Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat


536.000 wanita meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan
400 ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio).
Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir abortus, dan
sekitar 16 % kematian oleh sebab perdarahan dalam kehamilan dilaporkan
disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah. 1

Menurut WHO (2007), kehamilan ektopik mengakibatkan sekitar 5%


kematian ibu pada negara-negara berkembang.2 Kejadian kehamilan ektopik tidak
sama di anatara senter pelayanan kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian
salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian sekitar 5-6 per seribu kehamilan.3

Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh


dan berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan
kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan
besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi
apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun
ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum
abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau
syok. Bila tidak atau terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan
meninggal akibat kehilangan darah yang sangat banyak.1

Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba


sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut
pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga
terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis
jarang ditemukan. 4

Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik


menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang

1
mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah
dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan
obat-obatan yaitu dengan metotreksat. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup
aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan
ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan kehamilan ektopik
harus mendapat terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter
harus memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping
dari terapi medisinalis.1

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
No. RM : 0143670
Umur : 34 tahun
Suku bangsa : Melayu
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Desa Mentawak Kec. Nalotantan Kab. Merangin
MRS : 25 Juli 2018

Nama suami : Tn. A


Umur : 36 tahun
Suku bangsa : Melayu
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Desa Mentawak Kec. Nalotantan Kab. Merangin

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah yang membera sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke RSUD H. Hanafie via IGD pada tanggal 25 juli 2018 pukul
07.08 WIB.
Pasien mengeluhkan nyeri dirasakan pada perut kiri bagian bawah sejak 4
hari SMRS yang terjadi secara mendadak, kemudian nyeri menjalar

3
keseluruh perut bagian bawah dan terasa semakin memberat sejak 1 hari
SMRS, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus, pasien juga mengaku
keluar bercak darah berwarna kehitaman dari alat kelamin, riwayat trauma
disangkal. Pasien juga mengalami mual dan muntah ± 2-3x/hari sejak 1 hari
SMRS, isi muntahan berupa makanan dan air, banyaknya ± ½ gelas
belimbing (±100cc). Pasien merasa badannya lemah serta nafsu makan
menurun. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat BAK, darah (-), berpasir (-)
dan BAB juga terasa nyeri, BAB dalam 2 hari terakhir (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


• Riwayat diurut disangkal
• Riwayat operasi disangkal
• Riwayat keluhan yang sama disangkal
• Riwayat Hipertensi, DM, alergi dan asma disangkal oleh pasien

III. DATA KEBIDANAN


Haid
Menarche umur : 12 tahun
HPHT : 20 juni 2018
Haid : Teratur
Lama haid : 6-7 hari
Siklus : 28 hari
Dismenorrhea : Tidak
Warna : Merah tua
Bentuk perdarahan : Encer
Bau haid : Anyir
Flour albous :-
Lama :-
Warna :-
Jumlah :-

Riwayat perkawinan

4
Status perkawinan : kawin
Berapa kali : 1 kali, lamanya 9 tahun
Usia : 25 tahun

Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

Tahun Umur Jenis Anak


No Penolong Penyulit Ket
partus kehamilan Persalinan JK/BB
1 2008 - Abortus - - - Meninggal

2 2010 Aterm Spontan Bidan - Perempuan/ Sehat


4000 gr
3 Ini

Riwayat KB
Metode KB yang dipakai : suntik 3 bulan

Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit yang pernah diderita : tidak ada
Riwayat operasi : tidak ada
Riwayat penyakit dalam keluarga : tidak ada

IV. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit, isi dan tegangan kuat
RR : 20 x/menit
T˚ : 36,5˚ C

5
Tinggi badan : 158 cm
Berat Badan : 55 kg

Pemeriksaan Fisik Umum


Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam, tidak mudah
dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor
Telinga : Serumen (+), perdarahan (-), nyeri Tarik (-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), perdarahan (-)
Mulut : Karies (+), stomatitis (-), trismus (-), perdarahan gusi (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)

