Anda di halaman 1dari 59

1

Bahan Sidang Tugas Akhir

PENGARUH DIAMETER PENAMPANG ELEKTRODA


CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN
PADA ISOLATOR RANTAI

OLEH :

MUHAMMAD IDRIS RUSLI


NIM. 040 422 022

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO


PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
2

PENGARUH DIAMETER PENAMPANG ELEKTRODA


CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN
PADA ISOLATOR RANTAI

Oleh :

Muhammad Idris Rusli


NIM. 040 422 022

Disetujui Oleh

Pembimbing

Ir. Syahrawardi
NIP. 131 273 469

Diketahui Oleh,

Ketua Departemen Teknik Elektro


Fakultas Teknik USU

Prof. Dr. Ir. Usman Baafai


NIP. 130 365 322

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO


PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
3

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Pada umumnya, kegagalan alat – alat listrik pada waktu bekerja disebabkan

karena kegagalan isolasinya. Kegagalan isolasi (insulation failure) ini disebabkan

karena beberapa hal antara lain lamanya waktu pemakaian, kerusakan mekanis,

berkurangnya kekuatan dielektrik dan karena dikenakan tegangan lebih.

Isolator tegangan tinggi seperti pada jaringan transmisi tegangan tinggi terdiri

dari beberapa unit piring isolator, tergantung tingkat tegangan yang dipikulnya.

Setiap isolator dapat dianggap sebagai sebuah kapasitor, dikarenakan isolator

tersebut membentuk susunan konduktor – dielektrik – konduktor. Dan pada isolator

rantai ini akan dijumpai beberapa kapasitansi yaitu kapasitansi sendiri (C1),

kapasitansi antara jepitan logam isolator dengan menara (C2), dan kapasitansi antara

jepitan logam isolator dengan konduktor tegangan tinggi (C3). Oleh karena itu

isolator rantai dapat dianggap susunan dari beberapa kapasitor yang terhubung secara

seri maupun paralel. Karena itu bila isolator diberi tegangan arus bolak – balik, maka

distribusi tegangan di sepanjang isolator rantai tersebut terdistribusi tidak merata.

Agar lebih meratakan distribusi tegangan sepanjang isolator rantai

ditambahkanlah elektroda cincin perata yang dipasang seporos pada jepit logam

salah satu piring isolator.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
4

Pada tugas akhir ini penulis menggunakan elektroda cincin perata dengan

memfareasikan diameter penampang dari elektroda cincin perata, yang diharapkan

dapat lebih meratakan distribusi tegangan di sepanjang isolator rantai.

I.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk :

• Mengetahui efektifitas perubahan ketebalan dari penampang elektroda cincin

perata terhadap perataan distribusi tegangan pada isolator rantai.

• Untuk memenuhi persyaratan kelulusan sarjana di Departemen Teknik Elektro

Universitas Sumatera Utara.

I.3. BATASAN MASALAH

Batasan permsalahan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah hanya membahas

mengenai perataan tegangan pada isolator rantai dan untuk mengetahui seberapa

besar pengaruh perubahan diameter penampang elektroda cincin perata terhadap

pendistribusian tegangan pada isolator rantai.

I.4. METODOLOGI PENULISAN

Metodologi penulisan yang dilakukan dalam tugas akhir ini adalah dengan

cara :

1. Penelitian Pustaka ( study literature )

Hal ini dilakukan dengan mengumpulan bahan – bahan acuan dari berbagai

sumber pustaka seta jurnal – jurnal referensi yang berhubungan dengan

penulisan.

2. Diskusi

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
5

Berupa konsultasi dan bimbingan kepada dosen pembimbing serta kepada

asisten laboratorium.

3. Pengujian Langsung

Pengujian ini dimaksudkan agar teori yang disajikan akan semakin jelas

dengan adanya data – data yang diambil dalam pengujian di laboratorium

teknik tegangan tinggi.

I.5. SISTEMATIKA PENULISAN

Materi pembahasan dalam tugas akhir ini diuraikan dalam lima bab adalah

sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran menyeluruh tentang apa yang

diuraikan dalam tugas akhir ini, yaitu pembahasan tentang latar

belakang, maksud dan tujuan, batasan masalah, metodologi

penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : ISOLATOR SALURAN TRANSMISI

Bab ini menguraikan tentang peralatan saluran transmisi, jenis –

jenis dari isolator, karakteristik isolator.

BAB III : DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI

Pada bab ini menerangkan tentang kapasitansi isolator, perataan

distribusi tegangan isolator rantai, menghitung distribusi tegangan

dilengkapi dengan contoh kasus dan usaha perataan tegangan pada

isolator rantai, serta contoh faktor kerataan distribusi tegangan pada

isolator rantai

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
6

BAB IV : PENGUKURAN DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR

RANTAI

Bab 3 ini berisi tentang tujuan pengujian, metode pengukuran ,

peralatan dan bahan pengujian, rangkaian pengujian, prosedur

pengujian dan data hasil pengukuran.

BAB V : ANALISA HASIL PENGUJIAN

Berisikan tentang konversi tegangan tembus sela bola dan faktor

kerataan (AF) dari distribusi tegangan pada isolator rantai.

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
7

BAB II

ISOLATOR SALURAN TRANSMISI

II.1. BAGIAN – BAGIAN UTAMA SALURAN TRANSMISI

Sebagaimana kita ketahui sebuah saluran transmisi adalah berfungsi

menyalurkan energi listrik dari pusat pembangkitan menuju tempat konsentrasi

beban yang biasanya berjarak sangat jauh. Secara umum penyaluran tenaga listrik

dijelaskan pada gambar 2.1 di bawah ini.

GI
SISTEM
G DISTRIBUSI
SISTEM 150 kV SISTEM 150 kV 20 kV
PEMBANGKITAN TRANSMISI
380/220
volt

Gambar 2.1 Bagan Satu Garis Sistem Tenaga Listrik

Bagian – bagian utama dari saluran transmisi adalah sebagai berikut :

1. Menara transmisi

2. Kawat penghantar (conductor)

3. Kawat tanah (ground wires)

4. Isolator – isolator piring

II.1.1. Menara Transmisi

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
8

Jenis – jenis bangunan penopang saluran transmisi yang dikenal adalah

menara – menara baja, tiang – tiang baja, tiang – tiang beton bertulang dan tiang –

tiang kayu.

Menara baja adalah bangunan tinggi terbuat dari baja yang bagian – bagian

kakinya mempunyai pondasi sendiri – sendiri, sedang tiang baja mempunyai satu

pondasi untuk semua bagian kakinya.

Menara baja untuk saluran transmisi menurut bentuk dan sifat konstruksinya

dibagi menjadi menara persegi, menara persegi panjang, menara jenis korset, menara

gantry, menara rotasi, menara M. C. dan menara bertali.

II.1.2. Kawat Penghantar

Kawat penghantar biasanya terbuat dari bahan tembaga, aluminium dan

aluminium campuran. Khusus untuk transmisi digunakan aluminium antara :

 All Aluminium Conductor (AAC), yaitu konsuktor yang seluruhnya terbuat

dari aluminium.

 All Aluminium Alloy Conductor (AAAC), yaitu konduktor yang seluruhnya

terbuat dari campuran aluminium.

 Aluminium Conductor Steel Reinforced (ACSR), yaitu konduktor aluminium

yang berinti kawat baja.

 Aluminium Conductor Alloy Reinforced (ACAR), yaitu konduktor aluminium

yang diperkuat dengan logam campuran.

Konduktor saluran udara (Overhead Conduktor) yang sering dipakai untuk

saluran transmisi adalah seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.2 berikut.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
9

b. Kawat Pilin c. Konduktor Berongga

Gambar 2.2. Konduktor Saluran Transmisi.

II.1.3. Kawat Tanah

Kawat tanah atau kawat perisai (shielding wire) adalah kawat – kawat pada

saluran transmisi yang ditempatkan di atas kawat – kawat fasa sebagaimana yang

diperlihatkan pada gambar 2.3. Gunanya adalah untuk melindungi kawat-kawat

penghantar atau kawat phasa baik akibat sambaran petir langsung atau tidak langsung

(sambaran induksi). Kawat tanah umumnya dipakai kawat baja yang lebih murah,

tetapi tidaklah jarang digunakan kawat ACSR.


Kawat Tanah

Gambar 2.3 Kawat tanah pada tower transmisi

II.1.4. Isolator

Isolator berfungsi untuk mengisolir kawat jaringan yang bertegangan dengan

tiang atau menara penyangga kawat jaringan agar arus listrik tidak mengalir dari

kawat jaringan tersebut ke tanah. Isolator dipasang atau digantung pada travers

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
10

(cross arm) struktur pendukung, sedangkan konduktor daya dipasang pada jepit

isolator. isolator perlu memiliki kekuatan mekanik dan elektrik yang baik.

Isolator terdiri dari bahan isolasi yang diapit oleh elektroda – elektroda.

Dengan demikian maka isolator terdiri dari sejumlah kapasitansi. Karena kapasitansi

ini, maka distribusi tegangan pada suatu deretan isolator menjadi tidak seragam.

Potensial pada ujung yang terkena langsung dengan kawat konduktor adalah yang

terbesar.

