Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Standar Praktik Kebidanan.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Standar Praktik Kebidanan ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 5 Mei 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar isi

BAB I Pendahuluan

Latar Belakang

Tujuan Penulisan

Manfaat Penulisan

BAB II Tinjauan Teori

2.1 Definisi Bidan

2.2 Definisi Standar

2.3 Definisi Standar Praktek Kebidanan

2.4 Standar Praktek Kebidanan

Standar I (Metode Asuhan)

Standar II (Pengkajian)

Standar III (Diagnosa Kebidanan)

Standar IV (Rencana Asuhan)

Standar V (Tindakan)

Standar VI (Pertisipasi Klien)

2
Standar VII (Pengawasan)

Standar VIII (Evaluasi)

Standar IX (Dokumentasi)

2.5 Sandar Praktek Bidan di Rumah Sakit

BAB III Penutupan

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Daftar Pustaka

Bab I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Clinicial Practice Guidline (1990) Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian
tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai bataspenerimaan minimal.. Menurut Rowland
dan Rowland (1983) Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu
srana pelayanan kesehatan agar pemakai jasa pelayanan dapat memeperoleh keuntungan yang
maksimal dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

Dalam profesi kebidanan, standar praktik kebidanan merupakan suatu acuan atau pedoman bagi
seorang bidan dalam melakukan sebuah tindakan. Namun, seringkali kita temukan bidan yang tidak
memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar praktik kebidanan yang telah ditetapkan. Hal ini
menimbulkan penurunan kualitas suatu pelayanan yang diberikan oleh bidan. Oleh sebab itu penulis
membahas mengenai standar praktik kebidanan, sehngga calon – calon tenaga bidan yang akan
datang dapat bekerja sesuai dengan standar praktik kebidanan.

1.2 Tujuan Penulisan

3
1. Untuk mengetahui definisi bidan

2. Untuk mengetahui definisi standar

3. Untuk mengetahui definisi Standar Praktek Kebidanan

4. Untuk mengetahui tentang standar-standar yang ada dalam praktek bidan.

1.3 Manfaat Penulisan

1. Hasil penulisan makalah ini bisa dijadikan sebagai masukan yang dapat digunakan untuk
evaluasi dan sebagai tindak lanjut dalam praktik kebidanan sehingga pelayanan yang
diberikan oleh bidan sesuai dengan standar praktik yang ditetapkan.

2. Hasil penulisan makalah ini dapat dijadikan acuan untuk pengembangan keilmuan dimasa
yang akan datang terutama pada pelayanan kebidanan.

3. Penulisan makalah yang dilakukan diharapkan dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman dalam praktik kebidanan yang diberikan serta dapat mengaplikasikan ilmu yang
didapat selama mengikuti perkuliah

1.4 Metode Penulisan

1.4.1 Studi Keperpustakaan Yaitu dengan mempelajari buku-buku dan sumberlain untuk
mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang berhubungan dengan penulisan studi kasus ini.

Sistematika Penulisan

Bab II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Bidan

4
Bidan adalah profesi yang diakui di seluruh dunia dalam membantu kelahiran seseorang. Seperti yang
disebutkan di atas bahwa Pengertian bidan secara internasional telah diatur dan diakui oleh
Internasional Confederation of Midwives ( ICM ) pada tahun 1972 dan Internasional Federation of
International Gynaecologist and Obstetritian ( FIGO ) pada tahun 1973, WHO dan badan lainnya.
Kemudian Pada tahun 1990, dalam pertemuan dewan Internasional yang digelar di kota Kobe, ICM
menyempurnakan definisi Bidan yang kemudian disahkan oleh FIGO ( Federation of International
Gynecologist Obstetrition ) pada tahun 1991 serta WHO tahun 1992.

Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mendefinisikan bahwa bidan Indonesia adalah : "seorang perempuan
yang sudah lulus dari pendidikan Bidan yang diakui oleh pemerintah dan organisasi profesi di wilayah
Negara Republik Indonesia ( NKRI ) serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,
sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan."

International Confederation Of Midwives mendefinisikan bahwa bidan Indonesia adalah “Seseorang


yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan
tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki ijin yang sah (lisensi)
untuk melakukan praktik kebidanan."

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization, mendefinisikan bahwa bidan
Indonesia adalah "Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang
diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar
(register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan."

PROF. DR. IDA BAGUS GDE MANUABA mendefinisikan bahwa bidan Indonesia adalah "Bidan
merupakan mata rantai yang sangat penting karena kedudukannya sebagai ujung tombak dalam
upaya meningkatkan sumber daya menusia melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan,
pertolongan, dan pengawasan neonatus dan pada persalinan ibu postpartum"

2.2 Definisi Standar

Menurut Clinical Practice Guideline (1990) Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian
tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal. Menurut Donabedian
(1980) Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai,
berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan. Menurut Rowland and Rowland (1983) Standar
adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan kesehatan
agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan

5
2.3 Definisi Standar Praktek Kebidanan (SPK)

Standar Praktek Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang
mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan yaitu standar pelayanan
kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan
masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).

