Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pruritus atau gatal dapat didefinisikan sebagai sensasi tidak nyaman pada
kulit yang dapat menimbulkan dorongan untuk menggaruk dan merupakan gejala
yang paling sering ditemukan pada beberapa gangguan inflamasi kulit . Gatal
dapat memberikan efek yang besar pada kualitas hidup, seperti yang dialami oleh
pasien dermatitis atopik . Dermatitis Atopik (DA) merupakan suatu inflamasi kulit
yang bersifat kronik berulang, disertai rasa gatal, timbul pada tempat predileksi
tertentu, dan berhubungan dengan penyakit atopi lain . Gatal merupakan gejala
utama pada DA dan dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya akan
lebih berat pada malam hari . Oleh karena itu, diagnosis dan penatalaksanaan dini
yang tepat pada pasien DA perlu dilakukan untuk menimbulkan rasa nyaman pada
pasien dan keluarga karena rasa gatal pada malam hari dapat menyebabkan
gangguan tidur dan pada akhirnya dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup
. Di samping itu, rasa gatal yang berat apabila digaruk dapat menimbulkan
bermacam- macam kelainan kulit, berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi,
ekskoriasi, eksudasi, dan krusta .
Terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis DA, antara lain kriteria Hanifin-Rajka (1980) dan kriteria oleh United
Kingdom (UK) Working Party yang dikoordinasi oleh William (kriteria William)
. Dalam dua kriteria tersebut disebutkan bahwa selain gatal, riwayat atopi pada
pasien dan keluarga merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis DA. Riwayat atopi pada keluarga merupakan faktor risiko
yang sangat penting untuk penyakit atopi, seperti Asma Bronkial, Rinitis Alergi,
dan DA . Sekitar 70% pasien DA memiliki riwayat atopi pada keluarga dan
peluang perkembangan DA 2-3 kali lebih tinggi pada anak dengan salah satu
orang tua menderita atopi dan 3-5 kali lebih tinggi pada anak dengan kedua orang
tua menderita atopi .

1
Peningkatan prevalensi penyakit atopi di beberapa negara berkembang
menjadi salah satu alasan The International Study of Asthma and Allergies in
Childhood (ISAAC) untuk memfasilitasi penelitian Asma Bronkial, Rinitis Alergi,
dan DA dengan mempromosikan metodologi standar yang dapat digunakan di
lokasi yang beragam di seluruh dunia . Hasil survei peneliti di Rumah Sakit
Gotong Royong Surabaya menunjukkan ada 111 pasien dermatitis yang datang
berobat ke Poli Penyakit Kulit dan Kelamin selama periode 18 Maret 2014 sampai
dengan 19 Maret 2015 dan dari jumlah tersebut terdapat 6 orang yang didiagnosis
menderita DA, namun ada pula diagnosis pada beberapa pasien yang tidak
dituliskan secara spesifik.

1.2 Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
tentang konsep pruritus serta bagaimana proses keperawatan pada penyakit
tersebut dan mampu menerapkannya dalam memberikan pelayanan kesehatan
nyata.
2.2 Tujuan Umum
Setelah menyusun makalah ini mahasiswa diharapkan mampu :
a. Mengetahui pengertian dari pruritus
b. Mengetahui etiologi dari pruritus
c. Mengetahui patofisiologi dari pruritus
d. Mengetahui klasifikasi dari ker pruritus
e. Mengetahui manifestasi klinis dari pruritus
f. Mengetahui komplikasi dari pruritus
g. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari pruritus
h. Mengetahui penatalaksanaan pruritus
i. Menyusun diagnosa keperawatan pada klien dengan pruritus
j. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien pruritus