Menurut penggunaan dan konstruksinya, isolator pasang luar (outdoor

insulator) atau isolator saluran udara (overhead insulator) diklasifikasikan menjadi

isolator pasak (pin type insulato), isolator piring (suspension insulator), isolator

batang panjang (long rod insulator), isolator pos saluran (line pos insulator).

1. Isolator Pasak (Pin Type Insulator )

Isolator jenis ini adalah yang pertama kali dirancang untuk menopang

penghantar saluran. Desain dari isolator ini ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Gambar Isolator Pasak (Pin Type Insulator )

Untuk pemakaian tegangan yang makin tinggi, dibutuhkan bahan isolasi yang

makin tebal, akan tetapi dalam praktek tidak dapat dibuat isolator tunggal yang

sangat tebal. Oleh karena itu dibuat isolator pasak yang terdiri dari beberapa bagian

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
11

disambungkan satu sama lain dengan menggunakan perekat semen. isolator jenis

pasak dapat dipergunakan sampai 80 kV.

2. Isolator Piring

Pada sistem saluran udara tegangan tinggi, jenis isolator yang banyak

dipergunakan adalah isolator piring. Sejumlah isolator piring dihubung – hubungkan

secara seri dengan mempergunakan sambungan logam., membentuk satu rentengan.

Sedangkan penghantar saluran dipegang oleh isolator yang terbawah.

Keuntungan – keuntungan mempergunakan isoplator piring :

a. Tiap isolator piring dirancang untuk tegangan yang tidak terlalu tinggi, jadi

dengan menghubungkan sejumlah isolator, dapat dirancang suatu rentengan

isolator sesuai dengan kebutuhan.

b. Jika salah satu atau beberapa isolator dalam rentengan rusak, dapat dilakukan

penggantian dengan mudah dan dengan biaya yang murah.

c. Rentengan isolator beresifat lentur, hal ini dapat mengurangi pengaruh tarikan

mekanis.

d. Jika rentengan isolator dipasang pada menara baja, pengaruh petir pada

penghantar akan berkurang karena letak kawat

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
12

Sebuah isolator piring terdiri dari sebuah piringan porselin atau gelas yang

bagian bawahnya berlekuk – lekuk untuk memperbesar jarak rayap. Pada bagian atas

piringan disemenkan sebuah tutup (cap) yang terbuat dari besi (cor) yang telah

digalvanisasikan, sedangkan pada rongga bagian bawah disemenkan sebuah pasak

baja yang telah digalvanisasi, visualisasi konstruksi bahan dari isolator piring ini

diperlihatkan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Konstruksi sebuah isolator Piring

Isolator piring dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan cara

penyatuannya dengan isolator lain. Saat ini jenis isolator piring yang banyak

dipergunakan adalah jenis clevis dan ball and socket, seperti yang diperlihatkan pada

gambar 2.6 berikut.

Jenis Clevis Jenis Ball & Socket

Gambar 2.6. Jenis isolator piring

3. Isolator Batang Panjang (Long-rod insulator)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
13

Isolator batang panjang berbentuk seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.7.

isolator jenis ini terdiri atas jenis silinder porselin dengan dengan kerutan – kerutan

dan ujungnya diperkuat dengan dua tutup logam yang disemenkan. Diameter silinder

porselin dipilih menurut kekuatan mekanis yang dibutuhkan, kuat tariknya sekitar

130 – 140 kg/cm2.

Pemakaian isolator batang panjang menghemat logam jika dibandingkan

dengan isolator rentengan (isolator piring), juga lebih ringan. Oleh karena isolator

batang panjang mempunyai rusuk yang sederhana, maka kotoran yang melekat pada

permukaan isolator mudah tercuci oleh hujan, sehingga isolator jenis ini sesuai untuk

daerah – daerah yang intensitas polusinya lebih tinggi.

Gambar 2.7 Isolator jenis Batang Panjang ((Long-rod insulator)

4. Isolator Pos Saluran (Line Pos Insulator)

Isolator jenis ini terbuat dari porselin yang bagian bawahnya diberi tutp besi

yang disemenkan pada porselin serta pasak baja yang disekrupkan padanya. Karena

jenis ini dipakai secara tunggal (tidak berkelompok) serta kekuatan mekanisnya

rendah, maka isolator pos saluran tidak dibuat besar. Konstruksi isolator pos saluran

dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut ini :

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
14

Gambar 2.8 Isolator jenis Pos Saluran (Line Pos Insulator)

5. Isolator Jenis Pin – Pos

Jenis isolator ini sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 2.9 digunakan

untuk jaringan distribusi hantaran udara tegangan menengah, dipasang pada tiang

yang mengalami gaya tekuk. Dan isolator ini tahan terhadap terpaan busur, arus

berupa busur api yang mengalir akibat lewat denyar yang disebabkan oleh polusi

dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan isolator. Isolator pos pin bersifat

mampu menahan busur api sampai circuir breaker memutus aliran daya.

Gambar 2.9 Jenis Isolator Pos Pin (Pin Pos Insulator)

II.2. KARAKTERISTIK ISOLATOR

II.2.1. Karakteristik Elektrik Isolator

Ditinjau dari segi kelistrikan, isolator dan udara membentuk suatu sistem

isolasi yang berfungsi untuk mengisolir suatu konduktor bertegangan dengan rangka

penyangga yang dibumikan, sehingga tidak ada arus listrik yang mengalir dari

konduktor tersebut ke tanah. Kegagalan suatu isolator dapat terjadi karena bahan

dielektrik isolator tembus listrik (breakdown) atau karena terjadinya lewat denyar

(flashover) udara di sepanjang permukaan isolator. Dalam kasus yang pertama,

karakteristik listrik tidak dapat pulih seperti semula dan sebagian dari isolator

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
15

mengalami kerusakan mekanis sehingga tidak dapat digunakan lagi dan harus

diganti. Pada peristiwa lewat denyar, kerusakan pada isolator hanya karena panas

yang ditimbulkan busur api pada permukaan isolator.

Semua isolator dirancang sedemikian sehingga tegangan tembusnya jauh

lebih tinggi dari tegangan lewat denyarnya. Dengan demikian kekuatan dielektrik

suatu isolator ditentukan oleh tegangan lewat denyarnya.

II.2.2. Karakteristik Mekanis Isolator

Karakteristik mekanis suatu isolator ditandai dengan kekuatan mekanisnya,

yaitu beban mekanis terendah yang mengakibatkan isolator tersebut rusak. Kekuatan

mekanis ini ditentukan dengan membebani isolator dengan beban yang bertambah

secara bertahap hingga isolator terlihat rusak. Kekuatan mekanis suatu isolator

dinyatakan dalam tiga keadaan beban, yaitu kekuatan mekanis tarik, kekuatan

mekanis tekan dan kekuatan mekanis tekuk.

Sebelum menetapkan kekuatan mekanis isolator untuk suatu konstruksi, perlu

diketahui telebih dahulu beban mekanis yang akan dipikulnya di lapangan. Jika

isolator akan digunakan pada jaringan hantaran udara, maka isolator harus mampu

memikul berat konduktor dan beban tarik. Berat konduktor tergantung pada luas

penampang konduktor, jenis bahannya, jarak gawang, suhu dan kecepatan angin.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
16

BAB III

DISTRIBUSI TEGANGAN

PADA ISOLATOR RANTAI

III.1. KAPASITANSI ISOLATOR

Dua konduktor yang dipisahkan oleh suatu dielektrik atau susunan

“ konduktor – dielektrik – konduktor “ merupakan suatu susunan kapasitor. Semua

isolator merupakan dua konduktor yang diantarai oleh suatu dielektrik. Pada gambar

3.1 ditunjukkan contoh suatu isolator, yaitu satu unit isolator piring. Isolator tersebut

membentuk suatu susunan “konduktor – dielektrik – konduktor “, oleh karena itu

isolator tersebut dapat dianggap sebagai suatu kapasitor.

Gambar 3.1. Ekivalensi suatu isolator piring

Jika beberapa isolator piring dirangkai menjadi isolator rantai seperti pada

gambar 3.2a , maka akan dijumpai tiga kelompok susunan “ konduktor-dielektrik-

konduktor “ , masing – masing dibentuk oleh :

a. Jepitan logam isolator – dielektrik isolator – jepitan logam di bawahnya.

Susunan ini membentuk kapasitansi sendiri isolator ( C1 ).

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
17

b. Jepitan logam isolator – udara –menara. Susunan ini membentuk kapasitansi

jepitan logam isolator dengan menara yang dibumikan (C2). Kapasitansi ini

disebut kapasitansi tegangan rendah.

c. Jepitan logam isolator – udara – konduktor transmisi. Susunan ini dibentuk oleh

konduktor tegangan tinggi, maka disebut kapasitansi tegangan tinggi( C3 ).

Oleh karena itu, isolator rantai dapat dianggap sebagai susunan dari beberapa

unit kapasitor yang terhubung seperti Gambar 3.2. di bawah :

a. susunan “ konduktor – b. susunan kapasitansi pada


dielektrik – konduktor pada isolator rantai
isolator rantai
Gambar 3.2. Susunan “Konduktor – Dielektrik – Konduktor “
pada isolator rantai

III.2. PERATAAN DISTRIBUSI TEGANGAN ISOLATOR RANTAI

Perataan distribusi tegangan adalah suatu usaha yang bertujuan membuat

tegangan pada setiap isolator piring sama.

