Anda di halaman 1dari 31

KEPERAWATAN DEWASA 8

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN BATU URETRA

NAMA KELOMPOK :
2.9 Inayatun Toyibbah
3.9 Dwi Lusiana Maya Sari
4.9 Ifa Kharimatun Nisa

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2016

10
BAB I
TINJAUAN TEORI

1.1 DEFINISI URETROLITHIASIS

Batu Uretra adalah batu yang terdapat disaluran uretra, umumnya merupakan
batu sekunder karena tidak terbentuk di uretra. Batu berasal dari saluran proksimal uretra,
baik vesika urinaria, ureter maupun ginjal yang kemudian turun sampai ke uretra. Batu
primer jarang terbentuk di uretra, kecuali terdapat divertikula di uretra.
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli melalui

proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yait uretra posterior dan

uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.

Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-

buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra

posterior dan anterior.

Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-

buli, kemudian masuk ke uretra. Batu uretra yang merupakan batu primer terbentuk di

uretra sangat jarang, kecuali jika terbentuk di dalam divertikel uretra.angka kejadian batu

uretra ini tidak lebih 1% dari seluruh batu saluran kemih.

11
1.2 ETIOLOGI

- Infeksi : disebabkan karena kelainan-kelainan pada kelenjar prostat.


- Trauma internal atau external pada uretra.
- Kelainan bawaan
Terbentuknya batu pada ginjal diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine,

gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih

belum terungkap ( idiopatik )

Secara epidemiologis, terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu pada ginjal.

Faktor-faktor itu adalah 1:

1. Faktor intrinsik

Yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang. Faktor intrinsik dan faktor idiopatik

umumnya sukar untuk dikoreksi, sehingga mempunyai kecenderungan untuk kambuh2.

Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

a. Hereditair dan Ras

Penyakit nefrolithiasis diduga diturunkan dari orang tuanya1 dan ternyata anggota

keluarga nefrolithiasis lebih banyak mempunyai kesempatan untuk menderita penyakit yang sama

dari pada orang lain. Misalnya faktor genetik familial pada hipersistinuria, hiperkalsiuria primer

12
dan hiperoksaluria primer2. Batu saluran kemih juga lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia

sedangkan pada penduduk Amerika dan Eropa jarang ditemukan.2

b. Umur.

Penyakit nefrolithiasis paling sering didapatkan pada usia 30 sampai 50 tahun

c. Jenis kelamin

Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan1

dan pada pria lebih banyak ditemukan batu ureter dan buli-buli sedangkan pada wanita lebih

sering ditemukan batu ginjal atau batu piala ginjal.

2. Faktor ekstrinsik

Yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. Faktor ekstrinsik, bila

penyebabnya diketahui dapat diambil langkah-langkah untuk mengubah faktor lingkungan atau

kebiasaaan sehari-hari sehingga terjadinya rekurensi dapat dicegah2. Beberapa faktor ekstrinsik,

diantaranya adalah :

a. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu yang lebih tinggi daripada

daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone belt

b. Iklim dan temperatur

Tempat yang bersuhu panas, misalnya di daerah tropis, di kamar mesin, menyebabkan

banyak mengeluarkan keringat yang akan mengurangi produksi urin dan mempermudah

pembentukan batu. Sedangkan pada daerah yang dingin, akan menyebabkan kurangnya asupan

air pada masyarakatnya.

13
c. Asupan air

Kurangnya asupan air menyebabkan kadar semua substansi dalam urin akan meningkat

dan akan mempermudah pembentukan batu2 dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang

dikomsumsi dapat meningkatkan insidensi batu1.