2
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Teoritis Medis


2.1.1 Defenisi
Pruritus (gatal) merupakan ketidaknyamanan utama sampai tingkat ringan atau
berat pada inflamasi kulit (Long, BC, 1996)
Pruritus (gatal-gatal) merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling
sering dijumpai pada gangguan dermatologik yang menimbulkan gangguan rasa
nyaman dan perubahan integritas kulit jika pasien meresponnya dengan garukan
(Brunner dan Suddarth, 2002)
Pruritus adalah gejala dari berbagai penyakit kulit, baik lesi primer maupun
lesi sekunder, meskipun ada pruritus yang ditimbulkan akibat faktor sistemik non-
lesi kulit. Pruritus yang tidak disertai kelainan kulit disebut pruritus esensial
(pruritus sine materi) (Djuanda A., 2007)
Jadi, pruritus (gatal) merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling
sering dijumpai pada gangguan dermatologik dengan sensasi tidak menyenangkan
di kulit yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk. Pruritus yang hebat
menyebabkan pasien menggaruk kulit lebih dalam dan lama, sehingga kadang
kulit bisa sampai berdarah karena sensasi nyeri ditoleransi lebih baik daripada
rasa gatal. Pruritus yang tidak disertai kelainan kulit disebut sebagai pruritus
esensial (pruritus sine materi).

2.1.2 Etiologi
Pruritus dapat disebabkan oleh faktor eksogen atau endogen.
1. Eksogen, misalnya dermatitis kontak iritan (pakaian, logam, benda asing),
dermatitis kontak allergen (makanan, karet, pewangi, perhiasan, balsem, sabun
mandi), rangsangan oleh ektoparasit (serangga, tungau, skabies, pedikulus,
larva migrans) atau faktor lingkungan yang membuat kulit lembab atau kering.
2. Endogen, misalnya reaksi obat atau penyakit sistemik seperti gangguan ginjal,
gangguan metabolik (DM, hipertiroidisme, dan hipotiroidisme), dan stress

3
psikologis yang menyebabkan meningkatnya sensitivitas respon imun.
Seringkali kausa secara klinis belum diketahui.
(Moscella, 1986)
Pruritus dapat disebabkan oleh berbagai macam gangguan. Secara umum,
penyebab pruritus dapat diklasifikasikan menjadi lima golongan, yaitu:
1. Pruritus local
Pruritus lokal adalah pruritus yang terbatas pada area tertentu di tubuh.
Penyebabnya beragam, diantaranya:
a. Kulit kepala : Seborrhoeic dermatitis, kutu rambut
b. Punggung : Notalgia paraesthetica
c. Lengan : Brachioradial pruritus
d. Tangan : Dermatitis tangan, dll.

2. Gangguan sistemik
Beberapa Gangguan Sistemik Penyebab Pruritus
a. Gangguan ginjal seperti gagal ginjal kronik.
b. Gangguan hati seperti obstruksi biliaris intrahepatika atau ekstrahepatika.
c. Endokrin atau metabolik seperti diabetes mellitus, hipertiroidisme,
hipoparatiroidisme, dan myxoedema.
d. Gangguan pada darah seperti defisiensi seng (anemia), polycythaemia,
leukimia limfatik, dan Hodgkin's disease.

3. Gangguan pada kulit


Penyebab pruritus yang berasal dari gangguan kulit sangat beragam. Beberapa
diantaranya, yaitu dermatitis kontak iritan dan alergi, kulit kering, prurigo
nodularis, urtikaria, psoriasis, dermatitis atopic, folikulitis, kutu, scabies,
miliaria, dan sunburn.

4. Pajanan terhadap factor tertentu


Pajanan kulit terhadap beberapa factor, baik berasal dari luar maupun dalam
dapat menyebabkan pruritus. Faktor yang dimaksud adalah allergen atau
bentuk iritan lainnya, urtikaria fisikal, awuagenic pruritus, serangga, dan obat-
obatan tertentu (topical maupun sistemik; contoh: opioid, aspirin).