Pada gambar 3.3 terlihat kurva pengaruh kapasitansi C 2 dan C 3 terhadap

distribusi tegangan pada setiap piring isolator rantai. Distribusi tegangan pada setiap

piring isolator tidak sama meskipun kapasitansi masing – masing isolator piring

sama.
Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
18

Vn/V

memperhitung-
kan C3 3
1

memperhitung-
kan C2 dan C3 C2 dan C3 tdk
diperhitungkan
4
2

memperhitung-
kan C2
n/N
G 100 %

Gambar 3.3 Kurva distribusi tegangan isolator rantai

Kurva distribusi tegangan yang ideal adalah linier (kurva 1), yaitu jika

kapasitansi ke menara C 2 dan kapasitansi tegangan tinggi C 3 tidak ada. Jika hanya

ada kapasitansi ke menara, maka kurvanya menurun (kurva 2), dan jika hanya ada

kapasitansi tegangan tinggi, maka kurvanya naik (kurva 3). Jika kedua kapasitansi ini

(C 2 dan C 3 ) diperhitungkan, maka kurva distribusi tegangan merupakan resultan

kurva 2 dan kurva 3 (kurva 4). Distribusi tegangan semakin linier akibat pengaruh

adanya kapasitansi tegangan tinggi. Dengan kata lain efek kapasitansi ke menara

dapat dikompensasi dengan memperbesar nilai kapasitansi tegangan tinggi. Hal ini

dilakukan dengan membuat elektroda cincin perata pada jepitan konduktor seperti

ditunjukkan pada gambar 3.4 berikut :

Perata
tegangan
Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
19

Gambar 3.4 Macam Konduktor Perata tegangan

Ada beberapa cara dalam usaha meratakan tegangan di setiap unit isolator, yaitu :

1. Dengan mengatur besar harga kapasitansi terhadap bumi (C2)

Kapasitansi C2 diupayakan sekecil mungkin, dengan demikian arus bocor yang

menuju struktur menara (bumi) akan sangat kecil dan memungkinkan untuk

diabaikan. Untuk mendapatkan nilai kapasitansi C2 yang lebih kecil dapat

dilakukan dengan mengatur jarak antara isolator rantai terhadap menara

pendukung (bumi), dimana jarak berbanding terbalik dengan nilai kapasitansi

yang dihasilkan, oleh sebab itu jarak antar menara dan renteng isolator diperbesar

agar diperoleh nilai kapasitansi C2 yang sangat kecil.

2. Dengan greading tiap isolator

Nilai kapasitansi sendiri (C) dari isolator disesuaikan dengan tingkat tegangan.

Isolator yang memikul tegangan paling besar yaitu isolator yang memiliki nilai

kapasitansi yang kecil. Dan isolator yang memikul tegangan paling kecil, maka

digunakan isolator yang memiliki kapasitansi yang besar. Dengan demikian

tegangan di setiap isolator akan sama.

3. Dengan menggunakan guard ring

Tegangan di setiap unit isolator dapat dibuat sama dengan cara menggunakan

guard ring. Ada beberapa bentuk yang umum dijumpai adalah ring, 8 – shaped,

horn shaped. Dan metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan ring.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
20

III.3. MENGHITUNG DISTRIBUSI TEGANGAN

Untuk menghitung distribusi tegangan di sepanjang isolator rantai perlu kita

fahamkan bahwa sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar 3.2. setiap pengaruh

kapasitansi yang terdapat di sepanjang isolator rantai tersebut dianggap sebagai

elemen kapasitansi, dan kapasitansi ini sangat mempengaruhi distribusi tegangan

pada isolator rantai. Perhitungan distribusi tegangan pada isolator rantai dapat

dilakukan dengan beberapa cara :

a. Distribusi tegangan pada isolator rantai dengan mengabaikan kapasitansi jepitan

logam isolator dengan menara (C2) dan kapasitansi tegangan tinggi (C3).

b. Distribusi tegangan dengan memperhitungkan kapsitansi C2.

c. Distribusi tegangan pada isolator rantai dengan memperhitungkan semua

kapasitansi.

Agar perhitungan distribusi tegangan pada isolator rantai lebih mudah, maka

kita membutuhkan beberapa asumsi, yaitu :

a. Semua piringan isolator memilki karakteristik yang sama

A
b. Jarak menara ke isolator sama (C = ε )
d

c. Isolator adalah ideal, artinya tiap kapasitor dapat dianggap sebagai kapasitansi

murni.

d. Kapasitansi antar penghubung dan elemen isolator dengan konduktor adalah

sama.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
21

III.3.1. Distribusi Tegangan tanpa kapasitansi C2 dan C3

Karena tanpa memperhitungkan kapasitansi antar logam isolator dengan

menara (C2) dan kapasitansi antara logam isolator dengan konduktor tegangan tinggi

(C3), maka akan sama dengan jika isolator diberi tegangan searah (Vdc). Pada

tegangan dc, tegangan sepanjang isolator rantai didistribusikan secara merata.

Rangkaian kapasitansinya ditunjukkan oleh gambar 3.5 berikut :


tower / bumi

C V1

C V2
I

C V3
I

C Vn
I

Konduktor

Gambar 3.5 Rangkaian ekivalen isolator rantai tanpa pengaruh


C2 & C3

Elemen dari isolator rantai adalah sama, sehingga tegangan tiap elemen

isolator adalah sama besar

V1 = I1Z1 ; V2 = I2 Z2 ; Vn = In Zn

Karena kapasitansi-kapasitansi unit isolator sama, maka

Z1 = Z2 = …………….Zn………………………………...............(3.1)

Dengan demikian

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
22

V1 = V2 = ........ = Vn ..........................................................................(3.2)

............................................................................................(3.3)
v
Vn =
N

Dimana :

Vn = Tegangan pada elemen ke – n dari isolator rantai yang ditinjau

V = Tegangan total yang dikenakan pada isolator rantai

N = Jumlah elemen pada suatu isolator rantai

III.3.2. Distribusi Tegangan memperhitungkan kapasitansi C2

Dengan mengabaikan kpasitansi antara jepit logam isolator dengan konduktor

tegangan tinggi (C3), maka kapasitansi yang ada adalah kapasitansi sendiri (C1) dan

kapasitansi antara jepit logam isolator dengan bumi (C2) saja yang mempengaruhi

distribusi tegangan di sepanjang isolator rantai.sebagaimana yang diperlihatkan oleh

gambar 3.6 berikut yang terdiri dari lima buah elemen isoalator :
tower

I1 V1
C2 C1
Ia A
I2
V2
C2 C1
Ib B
I3
V3
C2 C1
Ic C
I4
C1 V4
C2
Id D
I5
V5
C1
I

Konduktor

Gambar 3.6. Rangkaian ekivalen isolator rantai dengan


memperhitungkan C2
Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
23

kapasi tan si ke tan ah


Dan misalkan : m =
kapasi tan si bersama

C2
Atau m=
C1

Diperoleh C2 = mC1

Jatuh tegangan tiap unit isolator adalah V1, V2, V3, V4, V5,….Vn, di mana

penomoran dimulai dari isolator paling atas.

V = V1 + V2+ V3+ V4 + V5 + ….+ Vn……………………………………………(3.4)

Besarnya arus listrik yang mengalir pada tiap unit isolator dapat ditentukan.

Pada titik A, persamaan arusnya adalah:

I2 = I1 + Ia …………........……………………………………..(3.5)

I1 = Arus yang mengalir pada isolator 1

I2 = Arus yang mengalir pada isolator 2

I2 = jωC1V2

I1 = jωC1V1

Ia = j ωC2V1 = j ωmC1V1

Persamaan 3.5 dapat dituliskan menjadi

jωC1V2 = jωC1V1 + jωmC1V1

V2 = V1 (1 + m) .........................................................................(3.6)

Pada titik B, persamaan arus adalah:

I3 = I2 + Ib ...…..………………..........……………………..(3.7)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
24

I3 = adalah arus yang mengalir pada isolator 3.