d. Diet

Diet banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terbentuknya batu1. Pada

golongan masyarakat yang lebih banyak makan protein hewani, angka morbiditas batu berkurang

sedangkan pada golongan masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi rendah lebih sering

morbiditas meningkat. Penduduk vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering

menderita batu buli-buli dan uretra dan hanya sedikit yang ditemukan menderita batu ginjal atau

batu piala ginjal

e. Pekerjaan

Penyakit nefrolithiasis sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau

kurang aktivitas atau sedentary life

f. Infeksi

Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti

pembentukan batu. Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum ( urea splitting organism ) dan

membentuk amonium akan mengubah pH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-

garam fosfat sehingga akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada.2

g. Obstruksi dan stasis urin

Adanya obstruksi saluran kemih, misalnya oleh tumor, striktur dan hiperplasi prostat,

akan menyebabkan stasis urin sedangkan urin sendiri adalah substansi yang banyak mengandung

kuman sehingga mempermudah terjadinya infeksi dan pembentukan batu. 2

14
Selain faktor-faktor di atas terdapat faktor lain yang turut mempengaruhi, misal gangguan

metabolisme. Gangguan metabolisme yang dimaksud adalah yang dapat mengakibatkan

peningkatan kadar produk yang dapat mengendap dan menjadi batu. Misalnya hiperkalsemia

yang disebabkan oleh hiperparatiroidisme, sindroma susu alkali, mieloma multiple, metastase Ca

dan sarkoidosis. Hiperurikemia dan terapi dengan sitostatika atau diuretika yang lama, serta

hipersistinemia yang disebabkan oleh renal tubular acidosi.

1.3 PATOFISILOGI

Lesi pada epitel uretra atau putusnya jaringaan / kontinuitas, baik oleh
proses infeksi maupun akibat trauma akan menimbulkan terjadinya reaksi peradangan.
Iritasi dari urine pada uretra akan mengundang reaksi fibroblastik yang berkelanjutan dan
proses fibrosis semakin menghebat sehingga terjadilah penyempitan bahkan
penyumbatan dari lumen uretra serta aliran urine mengalami hambatan dengan segala
akibatnya. (Nursalam :2011).

Secara teoritis, batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih, terutama pada tempat-

tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine ( stasis urine ), yaitu pada sistem kalises

ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises ( stenosis uretero pelvis ),

divertikulum, obstruksi intravesika kronis seperti pada hiperplasi prostat benigna, striktura dan

buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan

batu.

Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal, kemudian berada di kaliks ginjal, pielum,

infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang

mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa

sehinggga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises

ginjal(penyempitan infundibulum dan stenosis uteropelvik) akan mempermudah timbulnya batu

ginjal.

15
Batu yang berasal dari ginjal dan berjalan menuruni ureter, paling mungkin tersangkut

pada satu dari tiga lokasi, yaitu pada sambungan uteropelvik, pada titik ureter menyilang

pembuluh darah iliaka, atau pada sambungan ureterovesika4. Batu yang tidak terlalu besar,

didorong oleh peristaltik sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga

peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang

ukurannya kecil ( < 5 mm ) pada umumnya dapat keluar spontan, sedangkan batu yang lebih

besar seringkali tetap berada di sistem pelvikalises dan ureter, dan mampu menimbulkan

obstruksi dan kelainan struktur saluran kemih bagian atas.1

A. Teori Proses Pembentukan Batu

Garam-garam kalsium dapat diendapkan dalam bentuk batu atau kalkuli di dalam sistem

saluran dari berbagai organ. Kalkuli dibentuk dari berbagai zat, yang tersedia secara lokal, yaitu

bahan-bahan dari sekresi organ tertentu. Jadi, walaupun kalkuli-kalkuli itu sering mengandung

kalsium, tetapi pada awalnya, banyak dari kalkuli-kalkuli tersebut yang tidak mengandung

kalsium. Beberapa kalkuli terbentuk sebagai akibat dari hancurnya debris nekrotik dalam saluran,

sedangkan lainnya terbentuk dari ketidakseimbangan unsur-unsur sekresi tertentu sedemikian

rupa sehingga terjadi pengendapan dari unsur yang biasanya larut.5

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun

anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan tetap

terlarut ( metastable ) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan

terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti

batu ( nukleasi ) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain

sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal

masih rapuh dan belum cukup mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu, agregat kristal

menempel pada epitel saluran kemih, membentuk retensi kristal, dan dari sini bahan-bahan lain

