Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN TIORITIS

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Kata hernia berasal dari Bahasa Latin, herniae, yang berarti penonjolan
isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah (defek) pada dinding
rongga itu, baik secara kongenital maupun didapat, yang memberi jalan keluar
pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut (Mansjoer,
2009).
Hiatal hernia merupakan penonjolan abnormal lambung proksimal
melewati pintu esophagus di diafragma yang menyebabkan posisi sambungan
esofagogaster lebih proksimal dan merupakan predisposisi terhadap terjadinya
penyakit refluks gastroesofagus (GERD) (Pierce, 2007).
Hernia hiatus adalah herniasi bagian proksimal lambung ke dada, yang
disebabkan oleh defek diafragma kongenital atau didapat. Kelainan ini bisa
merupakan predisposisi untuk refluks gastroesofagus kandungan lambung yang
asam dan peradangan sepertiga distal esofagus (esofagitis refluks) atau
metaplasia lambung (epitelium Barrett) (Davey, 2006).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah
suatu kondisi dimana sfingter kardia menjadi terbuka luas sehingga memberi
kesempatan bagian lambung masuk kedalam rongga toraks.
Klasifikasi hernia menurut Lusianah dan Suratun (2010) adalah sebagai
berikut :
a. Klasifikasi hernia menurut letaknya :
1) Hernia inguinalis
Definisi hernia inguinalis menurut Dermawan dan Rahayuningsih
(2010) adalah menonjolnya isi suatu rongga yang melalui anulus
inguinalis yang terletak disebelah lateral vaso epigastrika inferior
menyusuri kanal inguinal dan keluar ke rongga perut melalui
anulus inguinalis eksternus. Sedangkan menurut Nurarif dan

1
Kusuma (2013), hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum
terjadi dan muncul sebagai tonjolan di selangkangan atau skrotum.
Menurut Lusianah dan Suratun (2010), hernia inguinalis dibagi
menjadi :
a) Hernia indirek atau lateral
Hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda
spermatikus melalui kanalis inguinalis, dapat menjadi besar
dan sering turun ke skrotum.Umumnya terjadi pada pria,
benjolan tersebut bisa mengecil, menghilang pada waktu tidur
dan menangis, mengejan, mengangkat benda berat atau berdiri
dapat tumbuh kembali.
b) Hernia direk atau medialis
Hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot,
tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis
indirek.Lebih umum terjadi pada lansia. Hernia ini disebut
direkta karena langsung menuju anulus inguinalis eksterna
sehingga meskipun arteri inguinalis interna ditekan bila klien
berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Pada klien
terlihat adanya massa bundar pada arteri inguinalis eksterna
yang mudah mengecil bila klien tidur. Karena besarnya defek
pada dinding posterior maka hernia ini jarang menjadi
irreponibel.
2) Hernia femoralis
Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum
pada wanita.Ini mulai sebagai penyumbat lemak dikanalis femoral
yang membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan
hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk kedalam
kantong.
3) Hernia umbilikal
Hernia umbilikal pada umumnya terjadi pada wanita karena
peningkatan tekanan abdominal, biasanya pada klien obesitas dan
multipara.
4) Hernia insisional