4
5. Hormonal
Dua persen dari wanita hamil menderita pruritus tanpa adanya gangguan
dermatologic. Pruritus gravidarum diinduksi oleh estrogen dan terkadang
terdapat hubungan dengan kolestasis. Pruritus terutama terjadi pada trimester
ketiga kehamilan, dimulai pada abdomen atau badan, kemudian menjadi
generalisata. Ada kalanya pruritus disertai dengan anoreksi, nausea, dan
muntah. Pruritus akan menghilang setelah penderita melahirkan. Ikterus
kolestasis timbul setelah penderita mengalami pruritus 2-4 minggu. Ikterus dan
pruritus disebabkan oleh karena terdapat garam empedu di dalam kulit. Selain
itu, pruritus juga menjadi gejala umum terjadi menopause. Setidaknya 50%
orang berumur 70 tahun atau lebih mengalami pruritus. Kelainan kulit yang
menyebabkan pruritus, seperti scabies, pemphigoid nodularis, atau eczema
grade rendah perlu dipertimbangkan selain gangguan sistemik seperti kolestasis
ataupun gagal ginjal. Pada sebagian besar kasus pruritus spontan, penyebab
pruritus pada lansia adalah kekeringan kulit akibat penuaan kulit. Pruritus pada
lansia berespon baik terhadap pengobatan emollient. (Djuanda, 2007)

2.1.3 Patofisiologi

Pruritus dapat disebabkan oleh faktor eksogen atau endogen.


Faktor eksogen, misalnya dermatitis kontak iritan (pakaian, logam, benda
asing), dermatitis kontak allergen (makanan, karet, pewangi, perhiasan, balsem,
sabun mandi), rangsangan oleh ektoparasit (serangga, tungau, skabies, pedikulus,
larva migrans) atau faktor lingkungan yang membuat kulit lembab atau kering.
Faktor endogen, misalnya reaksi obat atau penyakit sistemik seperti gangguan
ginjal, gangguan metabolik (DM, hipertiroidisme, dan hipotiroidisme), dan stress
psikologis yang menyebabkan meningkatnya sensitivitas respon imun. Seringkali
kausa secara klinis belum diketahui (Moscella, 1986).
Kulit kering dan pajanan terhadap faktor tertentu (zat kimia dan rangsangan
fisik dan mekanik, misalnya logam) akan mengakibatkan kerusakan kulit oleh
pruritogen. Penyakit sistemik seperti gangguan ginjal akan meningkatkan ureum
serum yang berkontribusi sebagai agen pruritogenik. Gangguan metabolism

5
seperti DM, hipertiroidisme dan hipotiroidisme juga merupakan penyebab
timbulnya pruritus, selain itu penyebab lainnya seperti penyakit hepar akan
menyebabkan kolestasis (sumbatan kantung empedu) yang dapat meningkatkan
sintesis senyawa opioid. Faktor lain seperti stress yang juga berpengaruh terhadap
timbulnya pruritus karena stress meningkatkan sensitivitas respon imun, hal ini
mengakibatkan sistem imun melepaskan mediator inflamasi secara berlebihan dan
menyebabkan substansi P mensensitisasi nosiseptor secara kimiawi. Proses
imunologi sebagai salah satu faktor endogen lainnya disebabkan karena terpapar
bahan allergen (pewangi, pengawet, perhiasan, pewarna rambut, balsam, karet)
akan mengakibatkan reaksi imunologi (allergen terikat dengan protein membentuk
antigen lengkap, antigen ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel
langerhans, antigen yang telah diproses dipresentasikan oleh sel T, sel T
berdiferensiasi dan berploriferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi
secara spesifik dan sel memori, tersebar ke seluruh tubuh menyebabkan keadaan
sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh, dan apabila terpapar bahan allergen
kembali maka akan menstimulasi ujung saraf bebas di dekat junction
dermoepidermis, kemudian merangsang epidermis dan percabangan serabut saraf
tipe C tak termielinasi. Selanjutya, korteks serebri mempersepsikan stimulus gatal
melalui jaras asenden yang memicu timbulnya pruritus dan adanya scratch
reflexes (reflex garuk akibat eksitasi terhadap reseptor pruritus). Stimulasi
serabut saraf C hingga dipersepsikannya rasa gatal oleh korteks serebri juga
menjadi patofisiologi pruritus yang disebabkan oleh faktor eksogen (lingkungan
yag mengakibatkan kulit kering) serta faktor endogen (stress psikologik,
hormonal, dan penyakit sistemik).
Pruritus merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering
dijumpai pada gangguan dermatologik yang menimbulkan gangguan rasa nyaman
dan perubahan integritas kulit jika pasien meresponnya dengan garukan. Reseptor
rasa gatal tidak bermielin, mempunyai ujung saraf mirip sikat (peniciate) yang
hanya ditemukan dalam kuit, membrane mukosa dan kornea (Sher, 1992 dalam
Brunner&Suddart 2002). Garukan menyebabkan terjadinya inflamasi sel dan
pelepasan histamine oleh ujung saraf yang memperberat pruritus yang
selanjutnya menghasilkan rasa gatal dan menggaruk. Meskipun pruritus biasanya