16
diendapkan pada agregat sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran

kemih.1

Kondisi tetap terlarut dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine,

konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih atau adanya korpus

alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu1 . Kemih yang terus menerus

bersifat asam dapat terjadi pada asidosis metabolik dan pada keadaan pireksia, sedangkan kemih

yang terus menerus bersifat basa menyatakan adanya infeksi pada saluran kemih, keadaan

asidosis tubulus ginjal, kekurangan kalium dan pada sindrom Fanconi.5

Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih, ditentukan juga oleh adanya

keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat-zat yang mampu mencegah

timbulnya batu. Dikenal beberapa zat yang dapat menghambat terbentuknya batu di saluran

kemih, yang bekerja mulai dari proses reabsorbsi kalsium di dalam usus, proses pembentukan inti

batu atau kristal, proses agregasi kristal, hingga retensi kristal. Ion magnesium dikenal dapat

menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat, akan membentuk garam

magnesium oksalat, sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium untuk

membentuk batu kalsium oksalat menurun. Demikian pula dengan sitrat, jika berikatan dengan

ion kalsium, akan membentuk garam kalsium sitrat, sehingga jumlah kalsium yang akan berikatan

dengan oksalat maupun fosfat berkurang. Hal ini menyebabkan kristal kalsium oksalat atau

kalsium fosfat jumlahnya berkurang. Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu

bertindak sebagai inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi

kristal, maupun menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lain adalah glikosaminoglikan,

protein Tamm Horsfall atau uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin. Defisiensi zat-zat yang

berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya batu saluran

kemih.

17
B. Komposisi Batu

1. Batu kalsium

Batu ini lebih sering ditemukan pada laki-laki; usia rata-rata timbulnya penyakit ini

adalah pada dekade ketiga. Sebagian besar orang yang membentuk batu kalsium tunggal

akhirnya membentuk batu yang lain, dan interval antara batu yang terbentuk secara berurutan

memendek atau tetap konstan. Kecepatan rata-rata pembentukan batu setiap 2 atau 3 tahun.

Penyakit batu kalsium sering bersifat familial.

2. Batu asam urat

Batu asam urat bersifat radiolusen dan juga lebih sering ditemukan pada laki-laki.

Separuh pasien dengan batu asam urat mengalami gout; litiasis asam urat biasanya familial

apakah terdapat gout ataupun tidak. Di dalam urin, kristal asam urat berwarna merah-oranye

karena kristal itu menyerap pigmen urisin. Beberapa faktor yang mempengaruhi

terbentuknya batu asam urat adalah1 :

 Urine yang terlalu asam ( pH urine < 6 )

 Volume urine yang jumlahnya sedikit ( < 2 liter / hari ) atau dehidrasi

 Hiperurikosuria atau kadar asam urat yang tinggi

3. Batu sistin

Batu ini jarang ditemukan, berwarna kuning jeruk, dan berkilauan, radioopak

disebabkan oleh adanya kandungan sulfur. Kristal sistin tampak dalam urin sebagai

lempengan yang datar, heksagonal.

4. Batu struvit

18
Batu struvit biasa ditemukan dan secara potensial berbahaya. Batu ini terjadi

terutama pada perempuan dan akibat infeksi saluran kemih dengan bakteri yang

menghasilkan urease, biasanya spesies Proteus. Batu daspat tumbuh menjadi ukuran yang

besar dan mengisi pelvis renalis dan kaliks menimbulkan gambaran ‘tanduk’ (staghorn).

Batu struvit ini bersifat radioopak dan mempunyai berbagai densitas internal. Di dalam urin

kristal struvit adalah prisma rektanguler yang dikatakan menyerupai tutup peti mati.

