Anda di halaman 1dari 52

MODUL : 2

URAIAN RINGKAS

SISTIM PENYEDIAAN
AIR MINUM
Modul Mata Pelajaran JPL
I KUALITAS DAN KUANTITAS SUMBER AIR BAKU 1
1 Air Permukaan
2 Air Tanah
3 Air Hujan

II JENIS – JENIS BAHAN PIPA 1

III UNIT AIR BAKU 2


1 Jenis-Jenis Bangunan Pengambilan Air Baku
2 Jalur Pipa Transmisi

IV UNIT PRODUKSI 6
1 Perhitungan Kebutuhan Air Minum
2 Instalasi Pengolahan Air (IPA)
3 Desinfektan
4 Reservoir
5 Hydrophor
6 Pompa Air

V UNIT DISTRIBUSI 6
1 Jaringan Pipa Distribusi
2 Perhitungan Hidrolis Jaringan Perpipaan Distribusi
Secara Manual
3 Perhitungan Hidrolis Jaringan Perpipaan Distribusi
Menggunakan Program Komputer
4 Alat-alat Perlengkapan Jaringan Perpipaan

VI STUDI KASUS 8

I. KUALITAS DAN KUANTITAS SUMBER AIR BAKU

Perencanaan dan pembangunan sistim pengembangan air minum perlu


memperhatikan kuantitas dan kualitas yang tersedia dari sumber air baku
yang akan digunakan. Kuantitas dan kualitas sumber air baku akan
tergantung dari jenis sumber air yang tersedia yang terbagi dalam empat
kelompok yaitu 1) air permukaan, 2) air tanah, 3) air hujan dan 4) air laut

1. Siklus Hidrologi

Keberadaan air di Bumi mengalami proses siklus setiap saat. Kondisi


siklus ini akan mempengaruhi jumlah air dari sumber-sumber yang
ada. Proses siklus hidrologi di bumi adalah sebagaimana yang
digambarkan pada diagram berikut :

AIR HUJAN
PEREMBESAN AIR
PENGUAPAN
PERMUKAAN KEDALAM
TANAH
PENGUAPAN

ALIRAN AIR
PERMUKAAN
MATA AIR

AQUIFER (LAPISAN DANAU ALIRAN AIR


BATUAN YANG SUNGAI
MENGANDUNG AIR)
LAUTU

LAPISAN BATUAN KERAS PENGISIAN AIR SUNGAI,


KEDAP AIR DANAU DAN AIR LAUT

Gambar 1.1 : Siklus Hidrologi

Pada saat siang hari dimana matahari memancarkan panasnya ke


bumi, terjadi penguapan dari berbagai tempat seperti dari air sungai,
danau, pohon dan sebagainya. Uap air yang terbentuk akan
berkumpul dan membentuk awan, yang pada saatnya akan menjadi
air hujan yang jatuh ke bumi. Air hujan yang jatuh sebagian akan
diserap oleh permukaan tanah dan terkumpul di lapisan berbatuan
yang disebut dengan aquifer, sebagian lainnya akan mengalir berupa
air permukaan. Aliran air pada aquifer akan muncul berupa mata air
atau diambil sebagai air tanah dengan menggunakan pompa maupun
muncul secara artesis (muncul ke permukaan tanah akibat tekanan air
tanah yang cukup tinggi)
Aliran air permukaan akan mengisi sumber-sumber air baku lainnya
seperti Danau, Kolam, Sungai dan Laut

Perkiraan komposisi jumlah air di bumi dapat dilihat pada tabel


dibawah ini :

Volume (1000 Persentase


Jenis Air km3) Dari total
(%)
Air Yang Ada Diudara 13 0,001
Air Permukaan :
- Air Laut 1.320.000 97,2
- Air danau 228 0,0017
- Air Sungai 2 0.00015
- Air Dari Lapisan Es 29.000 2,13
-
Air Tanah 107.770 0,79
Total 1.360.000 100

2. Air Permukaan

Berkenaan dengan penggunaan pada sistim penyediaan air bersih,


sumber air permukaan terbagi dalam beberapa jenis yaitu air danau/
pond/ situ/ kolam dan air sungai
a. Air Danau, Pond/ Situ/ Kolam :

Air Danau atau pond dapat berasal dari aliran sungai, air hujan
dan/ atau mata air. Sumber air permukaan jenis ini banyak
digunakan pada sistim penyediaan air minum. Air Danau/ pond
biasanya memiliki kualitas yang jernih karena terjadi proses
pengendapan dalam waktu yang lama.

b. Air Sungai :

Air Sungai berasal dari mata air dan curahan air hujan yang
tertampung pada permukaan tanah daerah tangkapan. Karena
aliran air sungai terbuka, dan sering melewati wilayah yang
memiliki lapisan tanah lempung, maka kualitas air sungai
kebanyakan keruh dengan nilai NTU yang tinggi

Kuantitas Air Permukaan :


Kuantitas air permukaan sangat tergantung pada jumlah curah
hujan yang terjadi. Biasanya pada musim kering jumlah air
permukaan berkurang dibandingkan dengan pada musim hujan.

Kualitas Air Permukaan :


Karena keberadaan air permukaan bersifat terbuka dan
dipengaruhi oleh kondisi yang mengalir maka kwalitas air
permukaan biasanya keruh (NTU tinggi)

Kontinyuitas :
Kontinyuitas air permukaan pada dasarnya dapat diandalkan yaitu
memiliki kapasitas relatif stabil karena air yang ditampung bersifat
renewable yaitu berasal dari air hujan dan daerah tangkapan

3. Air Tanah
Air tanah berasal dari lapisan aquifer di dalam tanah. Keberadaan air
di lapisan aquifer berasal dari air hujan yang menyelusup kedalam
tanah. Penggunaan air tanah bagi kebutuhan sistim penyediaan air
minum tidak dianjurkan karena dapat merusak lingkungan.

Kuantitas Air Tanah :


Kuantitas air tanah, khususnya saat ini, sudah sangat terbatas
terutama akibat pemakaian yang melebihi volume yang tersedia

Kualitas Air Tanah :


Air tanah biasanya memiliki kualitas yang jernih karena telah
melewati lapisan anah ertentu yang berfungsi sebagai saringan.
Namun pada wilayah tertentu dapat mengandung ion Fe yang besar
sehingga menimbulkan warna kuning dan bau. Banyak juga sumber
air tanah yang memiliki kandungan CO2 agressiv yang dapat
mengakibatkan terjadinya proses pembentukan karat pada logam

Kontinyuitas Air Tanah :


Ketersediaan yang stabil dari air tanah sangat tidak dapat diandalkan
karena volume yang ada sudah sangat terbatas. Khususnya pada
sumber air tanah yang berasal dari cekungan aquifer dimana air yang
ada terbentuk dari waktu yang lama sebelumnya dan tidak bersifat
renewable

4. Air Hujan
Air hujan juga banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan air
minum di beberapa tempat yang tidak memiliki sumber air
permukaan maupun air tanah
Kuantitas Air Hujan :
Secara kuantitas, air hujan tidak dapat diandalkan sebagi sumber air
sistim penyediaan air minum. Keberadaan air hujan hanya banyak
pada musim hujan, dan sulit didapatkan pada musim kemarau.

Kualitas Air Hujan :


Sepanjang tidak mengalami kontaminasi dari luar, kualitas air hujan
sangat baik yaitu jernih, bebas bakteri dan tidak mengandung mineral
yang dapat mengganggu kesehatan manusia.

Kontinyuitas Air Hujan :


Air hujan tidak memiliki kontinyuitas yang tetap karena tergantung
pada musim hujan

II. JENIS-JENIS BAHAN PIPA

Pada sat ini banyak pipa yang dibuat dengan bahan yang bermacam-
macam. Jenis bahan pipa yang banyak digunakan pada sistim
penyediaan air minum adalah sebagai berikut :
- Grey Cast Iron
- Ductile Cast Iron
- Asbestos Cement
- Steel
- PVC
- PE
- Concrete

Grey Cast Iron Pipe :


Pipa jenis ini dibuat dengan menggunakan bahan campuran besi, si;icon
dan karbon. Pipa Grey Cast Iron sangat sangat keras dan kuat. Pipa ini
diproduksi dengan diameter 40 mm hingga 200 mm
Berdasarkan ISO-standar, pipa Grey Cast diproduksi dalam tiga kelas :
- Class LA : Untuk pressure test 20 kp/sq.cm – 20 bar
- Class A : Untuk pressure test 25 kp/sq.cm – 25 bar
- Class B : Untuk pressure test 30 kp/sq.cm – 30 bar

Asbestos Cement Pipes :


Pipa Asbeston Cement dibuat dari bahan asbestos fibre, pasir silica dan
semen. Pipa jenisi ini diproduksi dalam diameter 100 mm – 600 mm
Berdasarkan ISO-standar, pipa Asbestos Cement diproduksi dalam tiga
kelas :
- Class 15 : Untuk pressure test 15 kp/sq.cm
- Class 20 : Untuk pressure test 20 kp/sq.cm
- Class 25 : Untuk pressure test 25 kp/sq.cm

