Anda di halaman 1dari 34

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny.SW
Umur : 34 tahun
Suku/bangsa : Melayu / Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Bougenvil Lestari RT.25 No. 7
MRS : 10- 09- 2013. Pukul 23.00 wib

1.2. Anamnesis

Keluhan Utama : Keluar air-air berwarna bening dari jalan lahir sejak lebih
kurang 9 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak ± 9 jam SMRS os mengeluhkan keluar air-
air dari jalan lahir berwarna jernih kira-kira sebanyak 1 sarung basah. Keluar air-
air banyak tanpa disertai rasa nyeri diperut yang menjalar sampai kepinggang.
Kira-kira setengah jam setelah keluar air-air os pergi ke bidan untuk
memeriksakan kandungannya. Bidan menyarankan agar os ke praktek dokter atau
ke RS.
± 7 jam SMRS air-air masih keluar sedikit-sedikit. nyeri perut menjalar
sampai kepinggang (-), keluar darah lendir (-). Os masih merasakan gerakan
janinnya.
± 3 jam SMRS os ke praktek dokter, dokter menyarankan OS agar segera ke RS
karena denyut jantung janin nya cepat dan dokter juga mengatakan bahwa janin os
mengalami stress janin.
IGD denyut jantung janin os sudah tidak terdengar lagi.

1
Riwayat Penyakit Dahulu
- Infertil primer 7 tahun (+)
- Hipertensi (-)
- Asma (-)
- Diabetes Melitus (-)
- Penyakit Jantung Koroner (-)
Riwayat Obstetri
- GPA : G1P0A0
- HPHT : 7-2-2013
- TP : 14-11-2013
- UK : 30 minggu
- Menarche : Umur 13 tahun
- Siklus haid : Teratur 28 hari
- Lama haid : 7 hari.
- Riwayat Perkawinan : Pasien menikah 1 kali. Pada usia 27 tahun
- Riwayat Persalinan :
No Tahun Umur Jenis Penolong Anak Ket
partus kehamilan persalinan
JK BBL

1 Ini

- Riwayat Kontrasepsi : Tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi.


- Imunisasi TT : 2 kali diPuskesmas
- ANC : >7 x selama kehamilan dengan Bidan
- Riwayat keluarga kembar : (-)
1.3.Pemeriksaan Fisik
TD : 110/60 mmHg
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,6 ℃

2
Berat badan sebelum hamil : 48 kg
Berat badan saat hamil : 54 kg
Tinggi Badan : 161 cm

Status Generalisata
Kepala : Normocephale, rambut hitam tidak mudah dicabut.
Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek cahaya +/+
THT : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), struma (-), JVP 5-2cmH2O
Thorak : Pergerakan dinding dada simetris
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Membesar, hepar dan lien tidak teraba, Bising Usus (+)
Genitalia :Labia mayora simetris(-/-), edema labia mayora (+/-)
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis -/-, edema (-)
Pemeriksaan Luar
TFU : 26 cm
LI : Teraba bagian luanak tidak melenting
LII : Pu-ka
LIII : Preskep
LIV : belum masuk pintu atas panggul ( U )
TBJ : 2170 gram.
HIS : ---
DJJ : -

3
Pemeriksaan Dalam :
Inspekulo:
Portio : tidak livid,
fluksus (-),
Flour(-),
air-air (+),
erosi (-),
laserasi (-),
polip (-),
pembukaan (-)

1.4.Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin (10 september 2013)
HB : 10,7 gr/dl ↓
Leukosit : 14,8 103/mm3 ↑
Eritrosit : 3,98 106/mm3
Trombosit : 348 103/mm3
Hematokrit : 34,5 %
Masa perdarahan : 2 menit
Masa pembekuan : 4 menit
Golongan Darah : A+
GDS : 144 mg/dl

1.5. Diagnosis
 G1P0A0 Gravida 30 minggu belum inpartu, JTM intra uterin PRESKEP +
KPD 9 jam + infertil primer 7 tahun.

4
1.6. Penatalaksanaan
Terapi :
- IVFD RL 20 tts/menit
- Informed consent kepada keluarga tentang keadaan bayi saat ini
- Terminasi kehamilan pervaginam
- Rencana USG konfirmasi