1.4 GAMBARAN KLINIS

Keluhan yang disampaikan oleh pasien, tergantung pada posisi batu, ukuran batu dan

penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada

pinggang, baik berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri kolik disebabkan oleh adanya

aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu

dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik menyebabkan tekanan intraluminal meningkat

sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Sedangkan nyeri

non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada

ginjal akibat stasis urine.1

Hematuria sering dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih

karena batu. Kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria

mikroskopik. Jika didapatkan demam, harus dicurigai suatu urosepsis.1

Pada pemeriksaan fisis, mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra,

teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, dan

adanya retensi urine.1

19
Pada pemeriksaan sedimen urine, menunjukkan adanya leukosituria, hematuria dan

dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya

pertumbuhan kuman pemecah urea.1

1.5 DIAGNOSTIK

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, dan pemeriksaan fisik, selain itu perlu

ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium, radiologik, dan dengan pencitraan untuk

menentukan kemungkinan adanya gangguan fungsi ginjal.

Pemeriksaan Penunjang yang dapat menegakan diagnosis Nefrolithiasis antara lain :

Laboratorium :

1. Urin

 pH urin

- Batu kalsium, asam urat dan batu sistin terbentuk pada urin dengan pH yang rendah (pH<7).

- Batu struvit terbentuk pada urin dengan pH yang tinggi (pH> 7)

 Sedimen

- Sel darah meningkat (90%), pada infeksi sel darah putih akan meningkat.

- Ditemukan adanya kristal, misalnya kristal oksalat

- Biakan urin untuk melihat jenis mikroorganisme penyebab infeksi pada saluran kemih

2. Darah

- Hemoglobin, adanya gangguan fungsi ginjal yang kronis dapat terjadi anemia

- Leukosit, infeksi saluran kemih oleh karena batu menyebabkan leukositosis

- Ureum kreatinin, parameter ini digunakan untuk melihat fungsi ginjal

- Kalsium, dan asam urat.

20
Radiologik :

1. Foto Polos Abdomen

Bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih.

Batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak dan paling sering dijumpai,

sedangkan batu asam urat bersifat radiolusen.

2. Pielografi Intra Vena

Bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu juga dapat mendeteksi

adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut.

Jika pielografi intra vena ( selanjutnya disebut dengan PIV ) belum dapat menjelaskan keadaan

sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai gantinya adalah

pemeriksaan pielografi retrograde.

3. Ultrasonografi

Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan

alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil.

Pemeriksaan ultrasonografi dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang

ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau adanya pengkerutan ginjal.

21
1.6 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan batu saluran kemih harus benar-benar tuntas, sehingga bukan hanya

mengeluarkan batu saja, tetapi harus disertai dengan terapi penyembuhan penyakit batu atau

paling sedikit disertai dengan terapi pencegahan. Hal ini terjadi karena batu sendiri hanya

sebagai gejala dari penyakit batu saja, sehingga pengeluaran batu dengan cara apapun bukanlah

merupakan terapi yang sempurna. Selanjutnya perlu juga diketahui bahwa pengeluaran batu

baru diperlukan bila batu menyebabkan gangguan saluran air kemih. Bila batu ternyata tidak

memberi gangguan pada fungsi ginjal, maka batu tersebut tidak perlu diangkat apalagi misalnya

pada batu ureter diharapkan dapat keluar dengan sendirinya.

Tujuan pengelolaan batu pada ginjal adalah untuk menghilangkan obstruksi, mengobati

infeksi, menghilangkan rasa nyeri, mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi

kemungkinan terjadinya rekurensi. Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah yang

dapat diambil adalah sebagai berikut :

 Diagnosis yang tepat mengenai adanya batu, lokasi dan besarnya batu

22
 Menentukan akibat adanya batu seperti rasa nyeri, obstruksi yang disertai perubahan pada

ginjal, infeksi dan adanya gangguan fungsi ginjal

 Menghilangkan obstruksi, infeksi dan rasa nyeri

 Analisis batu

 Mencari latar belakang terjadinya batu

 Mengusahakan pencegahan terjadinya rekurensi

Tindakan penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :

1. Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena

diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan lebih bersifat simtomatis, yaitu

bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan memberikan diuretikum,

dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar

2. ESWL ( Extracorporeal Shockwave Lithotripsy )

Alat ESWL dapat memecah batu ginjal tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa

pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui

saluran kemih. Tidak jarang, pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan

nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.

3. Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu,

tindakan tersebut terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih

melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukkan

melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat

23
dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang suara, atau

dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu pada ginjal

adalah :

a. PNL ( Percutaneous Nephro Litholapaxy )

Yaitu mengeluarkan batu di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat

endoskopi ke sistem kalises ginjal melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau

dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

b. Uretero atau Uretero-renoskopi

Yaitu memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat kedaan ureter atau

sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter

maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureterorenoskopi.

4. Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan

endourologi, laparaskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui

pembedahan terbuka. Pembedahan itu antara lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk

mengambil batu pada saluran ginjal. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi

karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan telah terjadi pionefrosis, korteksnya sudah sangat

tipis atau mengalami pengkerutan akibat batu yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang

menahun

24
1.8 PENCEGAHAN

Tindakan selanjutnya yang tidak kalah penting setelah pengeluaran batu adalah upaya

menghindari timbulnya kekambuhan. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas

kandungan unsur yang menyusun batu yang diperoleh dari analisis batu3. Pada umumnya

pencegahan itu berupa 2:

 Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 L/hari

 Aktivitas harian yang cukup

 Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu

Jenis Batu Faktor predisposisi Pengobatan

pencegahan untuk

mencapai pH

kemih ynag

dibutuhkan

Kemih asam ( pH < 6 Kemih basa ( pH >

) 6)

Kalsium oksalat Hiperkalsiuria Sayuran, susu, buah

( kecuali plum,

plum kering,

Kristal asam urat Kemoterapi gout cranberry )

Natrium bikarbonat

atau sitrat

Kemih basa Kemih asam

Triple fosfat Infeksi saluran kemih Daging, roti,

makanan berprotein,

25
jus cranberry, plum,

Kalsium fosfat Hiperkalsiuria, plum kering

imobilitas lama mandelanin

1.8 PROGNOSIS

Prognosis batu pada saluran kemih, dan ginjal khususnya tergantung dari faktor-faktor

ukuran batu, letak batu, adanya infeksi serta adanya obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu,

makin jelek prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah

terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi

akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal, sehingga prognosis menjadi jelek.2

1.9 KOMPLIKASI

Komplikasi batu saluran kemih antara lain timbulnya obstruksi, infeksi sekunder dan

infeksi yang berkepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya keganasan

yang sering berupa karsinoma epidermoid.

Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter dapat terjadi hidroureter atau

hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan

kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua ginjal akan timbul uremia karena

adanya gagal ginjal total. Hal yang sama dapat juga terjadi akibat dari batu kandung kemih,

terlebih bila batu tersebut membesar, sehingga juga menyebabkan gangguan pada aliran kemih

dari kedua orifisium ureter.

Batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, batu di kaliks mayor dapat

menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder,

dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, ataupun pielonefritis.

26
Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi dapat

mengakibatkan gagal ginjal permanen.

27
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PERKEMIHAN BATU URETRA

2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, social, dan
lingkungan.

a. Data Biografi
1. Identitas pasien.
Identitas pasien meliputi:
1) Nama pasien
2) Umur : paling sering terjadi pada usia antara 30-60 tahun.
3) Jenis kelamin : menyerang laki-laki tiga kali lebih sering daripada wanita.
4) Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).
5) Agama
6) Suku / bangsa
7) Alamat
8) Tanggal MRS
9) Diagnosa Medis : batu uretra.
2. Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab meliputi Nama, Umur, Jenis kelamin, alamat
dan hubungan dengan pasien.
b. Riwayat Penyakit

1. Keluhan Utama : sulit kencing atau tidak dapat kencing sama sekali yang mendadak
(retensi urine). Keluhan lainnya biasanya adalah berhubungan dengan gejala iritasi dan
infeksi seperti penis yang membengkak.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