2
Hernia insisional terjadi pada insisi bedah sebelumnya yang telah
sembuh secara tidak adekuat, gangguan penyembuhan luka
kemungkinan disebabkan oleh infeksi, nutrisi tidak adekuat,
distensi ekstem atau obesitas, usus atau organ lain menonjol
melalui jaringan parut yang lemah.
5) Hernia Sliding
Hernia Sliding terjadi ketika kondisi spingter kardia membesar,
yang memungkinkan satu bagian lambung melewati rongga torak.
Pada hernia sliding lambung atas dan pertemuan gastroesofagus
berubah tempat kedalam torak. Refluk tampak disebabkan oleh
pemajanan sfingter esophagus bawah (SEB) pada tekanan rendah di
toraks. Masalah utama berkenaan dengan hernia sliding adalah
terjadinya refluk. Pada hernia sliding, SEB tetap dibawah
diafragma sehingga refluks tidak menjadi masalah.
6) Hernia Hiatal
Hernia hiatal adalah esophagus masuk abdomen melalui lubang
diafragma, dan mengosongkan diri pada ujung bawah keadaan
bagian atas lambung. Normalnya, lubang dalam diafragma
mengelilingi esofagus dengan kencang, dan lambung berada
separuhnya dalam abdomen. Pada kondisi yang disebut hernia
hiatal lubang diafragma yang melewati esofagus menjadi
membesar dan bagian atas lambung cenderung untuk
menggerakkan ke atas bagian bawah torak. Hernia hiatal lebih
sering terjadi pada wanita daripada pria. Regurgitasi dan disfungsi
motorik menyebabkan manifestasi mayor hernia hiatal. Komplikasi
hernia hiatal meliputi obstruksi, strangulasi, dan terjadinya
volvulus.
b. Klasifikasi hernia berdasarkan terjadinya :
1) Hernia kongenital (bawaan)
Hernia kongenital terjadi pada pertumbuhan janin usia lebih dari
tiga minggu testis yang mula-mula terletak di atas mengalami
penurunan (desensus) menuju ke skrotum. Pada waktu testis turun
melewati inguinal sampai skrotum prosesus vaginalis peritoneal

3
yang terbuka dan berhubungan dengan rongga peritoneum
mengalami obliterasi dan setelah testis sampai pada skrotum,
prosesus vaginalis peritoneal seluruhnya tertutup (obliterasi). Bila
ada gangguan obliterasi maka seluruh prosesus vaginalis peritonela
terbuka, terjadilah hernia inguinalis lateral.

2) Hernia akuisitas (didapat)


Hernia yang terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut.
Disebabkan karena adanya tekanan intra abdominal yang
meningkat dan dalam waktu yang lama, misalnya batuk kronis,
konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi prostat,
striktur uretra), asites, dan sebagainya.
c. Klasifikasi hernia menurut sifatnya :
1) Hernia reponibel
Bila isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika berdiri atau
mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak
ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
2) Hernia irreponibel
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan kedalam rongga
karena perlengketan isi kantong pada peritoneum kantong hernia,
tidak ada keluhan nyeri/tanda sumbatan usus, hernia ini disebut
juga hernia akreta.
3) Hernia strangulan atau inkaserata
Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, isi kantong terperangkap,
tidak dapat kembali kedalam rongga perut disertai akibat yang
berupa gangguan pasase atau vaskularisasi.
d. Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010), klasifikasi hernia
berdasarkan isinya :
1) Hernia adipose, yaitu hernia yang isinya jaringan lemak.
2) Standing hernia, yaitu hernia yang isinya kembali sebagian dari
dinding kantong hernia.
3) Hernia litter, hernia inkaserata/strangulasi yang sebagian dinding
ususnya terjepit dalam cincin hernia

4
2. Etiologi
Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010), etiologi atau faktor
yang mengakibatkan hernia adalah :
a. Kelemahan abdomen
Lemahnya dinding abdomen bisa disebabkan karena cacat bawaan atau
keadaan yang didapat sesudah lahir dan usia dapat mempengaruhi
kelemahan dinding abdomen (semakin bertambah usia dinding abdomen
semakin melemah).
b. Peningkatan tekanan intra abdomen
Mengangkat benda berat, batuk kronis, kehamilan, kegemukan dan gerak
badan yang berlebih.
c. Bawaan sejak lahir
Pada usia kehamilan 8 bulan terjadi penurunan testis melalui kanalis
inguinal menarik peritoneus dan disebut plekus vaginalis, peritoneal
hernia karena canalis inguinal akan tetap menutup pada usia 2 bulan.
d. Kebiasaan mengangkat benda yang berat (heavy lifting)
e. Kegemukan
f. Batuk
g. Terlalu mengejan saat buang air kecil/besar
h. Ada cairan di rongga perut (ascites)
i. Peritoneal dialysis
j. Ventriculo peritoneal shun
k. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
l. Riwayat keluarga ada yang menderita hernia
Hiatal hernia sendiri dapat terjadi karena :
a. Peningkatan tekanan intraabdomen.
Banyak faktor yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen.
Beberapa pasien mengalami hiatal hernia setelah mengalami injuri
abdomen. Tekanan abdomen dengan intensitas tinggi seperti pada batuk
atau muntah berat, kehamilan, obesitas, cairan intraabdomen, atau
mengangkat benda berat meningkatkan dorongan dan berisiko terjadi hiatal
hernia.
b. Kelemahan kongenital.

