Wrap Up SK 1 Endokrin
Wrap Up SK 1 Endokrin
BLOK ENDOKRIN
PENGLIHATAN TERGANGGU
KELOMPOK A12
Ketua : Anisa Nurjanah 1102013033
Sekretaris : Argia Anjani 1102013041
Anggota : Faiz Amali 1102011094
Chairunnissa 1102012045
Dea Ardelia Putri 1102012050
Anisa Fazrin 1102013031
Fuzan Emir Hassan 1102013109
Herwidyandari Permata Putri 1102013126
Ike Kumalasari 1102013131
Junita Putri Anwar 1102013142
Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi
2015
1
SKENARIO 1
PENGLIHATAN TERGANGGU
Seorang pengusaha, Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di
kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang – kadang terlihat bintik gelap dan
lingkaran – lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat
ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.
Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan
indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan
pada pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah
terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada
pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina.Hasil
laboratorium memperlihatkan glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam
setelah makan 345 mg/dl dan HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif 3.
Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat
komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga
diberikan edukasi tentang perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik
sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai, dan pemberian insulin untuk
mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian
obat.
KATA SULIT
2. Funduskopi
Pemeriksaan untuk melihat dan menilai kelainan dan keadaan pada fundus
okuli dengan alat bernama oftalmoskop.
3. Mikroaneurisma
Pembengkakan seperti balon kecil karena pembesaran pembuluh darah kapiler
yang memasok darah ke retina di belakang mata.
5. Mikroangiopati
Adanya akumulasi kumpulan darah pada pembuluh darah kecil.
6. HbA1c
Zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan monoglobulin yang
menggambarkan konsentrasi gula darah rata-rata, selama 1 sampai 3 bulan.
7. Neuropati
Gangguan saraf yang menyebabkan nyeri pada tubuh.
2
8. Makroangiopati
Adanya akumulasi kumpulan darah pada pembuluh darah besar.
9. Insulin
Hormon peptide yang diproduksi di pancreas, yang memungkinkan sel untuk
menggunakan glukosa.
ANALISA MASALAH
1. Mengapa pasien mengeluh penglihatan terganggu, terlihat gelap dan ada bintik-
bintik serta lingkaran cahaya??
2. Mengapa pasien mengeluh kesemutan dan nyeri saat jalan?
3. Apa yang menyebabkan proteinuria pada pasien?
4. Apa hubungan obesitas dengan DM tipe 2?
5. Apa hubungan usia lanjut dengan DM tipe 2?
6. Apa indikasi pemberian insulin pada pasien?
7. Kenapa pada pasien diberikan perencanaan diet 1900 kalori?
8. Kenapa kulit pasien teraba kering?
9. Apa alasan diperiksanya HbA1c?
JAWABAN
1. Karena adanya retinopati diabetik yang menyebabkan adanya perdarahan
pada retina, sehingga sebagai kompensasi dibuatnya pembuluh darah baru
yang menyebabkan adanya jaringan parut pada pembuluh darah lama. Inilah
yang menyebabkan adanya gambaran seperti bintik dan lingkaran cahaya.
2. Karena di saraf ada lesi degenerative yang menyebabkan neuropati multiple,
disfungsi saraf perifer.
3. Ada kerusakan pada glomerulus yang disebabkan karena rusaknya saraf
ginjal. Dapat juga disebabkan karena glukosa (bersifat toxic), karena pada
kasus ini didapat hiperglikemia.
4. Kerusakan pada pancreas yang di trigger untuk memproduksi insulin terus
menerus akibat hiperglikemia.
5. Sebagai salah satu faktor risiko, dimana ketika usia lanjut, fungsi organ pun
menurun. Selain itu, semakin bertambahnya usia, resistensi terhadap insulin
juga meningkat.
6. Sebagai tindakan pencegahan agar tidak terjadi kerusakan pada pancreas.
7. Diatur sesuai dengan aktivitas pasien, BMI, tingkat metabolism agar tidak
memberatkan kerja pancreas.