Thoraks Anterior
Inspeksi : Simetris, mammae tidak ada benjolan, pembesaran
mammae simetris (+), bekas luka (-), retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kiri sama dengan kanan, nyeri tekan (-),
massa (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi :
Cor : BJ I/II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : Vesikuler di semua lapangan paru (+/+), ronkhi
(-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : membesar simetris, bekas luka operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) kuadran kanan dan kiri bawah, nyeri
lepas (-)
Perkusi : Timpani, CVA (-/-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Superior : Akral hangat, edema (-), pucat (-/-),
CRT < 2 detik

6
Inferior : Akral hangat, edema (-), pucat (-/-),
CRT < 2 detik

Status obstetri

Inspeksi : datar
Palpasi : tinggi fundus uteri (TFU) sulit di nilai
Leopold I : tidak teraba
Leopold II : tidak teraba
Leopold III : tidak teraba
Leopold IV : tidak teraba
DJJ :-
Status Ginekologi
Inspeksi : perut tampak datar, tidak ada ballotement
Palpasi : fundus uteri sulit di nilai, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+)

Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, tidak ada pembukaan, nyeri


goyang portio (+), forniks posterior agak menonjol, nyeri tekan forniks
posterior (+), pengeluaran darah (+) berwarna merah kehitaman.
Inspekulo : tidak dilakukan

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (25-07-2018 )
1. Darah rutin
Parameter Hasil Satuan Harga Normal
WBC 17.700 sel/mm3 5000-10000
HGB 10,3 gr/dl 12-16
HCT 31 % 38-43
PLT 274.000 sel/mm3 150000-400000
Golongan darah : A Rh (+)

7
2. Ultrasonografi
Kesimpulan :
 Cairan bebas (+) di dalam Cavum Douglas
 Tidak terdapat kantong gestasi di dalam uterus

Anjuran pemeriksaan :
1. Kuldosentesis

VI. DIAGNOSIS
Kehamilan Ektopik Terganggu dengan Anemia Derajat Ringan

VII. TATALAKSANA
Nonfarmakalogis
 Observasi perdarahan dan tanda vital
 Tirah Baring
 Pro cito laparatomi a/i Kehamilan ektopik terganggu

Farmakologis
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Inj. Cefotaxime 1x2 gr

FOLLOW UP

Tanggal Follow up

25-07-18 S Nyeri perut bagian bawah (+), badan lemas, mual


08.20 muntah (+)
O TD: 120/80 mmHg; HR: 76 x/i; RR: 20 x/i; T:
36,5oc

8
Mata : CA (+/+), CRT < 2 detik, Akral hangat
Abdomen : Nyeri tekan abdomen (+), Nyeri lepas
(+)
Genitalia Eks : Perdarahan pervaginam (+) minimal
Darah rutin : Hb : 10,3, Leukosit : 17,700
A Suspek KET dan anemia derajat ringan
P Rencana USG
Observasi KU, TTV
IVFD RL 500 ml 20 gtt/i

10.30 Hasil USG (KET) pro laparotomi a/i KET


25-07-2018 S Nyeri bekas operasi (+), mual muntah (-),
12.30 perdarahan pervaginam (+) minimal
O TD: 110/70 mmHg; HR: 72 x/i; RR: 20 x/i; T:
36,5oc
Mata : CA (+/+)
Abdomen : Nyeri tekan abdomen (+), Nyeri lepas (-)
Genitalia Eks : Perdarahan pervaginam (+) minimal
A Post op salpingektomi a/i KET + anemia derajat
ringan
P Observasi KU, TTV
IVFD RL 500 ml + ketorolac 1 amp 30 gtt/i
inj. Cefotaxime 1x2 g
inj. Asam traneksamat 100mg
26-07-2018 S Nyeri bekas operasi (+), badan lemas, mual muntah
(-)
O TD: 120/80 mmHg; HR: 76 x/i; RR: 20 x/i; T:
36,5oc
Mata : CA (-/-)
Abdomen : Nyeri tekan abdomen (-), Nyeri lepas (-)