5
Defek kongenital pada sfinter kardia memberikan predisposisi
melemahnya bagian ini, dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen,
maka kondisi hiatal hernia menjadi meningakat.
c. Peningkatan usia
Kelemahan otot dan kehilangan elastisitas pada usia lanjut
meningkatkan risiko terjadinya hiatal hernia. Dengan melemahnya
elastisitas, sfingter kardia yang terbuka tidak kembali keposisi normal.
Selain itu, kelemahan otot diafragma juga membuka jalan masukknya
bagian lambung ke rongga toraks.
d. Kelainan struktural
e. Refluks gastroesofagus terutama disebabkan oleh faktor gaya hidup,
obesitas meningkatkan tekanan intraabdomen. Merokok, stres, dan faktor
makanan (misalnya makanan berlemak, kue kering, alkohol, cokelat)
semuanya menurunkan tekanan pada sfingter bawah esofagus dan
menimbulkan refluks (Davey, 2006).

3. Patofisiologi
Esofagus melewati hiatus diafragma di bagian crural diafragma untuk
mencapai perut. The diafragma hiatus itu sendiri adalah sekitar 2 cm dan
terutama terdiri dari slip musculotendinous dari kanan dan kiri krura diafragma
yang timbul dari kedua sisi tulang belakang dan melewati sekitar
kerongkongan sebelum memasukkan ke dalam tendon sentral diafragma.
Ukuran hiatus tidak tetap, tapi menyempit setiap kali tekanan intra-abdominal
meningkat, seperti saat mengangkat beban atau batuk.
Sfingter esofagus bagian bawah (LES) adalah daerah otot polos sekitar
2,5-4,5 cm yang secara normal selalu berada di intraabdomen atau dibawah
hiatus diafragma. Pada kondisi ini peritoneum viseral dan ligamen
frenoesofageal menutupi esofagus. Ligamen frenoesofagus merupakan jaringan
penghubung dari krura diafragma untuk memelihara LES didalam rongga
abdomen.
Kondisi peningkatan tekanan intraabdomen secara mendadak akan
memberikan aksi pada LES yang berada dibawah diafragma untuk

6
meningkatkan tekanan sfingter dengan tujuan untuk mencegah refluks dari isi
lambung ke esofagus.
Aksi dari gastroesofageal junction sebagai barier untuk mencegah
refluks gastroesofageal dengan mekanisme kombinasi barier antirefluks yang
terdiri atas krura diafragmatik, tekanan LES, dan segmen intraabdominal, serta
stimulus his. Adannya kondisi hiatal hernia akan mengakibatkan barier
antirefluks tidak terjadi, penurunan tekanan LES, dan juga menurunkan
pembersihan asam oleh esofagus sehingga mukosa esofagus menjadi lebih
sering mengalami kontak dengan cairan lambung dan meningkatkan risiko
terjadinya peradangan mukosa lambung dengan berbagai manifgus sehingga
mukosa esofagus menjadi lebih sering mengalami kontak dengan cairan
lambung dan meningkatkan risiko terjadinya peradangan mukosa lambung
dengan berbagai manifestasi klinik yang akan terjadi (Peter J dkk, 2008).
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hernia menurut Dermawan dan Rahayuningsih
(2010) :
a. Tanpa keluhan (asimtomatis)
b. Daerah hernia agak menonjol, bertambah besar terutama saat berdiri
c. Adanya nyeri dan demam
d. Nyeri mendadak pada hernia
e. Nyeri abdomen generalisata
f. Mual dan muntah
g. Hernia tegang, nyeri tekan
Menurut Davey (2006), manifestasi klinis hernia hiatal yang dapat
muncul adalah sebagai berikut :
a. Nyeri dada seperti terbakar (heartburn), bisa menjadi keluhan utama dan
menyebabkan spasme esofagus. Keluhan ini sangat mirip dengan angina.
b. Disfagia transien, bisa dialami pada esofagitis berat. Disfagia yang lebih
persisten disertai regurgitasi atau muntah menunjukkan berkembangnya
komplikasi sekunder seperti striktur esofagus peptikum atau bahkan
karsinoma.