Standar adalah ukuran atau parameter yang digunakan sebagai dasar untuk menilai tingkat kualitas
yang telah disepakati dan mampu dicapai dengan ukuran yang telah ditetapkan. Penentuan standar
profesi selalu berkaitan erat dengan situasi dan kondisi dari tempat standar profesi itu berlaku.
Sebagai tenaga kesehatan yang profesional maka bidan dalam melakukan tugasnya wajib memenuhi
standar profesi sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam UU No. 23/92 Tentang Kesehatan, bahwa
tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan
menghormati hak pasien.

Sesuai Pasal 53 UU No. 23/92 menetapkan sebagai berikut : Standar profesi adalah pedoman yang
harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang
berhadapan dengan pasien seperti dokter, bidan, dan perawat dalam melaksanakan tugasnya harus
menghormati hak pasien. Standar praktik kebidanan dibuat dan disusun oleh
organisasi profesi bidan ( PP IBI) berdasarkan kompetensi inti bidan, dimana kompetensi ini lahir
sebagai bukti bahwa bidan telah menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap minimal yang
harus dimiliki bidan sebagai hasil belajar dalam pendidikan.

Karena latar belakang pendidikan kebidanan sangat bervariasi maka organisasi profesi IBI membuat
standar praktik bidan berdasarkan kompetensi inti sehingga dengan adanya standar praktik
kebidanan, bidan mempunyai suatu ukuran yang sama untuk semua bidan dalam melaksanakan
tugasnya walaupun latar belakang pendidikannya berbeda-beda.

Maka Standar praktik kebidanan adalah pelayanan kebidanan yang diberikan oleh bidan yang telah
terdaftar dan memperoleh surat izin praktik bidan (SIPB) dan dari pemerintah (DIKES setempat) untuk
melaksanakan praktik pelayanan kebidanan secara mandiri, tetapi standar praktik mengacu kepada
kopetensi inti (Care Competency)

2.4 Standar praktek kebidanan

Bidan dapat praktik di berbagai tatanan pelayanan termasuk di rumah, masyarakat, rumah
sakit,klinik atau unit kesehatan lainnya ( Kepmenkes RI No 369/MENKES/SK/III/2007 )

6
Bidan dapat melaksanakan praktek di rumah sakit, klinik, unit-unit kesehatan
lingkungan pemukiman dan unit pelayanan lainnya. Dalam menjalankan
praktek bidan berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:

a) pelayanan kebidanan;

b) pelayanan keluarga berencana;

c) pelayanan kesehatan masyarakat.

Standar Praktek Kebidananan (SPK) di bagi menjadi sembilan standar, yang terdiri dari :

Standar I : Metode asuhan

Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah yaitu
pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa perencanaan pelaksanaan, evaluasi dan
dokumentasi.

Metode asuhan yang seharusnya digunakan itu adalah

Metode Varney : Metode managemen kebidanan yang mempunyai 7 langkah.

Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan klien secara keseluruhan

Langkah I :Pengumpulan Data Dasar


Pada langkah ini dilakukan pegumpulan informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :
1.Anamnesa
Biodata
Riwayat Menstruasi
Riwayat Kesehatan
Riwayat Kehamilan, Persalinan & Nifas
Biopsikospiritual Pengetahuan Klien
2.Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
3.Pemeriksaan Khusus
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Perkusi
4.Pemeriksaan penunjang
Laboratorium

7
Catatan terbaru dan sebelumnya

Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen
kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi
yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data
dasar awal yang lengkap.. Pada keadaan tertentu dapat terjadi langkah pertama akan overlap dengan
langkah 5 dan 6 (atau menjadi bagian dari langkah-langkah tersebut) karena data yang diperlukan
diambil dari hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik yang lain. Kadang-kadang
bidan perlu memulai manajemen dari langkah 4 untuk mendapatkan data dasar awal yang perlu
disampaikan kepada dokter

Menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosa atau masalah

Langkah 2 : Merumuskan diagnosa atau masalah kebidanan

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan
klien derdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang
sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.

Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek kebidanan
dan memenuhi standar nomenklatur diagnopsa kebidanan. Standar Nomenklatur Diagnosa
Kebidanan :
1.Diakui dan telah disyahkan oleh profesi
2.Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan
3.Memiliki cirri khs kebidanan
4.Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan
5.Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan

Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan
seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penenganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal
yang sedang dialami oleh wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian.
Masalah juga sering menyertai diagnosa.
Sebagai contoh :
Diperoleh diagnosa “kemungkinan wanita hamil”
Masalah : wanita tsb tidak menginginkan kehamilannya
Contoh lain :
Wanita hamil Trimester III Merasa takut terhadap persalinan dan melahirkan yang sudah tidak dapat
8
ditunda lagi
Perasaan takut tidak termasuk dalam kategori standart nomenklatur diagnosa kebidanan tetapi tentu
akan menciptakan suatu masalah yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut dan memerlukan suatu
perencanaan untuk mengurangi rasa takut.