I3 = jωC1V3

I2 = jωC1V2

Ib = jωC2 (V1 + V2) = jωmC1 (V1 + V2)

Maka, persamaan 3.7 menjadi :

jωC1V3 = jωC1V2 + jωmC1 (V1 + V2)

V3 = V2 + m (V1 + V2) .............................................................(3.8)

Maka dengan mensubtitusikan persamaan 3.6 ke dalam persamaan 3.8 :

V3 = V1 (1 + m) + m{V1 + V1 (1 + m)}

= V1 + mV1 + m(V1 + mV1 + V1)

= V1 + mV1 + mV1 + m2V1 + mV1

= V1 + 3 mV1 + m2V1

V3 = V1(1 + 3m + m2) ............................................................(3.9)

Pada titik C, persamaan arusnya adalah :

I4 = I3 + Ic ................................................................................(3.10)

I4 = adalah arus yang mengalir pada isolator 4

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
25

I4 = jωC1V4

I3 = jωC1V3

Ic = jωC2(V1 + V2 + V3) = jωmC1(V1 + V2 + V3)

Maka dengan demikian persamaan 3.10 menjadi,

jωC1V4 = jωC1V3 + jωmC1(V1 + V2 + V3)

V4 = V3 + m (V1 + V2 + V3) ......................................................(3.11)

Dan dengan mensubstitusikan persamaan 3.6 dan 3.8 ke persamaan 3.11 :

V4 = V1(1 + 3m + m2) + m { V1 + (V1 (1 + m)) + V1(1 + 3m + m2)}

= V1 + 3mV1 + m2 V1 + m { V1 + 3mV1 + m2 V1 + V1 + mV1 + V1)

= V1 + 3mV1 + m2 V1 + 3m2V1 + m3V1 + mV1 + m2 V1 + mV1

= V1 + 6 mV1 + 5m2V1 + m3V1

V4 = V1 (1 + 6m + 5m2 + m3) .......................................................(3.12)

Pada titik D, akan kita lihat persamaan arusnya,

I5 = I4 + Id ....................................................................................(3.13)

I5 = merupakan arus yang mengalir pada isolator 5.

I5 = jωC1V5

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
26

I4 = jωC1V4

Id = jωC2 (V1 + V2 + V3 + V4) = jωmC1(V1 + V2 + V3 + V4)

maka persamaan 3.13 menjadi,

jωC1V5 = jωC1V4 + jωmC1(V1 + V2 + V3 + V4)

V5 = V1 (1 + 6m + 5m2 + m3) + m{V1 + V1 (1 + m) + V1(1 + 3m + m2) +

V1(1 + 6m + 5m2 + m3)}

V5 = V1 + 6mV1 + 5m2V1 + m3 V1 + m(V1 + V1 + mV1 + V1 + 3mV1 +

m2V1 + V1 + 6mV1 + 5m2V1 + m3V1)

= V1 + 6mV1 + 5m2V1 + m3V1 + mV1 + mV1 + m2 V1 + mV1 + 3m2V1

+ m3V1 + mV1 + 6 m2V1 + 5 m3V1 + m4V1

V5 = V1 (1 + 10m + 15m2 + 7m3 + m4) ......................................(3.14)

Sesuai persamaan 3.4, maka untuk isolator gantung berjumlah 5 unit berlaku

persamaan,

V = V1 + V2 + V3 + V4 + V5 .................................................(3.15)

Maka dengan memasukkan persamaan (3.6), (3.9), (3.12) dan persamaan 3.14 ke

dalam persamaan (3.15), maka :

V = V1 + V1 (1 + m) + V1(1 + 3m + m2) + V1 (1 + 6m + 5m2 + m3) +

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
27

V1 (1 + 10m + 15m2 + 7m3 + m4)

= V1 + V1 + mV1 + V1 + 3mV1 + m2V1 + V1 + 6mV1 + 5m2V1 + m3

V1 + 10mV1 + 15m2V1 + 7m3V1 + m4V1

= 5V1 + 20mV1 + 21m2V1 + 8m3V1 + m4V1

V = V1 (5 + 20m + 21m2 + 8m3 + m4) .....................................(3.16)

V
V1 = .............................................(3.17)
(5 + 20m + 21m 2 + 8m 3 + m 4 )

Dan untuk renteng isolator yang lebih banyak lagi, cara yang sama juga dapat

dilakukan, yakni untuk jumlah isolator sampai isolator ke-n.

III.3.3. Distribusi Tegangan Dengan Memperhitungkan C1 Dan C3

Jika yang diperhitungkan hanya kapasitansi sendiri (C1) dengan kapasitansi

antar logam isolator dengan konduktor tegangan tinggi (C3), maka persamaan dan

bentuk rangkaian ekivalennya akan seperti berikut ini :

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
28

tower

I1 V1
C1 C3
A ia a'
I2
V2
C1 C3
ib
B b'
I3
V3
C1i C3
C c c'
I4
C1 V4
C3
D id d'
I5
C1 V5
I

Konduktor

Gambar 3.7. Rangkaian ekivalen hanya memperhitungkan

kapasitansi C1 dan C3

Dalam perhitungannya distribusi yang hanya memperhitungkan kapasitansi

sendiri (C1) dan kapasitansi antara jepit logam isolator dengan konduktor tegangan

tinggi (C3), kita perlu membuat suatu asumsi, dimana :

Untuk lebih memudahkan dalam perhitungan, dianggap C2 = C3 = mC1

Jika,

1. VAa’ = VAD (karena Va’ = Vb’ = Vc’ = V – V1)

2. VBb’ = VBD = V – V2 – V1

3. VCc’ = V4 = V – V3 – V2 – V1

4. VDd’ = V5 = V – V4 – V3 – V2 – V1

5. VDx = VDa = VDb = VDc = VDd

Pada titik A persamaan arusnya :

I2 = I1 – ia .............................................................................(3.18)

Dengan I2 = jωC1V2

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
29

I1 = jωC1V1

Ia = jωC3VAa’ = jωmC1(V – V1)

Maka :

jωC1V2 = jωC1V1 - jωmC1 (V - V1)

V2 = V1 – m (V – V1)

= V1 – mV + mV1

V2 = V1(1 + m) – mV .............................................................(3.19)

Pada titik B persamaan arusnya adalah,

I3 = I2 - ib ...............................................................................(3.20)

Dengan I3 = jωC1V3

I2 = jωC1V2

i2 = jωC2VBb’ = jωmC1

Ib = jωC3VBb’ = jωmC1(V – V2 – V1)

Maka,

jωC1V3 = jωC1V2 – jωmC1(V – V2 – V1)

V3 = V2 – m(V – V2 – V1) ... ....................................................(3.21)

Dengan mensubstitusikan persamaan 3.19 ke dalam persamaan 3.21

V3 = V1 (1 + 3m + m2) – V(2m + m2) ....................................(3.22)

Dan dengan cara yang sama pada titik C diperoleh :

I4 = I3 – ic ... ............................................................................(3.23)

Dimana,

I4 = jωC1V4

I3 = jωC1V3

ic = jωC3VCc’ = jωmC1 (V - V3 - V2 - V1)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
30

Maka :

jωC1V4 = jωC1V3 - jωmC1 (V - V3 - V2 - V1)

V4 = V3 – m (V – V3 – V2 – V1)) ..........................................(3.24)

Dengan mensubstitusikan persamaan 3.19 dan persamaan 3.22 kedalam persamaan

3.24, maka :

V4 = V1 {1 + 6m + 5m2 + m3) – V(3m + 4m2 + m3 ) ...............(3.25)

Dan dengan cara yang sama pada titik D diperoleh :

I5 = I4 - id ..............................................................................(3.26)

Dimana,

I5 = jωC1V5

I4 = jωC1V4

i4 = jωC2VDd’ = jωmC1 (V4 –V3 – V2 – V1)

Maka :

jωC1V5 = jωC1V4 – jωmC1 (V – V4 – V3 – V2 – V1)

V5 = V4 – m(V - V4 - V3 - V2 - V1) .......................................(3.27)

Dengan mensubstitusikan persamaan (3.19), (3.22) dan persamaan 3.25 ke dalam

persamaan 3.27,

V5 = V1 (1 + 10m + 12m2 + 7m3 + m4) – V(4m + 10m2 + 6m3 + m4).........(3.28)

Sesuai dengan persamaan (3.15), bahwa, V = V1 + V2 + V3 + V4 + V5. maka :

V = V1 + V2 + V3 + V4 + V5.............................................................(3.29)

Dan dengan mensubstitusikan persamaan (3.19), (3.22), (3.25) dan persamaan 3.28

kedalam persamaan 3.29 :

V = V1 + V2 + V3 + V4 + V5

V = V1(5 + 20m + 18m2 + 8m3 + m4) – V(10m + 15m2 + 7m3 + m4)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
31

Maka besar harga V1 adalah seperti yang diperlihatkan oleh persamaan 3.30 berikut :

V(1 + 10m + 15m 2 + 7m 3 + m 4 )


V1 = ...............................................(3.30)
(5 + 20m + 18m 2 + 8m 3 + m 4 )

III.3.4. Distribusi Tegangan Dengan Memperhitungkan C2 Dan C3

Jika semua kapasitansi C1, C2 dan C3 diperhitungkan maka rangkaian

ekivalen kapasitansi pada isolator rantai ini dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Tower

I1
C2 C1 V1
C
i1 A ia 3 a,
a
I2
C1 V2
C2 C
i2 B ib 3 ,
b
b
I3
C2 C1 C V3
c i3 C ic 3 ,
c
I4
C1 V4
C2 C
i4 D id 3
d ,
I5 d
C1 V5
x E

Konduktor

Gambar 3.8. Rangkaian ekivalen dengan memperhitungkan

kapasitansi C2 dan C3

Untuk lebih memudahkan dalam perhitungan, dianggap C2 = C3 = mC1

Jika,

6. VAa’ = VAD (karena Va’ = Vb’ = Vc’ = V – V1)

7. VBb’ = VBD = V – V2 – V1

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
32

8. VCc’ = V4 = V – V3 – V2 – V1

9. VDd’ = V5 = V – V4 – V3 – V2 – V1

10. VDx = VDa = VDb = VDc = VDd

Pada titik A persamaan arusnya :