9
Genitalia Eks : Perdarahan pervaginam (-)
A Post op Salpingektomi Hari ke-2 atas indikasi KET
+ Anemia derajat ringan
P Observasi KU, TTV
Aff infus
Aff kateter
Amoxicillin 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500mg
Vit B complex 2 x1 tab
27-07-2018 S Nyeri perut bekas operasi (-), mual muntah (-)
O TD: 120/80 mmHg; HR: 88 x/i; RR: 20 x/i; T:
36,3oc
Mata : CA (-/-)
Abdomen : Nyeri tekan abdomen (-), Nyeri lepas (-)
Genitalia Eks : Perdarahan pervaginam (-)
A Post op Salpingektomi Hari ke-3 atas indikasi KET
Anemia derajat ringan
P Terapi lanjutkan
Rencana pulang

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Kehamilan Ektopik


Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi,
berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium
kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin
yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis
kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang
normal, misalnya kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kehamilan pada
serviks uteri.5

Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab


kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin pada
kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka
para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.4

3.2 Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru
memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu. Sehingga insidens
kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara
kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan
berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang
terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.1

Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan ektopik,


karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan
uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga progestagen
dosis rendah. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan
keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang

11
reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan
frekuensi kehamilan ektopik.1

Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari
pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis
lebih banyak ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. 1

Kehamilan ektopik banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk dan
keadaan kesehatan yang rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara sedang
berkembang dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah daripada
di Negara maju dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi tinggi.1

Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari


241 kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada
golongan pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan
berobat kurang.1

3.3 Faktor resiko


Faktor risiko untuk kehamilan ektopik telah dirangkum oleh Ankum dkk
dalam meta-analisis yang mencakup 36 studi sebelumnya. Ada hubungan yang
kuat antara kehamilan ektopik dengan kondisi yang dianggap menghambat
migrasi sel telur yang telah dibuahi ke rahim. Dalam hal ini termasuk kerusakan
pada tuba falopi dari penyakit radang panggul sebelumnya, sejarah kehamilan
ektopik, dan operasi tuba sebelumnya, termasuk ligasi tuba sebelumnya.
Mekanisme patofisiologi terhadap terganggunya integritas tuba ini yang mungkin
menjadi penyebab peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada pasien dengan
infertilitas atau operasi panggul sebelumnya.6

Merokok (diduga mempengaruhi motilitas tuba), bertambahnya usia, dan


memiliki lebih dari satu pasangan seksual juga telah memiliki kaitan yang lemah
lemah terhadap peningkatan risiko kehamilan ektopik. Tidak jelas
kaitan yang dilaporkan antara kehamilan ektopik dan penggunaan kontrasepsi
oral, keguguran spontan, atau kelahiran secara sesar.6

12
Faktor-faktor resiko yang sering terjadi adalah:

1. Riwayat Kehamilan Jelek


Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik
adalah kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali
pasien pernah mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan
10 sampai 25% untuk terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah
mengalami kehamilan ektopik menjadi hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan berkisar antara 0-14.6%. Sebagai konsekuensinya,
beberapa pasien melaporkan kehamilan ektopik sebelumnya dan mengenal
gejala-gejala sekarang yang serupa. 1

2. Riwayat infeksi pelvis


Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik
mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita
infeksi akibat penyakit GO (gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal
inilah yang menyebabkan ibu yang menderita keputihan harus melakukan
pemeriksaan untuk memastikan gejala yang di deritanya adalah tanda
infeksi atau hanya keputihan yang bersifat fisiologis. 1

3. Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan
ektopik. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR) , rasio kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan
intrauterin adalah lebih besar daripada wanita-wanita yang tidak
menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada
akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik per 1000
akseptor AKDR setiap tahun.