6
disebabkan oleh penyakit kulit yang primer dengan terjadinya ruam atau lesi
sebagai akibatnya, namun keadaan ini bisa timbul tanpa manifestasi kulit apapun.
Keadaan ini disebut sebagai esensial yang umumnya memiliki awitan yang cepat,
bisa berat dan menganggu aktivitas hidup sehari-hari yang normal. Pruritus juga
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit akibat kerusakan kulit
(erosi, ekskeriasi) yang dipicu oleh rangsangan dari saraf motorik.

2.1.4 Klasifikasi

Berdasarkan jenisnya pruritus dibagi menjadi:

1. Pruritus Primer adalah pruritus tanpa adanya penyakit dermatologi atau alat dalam
dan dapat bersifat lokalisata atau generalisata, bisa bersifat psikogenik yang
disebabkan oleh kompenen psikogenik yang memberikan stimulasi pada itch
centre.
2. Pruritus Sekunder adalah pruritus yang timbul sebagai akibat penyakit sistemik,
pada pruritus sistemik toksin-toksin metabolik mungkin tertimbun di cairan
interstisium dibawah kulit.

(Djuanda A., 2007)


Klasifikasi pruritus berdasarkan patofisiologinya dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

1. Gatal pruritoseptif adalah gatal yang berasal dari kulit dan terjadi akibat
adanya pruritogen, seperti kulit yang kering, terjadi inflamasi, serta terjadi
kerusakan kulit.
2. Gatal neuropatik adalah gatal yang terjadi akibat terdapat lesi di jaras aferen
penghantaran impuls, seperti neuralgia dan gangguan serebrovaskuler.
3. Gatal neurogenik adalah gatal yang berasal dari pusat (sentral) tanpa disertai
keadaan patologis. Contohnya adalah sumbatan kantung empedu yang akan
meningkatkan kadar senyawa opioid yang akan memicu timbulnya pruritus.
4. Gatal psikogenik adalah gatal yang cenderung ditimbulkan akibat aktivitas
psikologis dan kebiasaan berulang. Misalnya, ketakutan terhadap parasit
(parasitofobia) dapat menyebabkan sensasi gatal.

7
(Twycross R et al, 2003)

2.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut Brunner dan Suddarth (2000), manifestasi klinis pruritus adalah
1. Garukan, sering lebih hebat pada malam hari

Pruritus secara khas akan menyebabkan pasien mengaruk yang biasanya


dilakukan semakin intensif pada malam hari. Pruritus tidak sering dilaporkan pada
saat terjaga karena perhatian pasien teralih pada aktivitas sehari-hari. Pada malam
hari dimana hal-hal yang bisa mengalihkan perhatian hanyalah sedikit, keadaan
pruritus yang ringan sekalipun tidak mudah diabaikan.

2. Ekskoriasi, kemerahan, area penonjolan pada kulit

Pada garukan akut dapat menimbulkan urtikaria, sedangkan pada garukan kronik
dapat menimbulkan perdarahan kutan dan likenifikasi (hasil dari aktivitas
menggaruk yang dilakukan secara terus menerus dengan plak yang menebal).
Apabila garukan dilakukan dengan menggunakan kuku dapat menyebabkan
ekskoriasi linear pada kulit dan laserasi pada kukunya sendiri.

8
3. Rasa gatal yang hebat dapat menyebabkan ketidakmampuan pada individu dan
menganggu penampilan pasien. Dalam beberapa kasus, gatal yang terjadi
biasanya disertai dengan nyeri dan sensasi terbakar.