7
5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Kluwer, Williams & Wilkins (2012)pemeriksaan diagnostik
untuk klien dengan hiatal hernia adalah sebagai berikut :
a. Laboratorium
1) Kadar hemoglobin serum dan hematokrit menurun pada pasien hernia
paraesofagus, jika terdapat perdarahan dari ulserasi esophagus
2) Uji darah samar dapat positif
3) Analisis isi lambung memperlihatkan adanya darah
b. Pemotretan
1) Foto toraks menunjukkan adanya bayangan udara di belakang
jantung pada hernia yang besar; lobus bawah mengalami infiltrasi
pada saat aspirasi
2) Uji telan barium dengan fluoroskopi mendeteksi adanya hernia hiatus
dan abnormalitas diafragma
c. Prosedur diagnostik
1) Hasil endoskopi dan biopsy
Mengidentifikasi taut mukosa dan tepi diafragma yang mencekung
kea rah esophagus; membedakan hernia hiatal, varises, erosi, ulkus,
esofagus barret, dan lesi gastroesofagus yang kecil lainnya; dan
menghilangkan kemungkinan tumor maligna
2) Studi motilitas esophagus menunjukkan pergerakan esofagus atau
abnormalitas tekanan esofagus bawah sebelum perbaikan bedah pada
hernia
3) Analisis pH mengidentifikasi refluks isi lambung
4) Uji perfusi asam (Bernstein) menunjukkan refluks esofagus
Menurut Lusianah dan Suratun (2010), pemeriksaan diagnostik pada
pasien dengan hernia adalah:
a. Pemeriksaan darah lengkap: menunjukkan peningkatan sel darah putih,
serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit), dan ketidak seimbangan elektrolit. Pemeriksaan koagulasi
darah: mungkin memanjang, mempengaruhi homeostasis intra operasi
atau post operasi.

8
b. Pemeriksaan urin: munculnya sel darah merah atau bakteri yang
mengindikasikan infeksi.
c. Elektrokardiografi (EKG)
Penemuan akan sesuatu yang tidak normal memberikan prioritas
perhatian untuk memberikan anestesi.
d. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau
obstruksi usus.
6. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat timbul menurut Kluwer, Williams
& Wilkins (2012)adalah :
a. Striktur esofagus
b. Inkarserata (pada hernia paraesofagus)
c. Yang terkait dengan penyakit refluks gastroesofagus:
1) Esofagitis
2) Ulserasi dan perforasi esofagus
3) Hemoragi
4) Peritonitis
5) Mediastinitis
6) Aspirasi
7) Strangulasi dan gangren pada bagian lambung yang
mengalami hernia
d. Anemia defisiensi besi
e. Batuk kronis
f. Disfagia
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis menurut Price & Borley (2007)adalah :
a. Pemakaian Sandat ( “truss” )
Alat ini baru digunakan bagi pasien – pasien yang usianya amat lanjut
atau yang keadanya lemah. Salah satu tipe sandat terdiri atas pegas yang
kuat dan bantalan yang diletakkan pada leher hernia sehingga leher
tersebut selalu tertutup oleh tekanan setelah isi hernia dikembalikan ke
tempatnya (direposisi).
b. Pembedahan