13
Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden
yang tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi
menjadi akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya
yang biasa. Pada pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan
adalah ektopik, akan tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada
akseptor pil kombinasi. 1

4. Riwayat operasi tuba


Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi
yang gagal maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin
umum sebagai factor resiko terjadinya kehamilan ektopik. 1

5. Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden
kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan
afinitas reseptor andrenergik dalam tuba. 1

3.4 Klasifikasi kehamilan ektopik


Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa
golongan :

a. Tuba fallopi.
95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi.3 Pada kasus
kehamilan tuba, 65% terjadi kehamilan ektopik pada tuba uterina
kanan, dan 35% kasus pada tuba uterina kiri.7 Lokasi-lokasi tuba yang
bisa terjadi kehamilan ektopik:

1. Pars interstisialis
2. Isthmus
3. Ampulla
4. Infudibulum
5. Fimbria

14
b. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornua
4. Tanduk rudimeter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. 5

Gambar 1. Lokasi Kehamilan Ektopik

3.5 Patologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
kemudian akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada

15
umumnya. Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan
embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam
bentuk berikut ini.3

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi


Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan
ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk
beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan
robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau
seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah
ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan
tuba membesar dan kebiru-iruan (hematosalping) dan selanjutnya darah
mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba berkumpul di kavum
douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.3

16
gambar 2. Abortus Tuba

3. Ruptur dinding tuba


Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis
terjadi pada kehamilan lebih lanjut. Faktor utma yang menyebabkan ruptur
adalah penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke
peritoneum. Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma ringan. Darah
dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale.
Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder terjadi. Dalam hal ini, dinding
tuba telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam
tuba. Kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk
hematoma intraligamenter antara 2 lapisa ligamentum tersebut. Ika janin
hidup terus dapat terjadi kehamilan intraligamenter.3
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi
bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan
kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi
3
seluruhnya dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion. Janin yang

17
dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantomg amnion dan
dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga
peru, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan abdominal
sekunder. 3

Gambar 3. Komplikasi Kehamilan Ektopik, Ruptur tuba

3.6 Jenis Kehamilan ektopik


1. Kehamilan pars interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars
interstisialis tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari
semua kehamilan tuba. Ruptur pada keadaan ini terjadi pada kehamilan
lebih tua, dapat mencapi akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi

18
sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan menyebabkan
kematian. 3

Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk


membersihkan isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan
konsepsi serta menutup sumber perdarahan dengan melakukan irisan
baji (wedge resection) pada kornu uteri dimana tuba pars interstisialis
berada. 3

2. Kehamilan ektopik ganda


Sangat jarang kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan dengan
kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda
(combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara
15.00-40.000 persalinan. Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa
kasus.3 Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi
kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus
yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea. 3
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :
a. Tuba pada sis kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary
proprium.
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding
kantong janin.3

Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada
kehamilan ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda
dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula
mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture,

19
ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium
yang mengandung darah, villi korialis dan mungkin juga mudigah.3

4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri
pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks
membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian.
Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya
diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran konsepsi
pervaginam yang menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk
menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.3

Paalman dan Mc Ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :

a. Ostium uteri intertum tertutup


b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
d. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri,
sehingga terbentuk hour-glass uterus.3

5. Kehamilan ektopik kronik


Umumnya terjadi setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya
janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan
oksigen dari plasenta yang dapat meluaskan insersinya pada jaringan
sekitarnya. Bila janin cukup besar dapat terus hidup sebagai kehamilan
abdominal. Kehamilan ini merupakan komplikasi obstetrik yang
mempunyai morbiditas dan mortalitas janin yang tinggi dan sangat
membahayakan ibu sehingga tidak bijaksana bila kita menemukan
kehamilan abdominal masih berupaya untuk mempertahankan sampai
genap bulan. Dianjurkan bila diagnosis kehamilan abdominal sudah

20
tegak harus dilakukan laparotomi untuk penghentian kehamilan
tersebut.3

3.7 Gambaran Klinik


Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran
disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Di
samping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah
yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.1

Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari


perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.1

Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri


dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen,
atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh
darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat
nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada
perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul
nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.1

Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada


kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena
kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.1

21
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang
penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin,
dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit,
berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.1

Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks


uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari
diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.1

3.8 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang.
Anamnesis

Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa
bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan
hamil muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu,
tenesmus dan perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian
bawah.1 Kehamilan ektopik harus dipikirkan pada semua pasien dengan test
kehamilan positif, nyeri pada pelvis, dan perdarahan uterus abnormal.8