8. Sebagai bentuk dari dehidrasi (Trias DM)
9. Untuk mengetahu kadar gula dalam darah yang lebih efektif dibandingkan
gula darah sewaktu. (N: <7)
HIPOTESIS
Pada kasus pasien obesitas akan ditemukan hiperglikemia yang dapat memicu
timbulnya penyakit Diabetes Mellitus tipe 2. Jika DM tipe 2 tidak ditangani atau
dikontrol, maka akan menimbulkan komplikasi lain seperti retinopati diabetik,
neuropati, dan nefropati. Untuk itu, perlu dilakukan control diet pada pasien, anjuran
berolahraga, serta diberkan terapi insulin dan oral sebagai tatalaksana.
3
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas
1.1 Makroskopis
M
emiliki struktur lunak dan berlobus, berada pada abdomen di region
epigastrium. Terdiri atas 4 bagian :
a. Caput : cakram, pada bagian cekung duodenum, meluas kekiri dan di
belakang a.v. mesenterica superior dan terdapat processus uncinatus
b. Collum : terletak didepan pangkal v. porta dan a. mesenterica superior
c. Corpus : berjalan ke atas dan kekiri menyilang garis tengah
d. Cauda : menuju Lig. Lienorenalis menuju ke hilus limpa
Batas – Batas
a. Anterior : dari kanan ke kiri colon trasnversum, mesocolon trasnversum,
bursa omentalis, gaster
b. Posterior : dari kanan ke kiri, ductus choledocus, v. porta, v. lienalis, v.
cava inferior, aorta, pangkal a. mesenterica superior, m. psoas sinistra,
glandula suprarenalis sinistra, renal sinistra & hilus lienalis
Perdarahan
Arteri Lienalis dan Arteri pancreaticoduodenalis superior dan inferior. Vena
Lienalis, V. Pancreaticoduodenalis superior dan inferior yang bermuara ke
vena porta hepatica.
Persarafan
Dipersarafi oleh N.X (Vagus) sifatnya simpatis dan parasimpatis
1.2 Mikroskopis
4
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian
badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan
bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan
embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel
yang membentuk usus.
5
Sintesis Insulin
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk prepoinsulin (precursor hormon
insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim
peptidase, prepoinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin,
yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicle)
dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin
diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap
untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel (Guyton, 2007).
Mekanisme secara fisiologis di atas, diperlukan bagi berlangsungnya
proses metabolisme glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses
utilasi glukosa dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan
komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta memproduksi
insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, juga dapat
memiliki efek yang sama. Mekanisme sintesis dan sekresi insulin setelah
adanya rangsangan terhadap sel beta cukup rumit, dan belum sepenuhnya
dipahami secara jelas (Manaf, 2006).
6
Disingkat menjadi GLUT, dan memiliki 6 bentuk, yaitu GLUT 1,
GLUT 2, GLUT 3 dst. Melaksanakan difusi pasif terfasilitasi glukosa
melewati membrane plasma. Fungsi tiap GLUT berbeda-beda
a. GLUT 1 : memindahkan glukosa menembus sawar darah dan otak
b. GLUT 2 : memindahkan glukosa yang masuk ke ginjal dan usus ke aliran
darah sekitar melalui kotranspor
c. GLUT 3 : pengangkut utama glukosa ke dalan neuron
d. GLUT 4 : bertanggung jawab atas sebagian besar penyerapan glukosa oleh
mayoritas sel tubuh, yang bekerja hanya setelah berikatan dengan insulin
e. GLUT 4 sangat banyak terdapat di jaringan yang paling banyak menyerap
glukosa dan darah, yaitu otot rangka dan sel jaringan lemak.
Glucose Ca2+
K+ channel Channel Insulin
GLUT-2 shut
Release
Opens
Glucose K+
↑↑
Glucose-6-phosphate Insulin + C peptide
Depolarization Cleavage
of membrane enzymes
ATP Proinsulin
Glucose signaling
preproinsulin
Preproinsulin
B. cell Insulin Synthesis
7
kelebihan glukosa menjadi asam lemak, serta menghambat
glukoneogenesis karena mengurangi pelepasan asam amino dari otot
jaringan ekstra hepatik sebagai prekursor dari glukoneogenesis.
c. Insulin mempermudah masuknya glukosa kedalam sebagian besar sel.
Beberapa jaringan yang tidak tergantung insulin yaitu otak, otot yang
aktif, hati.