Steel Pipes :
Penggunaan pipa steel pada sistim penyediaan air minum menghasilkan
jaringan pipa yang lebih dapat diandalkan karena dapat dilakukan
penyambungan yang sempuna dengan pengelasan yang tidak berakibat
menurunkan kuatan pipanya. Pipa Steel dibuat dari ampuran Iron,
caebon, silicon dan manganese. Kekuatan pipa steel bisa mencapai 600
N/sq.mm
Kelemahan pipa Steel adalah mudah korosi, oleh karena itu
membutuhkan lapisan pelindung. Jenis lapisan pelindung untuk pipa
steel :
- Asphalt
- Coal Tar Enamel
- Coal Tar Epoxy
- Cement Mortar
- Galvaniz

Pipa Steel diproduksi dalam diameter antara 10 mm – 2220 mm, dan


memiliki kekuatan tekan dari 20 – 160 kp/sq.cm

Pipa PVC
Polyvinil chloride adalah bahan plastik. Oleh karena itu pipa PVC sangat
rapuh dibandingkan dengan pipa jenis lainnya.
Pipa PVC dibuat dengan diameter antara 12 mm – 400 mm, untuk
kekuatan tekan 4 kp/sq.cm, 6 kp/sq.cm, dan 10 kp/sq.cm
Kekuatan pipa akan terpengaruh oleh Pipa PVC panas, tekanan pada
saat pengangkutan dan waktu penyimpanan yang terlalu lama.
Penyimpanan pipa PVC harus terhindar dari sinar matahari, karena sinar
ultraviolet dapat merusak struktur dari bahan PVC

III. UNIT AIR BAKU

Unit air baku pada SPAM terdiri dari bangunan pengambilan air baku
dan jalur pipa transmisi
1. Jenis-Jenis Bangunan Pengambilan Air Baku

a. Intake

Intake adalah jenis bangunan pengambilan air baku yang


bersumber dari air permukaan yaitu danau/ situ/ kolam dan sungai.
Perencanaan bangunan Intake harus memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut :

1. Bangunan intake harus dapat menjamin penyaluran air baku


dari sumbernya ke sistim penyediaan air minum setiap saat,
baik pada tinggi permukaan air di sumber air baku dalam
keadaan maksimum maupun minimum.
2. Bangunan intake harus dapat mencegah masuknya sampah dan
kotoran lainnya yang dapat mengganggu bekerjanya pompa
penyedot air baku.
3. Lokasi bangunan intake harus dipilih sedemikian rupa sehingga
dapat menghindari bertumpuknya lumpur yang dibawa oleh
aliran sungai pada muka intake yang dapat menyumbat aliran
air masuk kedalam intake
4. Bangunan intake harus ditempatkan pada lokasi dengan kondisi
tanah yang stabil, dan diperkuat dengan pondasi pancang
sehingga dapat aman terhadap kemingkinan longsor maupun
amblas.

Bangunan Intake yang umumnya digunakan di Indonesia terdiri


dari beberapa bagian yaitu dinding intake, screen, kolam
penampung, pintu air dan pompa, sebagaimana gambar dibawah
ini :

Max

2 4

Min
5
3

TANPAK ATAS

POTONGAN
Gambar 3.1 : Bangunan Intake yang terdiri dari 1. dinding intake,
2. screen, 3. kolam air, 4 pintu air dan 5. popa air

Lokasi penempatan intake yang tepat :

LOKASI LOKASI
INTAKE INTAKE
JALUR ALIRAN
UTAMA SUNGAI

PENUMPUKAN
LUMPUR

LOKASI
INTAKE

Gambar 3.2 : Penempatan bangunan Intake yang baik dan benar untuk
mencegah terjadinya penumpukan Lumpur pada muka Intake

b. Sumur Bor Air Tanah Dalam (Deep Well)

Sumur bor air tanah dalam adalah bangunan pengambilan sumber


air baku yang berasal dari air tanah dalam yang berada di lapisan
aquifer di bawah tanah. Pada umumnya kedalaman sumur bor
antara 60 m hingga 200 m, tergantung dari kedalaman keberadaan
lapisan aquifer di dalam tanah.

Q
Drawdown MUKA TANAH

MUKA AIR TANAH SAAT


PEMOMPAAN
h = Kedalaman Sumur Bor

AQUIFER

H = Ketebalan Lapisan
Aquifer

ALIRAN AIR TANAH


LAPISAN BATUAN KEDAP AIR

Gambar 3.3 : Diagram sumur bor air tanah dalam

Penentuan lokasi sumur bor dilakukan dengan memperhatikan


keberadaan air tanah yang biasanya didapatkan dengan
menggunakan peta geologi apabila sudah ada, atau dicari dengan
menggunakan alat geolistrik. Jumlah air maksimum yang dapat
dipompakan dari air tanah dalam (safe yield) pada satu sumur
tergantung dari parameter ketebalan dan nilai trasmissibility lapisan
aquifer yang ada. Penetuan yang lebih akurat besar safe yield suatu
sumur adalah dengan melakukan uji coba pemompaan (pumping
test).

Sluice valve
Pressure guage

Air valve
Penutup sumur

Check valve Permukaan Casing


Tanah

Static Water
Low water level Level (SWL)
electrode Muka Air Tanah
Normal

Check valve
Casing
Muka Air Tanah Saat
Pemompaan

Strainer Pompa Pasir

Pompa
submersible
Strainer
Gravel
Strainer
Gambar 3.5 : Penempatan Strainer
Pada Sumur

Gambar 3.4 : Konstruksi Sumur Bor


Air Tanah Dalam

Hal-hal yang perlu diperhatikan :


1). Penentuan lokasi sumur bor harus memperhatikan besarnya kuantitas
dan kualitas yang bisa didapatkan dari sumber air tanah dalam yang akan
diambil
2). Penentuan besarnya diameter casing harus memperhatikan besarnya
diameter pompa submersible yang akan digunakan
3). Panjang strainer harus cukup sesuai dengan ketebalan lapisan aquifer
4). Untuk mencegah terjadinya karat, penggunaan bahan stainless steel pada
strainer sangan dianjurkan
5). Penggunaan gravel sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya
penyumbatan pada permukaan strainer

c. Broncaptering (Bangunan Penangkap Mata Air)

Broncaptering adalah bangunan untuk menangkap mata air yang


keluar dari sumbernya. Pembangunan Broncaptering harus
memperhatikan karakter lingkungan alam yang ada seperti struktur
batuan yang membentuk lapisan aquifer, elevasi keluarnya sumber
air, pemanfaatan air yang telah berlangsung sebelumnya, dsb.

Pembangunan Broncaptering perlu memperhatikan beberapa hal


sebagai berikut :

1). Elevasi muka air tertinggi pada bak penampung harus jauh
lebih rendah dari elevasi keluarnya air dari sumber mata air
secara alami
2). Bangunan Broncaptering harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga dapat menangkap aliran air dari sumber mata air
yang keluar secara menyebar
3). Broncaptering harus dilengkapi dengan saluran pelimpah,
sehingga apabila jumlah aliran dari mata air lebih besar dari
daya tampung bangunan penangkap, maka air dapat mengalir
dengan bebas
4). Pembangunan broncaptering harus memperhatikan aspek
sosial masyarakat setempat yaitu dengan menyediakan saluran
outflow yang dapat digunakan untuk pemakaian air oleh
lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana yang telah
berlangsung selama ini seperti untuk keperluan sumber air bagi
lahan disekitarnya sehingga dapat mempertahankan kondisi
lingkungan yang hijau, untuk keperluan mengairi ladang, kolam
ikan dan keperluan lainnya

Bangunan Broncaptering setidaknya terdiri dari beberapa bagian


sebagai berikut :

 Bangunan penagkap
 Bak pengumpul
 Bangunan pelindung, baik terhadap pencemaran akibat aliran
air dari luar, maupun terhadap runtuhan dinding tebing
disekitarnya, juga untuk melindungi gangguan dari hewan

Pemunculan
Mata Air

Denah

Saluran
Pengalih
Aliran Air Bak Pengumpul
Dari Luar
Koral Dinding
Penahan

Aquifer
Pemunculan Inlet
Mata Air

Potongan Melintang

Ganbar 3.5 : Broncaptering

d. Penampungan Air Hujan (PAH)

Salah satu alternatif untuk mendapatkan air baku bagi air minum
adalah air hujan. Pemanfaatan air hujan dapat dilakukan dengan
membangun penampungan air hujan. Komponen bangunan
penampungan air hujan terdiri dari :

 Bidang penampung (biasanya memanfaatkan atap rumah)


 Bak pengumpul
 Talang air
 Kran pemanfaatan air

Air Hujan

Bidang Penampung Air


Hujan

Talang Air

Bak Pengumpul

Kran

Gambar 3.6 : Penampungan Air Hujan


Hal-hal yang perlu diperhatikan :
 Bak penampung memiliki volume setidaknya untuk mencukupi
kebutuhan air minum minimum selama 1 bulan
 Untuk mencegah air hujan terkontaminasi oleh kotoran maka PAH
dapat dilengkapi dengan saringan pasir
 Air hujan yang akan digunakan untuk air minum harus dimasak
terlebih dahulu hingga mendidih agar dapat terbebas dari bakteri
patogen.

