Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf
halusinasi menuju industrialisasi yang tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyarakat, mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi akan
terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi kendaraan bermotor
khususnya bagi masyarakat yang tinggal di kota, sehingga menambah kepadatan
arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan
kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor.Kecelakaan tersebut
sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur (Sudirman, 2011).
Berdasarkan hasil riset oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007, di Indonesia terjadi kasus fraktur yang
disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma
benda tajam atau tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
sebanyak 1.775 orang atau 3,8%, dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang atau 8,5%, dari 14.127 trauma benda
tajam/tumpul yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang atau 1,7% (Juniartha,
2007).
Fraktur femur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi
fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan
fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha
(Zairin, 2012).
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget)
(Zairin, 2012). Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, atau penarikan. Bila terkena
kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan

1
lunak juga pasti rusak. Ada beberapa dampak yang dapat terjadi apabila fraktur
femur tidak mendapatkan penanganan secara tepat antara lain :
1. Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bias menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya
terjadi pada fraktur.
2. Kerusakanarteri, pecahnyaarterikarena trauma bias ditandaioleh:
tidakadanyanadi: CRT (Capillary Refil Time)menurun: sianosisbagian distal:
hematoma yang lebar: serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh
tindakan emergensi pembidaian, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
3. Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi pada otot, tulang,
saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan
dari edema atau perdarahan yang menekan otot, syaraf, dan pembuluh darah.
4. Infeksi, system pertahanan rusak bila ada trauma pada jaringan. Hal ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena bahan lain
dalam pembedahan seperti pin (Open Reduction Internal Fixation dan Open
Reduction Eksternal Fixation) atau plat.
5. Avascular nekrosis(AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang biasa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya volkman’s ischemia.
6. Sindrom emboli lemak (fat embolism syndrome-FES) adalah komplikasi
serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang (Zairin, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian dari Fraktur Femur ?
2. Apakah etiologi dari Fraktur Femur ?
3. Ada berapakah klasifikasi Fraktur Femur ?
4. Bagaimanakah tanda dan gejala Fraktur Femur ?
5. Bagaimanakah pathways Fraktur Femur ?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan Fraktur Femur ?

2
7. Bagaimanakah pengkajian keperawatan Fraktur Femur ?
8. Bagaimanakah diagnose keperawatan dan intervensi Fraktur Femur?

2.3 TUJUAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mengerti pengertian Fraktur Femur.
2. Mengetahui klasifikasi Fraktur Femur.
3. Dapat menjelaskan etiologi Fraktur Femur.
4. Mengetahui tanda gejala Fraktur Femur.
5. Mengetahui Patofisiologi Fraktur Femur.
6. Dapat menjelaskan penatalaksanaan Fraktur Femur.
7. Dapat mengkaji keperawatan Fraktur Femur.
8. Dapat mendiagnose keperawatan dan intervensi Fraktur Femur.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 TINJAUAN TEORITIS MEDIS

2.1.1 PENGERTIAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnyakontinuitas jaringan tulang


dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Suzanne C.
Smeltzer, 2013).Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar yang
dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya

3
meremuk dan konstrasi otot ekstrim. Organ tubuh dapat mengalami cederaakibat
gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat frakmen tulang.

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa


terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian).Patahpada tulang femur dapat menimbulkan perdarahan cukup banyak
serta mengakibatkan penderita mengalami syok (Sjamsuhidajat, 2012).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa.Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh
dalam syok (FKUI, 2010).

2.1.2 JENIS FRAKTUR


Menurut Suzanne C. Smeltzer, 2013 fraktur dibagi menjadi empat jenis
yaitu:
1. Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasa
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
2. Fraktur tidak komlet adalah patah hanya terjadi pada sebahagian dari garis
tengah tulang.
3. Fraktur tertutup (fraktur simpel) adalah tidak menyebabkan robeknya kulit.
4. Fraktur terbuka adalah merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau
membrane mukosa atau sampai kepatah tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi: grade I dengan luka bersih kurang dari
1 cm panjangnya. Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif, dan graide III sangat terkonta minasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif yang merupakan paling berat. Fraktur juga digolongkan
sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang . fraktur greenstick adalah salah satu
sisi tulang patah dan sisi lainnya membengkak.

4
2.1.3 ETIOLOGI
Penyebab fraktur secara fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan
tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga dan trauma dapat
disebabkan oleh: cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan dan cedera tidak langsung berarti pukulan
langsung berada jauh dari lokasi benturan. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari
ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga.Trauma bisa terjadi secara langsung
dan tidak langsung.Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

Secara patologis merupakan suatu kerusakan tulang yang terjadi akibat


proses penyakit dimana dengan trauma dapat mengakibatkan fraktur, hal ini dapat
terjadi pada berbagai keadaan diantaranya: tumor tulang, osteomielitis, scurvy
(penyakit gusi berdarah) serta rakhitis (Mansjoer, 2010).

2.1.4 PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang lebih besar dari

5
pada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang dapat
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (fraktur) (Elizabeth,
2003).

Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang menjadi rusak
sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan.Pada saat perdarahan terjadi
terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang, sehingga jaringan tulang segera
berdekatan kebagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis akan
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit serta infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Price, 2013).

6
2.1.5 TANDA DAN GEJALA

Tanda-tanda tidak pasti diantaranya adalah: rasa nyeri dan tegang, nyeri
hebat bila bergerak,hilangnya fungsi akibat nyeri atau tak mampu melakukan
gerakan dan deformitas karena pembengkakan atau akibat perdarahan dan posisi
fragmen berubah. Tanda-tanda pasti diantaranya adalah: gerakan abnormalitas
(false movement), gesekan dari kedua ujung fragmen
tulang yang patah (krepitasi) serta deformitas akibat fraktur (umumnya deformitas
berupa rotasi, angulasi dan pemendekan) (Smletzer, 2012).
2.1.6 MANIFESTASI KLINIS

7
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local dan perubahan
warna.Nyeri terus menerus dan bertambahnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi. Spesmes otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk menimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Setelah terjadi fraktur bagian-bagian tak dapat digunakan dan cendrung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan defomitas (terlihan maupun teraba)
ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang, tulang yang sebenarnyakarena
kontraksi ototdiatas dan dibawah tempat fraktur. Saat ekstremitas diperiksa
dengan tangan teraba adanya derik tulang dimana krepitus yang teraba akibat
gesekan antar fragmen satu dengan yang lainnya. Pembentukan dan perubahan
warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat darai trauma dan pendarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini bias baru terjadi setelah beberapa jam atau sehari
setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut dapat terjadi pada setiap fraktur,
kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi
(permukaan atahan saling terdesak satu sama lain). Diagnose fraktur terjadi
bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar –x pasien. Biasanya
pasien mengeluh mengalami cedera pada daerah tersebut.

2.1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan radiologi, diantaranya adalah: X-Ray, dapatdilihat gambaran
fraktur. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi.CT-Scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang komplek. Hal lain yang dapat dilakukan adalah
dengan pemeriksaan laboratorium, pada fraktur test laboratorium yang perlu
diketahui: hemoglobin, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap

8
Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas (Mansjoer,
2011).
2.1.7 PENATALAKSANAAN

Fraktur reduction: manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non-


bedah penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap
posisi otonomi sebelumnya. Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang
terusan penjajaran insisi pembedahan seringkali memasukkan internal fiksasi
terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti platbatang intra medulasi dan paku.
Peralatan traksi: traksi kulit untuk pengobatan jangka pendek dan traksi otot atau
pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang. Fraktur immobilisasi:
pembalutan (pemasangan gips), ORIF dan Open Reduction of Eksternal Fixation
(OREF). Fraktur terbuka: pembedahan debridement dan irigasi, imunisasi tetanus,
terapi antibiotik (Smeltzer, 2012).

2.1.8 KOMPLIKASI
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Sjamsuhidajat
(2004), antara lain: syok neurogenik, infeksi, nekrosis divaskuler, cidera vaskuler
dan saraf, mal-union, luka akibat tekanan serta kaku sendi.Komplikasi fraktur
dalam waktu lama dapat terjadi sebagai berikut:

a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung.Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion

9
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

2.2 TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN


2.2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini
terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1. Anamnesa
Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bias akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri
klien digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
factor presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeriyang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atauklien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

10
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakahbertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien.Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingganantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna
D, 2010).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius,
Donna D, 2010).
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 2010).
b. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas/istirahat

11
Tanda: Keterbatasab/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri).
2. Sikulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).Takikardia (respon stres,
hipovolemia).Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera,
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.Pembengkakan
jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
3. Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan (parestesis).
Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.Agitasi
(mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain).

4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak
ada nyeri akibat kerusakan saraf.Spasme/kram otot (setelah imobilisasi.
5. Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).

c.Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan Ronsen : menentukan lokasi/luasnya fraktur femur/trauma.
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada

12
trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal
setelah trauma.
5. Kreatinin : trauma otot mungkin meningkatkan beban kreatininuntuk
klirens ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel, atau cedera hati.
2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus).
c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi).
d. Gangguan integritas kulit b/d fraktur femur, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
e. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.(Doengues, 2010).

2.2.3 RENCANA DARI INTERVENSI KEPERAWATAN

No DX. keperawatan Intervensi Rasional


Gangguan rasa a. Pertahankan imobilisasi bagian f. Menghilangkan nyeri dan menceg
1. nyaman nyeri yang sakit dengan tirah kesalahan posisi tulang/tegangn
baring jaringan yang cedera.

13
b. Tinggikan dan dukung g. Meningkatkan aliran balik v
ekstremitas yang terkena. menurunkan oedema d
menurunkan rasa nyeri.
c. Beri obat sebelum perawatan h. Meningkatkan relaksasi otot d
aktivitas meringankan partisipasi.
d. Lakukan dan awasi rentang i. Mempertahankan kekuatan mobili
gerak aktif/pasif. otot yang sakit dan memudahk
resolusi inflamasi pada jaring
yang cedera.
e. Lakukan kompres dingin/ es j. Menurunkan oedema/ pembentuk
24 – 48 jam pertama. hematoma menurunkan sens
nyeri.
f. Berikan obat sesuai indikasi k. Diberikan untuk menurunkan a
meng-hilangkan rasa nyeri atau d
spasme otot
2.
Risiko disfungsi a. Meningkatkan sirkulasi darah dan
a. Dorong klien untuk secra rutin
neurovaskuler mencegah kekakuan sendi.
melakukan latihan
perifer b/d
menggerakkan jari.
penurunan aliran
b. Hindarkan restriksi sirkulasi
darah (cedera
akibat tekanan bebat/spal
vaskuler, edema, b. mencegah stasis vena dan sebaga
yangterlalu ketat.
pembentukan petunjuk perlunya penyesuaian
c. Pertahankan letak tinggi
trombus). keketatan bebat/spalk.
ekstremitas yang cedera
c. Meningkatkan drainase vena dan
kecuali ada kontraindikasi
menurunkan edema kecuali pada
adanya sindroma
adanya keadaan hambatan aliran
kompartemen.
arteri yang menyebabkan
d. Berikan obat antikoagulan
penurunan perfusi.
(warfarin) bila diperlukan.
d. Mungkin diberikan sebagai upay
profilaktik untuk menurunkan

14
e. Pantau kualitas nadi perifer, trombus vena.
aliran kapiler, warna kulit dan e. Mengevaluasi perkembangan
kehangatan kulit distal cedera, masalah klien dan perlunya
bandingkan dengan sisi yang intervensi sesuai keadaan klien.
normal.

3. Kurangnya a. Kaji derajat immobilitas yang a. Pasien mungkin dibatasi o


aktivitas/mobilitas dihasilkan oleh pandangan diri tentang keterbuk
fisik cedera/pengobatan dan dan fisik aktual memerlukan inf
perhatian persepsi pasien masi/intervensi untuk
terhadap imobilisasi. meningkatkan kemajuan kesehata
b. Bantu/dorong perawatan diri b. Meningkatkan kekuatan otot d
atau kebersihan seperti mandi. sirkulasi, meningkatkan keseha
diri langsung.
c. Awasi TD dengan memikirkan c. Hipotensi posteral atau masa
aktifitas atau kebersihan umum menyertai tirah baring ya
seperti mandi. lemah dan dapat memerluk
intervensi khusus.
d. Ubah posisi secara periode dan d. Mencegah/menurunkan insid
dorong untuk latihan bentuk komplikasi kulit/ pernapa
napas dalam. (dekutibus).
e. Dorong peningkatan masukan e. Mempertahankan hidrasi tub
cairan sampai 2000-3000 menurunkan resiko infe
ml/hari termasuk air asam. urinarius, pem-bentukan batu d
konstepasi.
f. Beri penjelasan pada keluraga f. Agar keluarga bias lebih meng
tentang kondisi klien tentang intervensi fraktur.