Efek Insulin terhadap Lemak
Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah
dan mendorong pembentukan trigliserida
Insulin meningkatkan transportasi glukosa kedalam sel jaringan
adiposa. Glukosa berfungsi sebagai prekusor untuk pembentukan
asam lemak dan gliserol , yaitu bahan mentah untuk membentuk
trigliserida
Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisis pembentukan
asam lemak dari turunan glukosa
Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari darah
kedalam sel jaringan adiposa
Insulin menghambat lipolisis , sehingga terjadi penurunan pengeluaran
asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah
8
g. Meningkatkan ambilan keton
h. Meningkatkan ambilan K+
3. Hati
a. Menurunkan ketogenesis
b. Meningkatkan sintesis protein
c. Meningkatkan sintesis lemak
d. Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan
glukoneogenesis dan peningkatan sintesis glikogen dan peningkatan
glikolisis
4. Umum
a. Meningkatkan pertumbuhan sel
3.2 Etiologi
Diabetes melitus dicirikan dengan peningkatan sirkulasi konsentrasi glukosa
akibat metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang abnormal dan
berbagai komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Semua keadaan
diabetes merupakan akibat suplai insulin atau respon jaringan terhadap insulin
yang tidak adekuat (Inzucchi, 2005), ada bukti yang menunjukkan bahwa
etiologi diabetes melitus bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dan jenis
yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi
determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas
penderita diabetes melitus. Manifestasi klinis diabetes melitus terjadi jika
lebih dari 90% sel-sel beta telah rusak. Pada diabetes melitus yang lebih berat,
sel-sel beta telah rusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua
kelainan metabolik yang berkaitan dengan defisiensi insulin (Anonim, 1999).
Penyebab-penyebab tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes melitus tipe II menurut Guyton & Hall (2002), yaitu:
9
2. Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku indian di Amerika, Hispanik, dan orang
Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe
2.Sedangkan diabetes tipe 1 sering terjadi pada orang Finlandia dengan
presentase mencapai 40 %.
3. Usia
Pada diabetes tipe 1, usia muda merupakan awal terjadinya penyakit tersebut,
sedangkan pada diabetes tipe 2 umur puncak berada pada usia diatas 45 tahun.
4. Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2 adalah mereka yang
mengalami kegemukan. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot
akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau
kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut. Lemak ini akan
memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel
dan menumpuk dalam peredaran darah.
5. Sindroma Metabolik
Menurut WHO dan National Cholesterol Education Program : Adult
Treatment Panel III, orang yang menderita sindroma metabolic adalah mereka
yang punya kelainan seperti : tekanan darah tinggi lebig dari 160/90mmHg,
trigliseridaa darah lebih dari 150mg/dl, kolesterol HDL <40 mg/dl, obesitas
sentral dengan BMI lebih dari 30, lingkar pinggang melebihi 102 cm pada pria
atau melebihi 88 cm pada wanita, atau sudah terdapat mikroalbuminuria.
7. Faktor Kehamilan
Diabetes pada ibu hamil dapat terjadi pada 2-5 % kehamilan. Biasanya
diabetes akan hilang setelah anak lahir. Ibu hamil dengan diabetes dapat
melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4 kg. Apabila ini terjadi,
sangat besar kemungkinan si ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak.
8. Infeksi
Infeksi virus dapat juga dijadikan penyebab timbulnya diabetes mellitus.
Adapun virus-virus tersebut adalah virus cytomegalovirus, virus rubella dan
virus coxsackie.
3.3 Epidemiologi
Laporan data epidemiologi Mc Carty dan Zimmer menunjukkan bahwa
jumlah penderita DM di dunia dari 110,4 juta pada tahun 1994 melonjak 1,5
kali lipat (175,4 juta) pada tahun 2000, dan akan melonjak dua kali lipat
(239,3 juta) pada tahun 2010 (Tjokroprawiro, 2006). International Diabetes
Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2005 di dunia terdapat 200
juta (5,1%) orang dengan diabetes (diabetisi) dan diduga 20 tahun kemudian
10
yaitu tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta (6,3%) orang. Negara-
negara seperti India, China, Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, Pakistan,
Banglades, Italia, Rusia, dan Brazil merupakan 10 besar negara dengan jumlah
penduduk diabetes terbanyak (Depkes RI, 2007). Dalam Diabetes Atlas edisi
kedua tahun 2003 yang diterbitkan oleh IDF, prevalensi diabetes di Indonesia
pada tahun 2000 adalah 1,9% (2,5 juta orang) dan toleransi glukosa terganggu
(TGT) 9,7% (12,9 juta orang) dengan prediksi bahwa di tahun 2025 berturut-
turut akan menjadi 2,8% (5,2 juta orang) diabetisi dan 11,2% (20,9 juta orang)
dengan TGT. Sementara menurut WHO 1998, diperkirakan jumlah diabetisi di
Indonesia akan meningkat hampir 250% dari 5 juta di tahun 1995 menjadi 12
juta pada tahun 2025 (Depkes RI, 2007). Dalam Diabetes Care (Wild, 2004),
yang melakukan analisa data WHO dan memprediksi Indonesia di tahun 2000
dikatakan sebagai nomor 4 terbanyak diabetisi (8,4 juta orang) pada tahun
2030 akan tetap nomor 4 di dunia tetapi dengan 21,3 juta diabetisi. Perkiraan
jumlah ini akan menjadi kenyataan apabila tidak ada upaya dari kita semua
untuk mencegah atau paling tidak mengeliminasi faktor-faktor penyebab
ledakan jumlah tersebut (Depkes RI, 2007).
