan menutupi kerugian US$ 1,7
miliar.

PEMBAHASAN

Setelah terungkap bahwa perusahaan elektronik terbesar di dunia, Toshiba,


melakukan praktik akuntansi illegal, perusahaan tersebut mengumumkan pendapatan
sebelum pajak mengalami penurunan sebesar 224,8 miliar yen untuk periode April
2008 sampai dengan Desember 2014. Untuk menyelidiki skandal akuntansi ini,
Toshiba membentuk komite pengacara pihak ketiga dan akuntan publik dipimpin oleh
Ueda Koichi, mantan kepala Kantor Kejaksaan Tinggi Tokyo. Laporan penyelidikan
pada tanggal 20 Juli memverifikasi bahwa skandal akuntansi ini dilakukan diberbagai
unit bisnis secara institusional dengan keterlibatan manajemen tingkat korporat.
Namun, laporan tersebut hanya mengatakan bahwa manajemen puncak terlibat dan
tidak menyatakan bahwa apakah pimpinan eksekutif perusahaan tersebut melakukan
skandal akuntansi atau tidak.

Pada konferensi pers tanggal 21 Juli, Presiden Toshiba Tanaka Hisao


mengumumkan pengunduran dirinya, ia menolak bahwa ia telah memerintahkan para
karyawannya untuk menggelembungkan laba perusahaan, menekan kerugian, dan
memalsukan akun. Disini, ia juga mengaku bahwa Toshiba telah menderita, “ Apa
yang dapat menjadi dampak terbesar terhadap citra brand kami selama sejarah 140

27
tahun.” Faktor ketidaklayakan dan rantai komando yang terlibat dalam
pelaksanaannya tetap tidak jelas, namun faktor utama yang disebutkan dalam laporan
panitia investigasi adalah “ budaya perusahaan dimana karyawan tidak dapat
menentang perintah atasan.” Di Toshiba, para eksekutif berorientasi terhadap hasil
laporan keuangan pada periode fiskal saat ini, maka dari itu mereka memberikan
tekanan berat kepada bawahan untuk mencapai target hasil unit bisnis mereka. Para
karyawan tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah dari atasannya.

Laporan panitia investigasi memberikan gambaran tentang bagaimana


skandal akuntansi ini dilakukan. Yang paling jelas adalah adanya seperangkat
peraturan de facto yang menempatkan kehendak manajemen perusahaan menjelang
standar akuntansi regular. Misalnya, jika proyek tenaga listrik jangka panjang
mengalami defisit karena kenaikan biaya dan faktor lainnya, berdasarkan standar
normal, praktik ini ditetapkan dengan metode akuntansi basis akrual untuk mencatat
biaya atas perkiraan defisit dalam pendapatan selama periode fiskal saat ini. Unit
bisnis yang terkena dampak defisit akan mencatat sebagai perkiraan cadangan
kerugian dimasa yang akan datang. Tapi salah satu peraturan de facto di Toshiba
memerlukan persetujuan terlebih dahulu dari manajemen perusahaan dan juga dari
kepala unit bisnis untuk penghapusan semacam itu. Karena perusahaan mengalami
kerugian berarti laba bersih perusahaan juga mengalami penurunan untuk periode
fiskal saat ini. Inilah tantangan bagi para ekskutif terhadap unit bisnis. Untuk
menutupi jumlah kerugian yang dihapuskan, para ekskutif akan memberikan tekanan
berat terhadap karyawan untuk menghasilkan keuntungan tambahan. Karyawanpun
dengan terpaksa menuruti perintah dari para eksekutif untuk menunda kerugian
periode akuntansi selanjutnya.

Dalam bisnis pribadinya, Toshiba meningkatkan pendapatan melalui transaksi


dengan produsen yang memproduksi komputer merk Toshiba dibawah
kontrak. Toshiba menjual komponen utama komputer dan kemudian membeli
kembali produk jadi mereka. Agar tidak ketahuan harga sebenarnya kepada para
pesaing, Toshiba menggunakan teknik “ masking price” atau disebut dengan

28
pemalsuan harga ke produsen, dan membeli komputer jadi mereka dengan menambah
biaya produksi dan biaya lainnya untuk meningkatkan jumlah produksi. Karena
masking price terlalu tinggi untuk komponen utama dibanding dengan harga untuk
produk jadi, maka keuntungan penjualan untuk komponen utama ini tidak dapat
dicatat sebagai laba perusahaan. Tapi, itulah yang dilakukan oleh Toshiba. Selama
bertahun-tahun, perusahaan melakukan masking price sampai harganya 5 kali lipat
dari biaya sebenarnya. Toshiba juga memaksa produsen untuk membeli lebih banyak
lagi komponen utama dari yang mereka butuhkan. Tak heran apabila keuntungan
Toshiba terlihat lebih besar untuk periode akuntansi saat ini.