5
1.7. Follow UP
Tanggal/Jam S O A P

11-09- 2013 Os mengaku KU : Tampak sakit sedang G1P0A0 - IVFD RL 20


07:00 WIB masih Kesadaran: CM Gravida 30 tts/menit
merasakan TD : 110/80 mmHg minggu - Rencana
gerakan janin N : 80 x/i belum terminasi
nya tapi RR : 20 x/i inpartu, JTM kehamilan
lemah, Nyeri S : 36 0C intra uterin pervaginam
perut (-), HIS : - PRESKEP + - Rencana
darah lendir DJJ : - KPD 17 jam gastrol Intra
(-), pusing (- + infertil anal/8 jam 2
), mual (-), primer 7 tablet
muntah (-) tahun. - Rencana
USG
konfirmasi
11:00 WIB Os mengaku KU : Tampak sakit sedang G1P0A0 - IVFD RL 20
masih Kesadaran: CM Gravida 30 tts/menit
merasakan TD : 110/70 mmHg minggu - Rencana
gerakan janin N : 84 x/i belum terminasi
nya tapi RR : 20 x/i inpartu, JTM kehamilan
lemah, Nyeri S : 37,1 0C intra uterin pervaginam
perut (-), HIS : 1/10i/10ii PRESKEP + - Rencana
darah lendir DJJ = - KPD 21 jam gastrol Intra
(-), pusing (- + infertil anal/8 jam 2
), mual (-), primer 7 tablet
muntah (-) tahun. - Rencana
USG
konfirmasi
14:00 WIB Os mengaku KU : Tampak sakit sedang G1P0A0 - Observasi
masih Kesadaran: CM Gravida 30 - O2 nasal

6
merasakan TD : 110/70 mmHg minggu kanul 4 l/i
gerakan janin N : 84 x/i inpartu, JTH - IVFD RL 20
nya tapi RR : 20 x/i intra uterin tts/menit
lemah, Nyeri S : 36,7 0C PRESKEP + - inj.
perut (+), HIS : 3/10i/20ii Fetal Distres Ceftriaxone
darah lendir DJJ : 186 x/i + KPD 1 hari 1x2 gr
(+), pusing (- Inspekulo : pembukaan + infertile - Rencana
), mual (-), OUE (-), Blood show (+) primer 7 terminasi
muntah (-) tahun kehamilan
pervaginam
- USG
konfirmasi
tidak jadi
dilakukan
18:00 WIB Os mengaku KU : Tampak sakit sedang G1P0A0 - Observasi
masih Kesadaran: CM Gravida 30 - O2 nasal
merasakan TD : 110/70 mmHg minggu kanul 4 l/i
gerakan janin N : 86 x/i inpartu, JTH - IVFD RL 20
nya tapi RR : 20 x/i intra uterin tts/menit
lemah, Nyeri S : 36,0 0C PRESKEP + - inj.
perut (+), HIS : 4/10i/<40ii Fetal Distres Dexamethaso
darah lendir DJJ : 162 x/i + KPD 1 hari n 3 x2 amp
(+), pusing (- + infertile - inj.
), mual (-), primer 7 Ceftriaxone
muntah (-) tahun 1x2 gr
- Rencana
terminasi
kehamilan
pervaginam
- USG
konfirmasi

7
tidak jadi
dilakukan
20:00 WIB Os mengaku KU : Tampak sakit sedang G1P0A0 - Observasi
tidak Kesadaran: CM Gravida 30 - O2 nasal
merasakan TD : 110/70 mmHg minggu kanul 4 l/i
gerakan N : 84 x/i inpartu, JTM - inj.
janinnya lagi, RR : 22 x/i intra uterin Dexamethaso
nyeri perut S : 37,2 0C Letak lintang n 3 x2 amp
(+),darah HIS : 4/10i/40ii + KPD 1 hari - inj.
lendir (+), DJJ = - + infertile Ceftriaxone
pusing (-), Dilakukan pemeriksaan primer 7 1x2 gr
mual (-), Dalam : VT  tahun - USG
muntah (-), portio : konsistensi lunak konfirmasi
Pembukaan : 5 cm tidak jadi
Pendataran : 50-60% dilakukan
Teraba bagian terkecil
(tangan) di HII
21:00 WIB Os mengaku KU : Tampak sakit sedang G1P0A0 - Observasi
tidak Kesadaran: CM Gravida 30 - O2 nasal
merasakan TD : 110/70 mmHg minggu kanul 4 l/i
gerakan N : 86 x/i inpartu, JTM - inj.
janinnya lagi, RR : 20 x/i intra uterin Ceftriaxone
nyeri perut S : 37,2 0C Letak lintang 1x2 gr
(+),darah HIS : 4/10i/40ii + KPD 1 hari - USG
lendir (+), DJJ : - + infertile konfirmasi
pusing (-), primer 7 tidak jadi
mual (-), tahun dilakukan
muntah (-), - Rencana
terminasi
kehamilan

8
perabdomina
l  SC
22.00 WIB Os mengaku KU : Tampak sakit sedang G1P0A0 - Pasien di
tidak Kesadaran: CM Gravida 30 antar ke
merasakan TD : 110/70 mmHg minggu OKE
gerakan N : 86 x/i inpartu, JTM
janinnya lagi, RR : 20 x/i intra uterin
nyeri perut S : 37,2 0C Letak lintang
(+),darah HIS : 4/10i/40ii + KPD 1 hari
lendir (+), DJJ : - + infertile
pusing (-), primer 7
mual (-), tahun
muntah (-),