2.1.6 Komplikasi

Dapat timbul dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo,


ektima, sellulitis, limfangitis, dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak
kecil yang diserang scabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal.
Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat anti skabies yang
berlebihan, baik pada terapi awal ataupun pemakaian yang terlalu sering.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Hitung darah lengkap (CBC) mendeteksi apakah klien mengalami alergi yang
menyebabkan rasa gatal jika dimana disini akan mengalami peningkatan
jumlah eosinofil yang kadar normalnya 1-3% dari leukosit.
2. BUN dan kreatinin serum untuk mendeteksi apakah gatal yang dirasakan
kliena adalah gangguan ginjal yang meyebabakan meningkatnya kadar urea
yang membuat kulit menjadi gatal
3. Biopsi kulit yaitu melihat kulit dibawah mikroskop untuk mengetahui jika
terinfeksi oleh bakteri atau jamur yang membuat rasa gatal.

9
2.1.8 Penatalaksanaan
Pada gatal yang tergeneralisasi dan terjadi hampir di seluruh tubuh, pasien
sebaiknya tetap dalam keadaan tubuh yang dingin dan menghindari udara panas.
Hindari konsumsi alkohol dan makanan yang pedas. Penggunaan menthol secara
topikal dapat menimbulkan sensasi dingin melalui persarafan reseptor TPR
nosiseptor dan dapat menekan terjadinya gatal.
Penatalaksanaan pruritus sangat bergantung pada penyebab rasa gatal itu sendiri.
Sementara pemeriksaan untuk mencari penyebab pruritus dilakukan, terdapat
beberapa cara untuk mengatasi rasa gatal sehingga menimbulkan perasaan lega
pada penderita, yaitu:

1. Penatalaksanaan secara medis :


a. Pengobatan topical:
1) Losion calamine. Losion ini tidak dapat digunakan pada kulit yang kering dan
memiliki batasan waktu dalam pemakaiannya karena mengandung phenols.
2) Losion menthol/camphor yang berfungsi untuk memberikan sensasi dingin.
3) Pemakaian emmolient yang teratur, terutama jika kulit kering.
4) Kortikosteroid topical sedang untuk periode waktu yang pendek.
Kortikosteroid secara topikal maupun sistemik cenderung tidak menimbulkan
efek antipruritus dan jika efek antipruritus terlihat, maka ini lebih disebabkan
penekanan efek inflamasi.
5) Antihistamin topical sebaiknya tidak digunakan karena dapat mensensitisasi
kulit dan menimbulkan alergi dermatitis kontak.

b. Medikasi Oral
Pengobatan dengan medikasi oral mungkin diperlukan, jika rasa gatal cukup parah
dan menyebabkan tidur terganggu:
1) Aspirin: efektif pada pruritus yang disebabkan oleh mediator kinin atau
prostaglandin, tapi dapat memperburuk rasa gatal pada beberapa pasien.
2) Doxepin atau amitriptyline: antidepresan trisiklik dengan antipruritus yang
efektif. Antidepresan tetrasiklik dapat membantu rasa gatal yang lebih parah.
3) Antihistamin:. Antihistamin memiliki efek yang kurang baik, kecuali pada
pruritus yang dicetuksan terutama akibat aksi histamin. Contohnya adalah

10
urtikaria. Antihistamin yang tidak mengandung penenang memiliki
antipruritus. Antihistamin penenang dapat digunakan karena efek penenangnya
tersebut
4) Thalidomide terbukti ampuh mengatasi prurigo nodular dan beberapa jenis
pruritus kronik.
Secara ringkas, obat-obat yang bekerja secara perifer antara lain antagonis H1,
agonis H3, antagonis SP, antagonis TRPV1, agonis CB1, antagonis PAR-2.
Sementara yang bekerja secara sentral adalah gabapentin (untuk
gatalneuropati), talidomit (mensupresi persarafan), mirtazapin, inhibitor uptake
serotonin, dan opioid miu antagonis atau agonis kappa (Burton G, 2006)