15
4. Gangguan a. kaji kulit dan identifikasi pada a. mengetahui sejauh m
integritas kulit b/d tahap perkembangan luka. perkembangan luka mempermud
fraktur femur, dalam melakukan tindakan ya
pemasangan traksi tepat.
(pen, kawat, b. Kaji lokasi, ukuran, warna, b. mengidentifikasi tingkat keparah
sekrup) bau, serta jumlah dan tipe luka akan mempermud
cairan luka. intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu c. uhu tubuh yang meningkat da
tubuh. diidentifikasikan sebagai adan
proses peradangan.
d. tehnik aseptik memba
mempercepat penyembuhan lu
d. Berikan perawatan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
dengan tehnik aseptik. Balut e. antibiotik berguna untuk mematik
luka dengan kasa kering dan mikroorganisme pathogen p
steril, gunakan plester kertas. daerah yang berisiko terjadi infek
e. Kolaborasi pemberian
antibiotik sesuai indikasi.
5. Risiko infeksi b/d a. Lakukan perawatan pen steril a. Mencegah infeksi sekunderd
ketidakadekuatan dan perawatan luka sesuai mempercepat penyembuhan luka
pertahanan primer protocol.
(kerusakan kulit, b. Ajarkan klien untuk b. Meminimalkan kontaminasi.
taruma jaringan mempertahankan sterilitas
lunak, prosedur insersi pen.
invasif/traksi c. Kolaborasi pemberian
tulang). antibiotika dan toksoid tetanus c. Antibiotika spektrum luas a
sesuai indikasi. spesifik dapat digunakan sec
profilaksis, mencegah a
mengatasi infeksi. Toksoid teta
untuk mencegah infeksi tetanus.
d. Analisa hasil pemeriksaan

16
laboratorium (Hitung darah d. Leukositosis biasanya terjadi p
engkap, LED, Kultur dan proses infeksi, anemia d
sensitivitas luka/serum/tulang) peningkatan LED dapat terjadi p
e. Observasi tanda-tanda vital osteomielitis. Kultur untuk
dan tanda-tanda peradangan e. mengidentifikasi organism
lokal pada luka. penyebab infek
Mengevaluasi perkembang
masalah klien.
6. Gangguan rasa a. Kaji tingkat kecemasan a. Menggali tingkat kecema
aman cemas keluarga klien. keluarga klien dapat diketa
apakah keluarga berada dalam tah
cemas, ringan, sedang, dan berat.
b. Penjelasan dapat menamb
b. Beri penjelasan pada keluarga pengetahuan keluarga tenta
tentang kondisi klien. kondisi klien.

c. Ajarkan pada kleuarga untuk c. Dengan selalu berdoa ak


selalu beradoa dan mesnuport mengurangi kecemasan b
klien agar cepat sembuh. keluarga klien.
d. Beri reinforcement positif bila d. Reinforcement positif da
kelaura dapat menjelaskan memberikan motivasi d
kembali tentang kondisi klien meningkatkan semangat kelua
sehingga dapat mengurangi cemas

2.2.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan 1 : Gangguan rasa nyaman nyeri

17
Data Subyektif : Klien mengeluh nyeri pada luka terpasangnya plate dan screw,
kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri
setempat, skala nyeri 4, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau
perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat.
Data Obyektif : Tampak klien menahan rasa sakit saat beraktivitas, observasi
tanda-tanda vital Td : 130/90 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 360C.
Tampak luka insisi bedah pada femur sinistra, dengan kondisi tertutup elastic
verband, Tampak luka pada batang femur sinistra dengan kondisi luka basah dan
berdarah. Tampak terdapat luka pada jari-jari kaki kiri, dengan kondisi luka
tertutup kassa steril.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
gangguan rasa nyaman nyeri teratasi/berkurang
Kriteria hasil : Klien melaporkan rasa nyeri yang berkurang, tanda-tanda vital
dalam batas normal (Td : 120/80 mmHg, Nd : 80-100 x/menit, Rr : 18-24 x/menit,
Sh : 36-370C), tampak ekspresi wajah rileks, skala nyeri 0-1.

Evaluasi Keperawatan
Subyektif : Klien mengatakan nyeri pada daerah post operasi, intensitas nyeri
hilang timbul, kualitas nyeri sedang, karakteristik nyeri berdenyut, skala nyeri 4,
klien mengatakan nyeri baru hilang jika klien beristirahat.
Obyektif : Observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74
x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. Tampak luka insisi bedah pada femur
sinistra, dengan kondisi tertutup elastic verband, Tampak luka pada batang femur
sinistra dengan kondisi luka basah dan berdarah. Tampak terdapat luka pada jari-
jari kaki kiri, dengan kondisi luka tertutup kassa steril.
Analisa : Masalah gangguan rasa nyaman nyeri belum teratasi, tujuan belum
tercapai.

Diagnose Keperawatan 3: Kurangnya aktivitas/mobilitas fisik


Data Subyektif : Klien mengatakan sulit untuk beraktivitas.

18
Data Obyektif : Tampak aktivitas dibantu oleh perawat, hasil rontgen tanggal 06
Juli 2010, tampak terpasang plate pada femur sinistra.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
gangguan mobilitas fisik teratasi.
Kriteria hasil : Klien dapat beraktivitas dengan bantuan minimal/mandiri,
mobilisasi pasca operasi baik.
Rencana tindakan:
1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi.
4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien.
5. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
6. Berikan diit tinggi kalori tinggi protein.
7. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
8. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.

Evaluasi Keperawatan
Subyektif : Klien mengatakan sulit beraktivitas.
Obyektif : Tampak klien beraktivitas dengan bantuan perawat.
Analisa : Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi.
Planning : Tindakan keperawatan lanjutkan.
Diagnose Keperawatan 4 : Gangguan integritas kulit b/d fraktur femur,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Data Subyektif : klien mengatakan kulit kakinya jelek
Data Obyektif : Tampak luka pada batang femur sinistra kondisi luka basah dan
berdarah.

19
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
gangguan integritas kulit teratasi.
Kriteria Hasil : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku
tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai
indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Rencana Tindakan
1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun
kencang, bantalan bawah siku, tumit).
2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.
3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal.
4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.
Evaluasi Keperawatan:
Subyektif : Klien mengatakan sulit beraktivitas.
Obyektif : Tampak luka pada batang femur sinistra kondisi luka basah dan
berdarah, tempat tidur klien tampak bersih dan kering.
Analisa : Masalah gangguan integritas kulit belum teratasi.
Planning : Tindakan keperawatan lanjutkan.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Suzanne C. Smeltzer, 2013). Fraktur terjadi jika
tulang dikenai stress yang lebih besar yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk dan konstrasi otot ekstrim. Organ tubuh dapat mengalami
cederaakibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat frakmen tulang.
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian).Patahpada tulang femur dapat
menimbulkan perdarahan cukup banyak serta mengakibatkan penderita mengalami syok
(Sjamsuhidajat, 2012).

Penyebab fraktur secara fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang
diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga dan trauma dapat disebabkan oleh: cedera
langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan dan
cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan. Trauma-trauma
lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga.Trauma bisa terjadi secara
langsung dan tidak langsung.Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan
dengan terjadinya fraktur berjauhan.

3.2 SARAN
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan makalah ini meskipun penulisan ini
jauh dari sempurna minimal kita mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari
penulisan makalah ini, karna manusia yang adalah tempat salah dan dosadan kami juga butuh
saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada masa
sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas dosen pembimbing mata kuliah Sistem
Muskuloskeletal. Yang telah memberi kami tugas kelompok demi kebaikan diri kita sendiri dan
untuk negara dan bangsa.

21
22

Anda mungkin juga menyukai