 Laporan Operasi
- Insisi perut
- Menarik kaki, lahir bayi
- Berat badan 2100 gram, Maserasi derajat III
- Setelah dilakukan observasi  atonia uteri dan perlengketan kista coklat +
rektum, dilakukan pengikatan arteri uteri kanan kiri tidak berhasil 
perdarahan intra uteri (bekas perlengketan plasenta/ plasenta bad) tidak
dapat di atasi  suami pasien masuk kamar operasi  setuju dilakukan
pengangkatan uterus
- Dilakukan pemasangan drain
- Perdarahan di atasi

 Instruksi post operasi :


- Ceftriaxone 3x1 gram  IV ( Skin tes)
- Vitamin C 3x2 ampul  IV
- Alinamin F 2x1  IV
- Puasa 24 jam

9
- Transfusi 4 kolf whole blood
- Cek HB post laparatomi
- RL : Asering 30 gtt/i

Diagnosa Pre Operasi G1P0A0 Gravida 30 minggu inpartu, JTM intra uterin
Letak lintang + KPD 1 hari + infertile primer 7 tahun
Diagnosa Post Operasi P1A0 post SCTP a/i letak lintang + histerektomi
subtotal a/i atonia uteri dan perlengketan

 Follow Up Post Operasi


Tanggal/Jam S O A P

12-09- 2013 Os mengaku KU : Tampak sakit sedang Diagnosa - Ceftriaxone


07:00 WIB merasa Kesadaran: CM post Operasi 3x1 gram 
lemas, nyeri TD : 90/60 mmHg P1A0 post IV ( Skin tes)
luka operasi N : 80 x/i SCTP a/i - Vitamin C
(+). RR : 22 x/i letak lintang 3x2 ampul
S : 36 0C +  IV
histerektomi - Alinamin F
Darah rutin 12-09-2013 subtotal a/i 2x1  IV
- HB : 10,6 gr/dl ↓ atonia uteri - Puasa 24 jam
- Leukosit :32,7 103/mm3 ↑ dan - Transfusi 4
- Eritrosit : 3,82 106/mm3 perlengketan, kolf whole
- Trombosit: 192 103/mm3 perawatan blood
- Hematokrit : 32,1 % hari ke-1 - Cek HB post
laparatomi
- RL : Asering
30 gtt/i
13-09-2013 Os mengaku KU : Tampak sakit sedang Diagnosa - Ceftriaxone
07.00 WIB nyeri luka Kesadaran: CM post Operasi 3x1 gram 

10
operasi (+). TD : 110/70 mmHg P1A0 post IV
N : 78 x/i SCTP a/i - Vitamin C
RR : 20 x/i letak lintang 3x2 ampul
S : 36,0 0C +  IV
histerektomi - Alinamin F
subtotal a/i 2x1  IV
atonia uteri - Transfusi 4
dan kolf whole
perlengketan, blood
perawatan
hari ke-2
14-09-2013 Os mengaku KU : Tampak sakit sedang Diagnosa - Ceftriaxone
07.00 WIB nyeri luka Kesadaran: CM post Operasi 2x1 gram 
operasi (+). TD : 110/70 mmHg P1A0 post IV
N : 80 x/i SCTP a/i - Metronidazol
RR : 20 x/i letak lintang 3x1
S : 36,1 0C + - SF 2x1
histerektomi - B. Comp 1x1
Darah rutin 12-09-2013 subtotal a/i - OBH SYR
- HB : 10,8 gr/dl ↓ atonia uteri 3xc
- Leukosit : 17,2 103/mm3 ↑ dan - GV 
- Eritrosit : 3,87 106/mm3 perlengketan, Kering, Pus
3 3
- Trombosit: 203 10 /mm perawatan (-)
- Hematokrit : 32,8 % hari ke-3 - Aff drain
15 – 09 -2013 (-) KU : Tampak sakit sedang Diagnosa - Metronidazol
07.00 Kesadaran: CM post Operasi 3x1
TD : 110/70 mmHg P1A0 post - Ciprofloxaci
N : 80 x/i SCTP a/i n 2x 1
RR : 20 x/i letak lintang - Paracetamol
S : 36,0 0C + 3x1

11
histerektomi - SF 2x1
subtotal a/i - B. Comp 1x1
atonia uteri - OBH SYR
dan 3xc
perlengketan, GV 
perawatan kering, Pus (-
hari ke-4 )