Masalah
Adalah hal-hal berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang
menyertai
Contoh perumusan masalah :
Masalah Dasar
Wanita tidak menginginkan kehamilan Wanita mengatakan belum ingin hamil
Ibu hamil trimester III merasa takut Ibu mengatakan takut menghadapi persalinan

Kebutuhan
Adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang
didapatkan dengan melakukan analisa data Contoh kebutuhan :
Kebutuhan Dasar Ibu menyenangi Binatang Kebutuhan :
Penyuluhan bahaya binatang terhadap kehamilan
Pemeriksaan TORCH Ibu mengatakan sekeluarga menyayangi binatang

Mengantisipasi diagnosa atau masalah potensial

Langkah 3: Mengantisipasi Diagnosa atau Masalah Potencial

Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati
klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar
terjadi, melakukan perencanaan untuk mengatasinya dan bersiap-siap terhadap kemungkinan-
kemungkinan yang tiba-tiba terjadi.

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian
masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap
bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan
asuhan yang aman.
Contoh : Seorang wanita dengan pembesaran uterus yang berlebihan. Bidan harus
mempertimbangkan kemungkinan penyebab pemuaian uterus yang berlebihan tersebut, misalnya:
Besar dari masa kehamilan Ibu dengan diabetes kehamilan, atau Kehamilan kembar

9
Kemudian dia harus mengantisipasi, melakukan perencanaan untuk mengatasinya dan bersiap-siap
terhadap kemungkinan tiba-tiba terjadi perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri
karena pembesaran uterus yang berlebihan.

Pada persalinan dengan bayi besar, bidan sebaiknya mengantisipasi dan bersiap-siap terhadap
kemungkinan terjadinya distosia bahu dan juga kebutuhan untuk resusitasi. Bidan juga sebaiknya
waspada terhadap kemungkinan wanita menderita infeksi saluran kencing yang menyebabkan
tingginya kemungkinan terjadinya peningkatan partus premature atau bayi kecil.
Persiapan yang sederhana adalah dengan bertanya dan mengkaji riwayat kehamilan pada setiap
kunjungan ulang, pemeriksaan laboratorium terhadap simptomatik terhadap bakteri dan segera
memberi pengobatan jika infeksi saluran kencing terjadi.

menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, konsultasi, kolaburasi dengan tenaga kesehatan
lain serta rujukan berdasarkan kondisi klien

Langkah 4: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Dalam
kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan
dokter atau tim kesehatan lainnya

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk dikonsultasikan
atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi
manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga
selama wanita tersebut bersama bidan, terus-menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam
persalinan.
Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan
situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau
anak (misalnya perdarahan kala III atau perdarahan segera setelah lahir, distosia bahu, atau nilai
APGAR yang rendah). Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukkan satu situasi yang memerlukan
tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter, misalnya
prolaps tali pusat. Situasi lainnya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi
atau kolaborasi dengan dokter.

Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari pre-eklampsia, kelainan panggul, adanya
penyakit jantung, diabetes atau masalah medik yang serius, bidan perlu melakukan konsultasi atau
10
kolaborasi dengan dokter.

Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi
dengan dokter atau tim kesehatan lainnya seperti pekerja sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawatan
klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk
menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan
klien.

Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan
yang dibuat pada langkah – langkah sebelumnya

Langkah 5: Menyusun Rencanakan Asuhan Secara Menyeluruh

• Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya.

• Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yag sudah teridentifikasi dari
kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi
terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang
telah dididentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat
dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi
klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap
wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan
penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan
dengan sosial-ekonomi, kultural atau masalah psikologis.
Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan
dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu
oleh bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian dari
pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan
rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat
kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan yang menyeluruh ini harus rasional dan benar-
benar valid berdasarkan pengethuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang
apa yang akan atau tidak akan dilakukan klien. Rasional berarti tidak berdasarkan asumsi, tetapi
11
sesuai dengan keadaan klien dan pengetahuan teori yang benar dan memadai atau berdasarkan
suatu data dasar yang lengkap, dan bisa dianggap valid sehingga menghasilkan asuhan klien yang
lengkap dan tidak berbahaya.

Pelaksanaan langsung asuhan secara efisien dan aman

Langkah 6 : Melaksanakan perencanaan

Pada langkah enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5
dilaksanakan secara efisien, efetif dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan
atau sebagian dilakukan oleh bidan sebagian lagi oleh klien,atau anggota kesehatan lainnya.

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5
dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bias dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika
bidan tidak melakukan sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya.
(misalnya: memastikan agar langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana).
Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter, untuk menangani klien yang mengalami
komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab
terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien
akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien.

7. Mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan dengan mengulang kembali manajemen proses
untuk aspek – aspek asuhan yang tidak efektif

Langkah 7 : Evaluasi

Pada langkah terakhir ini dilakukan Evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, apakah
sudah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan. Ada kemunginan bahwa rencana tersebut telah efektif
sedang sebagian belum efektif

Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaiman atelah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap
efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaanya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana
tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif.
Mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, maka perlu mengulang
kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi
mengapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan
tersebut.