2. Saluran Transmisi

Fungsi dari saluran transmisi adalah untuk membawa air baku dari
bangunan pengambilan air baku ke unit produksi, atau membawa air
hasil olahan unit produksi ke reservoir.
Saluran transmisi terbagi dalam dua jenis aliran :
- Saluran transmisi untuk aliran bebas/ tidak bertekanan
- Saluran transmisi untuk aliran bertekanan

Saluran transmisi untuk aliran bebas/ tidak bertekanan terdiri dari


beberapa macam bentuk sebagai berikut :
 Open Canals
Saluran transmisi open canals biasanya terbuat dari beton
bertulang. Potongan melintang saluran open canal berbentuk
trapesium
 Aquaduct
Aquaduct adalah open canals yang disanggah oleh jembatan
untuk membawa aliran air yang tidak bertekanan melewati
lembah/ jurang.

 Tunnels
Tunnel adalah saluran air berbentuk canal namun tertutup. Jenis
saluran air ini digunakan pada saat saluran open canel harus
menembus bukit
Saluran transmisi untuk aliran yang bertekanan biasanya
menggunakan jenis pipa. Saluran transmisi untuk aliran yang
bertekanan dapat membawa air melalui jalur yang turun-naik
mengikuti kontour permukaan tanah yang dilewatinya. Pipa
transmisi pada aliran bertekanan perlu memperhatikan titik yang
paling tinggi dan titik yang paling rendah. Pada titik yang paling
tinggi, udara akan terjebak didalamnya, yang akan menyebabkan
penyumbatan aliran airnya. Untuk mengatasi hal tersebut maka
dibutuhkan penempatan katup pelepas udara (Air Release Valve).
Air release vale juga berfungsi untuk memasukan udara ke dalam
pipa agar dapat mempercepat aliran air pada saat pengurasan pipa.
Sedangkan pada titik yang paling rendah pada jalur pipa bertekanan
akan terkumpul kotoran yang terbawa oleh aliran air. Untuk
mengatasi hal tersebut maka dibutuhkan penempatan katup
penguras (Drain Valve)

Sistim Aliran Gravitasi


Static Head

Air Release Valve


Hidraulic Grade Line Air Release Valve

Drain Valve
Drain Valve

Sistim Aliran Dengan Pompa

Hidraulic Grade Line

Air Valve
Air Valve

Drain Valve
Drain Valve

Gambar 3.7 : Saluran Transmisi Untuk Aliran Air Bertekanan

Di sepanjang jalur pipa transmisi perlu diberikan beberapa Sluice


Valve dengan jarak tertentu. Sluice Valve ini akan berfungsi untuk
mengisolasi bagian jalur pipa sehingga dapat dilakukan perbaikan
apabila dibutuhkan.
Tekanan air yang terlalu tinggi ( lebih dari 100 m.k.a) di jalur pipa
transmisi harus dihindari agar tidak terjadi pecahnya pipa yang
digunakan. Untuk mengurangi tekanan air di dalam pipa yang terlalu
tinggi pada sistim aliran grafitasi maka digunakan bangunan “Break
Pressure Tank”
Total Static Head

Hidraulic Grade Line


< 100 m.k.a > 100 m.k.a

Break Pressure Tank

Gambar 3.8 : Penggunaan Break Pressure Tank

Tekanan Kejut/ Pressure Surge :

Tekanan kejut/ surge dapat terjadi pada pipa bertekanan apabila


aliran airnya berhenti secara mendadak, yaitu seperti penutupan
valve secara mendadak pada sistim aliran grafitasi, atau pompa mati
secara mendadak pada sistim aliran yang menggunakan pompa.
Tekanan surge yang paling besar akan terjadi pada titik di jalur pipa
yang paling rendah. Apabila pipa yang digunakan tidak mampu
menahan tekanan surge ini maka pipa akan pecah.

Untuk mengatasi terjadinya tekanan surge ini, pada sistim aliran


grafitasi digunakan Break Pressure Tank untuk mengurangi
tingginya tekanan air statis (static head) (lihat gambar 3.8).
Sedangkan pada aliran yang menggunakan pompa, untuk dapat
menahan tekanan surge ini digunakan “surge tank” pada titik paling
rendah di jalur pipa

Hidraulic Grade Line

H Pompa

Surge Tank
Gambar 3.9 : Penggunaan Surge Tank Pada Sistim Aliran Dengan
Menggunakan Pompa

Hidraulic grade line adalah menunjukan besarnya tekanan air di


dalam pipa. Hidraulic grade line ini harus selalu berada diatas setiap
titik jalur pipa, yaitu tidak kurang dari 4 m. Apabila bada bagian
tertentu jalur pipa, hidraulic grade line berada pada kurang dari 4 m
dari jalur pipa, maka akan terbentuk kantong urdara yang akan
menyumbat aliran air.

IV. UNIT PRODUKSI

Unit produksi adalah bangunan yang akan mengolah air baku menjadi
air minum. Unit produksi terdiri dari Inastalasi Pengolahan Air,
Reservoir, Desinfektan, Reservoir, Hydrophor dan Pompa air

1. Perhitungan Kapasitas Kebutuhan Produksi Air Minum

a) Konsumsi Air Minum

Produksi air minum yang dibutuhkan adalah untuk keperluan


pelayanan Domestik dan Non Domestik. Pelayanan domestik adalah
untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Sedangkan pelayanan
Non Domestik adalah untuk keperluan komersial seperti industri,
perkantoran, pertokoan, dan sebagainya.

Penggunaan air oleh rumah tangga adalah untuk beberapa kegiatan


sebagai berikut :
- Minum
- Masak
- Mencuci
- Mandi

Untuk dapat menentukan besarnya konsumsi air minum baik untuk


pelayanan Domestik maupun untuk pelayanan Non Domestik pada
lokasi tertentu harus melalui kegiatan Studi Kelayakan, yaitu dengan
melakukan survey kebutuhan nyata (real demand survey)

Untuk kebutuhan praktis, penentuan besarnya konsumsi air pada


suatu lokasi dapat melihat pada tabel dibawah ini
Katagori Sistim Air Minum
Kota
No Uraian Sat Perde Kota Kota Metropoli
IKK Seda
saan Kecil Besar tan
ng
1 Tingkat Pelayanan %
2 Konsumsi SR l/o/h 120 120 120 120 150
HU l/o/h 60 60 60 60 60 60
3 Rasio SR :HU 90:1
100:0 90:10 90:10 90:10 90:10
0
4 Jmlh Org per SR Org 5 5 5 6 6
5 Jmlh Org per HU Org 50 50 100 100 100 100
6 Domestik : N. Dom 90:1
100:0 100:0 85:15 80:20 75:25
0
7 Tingkat Kebocoran % 20 20 20 20 20 20
8 Keb Vol. Reservoir % 20 20 20 20 20 20
9 Faktor Hari
1,2 1,2 1,5 1,5 2 2
Maximum
10 Faktor Jam Puncak 2 2 1,75 1,75 1,5 1,5

b) Faktor Hari Maksimum

Salah satu faktor yang akan menjadi dasar perhitungan kapasitas


kebutuhan air minum adalah faktor hari maksimum. Faktor hari
maksimum ini didapatkan dengan memperhatikan fluktuasi
kebutuhan konsumen dalam suatu wilayah tertentu yang
berubah-ubah, sebagai berikut

Q H.Max

Q H.R

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

QT = Kapasitas kebutuhan dalam 1 tahun


Q H.R = Kebutuhan harian rata-rata = Q T / 365
Q H.Max = Kebutuhan hari maksimum = F H.M x Q H.R
F H.M = Faktor hari maksimum = 1,2 - 2
c) Faktor Jam Puncak

Selain Faktor hari maksimum, untuk perhitungan kapasitas


Q J.Max
kebutuhan sistim penyediaan air minum juga menggunakan
FaktorMaksimu
jam puncak
m

Q J.R
Maksi
mum

0 4 8 12 16 20 24

Jam Dalam Satu Hari


Q J.R = Kebutuhan Jam Rata-rata = Q H.Max / 24
Q J.Max = Kebutuhan Jam Maksimum = F Jam Puncak x Q J.R
Faktor Jam Puncak = 1,5 - 2

d) Proyeksi Jumlah Penduduk

Data mengenai jumlah penduduk merupakan faktor yang penting


dalam merencanakan sistim pengembangan air minum.
Perencanaan besar kapasitas pelayanan pada suatu sistim
pengembangan air minum harus didasari oleh perkiraan
pengembangan jumlah penduduk dimasa yang akan datang.