12
BAB II
ANALISA KASUS

Pada kasus ini di dapatkan dari anamnesis bahwa Os megeluhkan keluar air-
air dari jalan lahir sebanyak ± 1 sarung basah sejak kira-kira 9 jam yang lalu, pada
kasus os mendapatkan penanganan yang tepat untuk Ibunya yaitu di berikan
antibiotic untuk mencegah infeksi, akan tetapi penanganan untuk menyelamatkan
janinnya agak terlambat.
Saat Os di IGD di lakukan pemeriksaan dan di dapatkan hasil denyut jantung
janin os sudah tidak terdengar lagi dan dinyatakan janin os sudah meninggal,
tetapi os menyatakan os masih merasakan gerakan janinnya. Hal ini tidak sesuai
dengan teori nya, untuk menegakkan diagnosis kematian janin di dalam rahim,
seharusnya di mulai dengan anamnesis. Bila pada anamnesis didapatkan
keterangan Ibu masih merasakan gerakan janinnya, dan DJJ tidak terdengar bisa
saja karena tenaga kesehatannya salah dalam mendengarkan DJJ dan tidak
mengerti cara mendengarkan DJJ. Seharusnya dalam kasus seperti ini harus
dilakukan USG konfirmasi untuk menegakkan diagnosa pasti kematian janin.
Terdapat kerancuan di dalam penanganan pada kasus ini, pada awalnya saat
OS masuk jam 23.00 WIb dinyatakan DJJ (-), akan tetapi pada jam 14.00
keesokan harinya terdengar DJJ (+). Dalam hal ini sangat diperlukan tindakan
USG konfirmasi
Pada kasus juga di tegakkan diagnosis “G1P0A0 Gravida 30 minggu blm
inpartu intra uterin PRESKEP+ Fetal Distres+ KPD 9 jam+ infertile primer 7
tahun.” Setelah kira-kira 20 jam Os dirawat di RS, baru lah di tegakkan diagnosis
“: G1P0A0 Gravida 30 minggu inpartu intra uterin Letak lintang+ Fetal Distres+
KPD 9 jam+ infertile primer 7 tahun”. Pada kasus ini ada kesalahan diagnosis,
yaitu presentasi kepala menjadi letak lintang. Karena kesalahan dalam penegakan
diagnosis maka akan terjadi keslahan dalam penangan pasien. Di dalam teori
disebutkan, bahwa kematian janin di dalam rahim “presentasi kepala” dilakukan
terminasi kehamilan pervaginam dan letak lintang harus perabdominal.

13
Primigravida dengan riwayat infertilitas primer selama 7 tahun, seharusnya
pada kasus seperti ini hendaknya petugas medisnya sangat berhati-hati dalam
menegakkan diagnosis dan memberikan penatalaksanaan. Pada pasangan infertil
primer terdapat beban secara medis maupun psikologis, bila terjadi kesalahan
dalam penegakan diagnosis dan keterlambatan penangan yang berakhir dengan
kematian janin maka hal ini akan memberikan trauma psikologis bagi pasangan
infertil.

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

KEMATIAN JANIN
1. Definisi
Menurut WHO dan The American Collage of Obstretricians and
Gynecolgist yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim
dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih.1,2,3

2. Penyebab Kematian janin1,2,3


Kematian janin dapat disebabkan oleh banyak hal, yang umumnya dapat
dikelompokkan menjadi kausa janin, plasenta atau Ibu.
2.1.Janin (25-40%)
- Kelainan Kromosom
- Cacat lahir nonkromosom
- Hidrops non imun
- Infeksi virus, bakteri, protozoa
- Hamil kembar
- Hamil tumbuh terhambat
2.2.Plasenta (25-35%)
- Solusio plasenta
Merupakan kausa tunggal penyebab kematian janin. Fretts dan
Usher (1997) memastikan solusio plasenta sebagai penyebab
kematian pada 14 persen dari 278 kasus lahir mati.
- Perdarahan janin-ke-Ibu
Samadi dkk. (1996) menganalisis 319 kematian janin di Los
Angeles County Women’s Hospital yang menggunakan
pewarnaan Kleihauer-Betke terhadap darah Ibu. Perdarahan
massif janin-ke-Ibu dijumpai pada 4,7 persen. Pada trauma Ibu

15
yang parah mungkin dapat menyebabkan perdarahan janin-ke-
Ibu yang mengancam nyawa.
- Cedera tali pusat
- Insufisensi plasenta
- Asfiksia intrapartum
- Plasenta previa
- Transfusi antarkembar
- Korioamnionitis
Infeksi plasenta dan selaput ketuban yang secara klinis jarang
terjadi tanpa infeksi janin yang signifikan. Korioamnionitis
ditandai oleh sebukan leukosit mononuclear dan
polimorfonuklear pada korion. Benirscke dan Kaufmann (2000)
beranggapan bahwa korioamnionitis mikroskopik selalu
disebabkan oleh infeksi.
2.3.Ibu (5-10%)
- Antibodi antifosfolipid
- Diabetes
- Penyakit Hipertensi
- Trauma
- Persalinan abnormal
- Sepsis
- Asidosis
- Hipoksia
- Ruptur uteri
- Kehamilan posterm
- Obat
2.4.Tidak dapat dijelaskan (25-35%)

3. Diagnosis
Riwayat dan pemeriksaan fisik sangat terbatas nilainya dalam membuat
diagnosis kematian janin. Umumya penderita hanya mengeluh gerakan janin