9
Leher hernia ditutup dengan penjahitan dan kantongnya dieksisi. Jaringan
yang teregang diperbaiki dengan salah satu dari banyak bahan yang
tersedia.
c. Nissen Fundoplication yang dapat dilakukan secara trans abdominal
maupun trans torakal dimana tindakannya adalah melakukan fundoplikasi
secara keliling 360 derajat antara distal esofagus dan fundus gaster.
prognosis keberhasilannya 96%
d. Belsey ( Mark IV ) Fundoplication : secara transtorakal sampai terlihat
esofagus intraabdominal, kemudia diperkuat dengan cara melakukan
aplikasi gaster secara keliling sebanyak 270 derajat sampai distal
esofagus.
e. Herniotomi
Eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak.
f. Herniorafi
Membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik untuk
memperkuat dinding perut bawah di belakang kanalis inguinalis.
g. Memperbaiki defek- perbaikan dengan pemasangan jaring (mesh) yang
biasa dilakukan untuk hernia inguinalis, yang dimasukan melalui bedah
terbuka atau laparoskopik.
Penatalaksanaan keperawatan menurut Kluwer, Williams & Wilkins
(2012) yakni dengan memberikan pendidikan kesehatan yang mencakup :
a. Upaya menghindari aktivitas mengangkat beban berat dan mengejan
untuk defekasi
b. Perawatan luka post operasi
Setelah pembedahan, tidak melakukan aktivitas normal atau kembali
bekerja tanpa ijin dokter bedah
8. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat timbul menurut Kluwer, Williams
& Wilkins (2012)adalah :
g. Striktur esofagus
h. Inkarserata (pada hernia paraesofagus)
i. Yang terkait dengan penyakit refluks gastroesofagus:
8) Esofagitis

10
9) Ulserasi dan perforasi esofagus
10) Hemoragi
11) Peritonitis
12) Mediastinitis
13) Aspirasi
14) Strangulasi dan gangren pada bagian lambung yang
mengalami hernia
j. Anemia defisiensi besi
k. Batuk kronis
l. Disfagia
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Demografi
Hernia hiatal lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
Regurgitasi dan disfungsi motorik menyebabkan manifestasi mayor
hernia hiatal. (Lusianah & Suratun, 2010). Hernia sering terjadi pada
pekerja yang banyak mengangkut benda-benda berat, mengejan terlalu
kuat saat buang air kecil/besar, kehamilan, kegemukan, batuk kronis,
serta bisa jugadisebabkan oleh kelainan kongenital (Dermawan dan
Rahayuningsih, 2010).
Kelemahan otot dan kehilangan elastisitas pada usia lanjut
meningkatkan risiko terjadinya hiatal hernia. Dengan melemahnya
elastisitas, sfingter kardia yang terbuka tidak kembali keposisi normal.
Selain itu, kelemahan otot diafragma juga membuka jalan masukknya
bagian lambung ke rongga toraks.
Pengkajian hiatal hernia menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2011)
terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi
diagnostik.
a. Anamnesis
1) Keluhan utama
Pada anamnesis keluhan utama yang lazim didapatkan adalah
keluhan yang berhubungan dengan kondisi refluks

11
gastroesofageal dan kontak asam lambung pada mukosa
esofagus yang memberikan keluhan nyeri dada (retrosternal).
2) Riwayat penyakit sekarang
Pada hiatal hernia biasanya keluhan yang ada berupa
heartburn (rasa yang sangat tidak mengenakkan pada saat
makanan mulai masuk setelah ditelan), regurgitasi (arus balik
isi lambung ke kerongkongan), muntah keluhan rasa asam,
atau pahit yang tidak mengenakkan pada rongga mulut,
peningkatan frekuensi sendawa, sering tersedak, merasa dada
seperti ditekan, ketidaknyamanan pada abdomen, nyeri tekan
abdomen atas terutama setelah makan, tiba-tiba batuk dan
kesulitan menelan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu yang penting untuk dikaji adalah
penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi, tuberkulosis
dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif.
4) Psikososial
Pada pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan
kecemasan karena nyeri dada (retrosternal) dan rencana
pembedahan, serta perlunya pemenuhan informasi prabedah.
b. Pemeriksaan fisik
Pada survei umum pasien hiatal hernia pasien terlihat lemah
dan kesakitan, TTV mengalami perubahan sekunder dari
nyeri, penurunan berat badan pada pasien dengan keluhan
disfagia yang kronis.
Menurut Erickson (2009), pengkajian diagnostik yang dapat
membantu, meliputi pemeriksaan kultur jaringan untuk
mendeteksi adanya adenitis tuberculosis, foto polos abdomen
untuk mendeteksi adanya udara pada usus dan untuk
mendeteksi adanya ileus, dan USG untuk menilai massa
hiatal hernia.