Proyeksi jumlah penduduk pada tahun tertentu dimasa yang


akan datang dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
P = Po (1 + r)n

Dimana :

P = Proyeksi jumlah penduduk pada tahun ke n (jiwa)


Po = Jumlah penduduk pada tahun awal (jiwa)
r = angka pertumbuhan penduduk (%)
n = Jumlah tahun proyeksi (tahun)

Contoh perhitungan :

Diketahui :

- Jumlah penduduk saat ini (tahun 2009) (Po) = 45.500 jiwa


- Angka pertumbuhan penduduk (r) = 2 %
- Jumlah tahun proyeksi (n) = 5 tahun

Maka jumlah penduduk pada tahun 2014 adalah :


P = 45.500 ( 1 + 0,02 )5 = 50.236 jiwa

e) Penentuan Besar Kapasitas Kebutuhan Air Minum

Menentukan besar kapasitas kebutuhan suatu sistim


pengembangan air minum dapat dihitung sebagai berikut :

Tabel contoh perhitungan kapasitas kebutuhan sistim penyediaan air :

No Uraian Jumlah Satuan


Jumlah Penduduk tahun 2014 50.236 Jiwa
Tingkat Pelayanan 60 %
Jumlah Penduduk Terlayani tahun 2014 30.142 Jiwa
Tingkat Konsumsi Pelayanan Domestik
- SR 120 l/o/h
- HU 60 l/o/h
Perbandingan SR : HU 90 : 10
Jumlah Kebutuhan Air Untuk SR 3.255.366 l/hari
Jumlah Kebutuhan Air Untuk HU 150.700 l/hari
Total Kebutuhan Air Untuk Domestik 3.406.066 l/hari
Prosesntasi Kebutuhan Non Domesti 20 %
Total Kebutuhan Air Untuk Non Domestik 6.81.213 l/hari
Total Kebutuhan Air Dom + Non Dom 4.087.279 l/hari
Atau 47.3 l/detik
Tingkat Kebocoran 20 %
Jumlah Kebocoran 9.5 l/detik
Kapsitas Kebutuhan Air Rata-rata 56,8 l/detik
Faktor Hari Maksimum 1,2
Kapasitas Hari Maksimum 68.16 l/detik
Faktor Jam Puncak 2
Kapasitas Jam Puncak 136.32 l/detik
2. Instalasi Pengolahan Air (IPA)

Salah satu bagian dari Unit Produksi adalah Instalasi Pengolahan Air
(IPA). Jenis IPA ada berbagai macam, pemilihannya biasanya sesuai
dengan kondisi kualitas air baku yang akan digunakan. Berikut ini
akan diuraikan jenis-jenis IPA yang umum digunakan di Indonesia,
yaitu yang sesuai dengan kebutuhan kondisi kualitas air yang umum
dijumpai

1) Sistim Saringan Pasir Lambat (Slow Sand Filter)

Bangunan Saringan Pasir Lambat merupakan salah satu pilihan yang


bisa digunakan untuk proses penjernihan air minum. Sistim SPL
menggunakan pasir halus untuk menyaring kekeruhan dari air baku
yang digunakan. Karena menggunakan media pasir dengan diameter
efektif yang kecil, dimana memiliki porositas yang kecil, maka
kecepatan aliran penyaringan juga harus kecil, oleh karena itu
disebut Saringan Pasir Lambat. Kekeruhan air baku yang disaring
oleh SPL memiliki batas maksimum yaitu lebih kecil dari 50 NTU.
Penggunaan kecepatan aliran yang terlalu tinggi dan besar
kekeruhan air baku yang akan disarin lebih dari 50 NTU, maka
media pasir penyaring akan cepat mengalami penyumbatan.
Jenis proses yang terjadi pada sisti SPL adalah :

- Pengendapan = sebagian partikel kekeruhan akan mengendap


pada permukaan media pasir
- Adsorbsi = sebagian partikel kekeruhan akan menempel pada
butiran pasir media penyaring.
- Mecanikal Straining = partikel yang memiliki diameter lebih
besar dari porositas media penyaring akan tertahan
- Aktifitas Bakteriologi =. Pada media pasir SPL akan berlangsung
aktifitas bakteriologi yaitu membunuh dan menghilangkan
bakteri seperti E. Coli maupun virus yang ada di air baku yang
dialirkan
- Bio-chenical = Pada media pasir akan tumbuh bakteri yang akan
menguraikan bahan-bahan organik dan mengoksidasi bahan-
bahan anorganik yang terkandung pada air baku

Design Kriteria yang digunakan pada SPL adalah sebagai berikut :

- Jenis media penyaring = Pasir Silika SiO2


- Diameter efektif media pasir = 0,25 – 0,4 mm
- Tingkat keseragaman butiran pasir = 2
- Tinggi media pasir = 60 – 90 cm
- Kecepatan Filtrasi = 0,2 – 0,4 m/jam
Cara menghitung luas pernukaan SPL :

A=Q/V

dimana :
A = luas permukaan SPL (m2)
Q = Kapsitas pengolaha (m3/jam)
V = Kecepatan aliran penyaringan (m/jam)

Pasir Silica Dia 0,25 – 0,4 mm

Tampak Atas

Inlet

90 – 120 cm

60 – 90 cm Pasir Silica Dia 0,25 – 0,4 mm


Outlet

Under Drain Gravel tebal 20 – 40 cm

Potongan Memanjang Saluran Penguras

Gambar 3.10 : Saringan Pasir Lambat

Cara pencucian media pasir :

Pencucian/ pembersihan media pasir pada SPL dilakukan dengan


cara scraping (pengerokan).
Pada saat pada media pasir sudah menunjukan adanya
penyumbatan yaitu aliran air di media filter sudah tidak lancar, maka
perlu dilakukan pencucian pasir.

Langkah-langkah pencucian pasir SPL sebagai berikut :

(1) Keringkan air diatas media penyaring melalui saluran penguras


(2) Kerok lumpur yang berada diatas media pasir bersama-sama
dengan pasirnya setebal 2 – 3 cm
(3) Pasir yang terkerok kemudian dicuci dengan air bersih, untuk
kemudian digunakan lagi dikemudian hari
(4) Batas minimum tinggi media pasir setelah dikerok adalah 40 cm
(5) Apabila ketinggian media pasir telah mencapai batas minimum
yaitu 40 cm, angkat keseluruhan pasir yang tersisa
(6) Masukan pasir yang telah dicuci sebelumnya dan tempatkan
pada lapisan bagian bawah
(7) Sisa pasir yang telah diangkat sebelumnya diletakan pada
bagian atas, hingga mencapai ketebalan semula yaitu 60 – 90
cm

2) Sistim Koagulasi - Flokulasi – Sedimentasi – Filtrasi

Salah satu jenis instalasi pengolahan air keruh yang banyak


digunakan adalah menggunakan sistim proses koagulasi –
flokulasi – sedimentasi dan filtrasi. Dengan menggunakan
sistim ini maka air baku yang dapat diolah dapat memiliki
kandungan kekeruhan hingga 400 NTU

Koagulasi :
Koagulasi adalah proses pencampuran bahan koagulan ke air
baku dan diaduk dengan tenaga yang besar dan kecepatan
yang tinggi. Tujuan dari proses koagulasi ini adalah agar bahan
kogulan dapat teraduk di air baku dengan cepat dan merata

Flokulasi :
Flokulasi adalah proses pembentukan flok dari partikel
kekeruhan berkumpul dan mengelompok dengan bantuan
bahan koagulan. Proses flokulasi dilakukan dengan cara
pengandukan yang lambat.

Sedimentasi :
Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel dengan
butiran besar yang berasal dari pembentukan flok melalui
proses koagulasi dan flokulasi sebelumnya.

Filtrasi :
Filtrasi adalalah proses penyaringan sisa mikro flok yang tidak
terendapkan pada proses sedimentasi. Unit filtrasi
menggunakan sistim Saringan Pasir Cepat

Mekanisme Proses Yang Terjadi :


Kekeruhan yang terjadi pada air baku dari sumber air
permukaan berasal dari partikel yang disebut dengan “Colloid”.
Colloid memiliki ukuran yang sangat kecil yaitu sekitar 0,001 –
1 (mikron meter/ per seribu mm), sehingga sulit mengendap.
Agar colloid tersebut dapat mudah mengendap maka perlu
dilakukan pengelompokan diantara colloid tersedut sehingga
membentuk partikel yang memiliki ukuran yang besar dan
mudah mengendap

Colloid biasanya bermuatan ion negatif, sehingga agar dapat


saling tarik menarik dengan colloid lainnya dibutuhkan
pemberian ion positif. Dengan pemberian ion positif dan
dilakukan pengadukan maka sejumlah colloid akan saling
menempel dan membentuk flock
+
+

+
+
+ +
Colloid bermuatan ion
negatif
+
Pemberian ion positif yang
berasal dari bahan koagulan

+
+ Membentuk Flock
+ +
+ +
Mengendap

Setelah flok terbentuk maka dapat dilakukan proses


pengendapan. Kecepatan endap flok sekitar antara 0,3 – 0,45
m/jam

Bahan koagulan :
Bahan koagulan yang dapat memberikan donor ion positif yang
biasa digunakan adalah :