I2 = I1 + ( i1 – Ia ) .....................................................................(3.31)

Dengan I2 = jωC1V2

I1 = jωC1V1

i1 = jωC2V2VAa = jωmC1V1

Ia = jωC3VAa’ = jωmC1(V – V1)

Maka :

jωC1V2 = jωC1V1 + (jωmC1V1 - jωmC1(V – V1)

V2 = V1 + (mV1 – m(V – V1))

= V1 + mV1 – mV – mV1

= V1 + m(2V 1 – V)

V2 = V1(1 + 2m) – mV .............................................................(3.32)

Pada titik B persamaan arusnya adalah,

I3 = I2 + ( i2 – Ib ) ....................................................................(3.33)

Dengan I3 = jωC1V3

I2 = jωC1V2

i2 = jωC2VBb = jωmC1

Ib = jωC3VBb’ = jωmC1(V – V2 – V1)

Maka,

jωC1V3 = jωC1V2 + (jωmC1(V2 – V1) - jωmC1((V – V2 – V1))

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
33

V3 = V2 + m(V2 – V1) – m(V – V2 – V1) .......................................(3.34)

Dengan mensubstitusikan persamaan 3.32 ke dalam persamaan 3.34

V3 = (V1 (1 + 2m) – mV) + (m(V1(1 + 2m) – mV) + V1) – m(V –

V1(1 + 2m) – mV – V1))

= V1 + 6mV1 + 4m2 – 2mV – 2m2V

V3 = V1 (1 + 6m + 4m2) – V(2m + 2m2) .........................................(3.35)

Dan dengan cara yang sama pada titik C diperoleh :

I4 = I3 + (i3 – Ic) ................................................................................(3.36)

Dimana,

I4 = jωC1V4

I3 = jωC1V3

i3 = jωC2VCc = jωmC1 (V3 + V2 + V1)

Ic = jωC3VCc’ = jωmC1 (V - V3 - V2 - V1)

Maka :

jωC1V4 = jωC1V3 + (jωmC1 (V3 + V2 + V1) - jωmC1 (V - V3 -

V2 - V1))

V4 = V3 + m(V3 + V2 + V1) – m (V - V3 - V2 - V1)) .............(3.37)

Dengan mensubstitusikan persamaan 3.32 dan persamaan 3.34 ke dalam persamaan

3.37, maka :

V4 = {V1 (1 + 6m + 4m2) – V(2m + 2m2)} + m{(V1 (1 + 6m + 4m2) – V(2m + 2m2)}

+ {V1(1 + 2m) – mV) + V1} – m{V – {V1 (1 + 6m + 4m2) - V(2m + 2m2)} –

{V1(1 + 2m) – mV) – V1}

V4 = V1 + 6mV1 + 4mV1 + - 2mV – 2m2V + mV1 + 6m2V1 + 4m3V1 – 2m2V –

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
34

2m3V + mV1 + 2m2V1 – m2V + mV1 – mV +mV1 + 6m2V1 + 4m3V1 – 2m2V–

2m3V + mV1 + 2m2V1 – m2V + mV1

V4 = V1 {1 + 12m + 20 m2 + 8m3) – V(3m + 8m2 + 4m3) .....................(3.38)

Dan dengan cara yang sama pada titik D diperoleh :

I5 = I4 + (i4 – Id) .......................................................................(3.39)

Dimana,

I5 = jωC1V5

I4 = jωC1V4

i4 = jωC2VDd = jωmC1 (V4 +V3 + V2 + V1)

Id = jωC3VDd’ = jωmC1 (V + V4 - V3 - V2 - V1)

Maka :

jωC1V5 = jωC1V4 + (jωmC1 (V4 +V3 + V2 + V1) - jωmC1 (V - V4 - V3 -

V2 - V1))

V5 = V4 + m(V4 + V3 + V2 + V1) – m (V - V4 - V3 - V2 - V1))..(3.40)

Dengan mensubstitusikan persamaan (3.32), (3.35) dan persamaan 3.38 ke dalam

persamaan 3.40,

V5 = [V1 {1 + 12m + 20 m2 + 8m3) – V(3m + 8m2 + 4m3)] + m[{V1 {1 + 12m + 20

m2 + 8m3) – V(3m + 8m2 + 4m3 } + {V1 (1 + 6m + 4m2) – V(2m + 2m2)} +

{V1(1 + 2m) – mV} + V1] - m[{V} – {V1 {1 + 12m + 20 m2 + 8m3) – V(3m +

8m2 + 4m3}– {V1 (1 + 6m + 4m2) - V(2m + 2m2)} – {V1(1 + 2m) – mV} – V1]

V5 = V1 + 12mV1 + 20m2V1 + 8m3V1 – 3mV – 8m2V - 4m3V +mV1 + mV1 + 2m2V1

– m2V + mV1 + 6m2V1 + 4m3V1 – 2m2V -2m3V + mV1 + 12m2V1 +20m3V1 +

8m4V1 – 3m2V – 8m3V – 4m4V – mV + mV1 + mV1 + 2m2V1 - m2V + mV1 +

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
35

6m2V1 + 4m3V1 – 2m2V - 2m3V + mV1 + 12m2V120m3V1 + 8m4V1 – 3m2V –

8m3V – 4m4V

V5 = V1 + 20mV1 + 60m2V1 + 56m3V1 + 16m4V1 – 4mV – 20m2V – 24m3V8m4V

= V1(1 + 20m + 60m2 + 56m3 + 16m4) – V(4m + 20m2 + 24m3 +8m4) ....(3.41)

Sesuai dengan persamaan (3.15), bahwa, V = V1 + V2 + V3 + V4 + V5. maka :

V = V1 + V2 + V3 + V4 + V5.............................................................(3.42)

Dan dengan mensubstitusikan persamaan (3.32), (3.35), (3.38) dan persamaan 3.41

kedalam persamaan 3.42 :

V = V1 + V2 + V3 + V4 + V5

V = V1 + V1 + 2mV1 – mV + V1 + 6mV1 + 4m2V1 – 2mV – 2m2V +V1

+12mV1 + 20m2V1 +8m3V1 – 3mV – 8m2V – 4m3V + V1 + 20mV1

+60m2V1 + 56m3V1 + 16m4V1 – 4mV – 20m2V – 24m3V – 8m4V

= 5V1 + 40mV1 + 84m2V1 + 64m3V + 16m4 – 10mV – 30mV – 28m3V –

8m4V

V = V1(5 + 40m + 84m2 + 64m3 + 16m4) – V(10m + 30m2 + 28m3 + 8m4)

Maka besar harga V1 adalah seperti yang diperlihatkan oleh persamaan 3.42 berikut :

V(1 + 10m + 30m 2 + 28m 3 + 8m 4 )


V1 = ...............................................(3.42)
(5 + 40m + 84m 2 + 64m 3 + 16m 4 )

III.4. Contoh Perhitungan Faktor Kerataan Distribusi Tegangan Pada Isolator

Rantai

Untuk melihat pengaruh kapasitansi sendiri isolator (C1), kapasitansi

tegangan rendah (C2) dan kapasitansi tegangan tinggi terhadap distribusi tegangan

pada isolator rantai, berikut ini akan dibuat contoh perhitungan untuk menghitung

distribusi tegangan pada isolator rantai.


Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
36

Misalkan suatu transmisi hantaran udara menggunakan isolator rantai yang

terdiri atas lima unit isolator piring yang sama, dimana perbandingan kapasitansi ke

menara (C2) dengan kapasitansi sendiri (C1) adalah 0.1. Dimisalkan tegangan

transmisi ke konduktor transmisi adalah 40 kV/50 Hz.

Dimana perhitungan distribusi tegangan dilakukan untuk 3 keadaan yaitu :

a. Mengabaikan kapasitansi jepitan logam isolator dengan menara (C2) dan

kapasitansi tegangan tinggi (C3).

Rangkaian ekivalennya adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5

Menurut rumus 3.1, maka tegangan pada setiap unit isolator piring adalah

VL − N 40
Vn = = = 8 kV
N 5

V1 = V2 = V3 = V4 = V5 = 8 kV

Dari hasil perhitungan diperoleh tegangan pada setiap unit isolator sama.

Berdasarkan persamaan 3.1, faktor kerataannya adalah (AF) = 8 – 8 = 0.

Dalam hal ini tegangan pada setiap unit isolator terdistibusi merata.

b. Memperhitungkan Kapasitansi C1 dan C2

Rangkaian ekivalen isolator rantai dengan memperhitungkan kapasitansi C2,

adalah seperti yang terlihat pada gambar 3.6. Untuk distribusi tegangan dengan

memperhitungkan C2, sedang kapasitansi (C3) diabaikan, yang ada hanya

kapasitansi sendiri (C1) dan kapasitansi tegangan rendah (C2).