16
berkurang. Pada pemeriksaan fisik tidak terdengar denyut jantung janin.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasound, di mana tidak
tampak adanya gerakan jantung janin.
Pada anamnesis gerakan menghilang. Pada pemeriksaan pertumbuhan
janin tidak ada, yang terlihat pada tingggi fundus uteri menurun, berat badan
ibu menurun, berat badan Ibu menurun, dan lingkaran perut Ibu mengecil.
Dengan fetoskopi dan Doppler tidak dapat didengar adanya bunyi jantung
janin. Dengan sarana penunjang diagnostic lain yaitu USG, tampak gambaran
janin tanpa tanda kehidupan. Dengan foto radiologic setelah 5 hari tampak
tulang kepala kolaps, tulang kepala saling tumpang tindih (gejala spalding’)
tulang belakang hiperfleksi, edema sekitar tulang kepala; tampak gambarangas
pada jantung dan pembuluh darah.
Pemeriksaan hCG urin menjadi negative setelah beberapa hari kematian
janin. Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis Ibu ataupun keluarga,
apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama . bila
terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian
janin lebih dari 2 minggu.2

4. Evaluasi pada bayi lahir mati


4.1.Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan yang menyeluruh terhadap bayi, plasenta dan selaput
ketuban harus dilakukan saat pelahiran.1
a. Gambaran umum bayi
- Malformasi
- Noda kulit
- Derajat meserasi
- Warna-pucat, pletorik
b. Tali pusat
- Prolaps
- Lilitan-leher, lengan, tungkai
- Hematom atau striktur

17
- Jumlah pembuluh
- Panjang
c. Cairan amnion
- Warna-mekonium, darah
- Konsistensi
- Volume
d. Plasenta
- Berat
- Bekuan lekat
- Kelainan struktur-lobus sirkumvalata atau aksesorius
- Insersi vilamentosa
- Edema-kelainan hidropik
e. Selaput ketuban
- Ternoda
- Menebal

Untuk diagnosis pasti kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin dan


pemeriksaan plasenta sert selaput. Diperlkan evaluasi secara komperhensif
untuk mencari penyebab kematian janin termasuk analisis kromosom,
kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi kehamilan berikutnya.2

5. Pengelolaan
Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan
tanda vital ibu; dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, dan
gula darah. Diberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang kemungkinan
penyebab kematian janin; rencana tindakan; dukungan mental emosional pad
penderita dan keluarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir pervaginam.2
Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu,
umunya tanpa kompilkasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi
persalinan dengan oksitosin atau misoprostol. Tindakan perabdominan
dilakukan bila janin letak lintang. Induksi persalinan dapat di kombinasi

18
oksitosin+misoprostol. Hati-hati pada induksi dengan uterus pascaseksio
secaraataupun miomektomi, bahaya terjadinyaruptura uteri.2
Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol secara
vaginal (50-100 µg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas
28 minggu dosis misoprostol 25 µg percaginam/6 jam.

6. Pencegahan
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati
aterm adalah bila Ibu merasa gerakan janin menurun, tidk bergerak, atau
gerakan janin terlalu keraas, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.2

19
KARAKTERISTIK DENYUT JANJUNG JANIN
Denyut jantung janin dalam pemeriksaan kardiotokografi ada dua macam:
 Denyut jantung Janin Basal (Basal Fetal heart rate), yakni frekuensi dasar
(Baseline rate) dan variabilitas (variability) denyut jantung janin saat
uterus dalam keadaan istirahat (relaksasi).
 Perubahan periodic (reactivity), merupakan perubahan denyut jantung
janin yang terjadi saat ada gerakan janin atau kontraksi uterus.8

1. Frekuensi dasar denyut jantung janin


Dalam keadaan normal frekuensi dasar denyutjantung janin berkisar antara
120-160 dpm. Disebut takhikardi apabila frekuensi dasar .160 dpm,
bradikardi bila frekuensi dasar <120 dpm.
 Takhikkardi dapat terjadi pada keadaan:
- Hipoksia janin (ringan/kronik)
- Kehamilan preterm (<30 mingggu)
- Infeksi Ibu atau janin
- Ibu febris atau gelisah
- Ibu hipertiroid
- Takhiaritmia janin
- Obat-obatan (missal: atropine, betamimetik)
 Bradikardi dapat terjadi pada keadaan:
- Hipoksia janin (berat/akut)
- Hipotermia janin
- Bradiaritmia janin
- Obat-obatan (propanolol, obat anesthesia local)
- Janin dengan kelainan jantung bawaan.8

20
2. Ultrasonografi Doppler

Ultrasonografi Doppler merupakan suatu teknik noninvasive untuk menilai


aliran darah dengan menentukan karakter impendansi aliran ke hlir. Prinsip
Doppler menyatakan bahwa jika gelombang suara mengenai suatu benda bergerak
maka frekuensi gelombang suara yang terpantul balik berbanding lurus dengan
kecepatan dan arah benda bergerak tersebut karena besar dan arah pergeseran
frekuensi bergantung pada gerakan relative benda yang bergerak, kecepatan dan

arah dapat ditentukan (gambar 1). Dalam obstetric, sumber suara adalah transuder
Ultrasound., benda bergeraknya adalah sel darah merah yang mengalir melalui
sirkulasi dan gelombang suara dipantulkan direkam olehtransuder ultrasound.
Dengan cara ini, volume dan kecepatan aliran darah yang melalui pembuluh ibu
dan janin dapat ditentukan. Dengan mengevaluasi aliran darah selama diastole,
rasio systole-diastole (S/D) akan memberikan perkiraan tentang resistensi aliran
ke hilir. gambar 2 memperlihatkan beberapa pembuluh yang diperiksa rasio S/D –
nya, serta bentuk gelombang S/D untuk kecepatan darah pembuluh ini.