- Aluminum Sulfate Al2(SO4)3, menghasilkan ion Al+3


- Ferric Sulfate Fe2(SO4)3, menghasilkan ion Fe+3
- PAC, Poli Aluminum Cloride menghasilkan ion positip
Aluminum yang lebih banyak

Design Kriteria :
Koagulasi :
- G (Gradient velocity) = 500 - 1000 per detik
- Td (waktu tinggal) = 120 – 600 detik
G x Td = 104 - 105
Flokulasi :
- G (Gradient velocity) = 20 – 100 per detik
- Td (waktu tinggal) = 1200 – 2400 detik
G x Td = 104 - 105
Sedimentasi :
- Beban Permukaan Vo = 5 – 10 m/jam
- Menggunakan Plate Settler dengan kemiringan 60o
Filtrasi :
- Kecepatan Filtrasi (Vf) : 7 – 12 m/jam
- Media penyaring : Pasir Silika SiO2
- Dia. Efektif Pasir (df) : 0,7 – 1,2 mm
- Uniformity Coefisient (UC) : 1,5
- Cara pencucian media filter : Backwashing

Pengaduk Tampak Atas


Pengaduk
Cepat
Lambat

Bak Pengendap
Inlet
Saringan Pasir Cepat
Plate Settler
Koagulasi

Pipa Inlet

Flokulasi

Potongan Memanjang

Gambar 3.11 : Instalasi Pengolahan Air Konvensional

Jenis lain Instalasi Pengolahan Air :

Motor
Pengaduk

Outlet
Outlet
Inlet

Inlet
Baling-baling

Sludge Blangket
Aselator

3) Aerasi
Sistim aerasi banyak digunakan pada berbagai proses
pengolahan air, baik pengolahan air bersih maupun pengolahan
air limbah. Proses aerasi adalah suatu proses fisik pertemuan
antara gas dan air. Tujuan dari proses aerasi adalah untuk
menghilangkan kandungan gas tertentu dari dalam badan air,
atau untuk memasukkan gas tertentu ke dalam badan air,
ataupun untuk tujuan keduanya.. Bebetapa contoh
penggunaan proses aerasi adalah sebagai berikut :
a. Menghilangkan kandungan gas tertentu dari dalam badan air :

Proses aerasi seperti ini bertujuan untuk menghilangkan


kandungan gas yang tidak dikehendaki, dengan beberapa
contoh sebagai berikut :

i. Menghilangkan kandungan gas Sulphur (S 2) dari dalam


badan air karena menimbulkan bau belerang yang sangat
menyengat.
ii. Menghilangkan kandungan gas carbon dioksida (CO2 agresif)
dari dalam air adalah untuk mencegah terjadinya proses
korosi pada logam yang terendam didalamnya.
iii. Menghilangkan kandungan gas hidrogen sulfida (H 2S) dari
dalam air adalah untuk menghilangkan bau yang
menyengat maupun rasa yang tidak enak. Gas H 2S juga
dapat menimbulkan korosi pada logam.

b. Memasukan gas tertentu ke dalam badan air :

Proses aerasi dengan memasukan gas tertentu seperti oksigen


(O2) ke dalam air adalah untuk tujuan menambah jumlah
oksigen yang terlarut/ Disolve Oksigen (DO) didalam air, bagi
berbagai keperluan, dengan contoh sebagai berikut :

i. Salah satu cara untuk menghilangkan kandungan ion Fe +3


dan ion Mn+3 adalah dengan melakukan proses oksidasi
yang akan merubah ion-ion tersebut menjadi Fe(OH) 3 dan
Mn(OH)3 yang dapat diendapkan. Proses oksidasi ini
membutuhkan tambahan membutuhkan tambahan jumlah
O2 yang terlarut di dalam air melalui proses aerasi.
ii. Proses pengolahan air limbah dengan sistim lumpur aktif
membutuhkan supply oksigen dengan jumlah yang cukup
banyak. Oksigen yang diberikan melalui sistim aerasi ini
untuk keperluan proses oksidasi terhadap bahan-bahan
yang terkandung seperti NH4 di dalam air limbah menjadi
N2, maupun untuk keperluan pernapasan bagi bakteri yang
membantu berlangsungnya proses pengolahan.
iii. Proses menurunkan kandungan Biological Oxygen Demand
(BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) dari dalam air
limbah adalah membutuhkan supply oksigen yang cukup
melalui proses aerasi

Jenis Sistim Aerasi

Ada beberapa jenis sistim aerasi (Aerator), yaitu sebagai berikut :

a. Gravity Aerator

Sistim aerasi dengan cara menerjunkan air secara gravitasi yaitu


untuk menciptakan luas permukaan air yang terekspose ke
udara bebas lebih besar, juga terjadinya peristiwa benturan air
yang diterjunkan dengan lantai dibawahnya.. Adanya benturan
air dapat menurunkan tegangan permukaan air sehingga
mempermudah masuknya oksigen kedalam badan air. Salah
satu jenis aerator ini dinamakan Cascades, yaitu terjunan air
yang menggunakan beberapa ambang pelimpah yang disusun
bertingkat . Contoh yang lain adalah dengan menjatuhkan
butiran-butiran air (droplet) dengan ketinggian tertentu.

Cascades

b. Spray Aerator

Aerasi atau proses penambahan atau pengurangan gas didalam


badan air dapat dilakukan dengan cara pembentukan butiran air
(droplet). Pembentukan butiran air dapat dilakukan dengan cara
disemprotkan dengan menggunakan sprayer sehingga dapat
membentuk butiran-butiran air yang sangat halus.
Pembentukan butiran-butiran kecil dari air dimaksudkan untuk
memperluas permukaan air. Semakin kecil butiran air yang
diciptakan, semakin besar luas permukaan air yang ada, dan
semakin besar jumlah oksigen yang dapat ditangkap oleh air
dari udara bebas disekelilingnya. Kelemahan dari sitim aerasi
yang menggunakan nozel adalah memiliki lubang-lubang yang
sangat kecil yang dapat mudah tersumbat oleh kotoran
Spray Aerator

c. Air Diffuser Aerator

Air diffuser adalah memberikan hembusan udara ke dalam


badan air. Udara yang dihembuskan akan membentuk
gelembung (bubble) yang membawa oksigen, yaitu untuk
dimasukkan kedalam badan air. Aerator jenis ini pada umumnya
merupakan jenis yang paling efektif, namun membutuhkan
biaya operasional yang tinggi

Gelembung udara
Udara dari blower

Air Diffuser Aerator

d. Mechanical Aerator

Aerator mekanikal adalah proses aerasi dengan menggunakan


baling-baling dengan motor penggerak sebagai alat pengaduk
air. Tujuan dari pengadukan air adalah untuk menangkap air
yang ada dipermukaan air dan memasukkannya ke dalam badan
air. Pengadukan juga dapat menciptakan mekanisme benturan
diantara air, sehingga dapat menurunkan besar tegangan
permukaan air, yang dapat memudahkan masuknya butiran
oksigen ke badan air
Mechanical Aerator

3. Disinfeksi

Disinfeksi adalah proses pengolahan air untuk mematikan organisme


di dalam air. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri pathogen dari
dalam air disebut “water borne diseases”

Untuk mematikan bakteri pathogen, cara disinfeksi yang banyak


digunakan adalah :
- Menggunakan kaporit yang mengandung clorine
- Menggunakan ozon O3
- Menggunakan sinar Ultra Violet (UV)

4. Reservoir

Fungsi utama dari reservoir pada sistim penyediaan air minum


adalah untuk menciptakan kondisi setimbang pada jumlah kapasitas
produksi dari unit produksi terhadap fluktuasi kebutuhan di
jaringaan distribusi. Pada satu sisi, jumlah kapasitas produksi di unit
produksi memiliki besar yang sama setiap saat, sementara kapasitas
penggunaan oleh pelanggan melalui jaringan distribusi selalu
mengalami fluktuasi, maka terjadi perbedaan kapasitas dari sitim
penyediaan air minum. Untuk mengatasi hal tersebut maka
dibutuhkan bak penampung yang disebut reservoir untuk
menampung kelebihan kapasitas pada saat penggunaan di jaringan
distribusi lebih kecil dari kapasitas produksi. Hasil penampungan
pada reservoir tersebut akan dialirkan kembali ke jaringan distribusi
apabila kebutuhan dari pelanggan lebih besar dari kapasitas
produksi. Kelebihan volume
produksi yang akan
disimpan di reservoir

Q Produksi
Maksimum
0 4 8 12 16 20 24

Jam Dalam Satu Hari

Berdasarkan fungsinya, reservoir terbagi dalam beberapa jenis


sebagai berikut :

- Reservoir aktif, yaitu berupa menara air. Reservoir jenis ini


berfungsi bukan hanya sebagai penampung air produksi sehingga
menciptakan kondisi setimbang dengan kebutuhan distribusi
namun juga akan mengalirkan air ke jaringan distribusi secara
gravitasi

H

Sisa Tekan

- Reservoir pasif, yaitu berupa ground reservoir. Reservaoir jenis ini


hanya berfungsi sebagai penampung air produksi sehingga
menciptakan kondisi setimbang dengan kebutuhan distribusi.
Sedangkan pengaliran ke jaringan distribusi dilakukan dengan
sistim pemompaan

H
H Pompa
Sisa Tekan

Pompa

Perhitungan Volume Reservoir


Volume reservoir dapat ditentukan berdasarkan perhitungan jumlah
perbedaan volume yang dihasilkan oleh kapasitas produksi dengan
kapasitas kebutuhan di jaringan distribusi yang lebih kecil pada saat
pemakaian oleh pelanggan paling minimum. Namun untuk
kebutuhan praktis, besar volume reservoir yang dibutuhkan dapat
menggunakan ancar-ancar yaitu sekitar 15% - 20% dari kapasitas
produksi

5. Hydrophor

Hydrophor merupakan peralatan pelengkap yang terkait dengan


sistim tekanan pada sistim penyediaan air minum yang menggunaan
sistim pemompaan.