2. Penatalaksanaan secara keperawatan :


Upaya lain yang berguna untuk menghindari pruritus, diantaranya mencegah
faktor pengendap, seperti pakaian yang kasar, terlalu panas, dan yang
menyebabkan vasodilatasi jika dapat menimbulkan rasa gatal (misalnya Kafein,
alcohol, makanan pedas). Jika kebutuhan untuk menggaruk tidak tertahankan,
maka gosok atau garuk area yang bersangkutan dengan telapak tangan.
Untuk gatal ringan dengan penyebab yang tidak membahayakan seperti kulit
kering, dapat dilakukan penanganan sendiri berupa:
a. Mengoleskan pelembab kulit berulang kali sepanjang hari dan segera setelah
mandi.
b. Mandi rendam dengan air hangat suam-suam kuku
c. Tidak mandi terlalu sering dengan air berkadar kaporit tinggi..
d. Kamar tidur harus bersih, sejuk dan lembab
e. Mengenakan pakaian yang tidak mengiritasi kulit seperti katun dan sutra,
menghindari bahan wol serta bahan sintesis yang tidak menyerap keringat.
f. Menghindari konsumsi kafein, alkohol, rempah-rempah, air panas dan keringat
berlebihan.
g. Menghindari hal-hal yang telah diketahui merupakan penyebab gatal.
h. Menjaga higiene pribadi dan lingkungan.
i. Mencegah komplikasi akibat garukan dengan jalan memotong kuku.

11
2.2 Teoritis Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Identitas
Identias terdiri dari nama klien umur dimana pruritus terjadi pada semua
kalangan, jenis kelamin gangguan pruritus ini tidak tergantung pada jenis kelamin
, dan juga peruritus tidak mempengaruhi berat badan kien. Data orang tua yang
terdiri dari nama ibu, umur, pekerjan, pendidikan dan agama. Diagnose medis
biasanya bukan pruritus karena pruritus merupakan gejala klienis dari suatiu
penyakit, diagnosanya dapat berupa gangguan pada ginjal, alergi dll

2. Keluhan Utama
Biasanya klien datang ketempat pelayanan kesehatan dengan keluhan gatal
pada kulitnya, intensitas gatal lebih sering terasa pada malam hari.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Pruritus merupakan penyakit yang hilang dan timbul. Sehingga pada riwayat
penyakit dahulu sebagian besar klien pernah menderita penyakit yang sama
dengan kondisi yang dirasakan sekarang.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Faktor pencetus timbulnya pruritus dapat disebabkan oleh adanya kelainan
sistemik internal seperti diabetes melitus, kelainan darah atau kanker,
pengugunaan preperat oral seperti anpirin, terapi antobiotik, hormon, adanya
alergi.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Diduga faktor genetik tidak memepengaruhi timbulnya pruritus. Kecuali
dalam keluarga ada kelainan sistemik internal yang bersifat herediter mingkin
juga mengalami pruritus.
d. Riwayat kesehatan lingkungan
Resiko bahaya kecelakaan dirumah dan lingkungan rumah, Kemungkinan
bahaya akibat polusi, tempat bermain terdekat hal ini bisa saja menyebabkan
pruritus apabila lingkunga anak kumuh yang menyebabkan imfeksi pada kulit
sehingga menimbulkan rasa gatal.

12
e. Riwayat psikososial
Pruritus menimbulkan gangguan rasa nyaman dan perubahan integritas kulit.
Rasa gatal yang hebat akan mengganggu penampilan pasien.
4. Pola Kebersihan diri
1) Mandi
Biasanya anak dengan pruritus disini akan mengurangi frekuensi mandinya.
2) Oral Hygiene
Frekuensi/hari, waktu, cara, menggunakan pasta gigi, dibantu/sendiri biasanya
tidak akan berpengruh apabila anak mengalami pruritus
3) Cuci rambut
Frekuensi x/minggu, sampo, sendiri/dibantu biasanya tidak berpengaruh
kecuali anak cuci rambut ketika mandi.
4) Berpakaian (sendiri/dibantu)
Biasanya tidak ada perubahan baik sebelum maupun sesudah mengalami
pruritus
5. Pola Eliminasi
- BAB
frekuensi, waktu, warna, bau, konsistensi, cara, keluhan,kebiasaan pada waktu
BAB itu tidak berpengaruh apabila anak mengalmi pruritus
- BAK
Frekuensi, warna, kebiasaan ngompol, keluhan yang berhubungan dengan
BAK biasanya tidak berpengaruh apabila anak mengalami pruritus
6. Kebiasaan Lain
Anak dengan pruritus mungkin akan mengurangi frekuensi kebiasaanya
karena terganggun dengan aktivitas menggaruk, kebiasaan tersebut seperti
Menggigit Jari, Menggigit kuku, Menghisap Jari, Memainkan Genital, Mudah
marah, dll