Komite investigasi mengamati bahwa peraturan pembagian tugas di Toshiba,


divisi audit perusahaan bertanggung jawab untuk mengaudit divisi perusahaan,
perusahaan, perusahaan cabang dan perusahaan afiliasi. Tapi, kenyataannya, divisi
audit hanya memberikan layanan konsultasi untuk ‘manajemen’ yang dilakukan
dimasing-masing perusahan dan jarang melakukan layanan dari sudut pandang audit
akuntansi (apakah perlakuan akuntansi tepat atau tidak.).

Di Toshiba, komite audit tidak kapabel dan tidak independen. Ada 3 anggota
eksternal komite audit yang tidak memiliki pengetahuan tentang keuangan dan
akuntansi. Mantan Chief Financial Officer (CFO) merupakan CFO yang satu-satunya
anggota komite audit selama penyimpangan akuntansi terjadi. Oleh sebab itu, audit
internal tidak independen dari manajemen. Budaya organisasi juga menentukan
efektivitas audit internal. Seperti laporan panitia investigasi yang telah disebutkan
sebelumnya tentang adanya budaya di Toshiba dimana karyawan tidak dapat
menentang perintah atasan. Apabila budaya perusahaan seperti ini, audit internal yang
jujur tidak akan dapat bertahan, terutama jika terlepas dari manajemen. Mungkin ini
adalah alasan mengapa audit internal di Toshiba memilih jalan yang mudah untuk
berfokus hanya pada ‘layanan konsultasi’ tanpa melaporkan kelemahan pengendalian
internal. Audit internal adalah “ mata dan telinga” dan “ go to man” dari komite audit.
Oleh karena itu, kegagalan audit internal, menyebabkan kegagalan tata kelola
perusahaan.

29
BAB IV

KESIMPULAN

Akuntansi forensik dan audit investigatif adalah serangkaian hubungan dalam


pemeriksaan fraud. Fraud atau kecurangan adalah objek utama yang diperangi dalam
akuntansi forensik dan dibuktikan dalam audit investigatif. Kecurangan adalah suatu
pengertian umum yang mencakup beragam cara yang dapat digunakan oleh
kecerdikan manusia, yang digunakan seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari
orang lain melalui perbuatan yang tidak benar. Fraud Triangle atau segi tiga fraud
menggambarkan tentang penyebab terjadinya suatu tindakan kecurangan, seperti
Pressure, atau adanya suatu tekanan, Perceived Opportunity, atau tersedianya
peluang, serta Rationalization, atau pembenaran atas suatu kejahatan.

Sementara Akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian akuntansi yang


dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah/sengketa
keuangan atau dugaan fraud.Segitiga Akuntansi Forensik menghubungkan tiga aspek
yaitu kerugian, perbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas.

Audit Investigatif secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu upaya


pembuktian atas suatu kesalahan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Audit
Investigatif diarahkan kepada pembuktian ada tidaknya fraud dan perbuatan melawan
hukum lainnya. Ada tiga fraud axioms atau aksioma fraud, yang Fraud is hidden atau
fraud selalu tersembunyi, Reverse proof atau pembuktian secara terbalik serta
Existence of fraud atau penetapan fraud oleh pengadilan.Terdapat sembilan teknik
audit investigatif, yaitu:Penggunaan teknik pemeriksaan laporan keuangan,
Pemanfaatan teknik perpajakan, Penelusuran dengan follow the money, Penerapan
teknik analisis hukum, Pemanfaatan teknik audit investigatif pengadaan barang,
Penggunaan computer forensic, Penggunaan teknik interogasi, Penggunaan
penyamaran, serta Pemanfaatan whistleblower atau pihak pelapor.

30
DAFTAR PUSTAKA

Harnanto, Analisis Laporan Keuangan .Yogyakarta: BPFE, 1987

Karyono 2013. Forensik FRAUD. Yogyakarta: ANDI

Kashmir, Analisis Laporan Keuangan, Jakarta :Rajawali Perss, 2010

Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim, Analisis Laporan Keuangan (Yogyakarta :


UPP STIM YKPN, Agustus 2007), hlm. 70.

Soejono, Karni, Auditing: Audit Khusus dan Audit Forensik dalam Praktek, Jakarta:
Lembaga Penerbitan FE UI, 2000.

Sofyan Syafri Harahap, Analisis Kritis atas Laporan Keuangan (Jakarta :Rajawali
Perss, 2010

Tommie W. Singleton dan Aaron J, Fraud Auditing and Forensic Accounting

Tuanakotta, Theodorus. M . 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Edisi 2.


Jakarta:Salemba Empat

31

Anda mungkin juga menyukai