Pemeriksaan umum

Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut
dapat ditemukan tanda-tanda syok.1

Pemeriksaan ginekologi

Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks


menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas
yang sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba
menunjukkan adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa
naik sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 1

22
Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-
tumor adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes
kehamilan yang negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif
beberapa hari setelah meninggalnya mudigah.5

Dilatasi dan kerokan


Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus,
sehingga dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-
lain.5

Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk
diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang
tidak terganggu.5

Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam
rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal
endometrium, adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum
Douglas berisi cairan.5

Gambar 4 USG Kehamilan Ektopik

23
Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik
terganggu. Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan
abses pelvik. 9
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam
serviks dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan
pada kain kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan
merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal
dari arteri atau vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku,darah menunjukkan adanya hematokel retrouterina.3

Gambar 5 teknik Kuldosintesis

24
3.9 Diagnosis Deferensial
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah
1. Infeksi pelvik
2. Abortus
3. Tumor ovarium
4. Ruptur korpus luteum 5

3.10 Penalaksanaan

A. Pembedahan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik


terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu
pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama
ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya.
Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1.
Salpingotomi linier, atau 2. Reseksi segmental. Pendekatan dengan
pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan
ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba. 4

1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal
dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena
lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba.
Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan
menstabilisasi tuba. Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen
tuba yang meregang. Insisi kemudian diperlebar melalui dinding
antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen dari tuba yang
meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada sisi yang
berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati
dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah

25
yang cukup besar maka secara umum mudah untuk melakukan
pengeluaran produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-
hati dengan menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep
dapat digunakan bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada
mukosa. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan
melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat
4
yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa.
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi
yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.4 Batas mukosa
kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan
hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan
tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa
jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan
mukosa, karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan
sekunder yang diikuti dengan terjadinya perlengketan. 4

2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai
satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan
mengangkat bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan
kehamilan tuba yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan
merestorasi arsitektur normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan
mengunaka loupe magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan
sampai terjadi trauma pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan
perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini.
Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-
hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum.
Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe.
Dengan benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang
dengan jahitan terputus tambahan. 4

26
3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera
diatasi. Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada
keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius.4
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang
diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat
mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan
kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu
dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang
intrauteri digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji.
Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan
benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk
mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum. 4

4. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar
dipisahkan sehingga terpaksa dilakukan salpingooforektomi

B. Medikamentosa
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara
dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang intrauterin,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas
dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate
(MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi
sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim
Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. 4

27
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan
panduan USG atau laparoskopi. Efek samping yang timbul tergantung dosis yang
diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi
usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia,
dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan
menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar, supresi sumsum
tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid
(leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun
tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini
akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel
tersebut. 4
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX
2
50 mg/m luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar
hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah
pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15%
atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan
lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila
kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari
ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50
2
mg/m kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda
ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis
sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.4
1. Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut:
Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat
meningkatkan risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis
metotreksat).
2. Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan
kehamilan lanjut dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan
metotreksat dosis tunggal)

28
3. Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
4. hemodinamik stabil
5. Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan diagnosis
laparoskopi.
6. Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa depan
tidak diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba dari tuba
kontra-lateral)
7. Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan• Pasien dapat
diandalkan dan bersedia untuk kembali control
8. Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
9. + / - Serum β-hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL10

29
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis

Teori Kasus

Definisi

Suatu keadaan dimana implantasi hasil Terjadi implantasi hasil konsepsi pada
konsepsi terjadi diluar cavum tuba fallopi pars ampula
endometrium

Faktor Resiko Faktor resiko :


- kerusakan pada tuba fallopi - riwayat abortus
- penyakit radang panggul
- riwayat KET
- riwayat operasi tuba/panggul
- merokok
- usia
- memiliki lebih dari 1 pasangan
seksual
- riwayat abortus