13
7. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum klien
a) Tingkat kesadaran
Secara umum pasien dengan pruritus dalam kondisi sadar (composmentis)
b) Berat badan
Biasanya klien dengan penyakit pruritus tidak mengalami gagguan pada berat
badannya mengalami peningkatan atau penurunan berat badan.
c) Tinggi badan
Biasanya klien dengan pruritus ini tidak menyebabkan seseorang mengalami
gangguan pertumbuhan pada tinggi badan
d) Teperatur
Biasanya klien dengan ketosis tidak mengalami perubahan peningkatan pada
suhu. (36 derjat C- 37 derjat C).
e) Nadi
Biasanya nadi klien tidak mengalami perubahan (60-100x/menit).
f) Tekanan darah
Biasanya tekanan darah klien tidak mengalami penigkatan atau penurunan (
110-140mmHg).
g) Pernapasan
Pada klien dengan pruritus biasanya tidak mengalami perubahan frekuensi
nafas ( 16-24x/menit) (Kushariyadi,2011).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko infeksi b/d adanya lesi
2. Kerusakan integritas kulit b/d gangguan sensasi yang berupa rasa gatal
3. Nyeri akut b/d agen cidera seperti lesi dan erosi
4. Gangguan citra tubuh b/d cidera kecacatan kulit

14
2.2.3 Intervensi
No Dx keperawatan Noc Nic
1 Kerusakan integritas Integritas jaringan: kulit & Manajement pruritus
kulit b/d gangguan membrane mukosa 1. Tentukan penyebab dari
sensasi yang berupa rasa 1. Suhu kulit dalam pruritus
gatal keadaan baik 2. Lakukan pemeriksaan
2. Dapat merasakan fisik untuk mengenali
sensasi pada kulit distrupsi kulit
3. Elastisitas kulit dalam 3. Berikan pakaian atau
keadaan baik pelindung tangan atau
4. Ketebalan kulit klien siku selama tidur untuk
merata membatasi gerakan yang
5. Perfusi jaringan kulit tidak terkontrol jika
baik diperlukan
6. Pertubuhan rambut 4. Berikan obat cream atau
pada kulit lotion jika diperlukan
5. Berikan antipruritus jika
diindikasikan
6. Pemberian cream
antihistamin
7. Anjurkan klien untuk
menghindari parfum
sabun mandi dan minyak
8. Anjurkan klien untuk
tetap memendekkan
kukunya
2 Nyeri akut b/d agen Control nyeri Manajement nyeri
cidera seperti lesi dan 1. Klien mampu menilai 1. Lakukan pengkajian
erosi lamanya nyeri nyeri secara
2. Klien mampu menilai komprehensif termasuk
penyebab nyeri lokasi, karakteristik,
3. Laporkan gejala yang durasi, frekuensi,

15
tidak terkontrol pada kualitas dan faktor
tenaga professional presipitasi
4. Penggunaan sumber- 2. Observasi reaksi
sumber tersedia nonverbal dari
5. Klien mampu menilai ketidaknyamanan
gejala nyeri 3. Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang
mempengaruhi respon
nyeri
5. Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
7. Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri

16
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
3 Resiko infeksi b/d Risk control Infection Control (Kontrol
adanya lesi 1. Klien bebas dari tanda infeksi)
dan gejala infeksi 1. Bersihkan lingkungan
2. Mendeskripsikan setelah dipakai pasien
proses penularan lain
penyakit, factor yang 2. Pertahankan teknik
mempengaruhi isolasi
penularan serta 3. Batasi pengunjung bila
penatalaksanaannya, perlu
3. Menunjukkan 4. Instruksikan pada
kemampuan untuk pengunjung untuk
mencegah timbulnya mencuci tangan saat

17
infeksi berkunjung dan setelah
4. Jumlah leukosit dalam berkunjung meninggalkan
batas normal pasien
5. Menunjukkan 5. Gunakan sabun
perilaku hidup sehat antimikrobia untuk cuci
tangan
6. Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan
7. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
10. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik
bila perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung
granulosit, WBC