Ada beberapa fungsi dari hydrophor yaitu :

- Menciptakan sisa tekan air


Pada saat sistim pengaliran air menggunakan pompa, maka
pompa hanya dapat memberikan tekanan air sebanyak
kehilangan tekanannya di jaringan pipa distribusi saja,
sedangkan sisa tekan air yang dibutuhkan oleh pelanggan di
tempat masing-masing minimal adalah 10 mka. Untuk
mengatasi masalah tersebut maka dibutuhkan hydrophor. Pada
Hydrophor akan dapat dibuat besar tekanan sesuai dengan
kebutuhan, yaitu dengan menyuntikan angin kedalamnya.

- Sebagai alat switch on-off pompa

Permukaan air didalam tabung hydrophor yang naik-turun dapat


dimanfaatkan untuk menempatkan alat kontrol operasi pompa.
Pada saat jumlah produksi yang dipompakan melampaui daya
tampung jaringan distribusi maka muka air di hydrophor akan
pada ketinggian maksimal, pada saa itu aliran listrik menuju
pompa diputus dan pompa mati. Sedangkan pada saat jumlah
air di jaringan distribusi pada posisi kurang sehingga muka air di
hydrophor turun hingga pada posisi minimal maka aliran listrik
akan tersambung dan pompa menjadi hidup secara otomatis

- Menahan tekanan kejut/ surge/ water hammer

Pada saat sistim aliran pada jaringan distribusi dilakukan dengan


menggunakan pompa maka akan ada resiko yang dapat
dihadapi yaitu terciptanya tekanan kejut apabila pompa tiba-tiba
mati secara mendadak dan dapat merusakkan pompa. Untuk
mengatasi kemungkinan tersebut maka hydrophor dapat
bermanfaat mampu menahan tekanan kejut tersebut karena
memiliki batalan udara didalamnya
Rumus Perhitungan Volume Hydrophor :

Vol. Udara V2 Udara Muka Air Maksimum


Tekana Udara P2

Vol. Udara V1
Tekana Udara P1 Muka Air Minimum

Q Rata-rata
Q Max

V1 x P1 = V2 x P2

(V1 dan V2 adalah volume udara diatas air)

VE = V1 – V2
V = Total Volume tangki
Po = Tekanan udara di tangki sebelum pengisian air
V1 = V x (Po / P1) ; V2 = V x (po / P2)

VE = V ((Po / P1) – (Po / P2))

n = Jumlah pompa hidup per jam


T = Interval waktu (jam) antara dua kali pompa hidup = 1/n

T pengisian = VE / (Q max – Q rata-rata)


T pengosongan = VE / Q rata-rata

T = Tpengisian + Tpengosongan
= VE x Q max/(Qrata-rata (Qmax – Qrata-rata) = i/n

VE = V ((Po/P1) – Po/P2))

V = Q rata-rata (Q max – Qrata-rata/ (n x Qmax ((Po/P1 – Po/P2)))

6. Pompa Air

Pompa adalah alat yang dapat memberikan transfer energi ke air.


Fungsi pompa pada dasarnya adalah memberikan tekanan kepada
air di dalam pipa untuk untuk dapat mengalir dari satu titik pada
level static head tertentu ke titik lain pada level static head yang
lebih tinggi. Pada sistim penyediaan air minum, fungsi pompa
mengalirkan air di dalam jaringan perpipaan, baik dari unit air baku
menuju unit produksi maupun dari unit produksi ke unit jaringan
distribusi.

Jenis pompa yang banyak digunakan pada sistim penyediaan air


minum adalah pompa Axial-folw dan pompa Centrifugal

Pompa Axial- Flow :

Pompa jenis axial-flow memiliki baling-baling yang tegak lurus


dengan casing yang berbentuk silinder dengan aliran axial. Jenis
pompa ini biasanya digunakan untuk memompa air dengan jumlah
yang besar dengan tekanan air yang rendah

Gambar 3.12 : Pompa Axial-Flow

Pompa Centrifugal :

Pompa Centrifugal mengalirkan air dari tengah menuju tepi casing.


Kecepatan aliran air menggunakan pompa centrifugal ini sangat
besar, yang kemudian sebagian dari kecepatan ini ditransfer menjadi
tenaga dorong untuk mengalirkan air

Rumus perhitungan kebutuhan daya listrik pompa (P) (Watt) :

P =  x Q x H, dimana H adalah tekanan pompa dalam m,  adalah


berat jenis air
Daya yang dihasilkan pompa tidak dapat 100% tetapi hanya sekitar
50 – 60 %, yang disebut dengan angka efisiensi, dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :

xQxH
= ,  adalah angka efisiensi pompa = 50 - 60%
P

Curva Pompa Centrifugal :

Pompa bekerja mengikuti kurva tekanan air (H ) dan kapasitas aliran


(Q). Hasil yang diberikan oleh pompa akan berkebalikan antara
tekanan air dan kapasitas alirannya. Pada kapasitas aliran yang
diberikan besar maka tekanan air yang didapatkan akan lebih kecil,
dan sebaliknya. Untuk karakter kerja pompa tersebut dapat dibuat
curva berikut ini :

h = 50% h = 60%
H

H1

Q1 Q

Curva Pompa Centrifugal

Dasar-Dasar Pompa Sentrifugal


Centrifugal pump. Beberapa contoh pompa sentrifugal yang
digunakan di salah satu gathering station.

Pada industri minyak bumi, sebagian besar pompa yang digunakan


dalam fasilitas gathering station, suatu unit pengumpul fluida dari
sumur produksi sebelum diolah dan dipasarkan, ialah pompa bertipe
sentrifugal. Gaya sentrifugal ialah sebuah gaya yang timbul akibat
adanya gerakan sebuah benda atau partikel melalui lintasan
lengkung (melingkar).

Prinsip-prinsip dasar pompa sentrifugal ialah sebagai berikut:

 gaya sentrifugal bekerja pada impeller untuk mendorong fluida ke


sisi luar sehingga kecepatan fluida meningkat
 kecepatan fluida yang tinggi diubah oleh casing pompa (volute atau
diffuser) menjadi tekanan atau head

Selain pompa sentrifugal, industri juga menggunakan pompa tipe


positive displacement. Perbedaan dasar antara pompa sentrifugal
dan pompa positive displacement terletak pada laju alir discharge
yang dihasilkan oleh pompa. Laju alir discharge sebuah pompa
sentrifugal bervariasi bergantung pada besarnya head atau tekanan
sedangkan laju alir discharge pompa positive displacement adalah
tetap dan tidak bergantung pada head-nya.
Ilustrasi aliran fluida dalam impeller sebuah pompa sentrifugal.

Laju alir discharge sebuah pompa positive displacement selalu tetap


dan tidak tergantung oleh total dynamic head.

Beberapa impeller yang digunakan dalam pompa sentrifugal.

Kurva perfomansi yang menunjukkan pengaluran data-data head,


flow rate, efisiensi, dan kebutuhan daya.

NPSHa. Berikut ini ilustrasi yang menunjukkan bagaimana


perhitungan NPSH avaiable sebuah pompa.
Contoh name tag sebuah pompa sentrifugal yang terdapat di pabrik.
Terlihat bahwa head pompa ialah sebesar 990 ft.

Klasifikasi Pompa Sentrifugal

Pompa sentrifugal diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria,


antara lain:

1. Bentuk arah aliran yang terjadi di impeller. Aliran fluida dalam


impeller dapat berupa axial flow, mixed flow, atau radial flow.
2. Bentuk konstruksi dari impeller. Impeller yang digunakan dalam
pompa sentrifugal dapat berupa open impeller, semi-open impeller,
atau close impeller.
3. Banyaknya jumlah suction inlet. Beberapa pompa setrifugal
memiliki suction inlet lebih dari dua buah. Pompa yang memiliki satu
suction inlet disebut single-suction pump sedangkan untuk pompa
yang memiliki dua suction inlet disebut double-suction pump.
4. Banyaknya impeller. Pompa sentrifugal khusus memiliki beberapa
impeller bersusun. Pompa yang memiliki satu impeller disebut
single-stage pump sedangkan pompa yang memiliki lebih dari satu
impeller disebut multi-stage pump.