21
Rasio S/D arteri umbilikalis merupakan indeks Doppler yang paling sering
digunakan (gambar 3 ). Indeks dianggap abnormal juka meningkat lebih persentil

22
ke 95 untuk usia gestasi atau jika alikran diastole tidak atau berbalik arah. Aliran
yang tidak ada tau berbalik (gambar 4) merupakan temuan yang buruk dan
menunjukan resistensi aliran ke hilir yang hebat disfungsi plasenta dan gangguan
janin kelainan ini khas berkaitan dengan hambatan pertumbuhan janin. Resistensi
terhadap aliran darah arteri umbilikalis pada awalnya tinggi tetapi menurun
seiring dengan bertambahnya usia gestasi; rasio S/D menurun dari sekitar 4,0 pada
20 minggu menjadi sekitara 2,0 pada 40 minggu. Rumus yang mudah diingan
adalah rasio S/D umumnya kurang dari 3,0 setelah gestasi 30 minggu

3. Velositometri Doppler

Fetal Doppler adalah alat dalam biomedik yang sering digunakan untuk
mendeteksi detak jantung janin pada ibu hamil. Fetal Doppler menggunakan
sensor Ultrasound dengan frekuensi 2 MHz untuk mendeteksi detak jantung janin
berdasarkan prinsip doppler, yaitu memanfaatkan prinsip pemantulan gelombang
yang dipancarkan oleh sensor ultrasound.

23
Cara pemeriksaan menggunakan Doppler:

Alat dan bahan

 Doppler
 Jelly

Langkah-langkah pemeriksaan

a. Baringkan ibu hamil dengan posisi terlentang


b. Beri jelly pada doppler /lineac yang akan digunakan
c. Tempelkan doppler pada perut ibu hamil didaerah punggung janin.

d. Hitung detak jantung janin :


i. Dengar detak jantung janin selama 1 menit, normal detak jantung
janin 120-160 / menit.
ii. Beri penjelasan pada pasien hasil pemeriksaan detak jantung janin
e. Jika pada pemeriksaan detak jantung janin, tidak terdengar ataupun tidak
ada pergerakan bayi, maka pasien diberi penjelasan dan pasien dirujuk ke
RS.

24
KETUBAN PECAH DINI
1. Definisi
Pada keadaan normal selaput ketuban pecah dalam persalinan. Ketuban
pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum terjadinya
persalinan. KPD terjadi sekitar 2,7% - 17% kehamilan dan pada kebanyakan kasus
terjadi secara spontan. KPD merupakan masalah obstetri, dan 30% terjadi pada
kehamilan preterm.5,6

2. Etiologi
Penyebab pasti KPD belum diketahui secara pasti, namun diduga beberapa
faktor yang dapat menyebabkan KPD adalah sebagai berikut:1,2

1) Infeksi Traktus Urinarius dan Genital, Termasuk Penyakit Menular


Seksual
Mikroorganisme pada mukus servik secara ascenden berkembang mencapai
uterus menimbulkan reaksi inflamasi pada plasenta, selaput ketuban, dan
desidua maternal. Reaksi inflamasi ini mengeluarkan sitokin seperti IL-1 dan
IL-6 dari sel endothelial dan tumor necrosing factor dari makrofag. Hal ini
menstimulasi produksi prostaglandin yang akan menyebabkan pematangan
servik dan kontraksi uterus. Mikroorganisme penyebab yang sering adalah
streptococcus, mikoplasma, basil fusiform.
2) Infeksi Intrauterin
Infeksi intrauterin menjadi predisposisi pecahnya selaput ketuban melalui
beberapa mekanisme, semuanya menyebabkan degradasi dari matriks
ekstraseluler. Beberapa organisme yang termasuk dalam flora vagina
menghasilkan protease yang dapat menurunkan kadar kolagen dan
melemahkan selaput ketuban. Infeksi bakteri dan respon inflamasi ibu juga
menyebabkan produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang akhirnya
meningkatkan resiko premature Ketuban Pecah DIni yang diakibatkan oleh
iritabilitas uterin dan penurunan kolagen selaput ketuban.
3) Status Sosial Ekonomi yang Rendah