28
Tanyakan tentang factor yang melatar belakangi atau hal-hal yang mempengaruhi atau
mendahului keluhan, bagaimana sifat terjadinya, bagaimana gejalanya (mendadak,
perlahan-lahan, terus-menerus, berupa serangan, hilang timbul, atau berhubungan dengan
waktu), lokasi terjadinya gejala dan sifatnya (menjalar, menyebar, berpindah-pindah atau
menetap), berat ringannya keluhan dan perkembangannya (apakah menetap, cenderung
bertambah atau berkurang), lamanya keluhan berlangsung, kapan dimulainya, dan upaya
apa yang telah dilakukan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Tanyakan tentang :

· Riwayat pemakaian obat : apa jenisnya, berapa dosisnya, berapa dosis terakhirnya,
dan bagaimana cara pemakaiannya.

· Riwayat atau pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau penyakit yang pernah di
alami, riwayat masuk rumah sakit, atau riwayat kecelakaan.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Tanyakan tentang riwayat kesehatan atau keperawatan yang dimiliki oleh salah satu
anggota keluarga, apakah ada penyakit seperti yang dialami pasien, apakah mempunyai
penyakit keturunan.

5. Riwayat Penyakit Lingkungan

Tanyakan tentang keadaan lingkungan di rumah. Apakah rumah yang di tempati cukup
memadai dalam segi kesehatan (ventilasi yang cukup, kondisi kamar tidur, apakah ada
tempat pembuangan kotoran atau sampah).

c. Kebutuhan Bio – Psiko – Sosial – Spiritual

1) Pernafasan :

Biasanya tidak terjadi gangguan pernafasan, karena batu uretra terdapat di uretra yang
termasuk dalam system perkemihan, tidak melewati atau memasuki saluran peernafasan.

29
2) Kebutuhan nutrisi

· Mengalami anoreksia

· Mual-muntah

3) Kebutuhan eliminasi

· Mengalami retensi urin

4) Kebutuhan istirahat tidur

· Pasien biasanya sulit tidur

5) Kebutuhan aktifitas latihan

· Aktivitas terganggu karena nyeri

6) Kebutuhan aman nyaman

· Adanya ketidaknyamanan (nyeri akut), nyeri saat miksi

· Pengkajian PQRST yang biasanya dirasakan klien dengan batu uretera:

P : Nyeri terasa di daerah punggung, pinggang bahkan uretera.

Q : Nyeri seperti di tusuk-tusuk

R : Nyeri akut, hilang timbul

S : Nyeri skala 4-5

T : nyeri bertambah saat beraktifitas, secara tiba-tiba saat miksi

7) Kebutuhan seksual dan reproduksi

· Adanya gangguan karena adanya penyebaran nyeri ke area paha dan genitalia.

8) Kebutuhan psikologi

· Ansietas karenakurang informasi.

30
9) Integritas ego

· Mengalami stress baik emosional maupun fisik

10) Kebutuhan social

· Hubungan pasien dengan keluarga, tetangga, tim medis, dan juga dengan pasien
lain

11) Kebutuhan spiritual

· Rutinitas dalam beribadah, kebutuhan akan rohaniawan.

d. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dengan palpasi pada penis di dapatkan adanya suatu kelainan akibat
fibrosis di uretra atau terbentuknya suatu fistula.

1) Keadaan umum : lemah

· Kesadaran : compos mentis

· Ekspresi wajah : wajah tampak meringis.

2) Pemeriksaan tanda-tanda vital

· Suhu : suhu tubuh subnormal (hipertermi)

· Nadi : frekuensi nadi subnormal (takikardi)

· RR : Frekuensi pernapasan normal

· TD : peningkatan TD (hipertensi)

3) Head to toes

· Leher : bentuk normal.

· Kepala : struktur wajah simetris dan tidak ada pembengkakan.

31
· Mata : visus normal, tidak ada gangguan pada konjungtiva, sklera, kornea,
dan pupil.

· Telinga : tidak ada gangguan pendengaran

· Hidung : tidak ada polip

· Mulut : radang pada bibir, gusi, lidah akibat dehidrasi yang dialami.