Terminologi

Beberapa terminologi dan istilah khusus yang sering berkaitan


dengan pompa, ialah:

1. TDH = Total Dynamic Head, yaitu besarnya head pompa.


Merupakan selisih antara head discharge dengan head suction;
terkadang disebut head atau total head.
2. BEP = Best Efficiency Point, yaitu kondisi operasi dimana pompa
bekerja paling optimum.
3. NPSHr = Net Positive Suction Head required, yaitu nilai head
absolut dari inlet pompa yang dibutuhkan agar tidak terjadi kavitasi.
4. NPSHa = Net Positive Suction Head available, yaitu nilai head
absolut y ang tersedia pada inlet pompa.
5. Kavitasi, yaitu kondisi dimana terjadinya bubble (gelembung udara)
di dalam pompa akibat kurangnya NPSHa (terjadi vaporisasi) dan
pecah pada saat bersentuhan dengan impeller atau casing. Agar
tidak terjadi kavitasi, maka NPSHa harus lebih besar dari NPSHr.
6. Minimum flow, yaitu flow rate yang terkecil yang dibutuhkan agar
pompa beroperasi dengan baik. Apabila laju alir lebih rendah dari
minimum flow, pompa dapat mengalami kerusakan.
7. Efficiency, yaitu besarnya perbandingan antara energi yang dipakai
(input) dengan energi output pompa.
8. BHP = brake horsepower, yaitu power (daya) yang dibutuhkan
oleh pompa untuk bisa bekerja sesuai dengan kurvanya; memiliki
satuan hp.

Kurva Perfomansi Pompa

Kurva performansi bermanfaat untuk menggambarkan beberapa


parameter unjuk kerja dari pompa yang antara lain:

1. Besarnya head terhadap flow rate


2. Besarnya efisiensi terhadap flow rate
3. Besarnya daya yang dibutuhkan terhadap flow rate
4. Besarnya NPSHr terhadap flow rate
5. Besarnya minimum stable continuous flow

Sistem Proteksi Pompa

Agar pompa dapat beroperasi dengan baik, terdapat prosedur


proteksi standar yang diterapkan pada pompa sentrifugal. Beberapa
standar minimum paling tidak terdiri dari:

1. Proteksi terhadap aliran balik. Aliran keluaran pompa dilengkapi


dengan check valve yang membuat aliran hanya bisa berjalan satu
arah, searah dengan arah aliran keluaran pompa.
2. Proteksi terhadap overload. Beberapa alat seperti pressure
switch low, flow switch high, dan overload relay pada motor pompa
dipasang pada sistem pompa untuk menghindari overload.
3. Proteksi terhadap vibrasi. Vibrasi yang berlebihan akan
menggangu kinerja dan berkemungkinan merusak pompa. Beberapa
alat yang ditambahkan untuk menghindari vibrasi berlebihan ialah
vibration switch dan vibration monitor.
4. Proteksi terhadap minimum flow. Peralatan seperti pressure
switch high (PSH), flow switch low (FSL), dan return line yang
dilengkapi dengan control valve dipasang pada sistem pompa untuk
melindungi pompa dari kerusakan akibat tidak terpenuhinya
minimum flow.
5. Proteksi terhadap low NPSH available. Apabila pompa tidak
memiliki NPSHa yang cukup, aliran keluaran pompa tidak akan
mengalir dan fluida terakumulasi dalam pompa. Beberapa peralatan
safety yang ditambahkan pada sistem pompa ialah level switch low
(LSL) dan pressure switch low (PSL).
V. UNIT DISTRIBUSI

1. Jaringan Pipa Distribusi

Jaringan perpipaan distribusi berfungsi untuk mengalirkan air dari


unit produksi ke pelanggan. Jaringan distribusi menggunakan pipa
dengan aliran yang bertekanan, dimana disepanjang perpipaannya
dihubungkan dengan sambungan pelanggan. Jenis sambungan
pelanggan dapat berupa Sambungan Rumah (SR), sambungan
Hidran Umum (HU) maupun sambungan untuk pelanggan usaha
komersial. Jalur pipa distribusi biasanya ditanam mengikuti jalur
jalan yang ada

Untuk melakukan perencanaan perpipaan jaringan distribusi, maka


beberapa data yang perlu disiapkan adalah sebagai berikut :

- Peta wilayah pelayanan yang berisikan informasi mengenai jalur


jalan, jenis pemanfaatan lahan seperti untuk perumahan,
perkantoran, pasar mapun untuk komersial, jarak antar lokasi
dan kontour wilayah
- Kebutuhan air pada masing-masing wilayah pelayanan, baik
untuk domestik maupun non domestik.
- Jenis pipa yang akan digunakan
- Perhitungan kebutuhan kapasitas pelayanan

Pada dasarnya ada dua jenis sistim jaringan perpipaan distribusi


yaitu :

- Sistim cabang (branched)


- Sistim loop
Sistim branched :

Sistim branched atau cabang adalah sistim jaringan perpipaan


distribusi yang terbuka. Sistim ini biasanya digunakan pada wilayah
perdesaan dimana besar wilayah pelayanan tidak terlalu luas.
Perhitungan hidrolis pada sistim branched ini cukup sederhana yaitu
setiap jalur pipa dihitung secara terpisah.

Unit Produksi
Jaringan Pipa Distribusi Sistim Cabang

Sistim Loop :

Jaringan perpipaan distribusi sistim loop biasanya digunakan di


wilayah perkotaan dimana besar wilayah pelayannya sangat luas.
Sistim loop juga disebut sistim tertutup. Perhitungan hidrolis sistim
loop ini lebih sulit dibandingkan dengan sistim Branched karena
perlu menghitung kesetimbangan aliran pada masing-masing julur
pipa di jaringan loopnya. Keunggulan dari jaringan perpipaan
distribusi dengan sistim loop adalah dapat memberikan pelayanan
yang stabil baik dari segi jumlah air yang disalurkan maupun besar
tekanan ke seluruh wilayah pelayanan

Unit Produksi

Jaringan Pipa Distribusi Sistim Loop


2. Perhitungan Hidrolis Jaringan Perpipaan Distribusi

Perhitungan hidrolis ini ditujukan untuk perpipaan yang memiliki


aliran air yang bertekanan.

Rumus Aliran : Q = V x A
Dimana :

Q = Kapasitas aliran air di dalam pipa


V = Kecepatan aliran air
A = Luas potongan melintang pipa

Rumus aliran kontinyu : v1 x A1 = v1 x A2

Dimana :
V = kecepatan aliran
A = Luas potongan melintang pipa

Ada beberapa macam rumus yang dikenal untuk menghitung hidrolis


perpipaan sebagai berikut :

 Rumus Bernoulli :
P1 V12 P2 V22
Hg1 + + 1 x = Hg2 + + 2 x H
 2g  2g
Dimana :  

Hg = Ketinggian elevasi
P = Tekanan air
 = Berat jenis air
 = Koefisien, tergantung dari besar kecepatan aliran, sekitar 1,2
untuk aliran turbulen
v = Kecepatan aliran air
H = Kehilangan tekanan dari titik 1 ke titik 2, akibat adanya
gesekan air dengan didnding dalam pipa

Besarnya energi gradien adalah kehilanagn tekanan dibagi dengan


panjang pipa, yaitu :
H
I=
L

Kehilangan energi dari aliran air didalam pipa adalah :

V2 L
H   x x
2g d
Dimana :  adalah koefisien gesekan

 Rumus Colebrook-White :

V2 L
(R
H  f x x = Hydraulic radius)
2g R

 Rumus Manning :

v = M x R2/3 x I1/2

dimana :

M = koefisien Manning = 25,4/ k1/6


k = kekasaran absolut
R = Hydraulic radius = ¼ d
I = Hydraulic Gradient
v = Kecepatan aliran

 Hazen-William :

Rumus Hazen William adalah yang paling populer digunakan


pada perhitungan perpipaan :

Q = 0,278 x C x d2,63 x I0,54

Dimana :

Q = Kapasitas aliran, dalam m3/detik


d = Diameter pipa, dalam m
I = Hydraulic gradient, dalam m/m
C = koefisien pipa, tergantung dari kekasaran didinding dalam
pipa

H
Hydraulic Grade Line

H1
Tabung Piezometer H2
Menggambarkan
tekanan air

1 2

Aliran air melalui pipa dari titik 1 ke titik 2 mengalami kehilangan


sebesar H
Angka kekasaran dinding pipa Manning :
Material Pipa Angka Kekasaran k (m)
PVC 0,00001 – 0,0001
AC 0,0002 – 0,0005
Galvanish 0,0004 – 0,002
Cast Iron Pipe 0,0004 – 0,002
Pipa Beton 0,0004 – 0,001
Koefisien pipa Hazen William :
Material Pipa C - Value
PVC 150 - 140
AC 140 - 130
Galvanish 130 - 90
Cast Iron Pipe 130 - 90
Pipa Beton 130 - 120
3. Contoh Perhitungan Hidrolis Jaringan Pipa Distribusi Sistim
Loop

Contoh perhitungan hidrolis jaringan pipa sistim loop akan


menggunakan rumus Hazen William

Loop terbentuk dari 4 node yaitu A, B, C dan D. Kapasitas supply


dari unit produksi ke jaringan pipa sistim loop sebesar Q = 160 l/d.
Tapping untuk pelayanan pada jaringan distribusi melalui 3 node
masing-masing node B = 60 l/d, node C = 70 l/d, dan node D = 30
l/d. Data panjang masing-masing jalur pipa, diameter pipa dan
perkiraan masing-masing kapasitas aliran di masing-masing jalur
pipa dapat di lihat pada gambar yang tersedia. Akan dihitung
besarnya kapasitas sebenarnya aliran air yang akan terjadi pada
masing-masing jalur pipa pada sistim loop
Q 10 l/d
D 100 mm
L 200 m
60 l/d Q 30 l/d
Q 100 l/d D 150 mm
B L 200 m
D 300 mm
L 250 m
C 70 l/d
LOOP 2
A LOOP 1

160 l/d
`
Q 40 l/d
Q 60 l/d D D 200 mm
D 200 mm L 200 m
30 l/d
L 200 m
Perhitungan hidrolis sistim loop akan menggunakan metoda iterasi
Hardy Cross sebagaimana tabel berikut :
Iterasi ke 1
LOOP Dia. Panjang Perkiraan Q
Pipa d L Q Kehilanag H/Q Q Koreksi Setelah
(mm) (m) (m3/d Tekl H Q Koreksi
(m)
1 2 3 4 5   8 9 10
AB 300 250 0,100 2,45 24,5 0,01 0,11 0,11
1 BD* 150 100 0,010 0,3981 39,8 0,01 0,020 0,026
DA 200 200 - 0,060 - 6,17 102,8 0,01 - 0,05 - 0,05
 - 3,32 167,1
Q = - (-3,32) / (2 x 167,1) = 0,01 m3/d

LOOP Dia. Panjang Perkiraan Q


Pipa d L Q Kehilanag H/Q Q Koreksi Setelah
(mm) (m) (m3/d Tekl H Q Koreksi
(m)
1 2 3 4 5   8 9 10
BC 150 200 0,03 7,17 239,0 - 0,006 0,024 0,024
2 CD 200 200 - 0,04 - 2,74 68,5 - 0,006 - 0,046 - 0,046
DB* 150 100 - 0,01 - 0,3981 39,8 - 0,006 - 0,016 - 0,026
 4,03 347,3
Q = - (4,03) / (2 x 346,3) = - 0,006 m3/d

Iterasi ke 2
LOOP Dia. Panjang Perkiraan Q
Pipa d L Q Kehilanag H/Q Q Koreksi Setelah
(mm) (m) (m3/d Tekl H Q Koreksi
(m)
1 2 3 4 5   8 9 10
AB 300 250 0,11 2,96 26,9 - 0,0031 0,1068 0,1068
1 BD* 150 100 0,026 2,69 103,5 - 0,0031 0,0228 0,0205
DA 200 200 - 0,05 - 4,28 85,6 - 0,0031 - 0,053 - 0,053
 1,37 215,9
Q = - (1,37) / (2 x 215,9) = - 0,0031 m3/d

LOOP Dia. Panjang Perkiraan Q


Pipa d L Q Kehilanag H/Q Q Koreksi Setelah
(mm) (m) (m3/d Tekl H Q Koreksi
(m)
1 2 3 4 5   8 9 10
BC 150 200 0,024 4,59 191,3 0,0023 0,0263 0,0263
2 CD 200 200 - 0,046 - 3,36 78,9 0,0023 - 0,0437 - 0,0437
DB* 150 100 - 0,026 - 2,69 103,5 0,0023 - 0,0237 - 0,0205
 - 1,73 373,7
Q = - (- 1,73) / (2 x 373,7) = 0,0023 m3/d

Hasil yang didapatkan :

Q 106 l/d Q 26,3 l/d


D 300 mm 60 l/d D 150 mm
L 250 m L 200 m
B

C 70 l/d

A
160 l/d

Q 43,7 l/d
Q 53,2 l/d
D
D 200 mm
D 200 mm L 200 m
L 200 m 30 l/d

VI. STUDI KASUS

1. Perhitungan Kebutuhan Air Bersih

Soal :

Buatlah perhitungan jumlah kebutuhan kapasitas pelayanan pada tahun


2014, dengan data sebagai berikut :

1. Jumlah Penduduk Tahun 2009 = 75.240 jiwa


2. Anggka pertumbuhan penduduk = 2%

Kriteria lainnya ada pada tabel dibawah ini


No Uraian Jumlah Satuan
Jumlah Penduduk tahun 2014 Jiwa
Tingkat Pelayanan 60 %
Jumlah Penduduk Terlayani tahun 2014 30.142 Jiwa
Tingkat Konsumsi Pelayanan Domestik
- SR 120 l/o/h
- HU 60 l/o/h
Perbandingan SR : HU 90 : 10
Jumlah Kebutuhan Air Untuk SR l/hari
Jumlah Kebutuhan Air Untuk HU l/hari
Total Kebutuhan Air Untuk Domestik l/hari
Prosesntasi Kebutuhan Non Domesti 20 %
Total Kebutuhan Air Untuk Non Domestik l/hari
Total Kebutuhan Air Dom + Non Dom l/hari
Atau l/detik
Tingkat Kebocoran 20 %
Jumlah Kebocoran l/detik
Kapsitas Kebutuhan Air Rata-rata l/detik
Faktor Hari Maksimum 1,2
Kapasitas Hari Maksimum l/detik
Faktor Jam Puncak 2
Kapasitas Jam Puncak l/detik

2. Perhitungan Hidrolis Jaringan Pipa Distribusi

Soal :

Jaringan pipa distribusi dengan sistim Loop dibawah ini telah ditentukan
kapasitas taping disetiap node, perkiraan kapasitas aliran didalam pipa
(Q), diameter pipa (d) dan panjang pipanya (L). Hitung masing-masing
kapasitas aliran (Q) yang sebenarnya terjadi di masing-masing jalur pipa
tersebut dengan menggunakan proses iterasi Hardy Cross

Q
80 l/d
90 l/d Q 10 l/d
d 350 mm d 200 mm
L 750 m L 450 m
Q 60 l/d B Q 10 l/d
d 250 mm d 150 mm70 l/d
L A
400 m D
LOOP I LOOPdQLII 1000
300
50 mm
l/d
m L C 800 m
200 l/d

50 l/d

Lembar Jawaban :

80 l/d

Q l/d Q l/d
d 350 mm d 200 mm
L 750 m L 450 m
B
70 l/d
Q l/d C
d 300 mm
LOOP I L 1000 m

Q l/d Q l/d
d 250 mm d 150 mm
200 l/d L A400 m 50 l/d D LOOP II L 800 m
LANGKAH-LANGKAH PERHITUNGAN ITERASI HARDY CROSS

Iterasi 1
1. Masukan nilai diameter masing-masing pipa (d) dalam meter, dan
panjang pipa (L) dalam meter.
2. Masukan kapasitas aliran masing-masing pipa (Q) secara perkiraan.
Apabila arah aliran air searah jarum jam pada masing-masing loop,
beri tanda positif (+), dan bial berkebalikan beri tanda negatif (-)
3. Hitung kehilangan tekanan setiap jalur pipa (kolom 6)
4. Hitung perbandingan kehilangan tekanan dengan perkiraan
kapasitas aliran utnuk masing-masing jalur pipa (kolom 7)
5. Jumlahkan hasil hitung pada kolom 5 dan dan pada kolom 7
masing-masing
6. Hitung Q
7. Tuliskan hasil perhitungan Q pada kolom 8
8. Pada kolom 9 berisikan penjumlahan antara kolom 5 dan kolom 8
9. Pada kolom 10 isikan :
- Untuk jalur yang bukan bagian loop lainnya, tuliskan hasil kolom
9
- Untuk jalur pipa yang juga bagian loop lainnya, tuliskan hasil
penjumlahan dari kolom 9 dengan nilai DQ dari loop berikutnya

Iterasi 2 :
1. Masukan nilai Q setelah iterasi 1, kolom 10, ke kolom 5 di Iterasi
2, untuk masing-masing jalur pipa
2. Tuliskan hasil perhitungan Q pada kolom 8
3. Pada kolom 9 berisikan penjumlahan antara kolom 5 dan kolom 8
4. Pada kolom 10 isikan :
- Untuk jalur yang bukan bagian loop lainnya, tuliskan hasil kolom
9
- Untuk jalur pipa yang juga bagian loop lainnya, tuliskan hasil
penjumlahan dari kolom 9 dengan nilai DQ dari loop berikutnya

Iterasi 3 Dan selanjutnya dikerjakan sama seperti Iterasi 2

Anda mungkin juga menyukai