25
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak,
serta jarak kelahiran yang dekat.
4) Peregangan Uterus dan Saccus Amniotik yang Berlebihan, yang biasanya
terjadi pada kehamilan multipel atau terlalu banyak cairan amnion
(polihidramnion).
5) Defisiensi Vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan
kolagen, selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan
mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin dalam darah
ibu.
6) Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
7) Faktor-faktor lain
 Serviks inkompeten
 Ketegangan rahim yang berlebihan :kehamialn ganda, hidromniaon
 Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang dan lintang
 Kemungkinan kesempitan panggul
 Kelainan bawaan dari selaput ketuban

3. Mekanisme Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,
bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Factor resiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini:
- Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

26
- Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat
pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membrane
janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada
penyakit periodonitis dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi
ketuban pecah dini.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin.
Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah
dini pada kehamilan premature disebabkan oleh adanya factor-faktor eksternal
misalnya infeksi yang menjalar dari vagin. Ketuban pecah dini premature sering
terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta.

4. Gejala Klinis

Gejala klinis yang dapat timbul pada pasien KPD antara lain:6,7

1) Gejala utama berupa keluarnya cairan dari vagina, yang dapat keluar sebagai
pancaran yang besar dan mendadak atau sebagai suatu tetesan yang konstan
lambat.
2) Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan 22 minggu
3) Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung.
4) Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum
kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.

27
5. Diagnosis

Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


laboratorium. Dari anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosis KPD secara benar.
Pengeluaran urin dan cairan vagina yang banyak dapat disalahartikan sebagai
KPD. Maka dari itu pembedaan antara cairan amnion dan urin, atau sekret vagina
adalah penting. Tidak ada satu pemeriksaan pun yang ditemukan untuk dapat
mendiagnosis secara akurat, maka dari itu diperlukan integrasi antara anamnesis,
gejala klinis/ pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.1,2

1) Anamnesis
Pada umumnya pasien datang dengan keluhan keluarnya cairan dari
kemaluan. Cairan dapat keluar mendadak dan banyak atau perlahan dan
sedikit. Juga perlu ditannyakan adakah kontraksi uterus, perdarahan
pervaginam, baru saja intercourse (berhubungan intim/coitus), atau adakah
demam. Penting memastikan kapan taksiran persalinan sebab informasi ini
mempengaruhi pengobatan selanjutnya.

2) Inspekulo
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan
pertama terhadap kecurigaan KPD. Adanya genangan cairan di forniks
posterior mendukung diagnosis ini.

3) Nitrazin test
Metode diagnostik menggunakan kertas nitrazin (lakmus) dan
pemeriksaan gambaran daun pakis memiliki sensitifitas mendekati 90%.
Untuk memastikan cairan tersebut merupakan cairan ketuban dilakukan tes
dengan nitrasin. Cairan ketuban akan mengubah kertas nitrasin menjadi biru
karena pH cairan ketuban diatas 6,0-6,5. Sedangkan pH normal vagina
adalah antara 4,5-6,0. Pemeriksaan dengan kertas nitrasin dapat bersifat
positif palsu dengan adanya kontaminasi darah, semen, dan vaginitis.

28
4) Ferning Test
Merupakan pemeriksaan apusan terpisah untuk mengambil cairan dari
forniks posterior atau dinding vagina. Sewaktu cairan mengering pada kaca
objek, dapat dilihat adanya gambaran daun pakis (arborisasi) di bawah
mikroskop. Terdapatnya daun pakis ini mengindikasikan adanya KPD.
5) Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan
dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengidentifikasikan bagian
presentasi janin dan menyingkarkan kemungkinan prolapse tali pusat.
Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa
persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.
6) Ultrasonografi
Pada kasus dimana penderita diduga memiliki riwayat PROM, tetapi
pemeriksaan fisik gagal memastikan diagnosis, pemeriksaan USG dapat
membantu.
7) Pemeriksaan Penunjang
 Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus
merah menajadi biru
 Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat> 15.000/mm3
kemungkinan ada infeksi
 Kardiotofografi untuk mennetukan ada tidaknya kegawatan janin
secara dini
 Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasiop lesitin-
sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi
kematangan paru janin.

29
6. Penatalaksanaan
6.1.Konsevatif
1) Rawat di rumah sakit
2) Berikan antibiotik (Ampisilin 4 x500 mgatau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazole 2x 500 mg
selama 7 hari )
3) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, di rawat selama air
ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4) Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada
infeksi, tes busa negatif : beri dexamethasone, observasi tanda-
tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan
37 minggu.
5) Jika kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksamethasone dan induksi
sesudah 24 jam.
6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi
7) Nilai-tanda-tanda infeksi ( suhu, leukosit, tanda – tanda infeksi
intrauterin)
8) Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk
memacu kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa
kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis dexamethasone
12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, dexamethasone i.m 5
mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
6.2.Aktif
1) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
pikirkan seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50ug
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
2) Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik dosis tinggi dan
persalinan diakhiri jika :
- Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian

30
induksi
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan secsio sesarea
- Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
- Antibiotik1,2,6,7