Tegangan pada V1, berdasarkan persamaan 3.16, yaitu :

V = V1 ( 5 + 20 m + 21 m2 + 8 m3 + m4 ), maka :

V
V1 =
(5 + 20m + 21m 2 + 8m 3 + m 4 )

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
37

40
V1 =
{5 + (20 x 0,1) + (21 x 0,12 ) + (8 x 0,13 ) + (0,14 )

40
V1 = = 5,542 kV
7,218

Tegangan pada V2 , berdasarkan persamaan 3.6, maka V2

V2 = ( 1 + m ) V1

V2 = ( 1 + 0,1 ) 5,542 kV

V2 = 6,096 kV

Tegangan pada V3, berdasarkan persamaan 3.9, maka V3

V3 = ( 1 + 3m + m2 ) V1

V3 = ( 1 + (3 x 0,1) + (0,12)) 5,542 kV

V3 = 7,260 kV

Tegangan pada V4, berdasarkan persamaan 3.12, maka V4 adalah :

V4 = (1 + 6m + 5m2 + m3) V1

V4 = (1 + (6 x 0,1) + (5 x 0,12) + (0,13) 5,542 kV

V4 = 9,150 kV

Tegangan pada V5, Berdasarkan persamaan 3.14, maka V5 adalah :

V5 = (1 + 10 m + 15 m2 + 7 m3 + m4) V1

V5 = (1 + (10 x 0,1) + (15 x 0,12) + (7 x 0,13) + (0,14)) 5,542 kV

= 11,955 kV

Dari hasil perhitungan, faktor kerataannya adalah :

AF = 11,955 kV – 5,542 kV = 6,413 kV

c. Memperhitungkan Kapasitansi C1 dan C3

Tegangan pada V1, berdasarkan persamaan 3.43, yaitu :

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
38

V(1 + 10m + 15m 2 + 7m 3 + m 4 )


V1 =
(5 + 20m + 18m 2 + 8m 3 + m 4 )

86,284
V1 = = 12,004 kV
7,188

Tegangan pada V2 , berdasarkan persamaan 3.19, maka V2

V2 = V1 ( 1 + m ) - mV

V2 = 9,204 kV

Tegangan pada V3, berdasarkan persamaan 3.22, maka V3

V3 = V1 ( 1 + 3m + m2 ) – V(2m + m2)

V3 = 7,325 kV

Tegangan pada V4, berdasarkan persamaan 3.25, maka V4 adalah :

V4 = V1 {1 + 6m + 5m2 + m3) – V(3m + 4m2 + m3)

V4 = 6,179 kV

Tegangan pada V5, Berdasarkan persamaan 3.28, maka V5 adalah :

V5 = V1 (1 + 10m + 12m2 + 7m3 + m4) – V(4m + 10m2 + 6m3 + m4)

V5 = 5,290 kV

Dari hasil perhitungan, faktor kerataannya adalah :

AF = 12,004 kV – 5,290 kV = 6,714 kV

d. Dengan memperhitungkan C2 dan C3

Rangkaian ekivalen isolator rantai dengan memperhitungkan semua kapasitansi

C1, C2 dan C3 adaalah seperti gambar 3.8. Pada perhitungan ini dimisalkan jarak

antara isolator dengan menara adalah sama sehingga C2 = C3 = mC, maka

tegangan pada unit isolator piring adalah :

V(1 + 10m + 30m 2 + 28m 3 + 8m 4 )


V1 =
(5 + 40m + 84m 2 + 64m 3 + 16m 4 )

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
39

40(1 + 10(0,1) + 30(0,1) 2 + 28(0,1) 3 + 8(0,1) 4 )


V1 =
(5 + 40(0,1) + 84(0,1) 2 + 64(0,1) 3 + 16(0,1) 4 )

93,152
V1 = = 9,4 04 kV
9,9056

V2 = V1(1 + 2m) – mV

= 9.404 (1 + 2 (0.1)) – 0.1(40)

= 7.285 kV

V3 = V1 ( 1 + 6 m + 4m2) – (2m + 2m2) V

= 9.404 (1+ 6(0,1) + 4(0,1)2) – ((2(0.1) + 2(0.1)2)40

= 6,623 kV

V4 = V1( 1+ 12m+ 20m2+8m3) – (3m+8m2+4m3)V

= 9.404 (1+ 12(0.1) + 20(0.1)2 + 8(0.1)3 ) – ( 3(0.1) + 8(0.1)2 + 4(0.1)3)40

= 7,285 kV

V5 = V1( 1 + 20m + 60m2 + 56m3 +16m4) – (4m + 20m2 + 24m3 + 8m4)V

= 9.4049(1+20(0.1) + 60(0.1)2 + 56(0.1)3 + 16(0.1)4) - (4(0.1) + 20(0.1)2

+ 24(0.1)3 + 8(0,1)440

= 9,404 kV

Sedangkan, faktor kerataan (AF) = 9,404 kV kV – 6,623kV = 2,781kV

Dari keempat hasil perhitungan di atas , diperoleh faktor kerataan untuk

perhitungan dengan mengabaikan kapasitansi jepitan logam isolator dengan menara

(C2) dan kapasitansi tegangan tinggi (C3) adalah nol, pada perhitungan dengan

mengabaikan kapasitansi (C3) dan memperhitungkan kapasitansi (C2) diperoleh

faktor kerataan adalah 6,413 kV sedangkan pada perhitungan dengan

memperhitungkan semua kapasitansi diperoleh faktor kerataan adalah 2.781 kV.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
40

Dari ketiga nilai faktor kerataan di atas tegangan yang terdistribusi merata

adalah pada perhitungan dengan mengabaikan kapasitansi tegangan rendah (C2) dan

kapasitansi tegangan tinggi (C3) karena faktor kerataannya adalah nol. Dalam hal ini

tegangan di sepanjang isolator rantai terdistribusi merata.

BAB IV

PENGUKURAN DISTRIBUSI TEGANGAN

PADA ISOLATOR RANTAI

IV.1. UMUM

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen

Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Pengujian dilakukan

terhadap isolator rantai yang terdiri atas 10 piring isolator jenis clevis dengan

diameter 254 mm. Pada Gambar 4.1 memperlihatkan isolator rantai yang menjadi

objek penelitian.

Jepitan logam

Dielektrik

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009 Batang logam jepitan
terminal konduktor
41

Gambar 4.1. Isolator rantai objek penelitian

Elektroda cincin perata yang digunakan pada pengukuran ini terbuat dari besi

padat. Untuk melihat pengaruh elektroda cincin perata terhadap distribusi tegangan

pada isolator rantai, dalam penelitian ini dibuat diameter penampang dari elektroda

cincin yang berfariasi untuk 10 isolator rantai. Fariasi dari Diameter penampang

yang digunakan pada pengukuran ini adalah 8 mm, 12 mm, 16 mm, 20 mm dan 24

mm, dengan diameter elektroda cincin perata tetap pada ukuran 60 cm, seperti

ditunjukkan pada Gambar 4.2.

D = 60 cm

d = 8 mm d = 12 mm d = 16 mm d = 20 mm d = 24 mm

Gambar 4.2. Elektroda Cincin

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
42

Dimana : D = diameter elektroda cincin perata

d = diameter penampang elektroda cincin perata

Elektroda cincin perata diposisikan seporos dengan isolator rantai. Pada

pengukuran ini elektroda cincin perata ditempatkan pada 17 cm dari jarak titik pusat

elektroda cincin perata dengan ujung paling bawah batang logam pengikat

konduktor. Seutas kawat tipis digunakan untuk menghubungkan elektroda cincin

perata dengan batang logam terminal konduktor, seperti diperlihatkan pada gambar

4.3.

5
158 cm
6

8
Cincin
Elektroda 9

10 17 cm
Kawat
penghubung
Konduktor
T.Tinggi

Gambar 4.3. Pemasangan elektroda cincin perata seporos dengan isolator rantai

Dalam pengukuran ini elektroda cincin perata ditempatkan pada penyangga

kayu sesuai dengan posisi elektroda cincin perata pada pengukuran ini, seperti

ditunjukkan pada gambar 4.4. Jarak antar penyangga dapat diubah-ubah sesuai

dengan ukuran diameter elektroda cincin perata.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
43

Kayu

Elektroda cincin
perata

Gambar 4.4. Elektroda cincin perata yang ditopang oleh kayu penyangga

IV.2. METODE PENGUKURAN

Dalam pengukuran ini yang akan diukur adalah tegangan pada setiap piring

isolator, saat isolator diberi tegangan. Tegangan yang diberikan pada isolator rantai

adalah tegangan tinggi sehingga tegangan pada tiap unit piring isolator adalah

tegangan tinggi juga. Oleh karena itu, pengukuran tegangan piring isolator tidak

dapat dilakukan dengan voltmeter tegangan rendah. Ada beberapa metode

pengukuran tegangan tinggi, salah satu diantaranya adalah dengan alat ukur elektroda

bola standar. Pengukuran dengan alat ukur elektroda bola standar menggunakan dua

buah elektroda bola yang ukurannya sama dan dibuat seporos seperti ditunjukkan

pada Gambar 4.5.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
44

Gambar 4.5. Elektroda bola standard

Jarak elektroda bola dapat dibuat bervariasi. Pada jarak tertentu, dan keadaan

udara standar, yaitu pada keadaan suhu udara 20°C dan tekanan udara 760 mmHg,

sudah diketahui tegangan tembus elektroda tersebut. Tegangan tembus elektroda bola

standar untuk berbagai diameter bola dan berbagai jarak sela bola diberikan pada

Lampiran 1. Dalam prakteknya, keadaan udara tidak selalu sama dengan keadaan

standar. Tembus listrik elektroda bola pada keadaan udara sembarang adalah:

V = δ Vs ………………………………………...….(4.1)

di mana:

V = Tegangan tembus sela bola pada keadaan sembarang udara

Vs = Tegangan tembus sela bola standar

δ = Faktor koreksi udara

Faktor koreksi udara tergantung pada suhu dan tekanan udara, besarnya

adalah sebagai berikut:

0,386 p
δ= ……....……………………………………. (4.2)
273 + θ

dimana:

θ = Temperature udara (°C)

p = tekanan udara (mmHg)

Oleh karena itu, pada pengukuran ini harus selalu dicatat suhu dan tekanan

udara saat pengukuran dilaksanakan.

Rangkaian pengukuran tegangan pada isolator rantai dengan menggunakan

elektroda bola standar ditunjukkan pada Gambar 4.5.

Adapun peralatan yang digunakan dalam pengukuran ini adalah :

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
45

a. Trafo uji (TU) 220V/100 kV , 50 Hz, 3 Kva 1 set

b. Auto Trafo (AT) 1 set

c. Resistor Peredam (Rp) 43 k Ω 1 unit

d. Elektroda bola standar diameter 5 cm (jarak sela 2 mm) 1 set

e. Isolator rantai (jenis clevis) 10 buah

f. Tiang pondasi ( dari kayu )

g. Elektroda cicncin dengan penampang berdiameter D1 = 8 mm, D2 = 12 mm, D3 =

16 mm, D4 = 20 mm, D5 = 24 mm.

1
B
2

7
Rp
8

9 Alat ukur bola


standard
10
S1 S2

A
220 V1
volt V

Auto Trafo Trafo Uji

Gambar 4.6. Rangkaian pengukuran distribusi tegangan pada isolator rantai

Gambar 4.6 menununjukkan rangkaian pengujian untuk mendapatkan

distribusi tegangan pada isolator rantai yang terdiri dari 10 unit isolator. Untuk

melihat pengaruh pemasangan elektroda cincin perata terhadap distribusi tegangan

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
46

pada isolator rantai maka pengukuran yang dilakukan ada dua metode yakni dengan

dan tanpa menggunakan elektroda cincin perata..

Terminal tegangan tinggi trafo uji "A" dihubungkan pada jepitan isolator

no.10, sedang terminal tegangan tinggi elektroda bola "B" dihubungkan pada jepitan

isolator no.1. Diameter elektroda bola yang digunakan adalah 5 cm dengan jarak sela

dibuat 0,2 cm. Dengan demikian pada keadaan standar elektroda bola ini akan

tembus listrik pada tegangan 8 kV. Pada keadaan udara tidak standar, akan tembus

listrik pada tegangan Vb = δ x 8 kV.

Kemudian tegangan keluaran trafo uji dinaikkan secara bertahap dengan

kecepatan 1kV/detik sampai udara pada sela bola tembus. Pada saat yang bersamaan

dicatat tegangan yang dibangkitkan sekunder trafo uji dan misalkan nilainya Vi.

Tegangan ini merupakan tegangan yang dipikul semua isolator. Sedang tegangan

yang dipikul elektroda bola-bola sama dengan tegangan yang dipikul isolator no.1.

Dengan demikian tegangan pada isolator no.1 adalah Vb. Setelah tegangan Vi dicatat,

tegangan trafo uji diturunkan sampai dengan nol dan saklar S2 dibuka.

Tegangan pada isolator no.1 dalam persen tegangan isolator rantai adalah:

Vb
V1 (%) = x100 % ………..……………………………..(4.3)
Vi1

Kemudian terminal tegangan tinggi elektroda bola dipindahkan ke isolator

no.2, prosedur seperti di atas diulang kembali sampai elektroda bola tembus listrik.

Artinya tegangan pada isolator no.1 dan no.2 adalah Vb. Tegangan isolator no.1 dan

no.2 dalam persen tegangan isolator (Vi) adalah:

Vb
(V1 −V2 ) % = x100 % …….............................................................(4.4)
Vi1
Vb
V2 = x100 % −V1 % ……………..…………..…….………….......(4.5)
Vi 2

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
47

Demikian seterusnya dilakukan untuk setiap teminal tegangan tinggi

elektroda bola dipindahkan pada isolator 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Tegangan dalam

persen (%) pada masing-masing piring isolator dapat ditulis sebagai berikut :

Vb
V3 % = x100 % − (V1 + V2 )% ……………………………............(4.6)
Vi 3

Vb
V4 % = x100 % − (V1 + V2 + V3 )% .................................................(.4.7)
Vi 4
Vb
V5 % = x100 % − (V1 + V2 + V3 + V4 )% ............................................(4.8)
Vi 5

Vb
V6 % = x100 % − (V1 + V2 + V3 + V4 + V5 )% ..................................(4.9)
Vi 6

Vb
V7 % = x100 % − (V1 + V2 + V3 + V4 + V5 + V6 )% ………..............(4.10)
Vi 7

Vb
V8 % = x100 % − (V1 + V2 + V3 + V4 + V5 + V6 + V7 )% ..…….........(4.11)
Vi 8

Vb
V9 % = x100 % − (V1 + V2 + V3 + V4 + V5 + V6 + V7 + V8 )% ..….….(4.12)
Vi 9

Sedangkan persentase tegangan pada isolator no.10 adalah:

V10(%) = 100% - (V1 +V2 + …………….+V9)%................................... (3.13)

Setelah pengukuran tanpa menggunakan elektroda cincin perata selesai,

pengukuran dilanjutkan dengan menggunakan elektroda cincin perata. Prosedur

pengukuran yang dilakukan sama dengan pengukuran tanpa menggunakan elektroda

cincin.

IV.3. HASIL PENGUKURAN

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
48

Semua data hasil pengukuran ditampilkan dalam bentuk tabel. Data – data

hasil pengukuran diberikan pada Lampiran 2.

BAB V

ANALISIS DATA

V.1. UMUM

Hasil pengukuran yang diperoleh belum secara langsung menggambarkan

distribusi tegangan pada isolator. Untuk itu data yang diperoleh perlu diolah lagi

hingga diperoleh distribusi tegangan pada setiap piring isolator. Kemudian data ini

dianalisa dan ditunjukkan dalam bentuk kurva untuk melihat pengaruh elektroda

cincin perata terhadap distribusi tegangan pada isolator rantai.

Ada tiga hal yang akan diuraikan dalam bab ini, yaitu:

1. Konvesi tegangan tembus sela bola dari keadaan standar ke keadaan sembarang.

2. Perhitungan persentase tegangan pada setiap piring isolator.

3. Perhitungan faktor kerataan isolator.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
49

Hal terakhir di atas diuraikan untuk melihat pengaruh elektroda cincin perata

terhadap distribusi tegangan isolator rantai.

V.2. KONVERSI TEGANGAN TEMBUS SELA BOLA

Keadaan udara saat pengukuran tidak selalu sama dengan keadaan standar.

Berdasarkan persamaan 5.1, tegangan tembus listrik elektroda bola pada keadaan

sembarang adalah:

Di mana : VS = Tegangan Standar sela bola (kV)

V = Tegangan Tembus pada keadaan udara sembarang (kV)

δ = Faktor Koreksi

Faktor koreksi udara tergantung kepada suhu dan tekanan udara, besarnya

adalah sebagai berikut :

0.386 p
δ =
273 + θ

P = Tekanan Udara (mmHg)

θ = Temperatur Udara (oC)

Pada pengukuran ini digunakan elektroda bola dengan diameter 5 cm dengan

jarak sela dibuat 0,2 cm. Dengan demikian pada keadaan standar elektroda bola ini

akan tembus listrik pada tegangan 8 kV (lihat Tabel pada Lampiran 1). Pada keadaan

udara tidak standar atau sembarang, akan tembus listrik pada tegangan :

V = δ x 8 kV…………………………………………….....(5.1)
Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
50

Pengukuran dilakukan pada waktu yang berbeda, sehingga keadaan udara

tidak sama selama pengukuran dilakukan. Oleh karena itu, setiap pengukuran harus

dicatat tekanan dan suhu udaranya. Oleh karena itu, tegangan tembus sela bola pada

setiap pengukuran harus dihitung menurut rumus 5.1.

Sebagai contoh diambil hasil pengukuran tegangan isolator no. 1 dengan

menggunakan elektroda cincin perata berdiameter 8 mm. Saat pengukuran keadaan

udara adalah sebagai berikut:

- Temperature saat pengujian, θ = 26.8°C

- Tekanan udara saat pengujian, p = 726.5 mmHg

Dengan demikian faktor koreksinya adalah:

0.386 x 726.5
δ= = 0.935
273 + 26.8

maka tegangan yang membuat sela bola tembus listrik adalah:

V = 8 x 0,935 = 7,480 kV

Perhitungan yang sama seperti di atas dilakukan untuk setiap posisi penjepit

terminal tegangan tinggi elektroda bola, pada pengukuran tanpa menggunakan

elektroda cincin perata dan juga pada pengukuran dengan menggunakan elektroda

cincin perata.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
51

Data tegangan tembus listrik sela bola pada setiap pengukuran diberikan pada

Lampiran 3.