3.4 Patofisiologi
a. Resistensi insulin
11
Penurunan kemampuan insulin untuk beraksi pada jaringan target perifer
(terutama otot dan hati) merupakan ciri yang menonjol pada DM tipe II dan
merupakan kombinasi dari kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi insulin
mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin dan
meningkatkan keluaran glukosa hepatik, keduanya menyebabkan
hiperglikemia.
Pada prinsipnya resistensi insulin dapat terjadi di tingkat reseptor insulin atau
di salah satu jalur sinyal pascareseptor. Pada DM tipe II jarang terjadi defek
kualitatif dan kuantitatif pada reseptor insulin. Oleh karena itu, resistensi
insulin diperkirakan terutama berperan dalam pembentukan sinyal
pascareseptor (ClareSalzler, et al., 2007). Polimorfisme pada IRS-1 mungkin
berhubungan dengan intoleransi glukosa, meningkatkan kemungkinan bahwa
polimorfisme dalam berbagai molekul postreceptor dapat menyebabkan
resistensi insulin. Patogenesis resistensi insulin saat ini berfokus pada defek
sinyal PI-3-kinase, yang menurunkan translokasi GLUT 4 pada membran
plasma, diantara kelainan lainnya. Asam lemak bebas juga memberikan
kontribusi pada patogenesis DM tipe II. Asam lemak bebas menurunkan
ambilan glukosa pada adiposit dan otot serta meningkatkan keluaran glukosa
hepatik yang terkait dengan resistensi insulin
12
secara normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan bersama
dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa. Hiperinsulinemia
yang disebabkan resistensi insulin pada fase awal DM tipe II menyebabkan
peningkatan produksi amilin, yang kemudian mengendap sebagai amiloid di
islet. Amiloid yang mengelilingi sel beta mungkin menyebabkan sel beta agak
refrakter dalam menerima sinyal glukosa. Yang lebih penting, amiloid bersifat
toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan sel
beta yang ditemukan pada kasus DM tipe II tahap lanjut.
13
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah :
Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan,
Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996).
Kelainan kulit
Kelaianan kulit berupa gatal – gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal.
Lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat
tumbuhnya jamur.
Kelaianan ginekologis
Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik
yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung
secar optimal.
14
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein
dan unsur makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus bahan
protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan
yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami
gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh yg juga dapat disebabkan
oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita diabetes
melitus.
Mata kabur
Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa
oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus
vitreum.
15
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak),
dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi GlukosaTerganggu) atau GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh
- TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199 mg/dl
- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl.
Pemeriksaan Penunjang
Darah
1. Kadar glukosa darah : puasa, sewaktu, 2 jam post prandial.
2. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
3. Kurva Harian glukosa
4. Kadar keton darah
5. Kadar Hb A1c
6. Kadar fruktosamin
7. Kadar insulin
8. Kadar C-peptide
9. Pemeriksaan lain: tes fungsi ginjal, analaisa gas darah, kadar lipid, imunoserologis
Urin :
1. Reduksi/glukosa urin
2. Protein, mikroalbumin
3. Benda Keton
4. Sedimen Urin
DARAH
Glukosa darah puasa (GDP): puasa 10-14 jam sebelum pengambilan darah.
Glukosa darah sewaktu (GDS): pengambilan darah tanpa melihat kapan terakhir
makan.