12
Metode SOAP : Metode managemen kebidanan yang mempunyai 4 langkah.

Langkah-langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas


proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis. Karena proses
manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah yang terakhir tergantung
pada klien dan situasi klinik, maka tidak mungkin proses manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja.
Metode pendokumentasian yang dilakukan dalam asuhan kebidanan adalah metode SOAP, yang
merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. SOAP merupakan singkatan dari :
S=Subyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan dataklien melalui
anamnesa sebagai langkah 1 Varney.
O=Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil lab dan tes diagnosis lain
yang dirumuskan dalamdata fokus untuk mendukung
assessment sebagai langkah 1varney.
A=Assessment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa daninterpretasi data subjektif dan objektif dalam
suatu identifikasi: 1.Diagnosa/masalah 2. Antisipasi diagnosa / masalah potensial
Perlunya tindakan segera oleh Bidan atau Dokter, konsultasiatau kolaborasi atau rujukan sebagai
langkah 2, 3 dan 4 varney.
P=Planning
Merencankan menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan dan evaluasi
berdasarkan assessment sebagai langakah 5, 6, dan 7 Varney. (Mustika Sofyan, 2001).

Definisi Operasional :

a. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis.

b. Format manajemen kebidanan terdiri dari : format pengumpulan data, rencana format
pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi.

2. Standar II : Pengkajian

engumpulan data tentang status kesehatan kilen dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan.
Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis. Pada masing – masing metode baik Varney maupun SOAP
mempunyai langkah – langkah yang berbeda.
Pada metode Varney, pengumpulan data ini dinamakan “Pengumpulan data dasar”. Pada

13
langkah awal ini dikumpulkan semua informasi data yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang
berkaitan dengan klien untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesis, dan pemeriksaan
fisik.
Pada metode SOAP, pengumpulan data ini dinamakan “S” yaitu : Subjek

Menggambarkan pendokumentasia hanya pengumpulan data klien melalui anamnesis.

Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya dari pasien, suami atau keluarga (identitas
umum, keluhan riwayat menaeche, riwayat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan,
riwayat KB, penyakit, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakitt keturunan, riwayat psikososial, pola
hidup.

Catatn ini berhubungan dengan masalah sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai
kekhawatiran dan keluhannya dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan
dengan diagnose. Pada orang yang bisu, dibagian data dibelakang “S” diberi tanda “O” atau “X” ini
menandakan orang itu bisu. Data subjektif menguatkan diagnose yang akan dibuat.

Dan juga disebut “O” yaitu Objektif.

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisikj klien, hasil lab, dan test diagnostic lain
yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung assessment.

Tanda gejala objektif yang diperoleh hasil pemeriksaan (tanda KU, Fital Sigh, khusus, kebidanan,
pemeriksaan dalam, laboraturium dan pemeriksaan penunjang). Pemeriksaan dengan inspeksi,
palpasi, aukultasi dan perkusi. Data ini member bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan
dengan diagnosa. Data fisiologis, hasil observasi yang jujur, informasi kajian teknologi ( hasil
Laboraturium, sinar X, rekaman CTG, dan lain – lain) dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat
dimasukkan kedalam kategori ini. Apa yag diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang
berarti dari diagnose yang ditegakkan.

Pengumpulan data tentang status kesehatan kilen dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.

Definisi Operasional :

a. Ada format pengumpulan data

b. Pengumpulan data dilakukan secara sistematis terfokus yang meliputi data :

14
 Demografi identitas klien

 Riwayat penyakit terdahulu

 Riwayat kesehatan reproduksi

 Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi

 Analisis data

c. Data dikumpulkan dari :

 Klien/pasien, keluarga dan sumber lain

 Tenaga kesehatan

 Individu dalam lingkungan terdekat

d. Data diperoleh dengan cara :

 Wawancara

 Observasi

 Pemeriksaan fisik

 Pemeriksaan penunjang

3.Standar III : Diagnosa kebidanan

engumpulan data tentang status kesehatan kilen dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan.
Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis. Pada masing – masing metode baik Varney maupun SOAP
mempunyai langkah – langkah yang berbeda.
Pada metode Varney, pengumpulan data ini dinamakan “Pengumpulan data dasar”. Pada
langkah awal ini dikumpulkan semua informasi data yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang
berkaitan dengan klien untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesis, dan pemeriksaan
fisik.
Pada metode SOAP, pengumpulan data ini dinamakan “S” yaitu : Subjek

Menggambarkan pendokumentasia hanya pengumpulan data klien melalui anamnesis.

Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya dari pasien, suami atau keluarga (identitas
umum, keluhan riwayat menaeche, riwayat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan,
riwayat KB, penyakit, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakitt keturunan, riwayat psikososial, pola
hidup.

15
Catatn ini berhubungan dengan masalah sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai
kekhawatiran dan keluhannya dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan
dengan diagnose. Pada orang yang bisu, dibagian data dibelakang “S” diberi tanda “O” atau “X” ini
menandakan orang itu bisu. Data subjektif menguatkan diagnose yang akan dibuat.

Dan juga disebut “O” yaitu Objektif.