12
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien pre dan post operasi hiatal hernia
menurut NANDA (2012) dan Syamsuhidayat (2011):
a. Nyeri berhubungan dengan mukosa esofagus sebagai respon dari
pembedahan
b. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, dan rencana
pembedahan fundoplikasi
c. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan
makanan yang adekuat
d. Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi
3. Fokus Intervensi
Intervensi keperawatan menurut Nurarif dan Kusuma (2013), NANDA
(2012), dan Syamsuhidayat (2011) :
a. Nyeri berhubungan dengan mukosa esofagus sebagai respon dari
pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang
atau hilang.
Kriteria hasil:
1) Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi,
skala nyeri 0-1 (0-4)
2) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri
3) Pasien tidak gelisah
Intervensi:
1) Kaji respon nyeri dengan pendekatan PQRST
Rasional : Pendekatan komprehensif untuk menentukan
rencana intervensi
2) Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
a) Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul
Rasional: Istirahat secara fisiologis akan menurunkan
kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuan metabolisme basal.
b) Atur posisi semifowler

13
Rasional : Posisi ini mengurangi tegangan pada insisi dan
organ abdomen, yang membantu mengurangi nyeri.
c) Dorong ambulasi dini
Rasional : Ambulasi pasca bedah sangat penting dilakukan.
Dengan ambulasi dini, maka akan meningkatkan normalisasi
fungsi organ (merangsang peristaltik dan flatus) sehingga
menurunkan ketidaknyamanan abdomen. Ambulasi dilakukan
secara bertahap, mulai pasien dibantu setengah duduk setelah
3 jam pasien sudah dirawat di ruang rawat bedah. Apabila
toleransi baik, maka dianjurkan duduk sendiri dan mulai
turun dari tempat tidur pada beberapa jam berikutnya.
Ambulasi dini yang efektif akan menghasilkan keberhasilan
bedah terutama pada program ODS (one day surgery)
d) Beri oksigen nasal
Rasional : Pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0-4),
pemberian oksigen nasal 3 l/menit dapat meningkatkan intake
O2sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
pada intestinal.
e) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional : Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal
f) Manajemen lingkungan tenang, batasi pengunjung dan
istirahatkan pasien
Rasional : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus
nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat
akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer.
g) Lakukan manajemen sentuhan
Rasional : Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan
nyeri.

14
3) Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung
Rasional : Pengetahuan yang akan dirasakan membantu
mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan
kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
4) Kolaborasi dengan tim medis pemberian analgetik
Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.
b. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, dan rencana
pembedahan fundoplikasi
Tujuan :Pasien secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang
Kriteria hasil :
1) Pasien dapat tidur dan istirahat dengan baik.
2) Pasien mampu mengungkapkan perasaanya kepada perawat.
3) Pasien dapat mendemostrasikan ketarempilan pemecahan
masalanya dan perubahan koping yang digunakan sesui situasi yang
dihadapi.
4) Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah
standar.
Intervensi :
1) Monitor respon fisik, seperti kelemahan ,perubahan tanda vital,
gerakan yang berulang-ulang, serta catat kesesuaian respon verbal
dan nonverbal selama komunikasi
Rasional: Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat
kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi
verbal.
2) Anjurkan pasien dankeluarga untuk mengungkapkan dan
mengespresikan rasa takutnya.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi ,
kejelasan dari rasa takut,dan mengurangi cemas yang berlebihan.
3) Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan kesempatan untuk
mendiskusikan perasaanya,konsentrasinya, dan harapan masa
depan.

15
Rasional: Anggota keluarga dengan responya pada apa yang terjadi
dan kecemasannya dapat disampaikan kepada perawat.
c. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan
makanan yang adekuat
Tujuan :Intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria hasil :
1) Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat
2) Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia
berkurang, pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20
x/menit
3) Berat badan pada hari ke-7 pascaoperasi meningkat 0,5 kg.
Intervensi pre operasi:
1) Kaji toleransi fisik terhadap asupan nutrisi.
Rasional: Pasien dengan hiatal hernia mempunyai tingkat variasi
terhadap toleransi intake nutrisi. Pada pasien dengan toleransi
kurang intake nutrisi oral harus tidak diberikan dan diganti dengan
jalan nasogastrik.
2) Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi makanan.
Rasional: Beberapa pasien mun gkin mengalami alergi terhadap
beberapa komponen makanan tertentu dan beberapa penyakit lain,
seperti diabetes militus, hipertensi, gout, dan lainnya memberikan
manifestasi tehadap persiapan komposisi makanan yang akan
diberikan.
3) Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan
secara periodik (sekali seminggu).
Rasional: Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan
dukungan cairan.
Intervensi post operasi:
1) Batasi intake oral selama 48 jam setelah intervensi.