16
Glukosa darah 2 jam post prandial : pengambilan darah 2 jam setelah makan atau
setelah konsumsi 75 gr glukosa. Selama menunggu 2, pasien duduk istirahat, tidak
makan/minum lagi dan tidak merokok.
BAHAN PEMERIKSAAN
17
Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah digunakan serum/ plasma vena, kapiler
(“whole blood” = darah utuh). Kandungan glukosa darah kapiler lebih tinggi 7-10%
dari glukosa dalam vena (keadaan puasa 2-3 mg/dL, sehabis makan 20-30 mg/dL).
METODE PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah saat ini banyak dipakai metode enzimatik
metode glocose oxidase atau Hexokinase karena hasil pemeriksaan mempunyai
spesifitas tinggi. Untuk diagnostik DM, dianjurkan pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan plasma vena.
Urin
Pemeriksaan Urin rutin
Untuk mencari adanya kelainan / komplikasi pada saluran kemih, misalnya infeksi
atau insufisiensi ginjal.
Glukosa urin dan keton urin
Pemeriksaan glukosa urin secara tidak langsung menggambarkan kadar glukosa
darah > 180 mg/dL (batas ambang ginjal untuk glukosa), maka pemeriksaan
glukosa urin akan positif. Namun urin yang dikeluarkan tidak selalu berkorelasi
dengan glukosa darah, sehingga pemeriksaan glukosa urin tidak dianjurkan untuk
memastikan diagnosis DM. Pemeriksaan glukosa urin dapat dipakai untuk
pemantauan hasil pengobatan. Pemeriksaan keton urin dilakukan bila didapatkan
tanda-tanda ketoasidosis. Namun pemeriksaan keton urin mempunyai kelemahan
karen menggambarkan kadar glukosa darah beberapa jam sebelum tes dan saat ini
baru bisa mendeteksi aseton dan asetoasetat, bukan 3 HB.
Mikroalbuminuria
Penting untuk deteksi dini komplikasi ginjal. Terdeteksinya albumin dalam
jumlah kecil (< 30 mg/dL) dalam urin menunjukan adanya komplikasi ginjal.
BAHAN PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan urin rutin, protein, glukosa, keton dan sedimen urin dipakai urin
porsi tengah, segar. Spesimen untuk tes mikroalbuminuria dipakai urin 24 jam.
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring
dapat dilihat pada tabel 3.
Bukan DM Belum pasti Pasti DM
DM
Kadar glukosa Plasma vena < 100 100-199 >200
Darah sewaktu Darah kapiler < 90 90-199 >200
Kadar glukosa Plasma vena < 100 100-125 >126
Darah puasa Darah kapiler < 90 90-99 >100
Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil,
dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa
faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
(BUKU KONSENSUS)
18
Diagnosis Banding :
a. Cystic fibrosis
b. Diabetes mellitus type l
c. Diabetic ketoacidosis
d. Drug-induced glucose intolerance
e. Gestational diabetes
f. Glucose intolerance
g. Pancreatitis
3.7 Tatalaksana
3.7.1 Farmakologis
19
o Indikasi : berhasil untuk pasien dengan DM timbul di atas 40
tahun.
o Interaksi : meningkatkan risiko hipoglikemia jika digunakan
bersamaan insulin, alkohol, sulfonamid, salisilat dosis besar,
kloramfenikol, anabolic steroid.
2. Metiglinid
o Repalinid dan nateglinid
o Mekanisme sama dengan Sulfonilurea, menutup kanal ATP-
independent di sel beta pankreas.
o Farmakokinetik : absorpi cepar dan kadar puncak 1 jam.
Metabolisme di hati.
o Efek samping : Hipoglikemia.
20
b. GLP-1 : oleh sel L mukosa usus dan sel alfa pankreas berfungsi
menekan sel alfa pankreas dalam mensekresikan glukagon.
Kedua hormon ini meningkatkan sekresi insulin.
E. Penghambat Dipeptidyl Peptidase IV (Penghambat DPP-IV)
Diharapkan dapat memperpanjang masa kerja GLP-1
a. GLP-1 Mimetik dan Analog: Berbentuk injeksi subkutan.