Teori Kasus
Keluhan : Keluhan :
 Amenorea  Amenorea
 Perdarahan pervaginam  Perdarahan pervaginam 4 hari yang
 Darah berwarna coklat/kehitaman lalu
 Keluhan gastrointestinal  Nyeri perut bagian bawah

30
 Nyeri akut abdomen  Mual dan muntah
 Darah berwarna kehitaman

4.2 Pemeriksaan Fisik

Teori Kasus

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik :

 Tanda-tanda kehamilan (payudara  Anemis (+)


membesar, mual muntah dan tidak  Payudara membesar
haid)  Nyeri tekan dan lepas abdomen
 Anemis abdomen kuadran kanan dan kiri
 Nyeri tekan dan lepas abdomen bawah
 Uterus membesar  Tinggi fundus sulit dievaluasi
 VT : nyeri goyang porsio (+),  VT : vulvovagina normal, tidak ada
forniks posterior menonjol dan pembukaan, nyeri goyang portio
nyeri pada penekanan. (+), forniks posterior agak
menonjol, nyeri tekan forniks
posterior (+), pengeluaran darah (+)
berwarna merah kehitaman.

4.3 Pemeriksaan Penunjang

Teori Kasus

Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan penunjang :

 Darah Lengkap  Darah lengkap  Hb: 10,3, HCT


 Test kehamilan :31 %, leukosit : 17.700, trombosit :
 USG 274.000
 Dilatasi /kerokan  Test kehamilan : (+)

31
 Kuldosintesis  USG (Cairan bebas (+) di dalam
 Laparoskopi Cavum Douglas, Tidak terdapat
kantong gestasi di dalam uterus

4.4 Penatalaksanaan

Teori Fakta

Penatalaksaan : Penatalaksaan :
1) Pembedahan (Laparotomi) Dilakukan pembedahan yaitu
2) Medikamentosa laparotomi dengan pengeluaran massa
 Methotrexate konsepsi pada tuba fallopi pars ampula
serta dilakukan salpingektomi

Medikamentosa (MTX) tidak


dilakukan, kondisi pasien tidak sesuai
kriteria.

32
BAB V
KESIMPULAN

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang
bersangkutan, berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang
gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus dan menimbulkan
keadaan gawat. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa menyebabkan kehamilan ektopik
ini antara lain gangguan transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal dan
penyebab yang masih diperdebatkan.

Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain


berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga
perlu membedakannya dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan
gambaran yang hampir sama seperti infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens,
kista folikel dan korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai
dan apendisitis.

Kalau diagnosis sudah ditegakkan maka harus dioperasi. Operasi dilakukan


sesuai dengan lokasi dari kehamilan ektopik terganggu. Komplikasi yang dapat
ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi syok irreversibel,
perlekatan dan obstruksi usus. Untuk wanita dengan anak cukup sebaiknya pada
operasi dilakukan salpingektomi bilateral untuk mencegah kehamilan ektopik
berulang.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Bangun, R. Karakteristik Ibu Penderita KET di RSUP H. Adam Malik Medan


tahun 2003-2008. Medan : USU. 2009
2. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. Ectopic Pregnancy in William’s
Obstetry 23rd Edition. Philadelphia : Mc-Graw-Hill. 2010.
3. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.
4. Universitas Sriwijaya. Kehamilan Ektopik. Diakses dari
http://digilib.unsri.ac.id/download/kehamilanEktopik.pdf pada tanggal 29 Juli
2018.
5. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.
6. Seeber, B.E, Barnhart, K.T. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical Expert
Series in Obstetric and Gynecology Magazine vol 107 No. 2 Part 1. American
College of Obstetricians and Gynecologist. 2006
7. Turhan, N.O, Inegol, I Seckin, N.C. A Three-year Audit of the Management of
Ectopic Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc Vol 5. Ankara: Fatih
University of Ankara. 2004
8. Schwartz, S.I, et al. Ginekologi dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.
Jakarta: EGC. 2000.
9. Prawirohardjo, S. Kuldosentesis dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2006
10. Saint-Louis, H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005

34

Anda mungkin juga menyukai