Rasional: Dalam waktu 24-48 jam, pasien dievaluasi atas


keberhasilan pembedahan. Intake oral yang diberikan sebelum 48
jam akan mengganggu evaluasi adanya kebocoran pada insisi post
operasi yang akan meningkatkan risiko sepsis yang

16
berbahaya.Pasien mendapat nutrisi dengan cara intravena dan peran
perawat mendokumentasikan jumlah dan jenis nutrisi yang masuk
dan jumlah yang keluar.Pemasangan selang nasogastrikdilakukan
sebelum pembedahan dan dipertahankan pada saat pascaoperasi.
Apabila tidak ada gejala kebocoran pascaoperasi, pemberian diet
cair melewati selang nasogastrik dilakukan sesuai tingkat toleransi.
2) Dokumentasi jumlah nutrisi yang masuk, hasil aspirasi dan
toleransi dari intake nutrisi.
Rasional: Sebagai evaluasi sebagai intervensi.
3) Beri makanan halus atau makanan cair secara bertahap dan
dicampur dengan air.
Rasional: Makanan halus secara bertahap dicampur dengan cairan
jernih sampai diet penuh tercapai. Makanan bubuk yang mudah
dilarutkan tersedia dalam mkomersial. Makanan halus dapat
memenuhi diet normal, yang dapat dimakan melalui selang. Pasien
yang khusus menerima makanan yang diblender melalui selang,
tidak dipaksa untuk mengikuti pola diet normal, yang secara
psikologis lebih dapat diterima. Selain itu, fungsi defekasi normal
ditingkatkan, melalui kandungan serat dan residu yang serupa pada
diet normal. Masukan susu dihindari pada pasien dengan defisiensi
laktosa.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jenis dan komposisi diet.

Rasional: Komposisi dan jenis diet diberikan sesuai tingkat


toleransi individu.
5) Timbang berat badan tiap hari dan catat pertambahannya.

Rasional: Intervensi untuk evaluasi terhadap intervensi


keperawatan yang telah diberikan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi infeksi dan
terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak
Kriteria hasil:
1) Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi
dan peradangan pada area luka pembedahan

17
2) Leukosit dalam batas normal
3) TTV dalam batas normal
Intervensi:
1) Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah ada order
khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka.
Rasional : Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari
tujuan yang diharapkan.
2) Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering
Rasional : Kondisi bersih dan kering akan menghindari
kontaminasi komensal. Sebaliknya jika dalam keadaan basahakan
menyebabkan respons inflamasi lokal dan akan memperlama
penyembuhan luka.
3) Lakukan perawatan luka
a) Lakukan perawatan luka steril pada hari kedua pascabedah dan
diulang setiap dua hari
Rasional : Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk
menurunkan kontak tindakan dengan luka yang dalam kondisi
steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah.
b) Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptik jenis
iodine providum dengan caraswabbingdari arah dalam ke luar.
Rasional : Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati)
dan kuman sekitar luka dengan mengoptimalkan kelebihan dari
iodine providum sebagai antiseptik dengan arah dari dalam
keluar karena dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan
luka.
c) Bersihkan bekas sisa iodine providum dengan alkohol 70%
atau normal salin dengan caraswabbing dari arah dalam ke
luar.
Rasional : Antiseptik iodine providum mempunyai kelemahan
dalam menurunkan proses epitelisasi jaringan sehingga
memperlambat pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan
dengan alkohol atau normal salin.

18
d) Tutup luka dengan kasa steril dan tutup dengan plester adhesif
yang menyeluruh menutupi kasa.
Rasional : Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari
kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan
luka bedah.
4) Kolaborasi penggunaan antibiotik
Rasional : Antibiotik injeksi diberikan selama satu hari pasca
bedah yang kemudian dilanjutkan antibiotik oral sampai jahitan
dilepas. Peran perawat mengkaji adanya reaksi dan riwayat
alergi antibiotik, serta memberikan antibiotik sesuai pesanan
dokter.