18
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
6. Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
7. Pertahankan teknik
isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Ajarkan cara
menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan

19
infeksi
18. Laporkan kultur positif
4 Gangguan citra tubuh b/d Gambaran diri Peningakatan harga diri
cidera kecacatan kulit 1. Gambaran internal diri 1. Pantau pandangan klien
positif terhadap kemampuan diri
2. Keseimbangan antara 2. Menetukan tempat klien
realitas diri dengan untuk mengontrol
ideal diri klien dalam 3. Menentukan kepercayaan
keadaan baik diri klien dengan
3. Sikap terhadap tubuh pendapat sendiri
yang mengalami 4. Bantu klien untuk
gangguan baik menumukan penerimaan
4. Puas dengan keadaan diri
tubuh 5. Hargai kekuatan personal
5. Menyesuaikan bentuk yang ditunjukkan klien
perubahan fisik 6. Gali alasan untuk
6. Menyesuaikan mengkritik diri atan
perubahan diri akibat menyalahkan
penuaan 7. Memantau frekuensi
perkataan negative
terhadap diri
8. Monitor level harga diri
setiap saat jika diperlukan
9. Anjurkan klien untuk
mengevaluasi sikapnya
sendiri
10. Anjurkan klien untuk
menerima perubahan baru

20
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pruritus adalah sensasi kulit yang iritatif dan ditandai oleh rasa gatal, serta
menimbulkan rangsangan untuk menggaruk. Pruritus dapat disebabkan oleh
berbagai macam gangguan. Secara umum, penyebab pruritus dapat
diklasifikasikan menjadi lima golongan: Pruritus local, Gangguan sistemik,
Gangguan pada kulit, Pajanan terhadap factor tertentu, Hormonal. Adapun
penyebab lain oleh faktor eksogen dan endogen.
Penatalaksanaan pruritus sangat bergantung pada penyebab rasa gatal itu
sendiri. Sementara pemeriksaan untuk mencari penyebab pruritus dilakukan,
terdapat beberapa cara untuk mengatasi rasa gatal sehingga menimbulkan
perasaan lega pada penderita, yaitu: Pengobatan topical dan Pengobatan dengan
medikasi oral.

3.2 Saran
1. Higiene yang baik, hentikan konsumsi obat bebas.
2. Bilas daerah perianal dengan air hangat kuku kemudian dikeringkan dengan
kapas, atau menggunakan tissu yang sudah dibasahi untuk membersihkan
bekas defekasi.
3. Hindari mandi rendam dalam air yang terlalu panas dan tidak memakai larutan
busa sabun, natrium biakrbonat, sabun deterjen, karena akan memperburuk
kekeringan kulit.
4. Hindari pakaian dalam dari bahan sintetik, supaya kulit tetap kering
5. Hindari anestesi lokal karena efek elergen.

21
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah.
Terjemahan
Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Burton G. Pathophyisiology of pruritus. Australian College of Veterinary
Scientists
Dermatology Chapter Science Week Proceeding. 2006;34(6):18-25
David F Butler, MD, Jared J Lund, MD, 2010. Pruritus and Systemic Disease.
Diakses
tanggal 16 Februari 2015, dari www.emedicine.medscape.com
Djuanda A. Hamzah M. Aisah S. (editor). 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit
dan
Kelamin: Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions
Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Elvina PA.2011. Hubungan rasa gatal dan nyeri.
Long, Barbara, C,. 1996. Keperawatan Medical Bedah, Volume 3. VAIA
Pendidikan
Keperawatan Padjajaran: Bandung
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition.
United
States of America : Mosby
Moscella SL. Hurley HJ.(editor). Dermatologu: third edition. Philadelphia: W.B.
Saunders
Company; 1986. P.2042-7.
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2012-
2014. Jakarta : EGC.
Twycross R, Greaves MW, Handwerker H, Jones EA, Libretto SE, Szepietowski
JC, et al.

22
Itch: scratching more than the surface. QJM 2003;96:7-26.
Wong, Donna L, dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume
2. EGC: Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai