PENDAHULUAN
1
mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah
dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan
obat-obatan yaitu dengan metotreksat. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup
aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan
ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan kehamilan ektopik
harus mendapat terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter
harus memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping
dari terapi medisinalis.1
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
No. RM : 0143670
Umur : 34 tahun
Suku bangsa : Melayu
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Desa Mentawak Kec. Nalotantan Kab. Merangin
MRS : 25 Juli 2018
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah yang membera sejak 1 hari SMRS.
3
keseluruh perut bagian bawah dan terasa semakin memberat sejak 1 hari
SMRS, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus, pasien juga mengaku
keluar bercak darah berwarna kehitaman dari alat kelamin, riwayat trauma
disangkal. Pasien juga mengalami mual dan muntah ± 2-3x/hari sejak 1 hari
SMRS, isi muntahan berupa makanan dan air, banyaknya ± ½ gelas
belimbing (±100cc). Pasien merasa badannya lemah serta nafsu makan
menurun. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat BAK, darah (-), berpasir (-)
dan BAB juga terasa nyeri, BAB dalam 2 hari terakhir (-).
Riwayat perkawinan
4
Status perkawinan : kawin
Berapa kali : 1 kali, lamanya 9 tahun
Usia : 25 tahun
Riwayat KB
Metode KB yang dipakai : suntik 3 bulan
Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit yang pernah diderita : tidak ada
Riwayat operasi : tidak ada
Riwayat penyakit dalam keluarga : tidak ada
5
Tinggi badan : 158 cm
Berat Badan : 55 kg
Thoraks Anterior
Inspeksi : Simetris, mammae tidak ada benjolan, pembesaran
mammae simetris (+), bekas luka (-), retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kiri sama dengan kanan, nyeri tekan (-),
massa (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi :
Cor : BJ I/II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : Vesikuler di semua lapangan paru (+/+), ronkhi
(-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : membesar simetris, bekas luka operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) kuadran kanan dan kiri bawah, nyeri
lepas (-)
Perkusi : Timpani, CVA (-/-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Superior : Akral hangat, edema (-), pucat (-/-),
CRT < 2 detik
6
Inferior : Akral hangat, edema (-), pucat (-/-),
CRT < 2 detik
Status obstetri
Inspeksi : datar
Palpasi : tinggi fundus uteri (TFU) sulit di nilai
Leopold I : tidak teraba
Leopold II : tidak teraba
Leopold III : tidak teraba
Leopold IV : tidak teraba
DJJ :-
Status Ginekologi
Inspeksi : perut tampak datar, tidak ada ballotement
Palpasi : fundus uteri sulit di nilai, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (25-07-2018 )
1. Darah rutin
Parameter Hasil Satuan Harga Normal
WBC 17.700 sel/mm3 5000-10000
HGB 10,3 gr/dl 12-16
HCT 31 % 38-43
PLT 274.000 sel/mm3 150000-400000
Golongan darah : A Rh (+)
7
2. Ultrasonografi
Kesimpulan :
Cairan bebas (+) di dalam Cavum Douglas
Tidak terdapat kantong gestasi di dalam uterus
Anjuran pemeriksaan :
1. Kuldosentesis
VI. DIAGNOSIS
Kehamilan Ektopik Terganggu dengan Anemia Derajat Ringan
VII. TATALAKSANA
Nonfarmakalogis
Observasi perdarahan dan tanda vital
Tirah Baring
Pro cito laparatomi a/i Kehamilan ektopik terganggu
Farmakologis
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Omeprazole 1x40 mg
Inj. Cefotaxime 1x2 gr
FOLLOW UP
Tanggal Follow up
8
Mata : CA (+/+), CRT < 2 detik, Akral hangat
Abdomen : Nyeri tekan abdomen (+), Nyeri lepas
(+)
Genitalia Eks : Perdarahan pervaginam (+) minimal
Darah rutin : Hb : 10,3, Leukosit : 17,700
A Suspek KET dan anemia derajat ringan
P Rencana USG
Observasi KU, TTV
IVFD RL 500 ml 20 gtt/i
9
Genitalia Eks : Perdarahan pervaginam (-)
A Post op Salpingektomi Hari ke-2 atas indikasi KET
+ Anemia derajat ringan
P Observasi KU, TTV
Aff infus
Aff kateter
Amoxicillin 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500mg
Vit B complex 2 x1 tab
27-07-2018 S Nyeri perut bekas operasi (-), mual muntah (-)
O TD: 120/80 mmHg; HR: 88 x/i; RR: 20 x/i; T:
36,3oc
Mata : CA (-/-)
Abdomen : Nyeri tekan abdomen (-), Nyeri lepas (-)
Genitalia Eks : Perdarahan pervaginam (-)
A Post op Salpingektomi Hari ke-3 atas indikasi KET
Anemia derajat ringan
P Terapi lanjutkan
Rencana pulang
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru
memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu. Sehingga insidens
kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara
kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan
berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang
terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.1
11
reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan
frekuensi kehamilan ektopik.1
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari
pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis
lebih banyak ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. 1
Kehamilan ektopik banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk dan
keadaan kesehatan yang rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara sedang
berkembang dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah daripada
di Negara maju dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi tinggi.1
12
Faktor-faktor resiko yang sering terjadi adalah:
3. Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan
ektopik. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR) , rasio kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan
intrauterin adalah lebih besar daripada wanita-wanita yang tidak
menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada
akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik per 1000
akseptor AKDR setiap tahun.
13
Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden
yang tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi
menjadi akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya
yang biasa. Pada pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan
adalah ektopik, akan tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada
akseptor pil kombinasi. 1
5. Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden
kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan
afinitas reseptor andrenergik dalam tuba. 1
a. Tuba fallopi.
95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi.3 Pada kasus
kehamilan tuba, 65% terjadi kehamilan ektopik pada tuba uterina
kanan, dan 35% kasus pada tuba uterina kiri.7 Lokasi-lokasi tuba yang
bisa terjadi kehamilan ektopik:
1. Pars interstisialis
2. Isthmus
3. Ampulla
4. Infudibulum
5. Fimbria
14
b. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornua
4. Tanduk rudimeter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. 5
3.5 Patologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
kemudian akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada
15
umumnya. Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan
embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam
bentuk berikut ini.3
16
gambar 2. Abortus Tuba
17
dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantomg amnion dan
dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga
peru, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan abdominal
sekunder. 3
18
sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan menyebabkan
kematian. 3
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada
kehamilan ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda
dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula
mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture,
19
ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium
yang mengandung darah, villi korialis dan mungkin juga mudigah.3
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri
pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks
membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian.
Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya
diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran konsepsi
pervaginam yang menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk
menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.3
20
tegak harus dilakukan laparotomi untuk penghentian kehamilan
tersebut.3
21
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang
penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin,
dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit,
berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.1
3.8 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang.
Anamnesis
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa
bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan
hamil muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu,
tenesmus dan perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian
bawah.1 Kehamilan ektopik harus dipikirkan pada semua pasien dengan test
kehamilan positif, nyeri pada pelvis, dan perdarahan uterus abnormal.8
Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut
dapat ditemukan tanda-tanda syok.1
Pemeriksaan ginekologi
22
Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-
tumor adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes
kehamilan yang negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif
beberapa hari setelah meninggalnya mudigah.5
Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk
diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang
tidak terganggu.5
Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam
rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal
endometrium, adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum
Douglas berisi cairan.5
23
Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik
terganggu. Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan
abses pelvik. 9
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam
serviks dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan
pada kain kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan
merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal
dari arteri atau vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku,darah menunjukkan adanya hematokel retrouterina.3
24
3.9 Diagnosis Deferensial
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah
1. Infeksi pelvik
2. Abortus
3. Tumor ovarium
4. Ruptur korpus luteum 5
3.10 Penalaksanaan
A. Pembedahan
1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal
dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena
lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba.
Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan
menstabilisasi tuba. Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen
tuba yang meregang. Insisi kemudian diperlebar melalui dinding
antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen dari tuba yang
meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada sisi yang
berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati
dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah
25
yang cukup besar maka secara umum mudah untuk melakukan
pengeluaran produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-
hati dengan menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep
dapat digunakan bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada
mukosa. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan
melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat
4
yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa.
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi
yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.4 Batas mukosa
kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan
hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan
tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa
jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan
mukosa, karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan
sekunder yang diikuti dengan terjadinya perlengketan. 4
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai
satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan
mengangkat bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan
kehamilan tuba yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan
merestorasi arsitektur normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan
mengunaka loupe magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan
sampai terjadi trauma pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan
perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini.
Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-
hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum.
Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe.
Dengan benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang
dengan jahitan terputus tambahan. 4
26
3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera
diatasi. Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada
keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius.4
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang
diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat
mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan
kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu
dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang
intrauteri digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji.
Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan
benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk
mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum. 4
4. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar
dipisahkan sehingga terpaksa dilakukan salpingooforektomi
B. Medikamentosa
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara
dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang intrauterin,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas
dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate
(MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi
sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim
Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. 4
27
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan
panduan USG atau laparoskopi. Efek samping yang timbul tergantung dosis yang
diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi
usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia,
dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan
menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar, supresi sumsum
tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid
(leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun
tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini
akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel
tersebut. 4
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX
2
50 mg/m luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar
hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah
pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15%
atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan
lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila
kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari
ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50
2
mg/m kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda
ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis
sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.4
1. Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut:
Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat
meningkatkan risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis
metotreksat).
2. Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan
kehamilan lanjut dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan
metotreksat dosis tunggal)
28
3. Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
4. hemodinamik stabil
5. Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan diagnosis
laparoskopi.
6. Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa depan
tidak diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba dari tuba
kontra-lateral)
7. Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan• Pasien dapat
diandalkan dan bersedia untuk kembali control
8. Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
9. + / - Serum β-hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL10
29
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Teori Kasus
Definisi
Suatu keadaan dimana implantasi hasil Terjadi implantasi hasil konsepsi pada
konsepsi terjadi diluar cavum tuba fallopi pars ampula
endometrium
Teori Kasus
Keluhan : Keluhan :
Amenorea Amenorea
Perdarahan pervaginam Perdarahan pervaginam 4 hari yang
Darah berwarna coklat/kehitaman lalu
Keluhan gastrointestinal Nyeri perut bagian bawah
30
Nyeri akut abdomen Mual dan muntah
Darah berwarna kehitaman
Teori Kasus
Teori Kasus
31
Kuldosintesis USG (Cairan bebas (+) di dalam
Laparoskopi Cavum Douglas, Tidak terdapat
kantong gestasi di dalam uterus
4.4 Penatalaksanaan
Teori Fakta
Penatalaksaan : Penatalaksaan :
1) Pembedahan (Laparotomi) Dilakukan pembedahan yaitu
2) Medikamentosa laparotomi dengan pengeluaran massa
Methotrexate konsepsi pada tuba fallopi pars ampula
serta dilakukan salpingektomi
32
BAB V
KESIMPULAN
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang
bersangkutan, berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang
gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus dan menimbulkan
keadaan gawat. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa menyebabkan kehamilan ektopik
ini antara lain gangguan transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal dan
penyebab yang masih diperdebatkan.
33
DAFTAR PUSTAKA
34