INFERTILITAS
1. Definisi
Feretilitas ialah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan
melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilkannya. Jadi, fertilitas
adalah fungsi satu pasanganyang sanggup menjadikan kehamilan dan kelahiran
anak hidup.
Infertilitas adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama 1 tahun
dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi,
tetapi belum mempunyai anak.
2. Klasifikasi
2.1.Infetilitas primer kalau istri belum pernah hamil walaupun
bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama
12 bulan.
2.2.Infertilitas sekunder kalau istri pernah hamil, akan tetapikemudian
tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan
kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan.4

3. Etiologi
Etiologi infertilitas dapat dibagi menjadi empat kategori utama: faktor
pria, faktor wanita, faktor kombinasi pria dan wanita, serta infertilitas yang tidak
diketahui penyebabnya.7 Masalah-masalah infertilitas meliputi:
1) Masalah air mani
2) Masalah vagina
3) Masalah serviks
4) Masalah uterus
5) Masalah tuba

31
6) Masalah ovarium
7) Masalah peritoneum4

4. Pemeriksaan Pasangan Infertil


Syarat-syarat pemeriksaan pasanganinfertil adalah sebagai berikut:
1) Istri yang berumur 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha
untuk mendapat anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat dilakukan
lebih dini bila:
a) Pernah mengalami keguguran berulang
b) Diketahui mengidap kelainan endokrin
c) Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut
d) Pernah mengalami bedah ginekologik
2) Istri yang berumur 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan
pertama pasangan itu dating ke dokter
3) Istri pasangan infertile yang berumur antara 36-40 tahun hanya
dilakukan pemeriksaan infertilitas kalau belum mempunyai anak dari
perkawinan ini.
4) Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertile yang
salah satu anggota pasangannya mengidap penyakit yang dapat
membahayakan kesehatan istri atau anaknya.4

5. Prognosis Infertilitas
Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung
pada umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan
kehamilan (frekuensi sanggama dan lamanya perkawinan).
Fertilitas maksimal wanita dicapai umur 24 tahun, kemudian menurunkan
perlahan-lahan sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan cepat.
Menurut MacLeod, fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25
tahun. Hampir pada setiap golongan umur pria proporsi terjadinya kehamilan

32
dalam waktu kurang dari 6 bulan meningkat dengan meningkatnya frekuensi
senggama. Ternyata sanggama 4 kali seminggu paling meluangkan tejadinya
kehamian; karena ternyata kualitas dan jenis motilitas spermatozoa menjadi lebih
baik dengan seringnya ejakulasi.
Hasil penyelidikan Dor et al. menunjukkan, apabila umur istri akan
dibandingkan dengan angka kehamilannya, maka pada infertilitas primer terdapat
penurunan yang tetap setelah umur 30 tahun. Pada infertilitas sekunder terdapat
juga penurunan, akan tetapi tidak securam seperti infertilitas primer.4

6. Penanggulanagan Beberapa Masalah Infertilitas


6.1.Air mani yang abnormal
Naehat terbaik bagi pasangan dengan air mani abnormal adalah
melakukan senggama bernecana pada saat-saat istri subur. Adapun air
mani abnormal yang dapat diperbaiki itu kalau disebabkan oleh
varikokel, sumbatan, infeksi, defisiensi gonadotropin, atau
hiperprolaktinemia.
6.2.Endometriosis
Endometriosis adalah tumbuhnya kelenjar dan stroma endometrium
yang masih berfungsi di luar tempatnya yang biasa, yaitu rongga
uterus.
Terapi endometriosis terdi dari:
1) Menunggu sampai terjadi kehamilan sendiri
2) Pengobatan hormonal
3) Pembedahan konservatif

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Leveno KJ, Gant NF, Cunningham FG. Et al. Obstetri Williams. 21rd ed.
Jakarta: EGC. 2005. 1200-4.
2. Soewarto S. Kematian Janin. In Prawirohardjo S.(ed.) Ilmu Kebidanan.
Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir.
Edisi Keempat. Cetakan Kesatu. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2008. 732-4
3. Silver RM. Causes Of Death Among Stillbirths.2011. Vol 306. No.22.
2459-67.
4. Winkjosastro, Hanifa, dkk. 2008. Ilmu Bedah Kebidanan edisi kedua,
cetakan kelima. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 497-529.
5. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. In Prawirohardjo S.(ed.) Ilmu Kebidanan.
Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir.
Edisi Keempat. Cetakan Kesatu. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2008. 677
6. Cunningham F.G., Mac Donald P.C., Gant N.F., et al. Preterin Birth. In :
William’s Obstetric, 20th ed. Appleteon and Lange, 2005 : 797 – 826.
7. Hidayah Nurul. Identifikasi dan Pengelolaan stress infertilitas. 2007. Vol 4.
No.1.25-32
8. Abadi A. Kardiotofografi janin dan Velosimetri Doppler. In Prawirohardjo
S.(ed.) Ilmu Kebidanan. Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan,
Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat. Cetakan Kesatu. Jakarta. PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008. 223

34

Anda mungkin juga menyukai