21
2. Terapi Insulin
a. Sediaan :Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin
dulakukan dengan IV, IM, SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan
berdifusi ke sirkulasi perifer yang seharusnya langsung masuk ke sirkulasi
portal, karena efek langsung hormone ini pada hepar menjadi kurang.
b. Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak
dapat diatasi dengan diet/ antidiabetik oral, dll. Tujuan pemberian insulin
adalah selain untuk menormalkan kadar insulin juga untuk memperbaiki
semua aspek metabolism.
c. Dosis : Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari
keadaan pasien.
- Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB
- Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt
sblm makan pagi, dan 4-5 U sebelum makan malam.
- DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.
d. ES : Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem,
kembung,dll.
e. Interaksi : antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin,
GH, Tiroid, estrogen, glucagon,dll)
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
22
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
Efek samping terapi insulin
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM.
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Dasar pemikiran terapi insulin:
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi
insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada
keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal
(puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin.
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah
insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).
Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan
menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C
belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial
(meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah
prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short
acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan
subkutan dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus),
atau 1 kali basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial
(basal bolus).
Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan glukosa
darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek
(golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus
(acarbose).
Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
23
Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan
arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.
Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau
drip.
Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek
dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak
terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis
yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin
tersebut.
Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan
dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan
jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.
Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah
unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan
memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100
unit/mL).
3.8 Komplikasi
3.8.1 Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang
relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang
paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:
1. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe
1. Hal ini bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena
kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami hal
berikut:
a. Hiperglikemia
b. Hiperketonemia
c. Asidosis metabolik
24
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan
lipogenesis,peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam
lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat,
hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan
beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan
ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik
dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien
dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak,
pasien akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian
akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga
kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan
pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi 8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan
4. Takikardi 11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton 13. Pandangan
kabur
7. Hipotermia 14. Koma (10%)
25
sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria,
dan sebesar 65% berlatar belakang DM. Meskipun hipoglikemia sering
pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan.
Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum
mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.
• Penyebab Hipoglikemia :
1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan
2. Berat badan turun
3. Sesudah olah raga
4. Sesudah melahirkan
5. Sembuh dari sakit
6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa
Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl,
meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah
yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan
berbeda pada setiap orang.
• Tanda-tanda Hipoglikemia
1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan
menghitug sederhana.
3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung,
bibir atau tangan, berdebar-debar.
4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian
obat oral ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara
keduanya:
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin
bisa diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:
• Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
• Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
• P.Z.I : 18 jam setelah suntikan
3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan
simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.
3.8.2 Kronis
1. Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada
penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal
claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa gejala.
Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang
pertama muncul.
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetic
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Terapi aspi-rin
tidak mencegah timbulnya retinopati
26
Nefropati diabetic
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan me-
ngurangi risiko nefropati
Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) jugaakan
mengurangi risiko terjadinya nefropati
3. Neuropati
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neu-
ropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisikotinggi
untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar danbergetar
sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien
perludilakukan skrining untuk mendeteksi adanya
polineuropatidistal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,
dengan monofilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.
Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatankaki
yang memadai akan menurunkan risiko amputasi.
Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan
duloxetine,antidepresan trisiklik, atau gabapentin.
Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer
harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi
risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit
iniseringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin
ilmu lain.
3.9 Prognosis
Kematian berisiko dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara orang dengan
diabetes tipe 2 dibandingkan pada populasi umum. Sebanyak 75% orang
dengan diabetes melitus tipe 2 akan mati karena penyakit jantung dan 15%
dari stroke. Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler hingga lima kali
lebih tinggi pada orang dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes.
Untuk setiap kenaikan 1% pada level HbA1c, resiko kematian dari penyebab
diabetes meningkat terkait dengan 21%.
3.10 Pencegahan
27
- Mencegah progresi dari komplikasi agar tidak menjadi kegagalan
organ
- Mencegah kecacatan tubuh
28
• Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok ,
dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina,
kemudian berkembang ke daerahpreretinal, ke badan kaca. Pecahnya
neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan
retina, perdarahan subhialoid ( preretinal ) maupun perdarahan badan kaca.
• Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan
visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan
stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum
pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence
tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.
Gb. OCT pada Mata normal Gb. OCT pada Retinopati diabetik
29
setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum.
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien
duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk
memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian
mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata
kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop
dipegang di tangan kanan.
Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks
retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan
dilakukan pada jarak 2-3cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial
untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc
ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda
dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu
diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina.
Mikroaneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda
utama retinopati DM.
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar
pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda
khas makulopati diabetikum.
4.4 Tatalaksana
Tatalaksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun
sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa
edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12
bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema
makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah
per- burukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu
dievaluasi setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat
berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama
apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM
proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan.
Panretinal laser photocoagula- tion harus segera dilakukan pada penderita
retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai
edema makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser
photocoagulation menjadi terapi pilihan
Tujuan terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:
1. Kadar glukosa darah mendekati normal
2. Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
3. Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
4. Kadar A1c <7%.
5. Tekanan darah <130/80 mmHg.
6. Profil Lipid
7. Kolesterol LDL<100 mg/dl
8. Kolesterol HDL >40 mg/dl.
9. Trigliserida < 150 mg/dl.
30
10. Beran badan senormal mungkin.
PROTEIN
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori
perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan
protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam
amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
1. Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
2. Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan
mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.
3. Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg
BB/hari.
4. Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85
gram/KgBB/hari dan tidak kurang dari 40gram.
5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih
dianjurkan dibanding protein hewani.
LEMAK
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini
sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A,
D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh
dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan
pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi
pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty
acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa
darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan
31
kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar
kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated
fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida,
memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang
dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme
lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer.
Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.
32
4. Gemuk BB>120% BBI
Perhitungan jumlah kalori:
Ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.
Kalori/kg BB ideal
Kurus 35 40 40-50
Contoh:
Pasien seorang laki-laki 48thn, tinggi 160cm dan bb 63kg, pekerjaan sbg
penjaga toko.
BBI= (TBcm-100)kg-10% = 60-6 = 54
Status gizi= (BBaktual-BBI)x100% = (63-54)x100% = 116%
(termasuk BB lebih)
BB kurang BB <90% BBI
BB normal BB 90-110% BBI
BB lebih BB 110-120% BBI
Gemuk BB >120% BBI
Jumlah kebutuhan kalori per hari.
Kebutuhan kalori bassal= BBIx30 kalori = 54x30 kal =
1620 kalori
Kebutuhan aktifitas +20% 20%x1620=324 kalori
Koreksi usia -5% 5% x 1620 = 81 kalori
Koreksi BB -10% 10% x 1620 =162 kalori
Jadi total kenutuhan kalori penderita 1620+324-81-162 =
1701 di bulatkan jadi 1700.
Distribusi makanan :
KH 60% = 60% x 1700 = 1020 kalori karbohidrat setara
dengan 255 gram karbo.
Protein 20% = 20% x 1700 = 340 kalori protein setara
dengan 85 gram protein.
Lemak 20% = 20% c 1700 = 340 kalori lemak stara dengan
37.7 gram lemak.
33
f. Berat badan lebih : -10%
g. Berat badan kurus : +10%
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan
siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan
makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal
makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap
sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.
Artinya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi,dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena
Sesungguhnya syaitanitu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah
[2]: 168).
Dari dua ayat diatas maka jelaslah bahwa makanan di makan olehnorang musli
mhendaknya memenuhi 2 syarat, yaitu :a.Halal, artinya di perbolehkan untuk
di makan dan tidak dilarang oleh hokum syara’ b.Baik, artinya makanan itu
bergizi dan bermanfaat untuk kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
34
American Diabetes Association. 2012. Diagnosis and Clasiffication of
Diabetes Melitus. Diabetes Care, Volume 35, Supplement 1, January 2012.
Clare – Salzler, M.J., Crawford, J.M., & Kumar, V., 2007. Pankreas.
Dalam: Kumar, V., Cotran R.S., Robbins, S.L. Buku Ajar Patologi. Edisi 7.
Jakarta: EGC, 718 – 724.
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29.
Jakarta: EGC
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20.
Jakarta: EGC
Kaji Y. 2005. Prevention of diabetic keratopathy. British journal of
ophthalmology;89:254-255)
Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2011
Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC
Murray K. R, Granner D. K, Mayes P. A, Rodwell V. W. 2006.
Biokimia harper.ed 27. Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi
2. Jakarta: EGC
WHO. Global Prevalence of Diabetes in Epidemiology/ Health
Services/ Psychosocial Research,
http://www.who.int/diabetes/facts/en/diabcare0504.pdf)
35