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisikj klien, hasil lab, dan test diagnostic lain
yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung assessment.

Tanda gejala objektif yang diperoleh hasil pemeriksaan (tanda KU, Fital Sigh, khusus, kebidanan,
pemeriksaan dalam, laboraturium dan pemeriksaan penunjang). Pemeriksaan dengan inspeksi,
palpasi, aukultasi dan perkusi. Data ini member bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan
dengan diagnosa. Data fisiologis, hasil observasi yang jujur, informasi kajian teknologi ( hasil
Laboraturium, sinar X, rekaman CTG, dan lain – lain) dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat
dimasukkan kedalam kategori ini. Apa yag diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang
berarti dari diagnose yang ditegakkan.

Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.

Definisi Operasional :

a. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh klien / suatu keadaan
psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien.

b. Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas, sistematis mengarah pada asuhan
kebidanan yang diperlukan oleh klien

4. Standar IV : Rencana asuhan

Rencana Asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan. Pada metode Varney rencana
asuhan dinamakan Mengidentifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Mencerminkan sifat kesinambungan proses penatalaksanaan yang tidak hanya dilakukan
selama perawatan primer atau kunjungan prenatal periodik, tetapi juga saat bidan melakukan
perawatan berkelanjutan bagi wanita tersebut. Data baru yang diperoleh terus dikaji dan kemudian
dievaluasi. Beberapa mengindikasikan sebuah situasi kegawatdaruratan yang mengharuskan bidan

16
mengambil tindakan secara cepat untuk mempertahankan nyawa ibu dan bayinya. (Suryani, 2008; h.
99)

Merencanakan asuhan

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyuluh ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah
ini merupakan kelanjutan manajemen kebudanan terhadap diiagnosa atau masalah yang telah
diidentifikasikan atau di antisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dilengkapi
(Suryani, 2008; h. 99).

Sedangkan pada metode SOAP ini disebut “P” : Planning yaitu perencanaan. Pada langkah
perencanaan, didokumentasikan perencanaan tindakan asuhan dan hasil evaluasi dari perencanaan
asuhan.

Rencana Asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan

Definisi Operasional :

a. Ada format rencana asuhan kebidanan

b. Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan evaluasi

5. Standar V : Tindakan

Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien : tindakan
kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Pada metode VARNEY, langkah ini dinamakan, “Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera”.
Pada saat ini bidan mengidentifikasi perlunya tindakan segera, baik tindakan intervensi , tindakan
konsultasi, kolaborasi dengan dokter lain, atau rujukan berdasarkan Kondisi Klien. Langkah keempat
mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan yang terjadi dalam kondisi
emergensi. Dapat terjadi pada saat mengelola ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir.
Berdasarkan hasil analisa data, ternyata kondisi klien membutuhkan tindakan segera untuk
menangani/mengatasi diagnosa/masalah yang terjadi.
Pada langkah ini mungkin saja diperlukan data baru yang lebih spesifik sehingga
mengetahuipenyebab langsung masalah yang ada, sehingga diperlukan tindakan segera untuk
mengetahui penyebab masalah. Jadi tindakan segera bisa juga berupa
observasi/pemeriksaan. Beberapa data mungkin mengidentifikasikan situasi yang gawat dimana
bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak (misalnya
17
menghentikan perdarahan kala III, atau mengatasi distosia bahu pada kala II). Pada tahap ini mungkin
juga klien memerlukan tindakan dari seorang dokter, misalnya terjadi prolaps tali pusat, sehingga
perlu tindakan rujukan dengan segera.
Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari pre-eklamsi, kelainan panggul, adanya penyakit
jantung, diabetes atau masalah medik yang serius, maka bidan perlu melakukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter. Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan
konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi.
Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa
konsultasi dan kolaborasi yang tepat dalam penatalaksanaan asuhan klien.
Pada penjelasan diatas menunjukan bahwa dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas
masalah / kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu
dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa / masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga
harus merumuskan tindakan emergency / segera yang harus dirumuskan untuk menyelamatkan ibu
dan bayi. Dalam rumusan ini tindakan segera meliputi tindakan yang dilakukan secara mandiri
kolaborasi atau rujukan.

Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien dan
dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.

Definisi Operasional :

a. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi

b. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi

c. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien

d. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau tugas
kolaborasi

e. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan etika kebidanan serta
mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman

f. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.

6. Standar VI : Partisipasi klien

Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama / partisipasi klien dan keluarga dalam rangka
peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan

Pada metode Varney Tindakan dinamakan “IMPLEMENTASI” Pada langkah ini pelaksanaan dapat
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau bersama-sama dengan klien, atau anggota tim kesehatan
18
lainnya kalau diperlukan. Apabila ada tindakan yang tidak dilakukan oleh bidan tetapi dilakukan oleh
dokter atau tim kesehatan yang lain, bidan tetap memegang tanggung jawab untuk mengarahkan
kesinambungan asuhan berikutnya.(misalnya memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar
terlaksana, dan sesuai dengan kebutuhan klien).
Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami
komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap
bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang menyeluruh tersebut.
Penatalaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan
asuhan klien. Kaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan.

Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama / partisipasi klien dan keluarga dalam rangka
peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan

Definisi Operasional :

a. Klien / keluarga mendapatkan informasi tentang :

 Status kesehatan saat ini

 Rencana tindakan yang akan dilaksanakan

 Peranan klien / keluarga dalam tindakan kebidanan

 Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan

 Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan

b. Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindakan kegiatan.

7. Standar VII : Pengawasan

Monitor / pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk
mengetahui perkembangan klien. Pengawasan ini dilakukan ketika pertama kali klien datang sampai
masa matur. Pengawasan dari mulai riwayat kehamilan sekarang, riwayat kebidanan yang lalu,
riwayat menstruasi, riwayat pemakaian kontrasepsi, riwayat kesehatan, status sosial klien, pola
konsumsi makanan dan minuman, kebiasaan yang merugikan klien, pengetahuan klien tentang
kehamilannya.

Monitor / pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk
mengetahui perkembangan klien.
19
Definisi Operasional :

a. Adanya format pengawasan klien

b. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sitematis untuk mengetahui keadaan


perkembangan klien

c. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah disediakan

8. Standar VIII : Evaluasi

Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang
dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Evalusi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan
didalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaannya.Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan
sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses penatalaksanaan ini merupakan suatu kegiatan yang
berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui
pengkajian ulang (memeriksa kondisi klien). Proses avaluasi ini dilaksanakan untuk menilai mengapa
proses penatalaksanaan efektif/tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan
tersebut.

Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang
dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.

Difinisi Operasional :

a. Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan kepada klien sesuai dengan
standar ukuran yang telah ditetapkan

b. Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan

c. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan

9. Standar IX : Dokumentasi

Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang
diberikan. Ada dua model pendokumentasian, yaitu metode Varney dan metode SOAP.
Penatalaksanaan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metoda
untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan,

20
keterampilan dan rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus
pada klien (Varney, 1997).

Dokumentasi asuhan pada ibu hamil adalah keterangan tertulis dari seluruh proses asuhan yang
diberikan kepada ibu hamil, mulai dari pengkajian data subjektif dan objektif, rumusan diagnosis,
rencana dan pelaksanaan tindakan serta hasil evaluasinya (Mandriwati, 2008)

Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang
diberikan

Definisi Operasional :

a. Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah manajemen kebidanan

b. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas dan ada yang bertanggung jawab

c. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan

. Hukum Perundangan di Indonesia

Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik kebidanan:

1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara
lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan
hukum.

2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9
tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana
meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau
tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah,

termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter,
dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan
kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini boleh
dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga
sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam
menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana
keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak
mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.

21
3. UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3)
dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib
kerja pada pemerintah selama 3 tahun.Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada
pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai
negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnyaUU ini untuk saat
ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri.
Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem
rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan
lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga
kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek
profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap
pelayanannya sendiri.

4. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979 Membedakan paramedis menjadi dua golongan
yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum,
suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk
katagori tenaga keperawatan.

5. Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980 Pemerintah membuat suatu pernyataan


yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan
mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter
dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong persalinan
dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan.
Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak
perawat harus menggatikan atau mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan
mengobati terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi
terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak
diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan utnuk
benar-benar melakukan nursing care.

6. SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November


1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point. Dalam sisitem ini
dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun
bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah :
Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat
Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem ini

22
menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada
pangkat/golongan atasannya

7. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992

Merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik


keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien,
kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.

Hubungan Standar Profesi dan Hukum Perundangan di Indonesia

Hubungan hokum perundang-undangan dan hokum yang berlaku dengan tenaga kesehatan adalah:

Klien sebagai penerima jasa kesehatan mempunyai hubungan timbal balik dengan tenaga kesehatan
yang dalam hal ini adalah pemberi jasa. Hubungan timbale balik ini mempunyai dasar hokum yang
merupakan peraturan pemerintah. Klien sebagai penerima jasa kesehatan dan tenaga kesehatan
sebagai pemberi jasa sama-sama mempunyai hak dan kewajiban

Hak dan kewajiban tersebut adalah:

Hak dan kewajiban bidan

a.Hak bidan

• Bidan berhak mendapat perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya

• Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap timgkat jenjang
pelayanan kesehatan

• Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan
peraturan perundangan, dank ode etik profesi.

• Bidan berhak atas privasi/kerahasiaan dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik
oleh pasien, keluarga maupun profesi lain.

• Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun
pelatihan.

• Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang
sesuai
23
• Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yng sesuai.

b.Kewajiban bidan

• Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hokum antara bidan
tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.

• Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan
menghormati hak-hak pasien.

• Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan
keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.

• Bidan wajib member kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau keluarga.

• Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai dengan
keyakinannya.

• Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien.

• Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukan serta
resiko yang mungkin dapat timbul.

• Bidan wajib meminta persetujuan tertulis atas tindakan yang akan dilakukan

• Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan

• Bidan wajib mengikuti perkembangan iptek dan menambah ilmu pengetahuannya melalui
pendidikan formal dan non formal.

• Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secara timbal balik dalam
memberikan asuhan kebidanan.

Hubungan Standar Praktek Kebidanan Dengan Hukum dan Perundang-undangan

Bidan merupakan suatu profesi yang selalu mempunyai ukuran atau standar profesi.Standar profesi
bidan yang terbaru adalah diatur dalam PERMENKES RI No. HK.02.02/MENKES/149/2010 tentang izin
dan penyelenggaraan praktik bidan.

1. Lingkup Praktek KebidananLingkup prakek kebidanan yang digunakan meliputi asuhan mandiri/
otonomi pada anak-anak perem, remaja putri dan wanita desa sebelum, selama kehamilan dan
selanjutnya.

Hal ini berarti bidan memberikan pengawasan yang diperlukan asuhan serta nasehat bagi wanita
selama masa hamil, bersalin dan nifas.
24
1. Standar Praktek Kebidanan

 Standar I : Metode asuhan.

Metode asuhan Meliputi :Pengumpulan data, penentuan diagnosa perencanan, pelaksanaan, evaluasi
dan dokumentasi.

 Standar II : Pengkajian Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan.

 Standar III : Diagnosa Kebidanan Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data
yang telah dikumpulkan

2.5 Standar Praktek Kebidanan di Rumah Sakit

Dalam menjalankan tugasnya pada unit pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit bidan memiliki
peran fungsi dan wewenag sebagi berikut :

1. Peran dan Tanggung Jawab Bidan di Rumah Sakit

Peran dan fungsi bidan di RB tidak jauh berbeda dengan peran dan fungsi bidan praktek swasta pada
umumnya yaitu :

Peran Bidan di Rumah Sakit

1. Peran sebagai Pelaksana


a) Tugas Mandiri, meliputi :
(1) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan
(2) Memberikan pelayananan dasar dan asuhan kebidanan kepada klien sesuai
kewenangannya
(3) Melakukan dokumentasi kegiatan pelayanan
b) Tugas Kolaborasi
(1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga
(2) Memberikan asuhan kebidanan pada klien dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama
pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi
(3) Melakukan dokumentasi kegiatan pelayanan
2. Peran Sebagai Pengelola
Rumah Sakit merupakan tanggung jawab bidan, biasanya selain sebagai pelaksana bidan juga
menjadi pengelola Rumah Sakit tersebut, meliputi :
(a) Mengelola kegiatan pelayanan kebidanan sesuai dengan rencana

25
(b) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kesehatan kebidanan dengan memanfaatan
sumber yang ada pada program dan sektor terkait
(c) Mempertahankan dan meningkatkan mutu serta keamanan praktik profesional melalui
pendidikan, pelatihan, magang, dan kegiatan dalam kelompok profesi
(d) Melakukan dokumentasi seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan
3. Peran Sebagai pendidik
(a) Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang
penanggulanagan masalah kesehatan khususnya KIA dan KB
(b) Melatih dan membimbing siswa bidan/keperawatan yang melakukan Praktek kerja lapangan
di Rumah Sakit tersebut
(c) Membina dukun yang melakukan rujukan ke Rumah Sakit tersebut.
4. Peran sebagai peneliti
Bidan di Rumah Sakit juga dapat melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang
kesehatan baik secara mandiri maupun berkelompok, mencakup:
(a) Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan
(b) Menyusun rencana kerja pelatihan
(c) Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana
(d) Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi
(e) Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut
(f) Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program kerja atau
pelayanan kesehatan.

Fungsi bidan di Rumah Sakit

1. Fungsi Pelaksana
a) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan
b) Memberikan imunisasi pada bayi dan ibu hamil
c) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa nifas
d) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
2. Fungsi Pengelola
a) Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi individu, keluarga, kelompok
masyarakat, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat yang didukung oleh
partisipasi masyarakat
b) Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di lingkungan unit kerjanya
c) Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan
d) Melakukan kerja sama serta komunikasi inter dan antarsektor yang terkait dengan pelayanan
kebidanan
e) Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan kebidanan
3. Fungsi Pendidik
a) Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga, dan kelompok masyarakat terkait dengan
pelayanan kebidanan dalam lingkup kesehatan serta keluarga berencana
b) Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesetan sesuai dengan bidang tanggung
jawab bidan
c) Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam kegiatan praktik di klinik dan di
masyaraka

26
d) Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan bidang
keahliannya
4. Fungsi
a) Melakukan evaluasi, pengkajian, survei, dan penelitian yang dilakukan sendiri atau
berkelompok dalam lingkup pelayanan kebidanan
b) Melakukan penelitian kebidanan klien dan keluarga yang berkunjung ke Rumah Sakit

2. WEWENANG BIDAN

Dalam menjalankan praktek profesionalnya wewenang bidan diatur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.900/ Menkes/SK/VII/2002. Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan
dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kegawatan obstetri dan neonatal kepada setiap
ibuhamil/bersalin, nifas dan bayi baru lahir agar penanganan dini atau pertolongan pertama sebelum
rujukan dapat dilakukan secara cepat dan tepat waktu

3. TANGGUNG JAWAB BIDAN

Sebagai tenaga profesional, bidan memikul tanggung jawab atas pelayanan yang diberikan dan
berupaya secara optimal dengan mengutamakan keselamatan klien Bidan harus dapat
mempertahankan tanggung jawabnya bila terjadi gugatan terhadap tindakan yang dilakukannya.

A. KEPALA RUANGAN
Petugas yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengatur serta mengendalikan
kegiatan Pelayanan keperawatan dan Unit kerja Ruang Kenanga & PKBRS.
URAIAN TUGAS
1. Melaksanakan pengawasan terhadap disiplin petugas-petugas dalam lingkup Ruang Bersalin
& PKBRS
2. Melaksanakan Pelayanan di Ruang Bersalin & PKB
3. Mendampingi Dokter saat melakukan Visite Terhadap Pasien
4. Mengatur Cuti petugas di Ruang Bersalin & PKBRS
5. Membuat Program – Program Operasional & Strategis dalam Pelayanan
6. Melaksanakan tugas – tugas tambahan yang diberikan Kepala Keperawatan
7. Meminta informasi dan petunjuk kepala Bidang Keperawatan
8. Menandatangani surat dan dokumen yang ditetapkan menjadi wewenangnya
9. Selalu bekerja sama dengan Supervisor serta bertanggung jawab langsung kepada kepala
bidang keperawatan
10. Bertanggung Jawab atas kebersihan lingkungan Ruang bersalin & PKBRS
11. Melaksanakan dengan benar dan ketepatan laporan berkala/Khusus pendayagunaan dan
pemeliharaan alat- Ruang bersalin & PKBRS
12. Menghadiri rapat-rapat dengan kepala Instalasi/Kepala Ruangan & Kepala Keperawatan
untuk kelancaran pelaksanaan pelayanan keperawatan

B. BIDAN PELAKSANA

27
Petugas yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengendalikan kegiatan Pelayanan
keperawatan di Kamar Bersalin .
URAIAN TUGAS
1) Menyiapkan peralatan Keperawatan/Medis untuk kelancaran pemberian pelayanan kepada
pasien
2) Menerima Pasien yang akan Bersalin
3) Melakukan Anamnesia/pengkajian keperawatan dan menentukan diagnosa keperawatan
sesuai batas kemampuannya
4) Melakukan tindakan kedaruratan pada pasien gawat darurat sesuai Protap
5) Memberi bimbingan persalinan sesuai kondisi kebutuhan pasien
6) Memberi pertolongan persalinan normal
7) Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai batas kemampuan
8) Memantau dan menilai keadaan pasien antara lain :
(a) Proses Persalinan
(b) Keadaan Plasenta
(c) Keadaan Bayi
(d) Pendarahan post partum
(e) Merawat dan meneliti bayi lahir, mencatat indentitasnya, nilai APGAR
(f) Memberitahukan kepada ibu/keluarganya dengan mempertimbangkan aspek psikologis,
mengenai keadaan bayi, khusus bila ada kelainan/cacat
9) Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/keluarganya antara lain mengenai :
(a) Kebersihan Perorangan
(b) Keluarga Berencana
(c) Perawatan Payudara
(d) Perawatan Masa Nipas
(e) Perawatan bayi/Tali Pusat
10) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dibidang keperawatan antara lain melalui
pertemuan ilmiah dan penetaran atas izin atasan
11) Melaksanakan serah terima tugas saaat pergantian dinas secara tertulis maupun lisan
12) Melayani Dokter untuk melakukan Visite Terhadap Pasien

Bab III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bidan yang merupakan salah satu profesi yang profesional tentunya memiliki syarat-syarat dan
standar dalam menjalankan tindakan profesinya, salah satunya adalah standar praktek kebidanan
28
yang terdiri dari sembilan standar yaitu, Standar I: Metode Asuhan, Standar II: Pengkajian, Standar III:
diagnosa kebidanan, Standar IV: Rencana Asuhan, Standar V: Tindakan, Standar VI: Partisipasi Klien,
Standar VII: Pengawasan, Standar VIII: Evaluasi, & Standar IX: Dokumentasi.

3.2 Saran

Bagi para bidan maupun mahasiswi calon bidan, hendaknya memahami dan melaksanakan pelayanan
sesuai standar praktek kebidanan yang telah di tentukan dengan tetap berpedoman pada hati nurani,
Pancasila dan Undang-undang yang berlaku, agar pelayanan ataupun praktek kebidanan dapat
berjalan baik dan menghasilkan bidan yang benar-benar professional.

29
DAFTAR PUSTAKA

http://aliciarischa.blogspot.co.id/2014/05/makalah-standar-praktik-bidan-beserta_24.html

Kurnia, S. Nova.2009. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Panji Pustaka

Wahyuningsih, Heni. 2007. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya

Sofyan, Mustika. 2001. 50 Tahun Ikatan Bidan Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat IBI

1. Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008.

2. Penuntun Belajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil, Kebidanan. Jakarta, 2008.

30
31

Anda mungkin juga menyukai