4. Pathways:

Predisposisi peningkatan tekanan Predisposisi kelemahan kongenital Predisposisi peningkatan usia


intraabdomen

Aksi peningkatan tekanan LES Defek kelemahan pada hiatus Kelemahan otot dan kehilangan
diafragma elastsitas hiatus diafragma

Sfingter kardia menjadi terbuka


luas sehingga memberi kesempatan
bagian lambung masuk kedalam
rongga toraks
Kesulitan menelan, disfagia
Intervensi bedah
Regurgitasi Refluks
gastroesofageal Mual, Hiatal hernia fundoflikasi
muntah dan anoreksisia

Barier antirefluks tidak terjadi,


Intake nutrisi tidak adekuat Pascaoperatif
penurunan tekanan LES dan penurunan
pembersihan asam oleh esofagus

Risiko ketidakseimbangan Prosedur bedah


nutrisi kurang dari
Mukosa esofagus menjadi lebih sering Luka pascabedah
kebutuhan
kontak dengan cairan lambung

Respons peradangan Esofagitis Preoperatif


saraf lokal 19
Respons psikologis
Nyeri retrosternal
Port de entree Risiko injuri
Heartburn
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hiatal hernia adalah herniasi bagian proksimal lambung ke dada, yang
disebabkan oleh defek diafragma kongenital atau didapat. Kelainan ini bisa
merupakan predisposisi untuk refluks gastroesofagus kandungan lambung yang
asam dan peradangan sepertiga distal esofagus (esofagitis refluks) atau metaplasia
lambung (epitelium Barrett) (Davey, 2006).
Hiatal hernia dapat terjadi karena :
1. Peningkatan tekanan intraabdomen.
2. Kelemahan kongenital.
3. Peningkatan usia
4. Kelainan struktural
5. Refluks gastroesofagus

B. SARAN
1. Institusi pendidikan
Sebagai tambahan referensi dalam bidang pendidikan sehingga dapat
menyiapkan perawat yang berkompetensi dan berdedikasi tinggi dalam
memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
2. Lahan praktek
Hendaknya menyediakan tenaga kesehatan yang profesional dengan
memberikan pelatihan terkait asuhan keperawatan pada pasien dengan hiatal
hernia yang meliputi penatalaksanaan dan proses pembedahan guna membantu
penyembuhan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

20
Dermawan, D. & Rahayuningsih, T. 2010.Keperawatan Medikal Bedah (Sistem
Pencernaan). Yogyakarta: Gosyen Publishing

Erickson, Kimberly Mc. Crudden. 2009. Abdominal Hernias. eMedicine Specialties. General
Surgery Abdomen.

Grace,P & Borley, N.,R .2007. Surgery At Glance.Third Edition.AlihBahasa: dr Vidhia


Umami. Jakarta : Penerbit Erlangga

Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.


Alih Bahasa: Made S, & Nike B.,S. Jakarta: EGC

Kluwer, Wolter., Williams, L. & Wilkins. 2012. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC

Lusianah & Suratun.2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Gastrointestinal.Jakarta: Trans Info Media

Mansjoer, A, Kuspuji T, Rahmi S, Wahyu I. W, Wiwiek S. 2009. Kapita Selekta


Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Nurarif, A. & Kusuma, H. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA.Jakarta: Media Action Publishing

Patrick Davey.At a Glance Medicine. 2006. Jakarta: Erlangga

Peter J. Kahrilas, M.D., Hyon C. Kim, M.D., and John E Pandolfino, M.D. 2008.
Approaches to the Diagnosis and Grading of Hiatal Hernia
http://emedicine.medscape.com/article/178393-overview#showall Diunduh 16 Mei
2016

Sjamsuhidajat R &de Jong, W. 2011.Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Gastrointestinal.Jakarta: Trans Info Media

Stead,Dr P.2009.Laparascopic Hernia Repair. Edisi 2. New York: GlobalDigital Services


& Endosurgery Institute

Sugeng, Jitowiyono dan Weni Kristiyanasari. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi.
Yogyakarta: Nuha Medika

21

Anda mungkin juga menyukai