V.3. FAKTOR KERATAAN (AF)

Tegangan setiap piring isolator dalam persen tegangan isolator rantai

(tegangan sekunder trafo uji) dihitung dengan menggunakan data pada Lampiran 3.

Berikut ini diberikan contoh perhitungan persentase tegangan pada setiap piring

isolator rantai dengan menggunakan elektroda cincin perata berdiameter 8 mm.

Persen tegangan isolator nomor 1

Vb
V1 (%) = x100 %
Vi1

7,480
V1 (%) = x100 % = 24.389%
30.67

Persen tegangan isolator nomor 2 (Vi2)

Vb
V2 (%) = x100 % − V1 %
Vi 2

7.480
V1 = x100 % − 24.389 % = 6.584 %
24.15

Persen tegangan isolator nomor 3 (Vi3)

Vb
V3 (%) = x100 % − (V1 + V2 )%
Vi 3

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
52

7,480
V3 = x100 % − (24.389 + 6.584) % = 5.127 %
20.72

Persen tegangan isolator nomor 4 (Vi4)

Vb
V4 (%) = x 100 % − (V1 + V2 + V3 )%
Vi 4

7,504
V3 = x 100 % − (24.389 + 6.584 + 5.127) % = 6.367 %
17.67

Persen tegangan isolator nomor 5 (Vi5)

Vb
V5 (%) = x 100 % − (V1 + V2 + V3 + V4 )%
Vi 5

7,504
V5 = x 100 % − (24.389 + 6.584 + 5.127 + 6.367)% = 1.935 %
16.90

Persen tegangan isolator nomor 6 (Vi6)

Vb
V6 (%) = x 100 % − (V1 + V2 + V3 + V4 + V5 )%
Vi 6

7,472
V6 = x 100 % − (24.389 + 6.584 + 5.127 + 6.367 + 1.935)% = 1.298 %
16.35

Persen tegangan isolator nomor 7 (Vi7)

Vb
V7 (%) = x100 % − (V1 + V2 + V3 + V4 + V5 + V6 )%
Vi 7

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
53

7,472
V7 = x100 % − (24.389 + 6.584 + 5.127 + 6.367 +1.935 +1.298)% = 7.440 %
14.06

Persen tegangan isolator nomor 8 (Vi8)

Vb
V8 (%) = x100 % − (V1 + V2 + V3 + V4 + V5 + V6 + V7 )%
Vi 8

7,472
V9 = x100 % − (24.389 + 6.584 + 5.127 + 6.367 +1.935 +1.298 + 7.440)%
13.01

= 4.289 %

Persen tegangan isolator nomor 9 (Vi9)

Vb
V9 (%) = x100 % − (V1 + V2 + V3 + V4 + V5 + V6 + V7 + V8 )%
Vi 9

7,472
V9 = x100 % − (24.389 + 6.584 + 5.127 + 6.367 + 1.935 +1.298 + 7.440 + 4.289)%
11.49

= 7.597 %

Persen tegangan isolator nomor 10 (Vi10)

Vb
V10 (%) = x100 % − (V1 + V2 + V3 + V4 + V5 + V6 + V7 + V8 + V9 )%
Vi10

7,416
V10 = x100 % − (24.389 + 6.584 + 5.127 + 6.367 + 1.935 +1.298 + 7.440 + 4.289 + 7.597 )%
7,416

V9 = 34.970 %

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
54

Dan untuk seterusnya hingga diperoleh hasil perhitungan seperti diberikan

pada tabel 5.1, dan berdasarkan table 5.1 tersebut dibuatlah kurva karakteristik hasil

pengukuran isolator rantai dalam persen yang ditunjukkan pada lampiran 4.

Tabel Lampira 5.1

Persen Tegangan Tiap Piring Iolator

nomor Persentase Tegangan Tiap Piring Isolator (%)

isolator d = 8 mm d = 12 mm d = 16 mm d = 20 mm d = 24 mm

1 24.389 24.680 22.759 22.622 22.962


2 6.584 6.769 7.407 6.685 7.689
3 5.127 5.935 4.714 5.312 4.659
4 6.367 4.378 4.175 10.085 1.001
5 1.935 0.543 3.876 1.461 4.470
6 1.298 1.711 2.407 3.477 2.166
7 7.440 3.729 3.815 1.720 5.726
8 4.289 12.902 1.302 4.974 6.907
9 7.597 9.344 11.532 8.916 11.985
10 34.970 30.009 38.013 34.748 32.435

Dari perhitungan persentase tegangan sebagaimana yang ditunjukkan pada

tabel 5.1 di atas, dihitunglah faktor kerataan, baik tanpa dan dengan menggunakan

elektroda cincin perata.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
55

Berikut ini diberikan contoh perhitungan faktor kerataan, jika isolator rantai

dengan elektroda cincin perata berdiameter 8 mm.

Persentase tegangan tertinggi dipikul isolator no.10, yaitu : 34.970 %

Dan persentase tegangan terendah dipikul isolator no. 6, yaitu : 1.298 %

Maka diperoleh faktor kerataan

AF = 34.970 % - 1.298 %

= 33.672 %

Dengan cara yang sama faktor kerataan dihitung untuk isolator rantai dengan

mengguanakan elektroda cincin perata yang lain, yaitu untuk penampang

berdiameter, 12 mm, 16 mm, 20 mm, 24 mm dan hasilnya diperlihatkan pada tabel

5.2 berikut ini .

Tabel 5.2

Faktor Kerataan (AF)

Diameter Penampang
Faktor Kerataan (AF)
Elektrida Cincin (mm)

8 33.672

12 29.466

16 36.711

20 33.287

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
56

24 31.434

Dari hasil perhitungan faktor kerataan pada tabel 5.2 dibuat kurva yang

menggambarkan hubungan faktor kerataan dengan diameter penampang dari

elektroda cincin perata . Kurva tersebut diperlihatkan pada gambar 5.1.

53
51
49
47
45
Faktor Kerataan

43
41
39
37
35
33
31
29
27
25
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26

Diameter penampang Elektroda Cincin (mm)

Gambar 5.1. Kurva Hubungan Faktor Kerataan dengan Diameter Penampang


Elektroda Cincin

Kurva di atas memperlihatkan bahwa adanya pengaruh perubahan distribusi

tegangan pada isolator rantai dengan menambahkan elektroda cincin perata yang

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
57

divareasikan diameter penampangnya. Hal ini tampak bahwa ketika menggunakan

elektroda cincin perata berdiameter 8 mm faktor kerataannya berada pada nilai

33.672, sedang untuk diameter penampang 12 mm, 16 mm, 20 mm dan 24 mm

masing – masing bernilai 29.466, 36.711, 33.287 dan 31.434. ini menunjukkan

adanya perubahan nilai yang disebabkan oleh divariasikannya penampang elektroda

cincin perata.

Karena pada tugas akhir ini menitik beratkan pada pengaruh perubahan

diameter penampang pada elektroda cincin perata, maka dari itu kurva di atas telah

jelas memperlihatkan adanya pengaruh terhadap perubahan diameter penampang

elektroda cincin perata pada isolator rantai.

Perubahan nilai faktor kerataan pada diameter 8 mm ke 20 mm terlihat jelas

ketika diganti dengan cincin perata berdiameter 12 mm, faktor kerataannya turun.

Akan tetapi ketika diaplikasikan ke diameter penampang 16 mm, nilai faktor

kerataan itu semakin besar. Namun kenaikan nilai tersebut tidak diikuti oleh cincin

berdiameter penampang berikutnya, yaitu 20 mm dan 24 mm. Pada kedua

penampang terakhir ini, faktor kerataannya berkurang atau turun kembali.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
58

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Dengan menggunakan elektroda cincin perata distribusi tegangan akan

lebih merata, hal ini jelas terlihat ketika menggunakan penampang

berdiameter 12 mm. Ini menunjukkan distribusi tegangan semakin baik.

2. Pada pengujian ini diperoleh penyimpangan nilai dari faktor kerataan yang

semakin naik, yaitu pada penampang berdiameter 16 mm.

3. Penggunaan elektroda cincin perata dengan memvariasikan diameter

penampang elektroda cincin perata ternyata menghasilkan faktor kerataan

yang tidak sama.

4. Untuk elektroda cincin perata berpenampang 8 mm, 20 mm dan 24 mm

menghasilkan faktor kerataan yang tidak jauh berbeda.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009
59

5. Faktor kerataan yang tertinggi diperoleh pada diameter berpenampang 16

mm, sedang faktor kerataan terendah dihasilkan oleh elektroda cincin perata

berdiameter 12 mm.

B. SARAN

Perlunya penelitian lebih lanjut dalam hal meratakan distribusi tegangan pada

isolator rantai, bila :

1. Rentang atau kisar dari diameter penampang elektroda cincin perata

diperbesar.

2. Bahan elektroda cincin perata diubah.

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan
Pada Isolator Rantai, 2007
USU Repository © 2009

Anda mungkin juga menyukai