· Dada : Bentuk dada simetris, denyut jantung meningkat, tidak peningkatan


frekuensi pernapasan.

· Abdomen : Nyeri abdomen menjalar ke punggung dan pinggang

· Pemeriksaan anggota gerak (ekstermitas)

Ø Ekstremitas atas : tidak ada gangguan pada ekstremitas atas

Ø Ekstremitas bawah : sulit berjalan karena nyeri yang menyebar ke paha dan
genitalia.

e. Pengkajian Diagnostik (Nursalam : 2011)

1). Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap pelaksanaan pembedahan dan


untuk mengetahui adanya tanda-tanda infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur
urine.

2). Uroflowmetri

Pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urine.

3). Radiologi

Diagnosis pasti dibuat dengan uretrografi sehingga dapat melihat letak penyempitan dan
besarnya penyempitan uretra.

f. Pengkajian Penatalaksanaan medis

32
Tidak ada terapi medis untuk mengobati penyakit ini, tetapi untuk mengatasi masalah
ini dengan cara pembedahan seperti :

a. Pelebaran uletra baik secara uretrotomi internal atau pemasangan sten uretra.

b. Bedah rekonstruksi.

2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan efek mengejan pada saat miksi sekunder dan nyeri paska
bedah.

2. Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan.

3. Gangguan eliminasi berhubungan dengan retensi urine.

2.3 Intervensi Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan efek mengejan pada saat miksi sekunder dan nyeri paska
bedah.

Tujuan : nyeri berkurang/hilang atau beradaptasi

Kriteria hasil : - Secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.

- Skala nyeri 0-1 (0-4)

- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.

- Pasien tidak gelisah

INTERVENSI RASIONAL

Berguna dalam pengawasan


Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0
kefektifan obat, kemajuan
– 10).
penyembuhan.

Jelaskan dan bantu klien Pendekatan dengan menggunakan


dengan tindakan pereda nyeri non- relaksasi dan non-farmakologi

33
farmakologi dan non-invasif. lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi
nyeri.

Manajemen nyeri:
Lakukan manajemen nyeri: · Istirahat secara fisiologis dapat
· Istirahatkan pasien pada saat nyeri menurunkan kebutuhan oksigen.
muncul · Meningkatkan intake oksigen
· Ajarkan teknik relaksasi napas sehingga akan menurunkan nyeri
dalam saat nyeri muncul. sekunder.

· Ajarkan teknik distraksi pada saat· Distraksi (pengalihan perhatian)


nyeri. dapat menurunkan stimulus
internal.

Tingkatkan pengetahuan pasien Pengetahuan yang akan dirasakan


tentang penyebab nyeri membantu mengembangkan
danmenghubungkan berapa lama kepatuhan pasien terhadap nyeri
nyeri akan berlangsung. terapeutik

2. Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan.

Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan


kecemasan
Kriteria hasil : - menunjukkan rileks dan melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat
yang dapat ditangani.
- Menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat menerimanya.

34
INTERVENSI RASIONAL
Mengetahui sejauh mana tingkat

Kaji tingkat kecemasan kecemasan yang dirasakan oleh


klien sehingga memudahkan
dlam tindakan selanjutnya

Berikan dorongan dan berikan waktu Klien merasa ada yang

untuk mengungkapkan pikiran dan memperhatikan sehingga klien


dengarkan semua keluhannya. merasa aman dalam segala hal
tundakan yang diberikan
Klien memahami dan mengerti

Jelaskan semua prosedur dan tentang prosedur sehingga mau


pengobatan bekejasama dalam
perawatannya.
Bahwa segala tindakan yang
Berikan dorongan spiritual diberikan untuk proses
penyembuhan penyakitnya,
masih ada yang berkuasa
menyembuhkannya yaitu Tuhan
Yang Maha Esa.

3. Gangguan eliminasi berhubungan dengan retensi urine.

Tujuan : Dalam waktu 5x24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi klien.

Kriteria hasil : - Eliminasi urine tanpa ada keluhan subjektif seperti nyeri.

- Eliminasi urine tanpa menggunakan kateter.

- Paska bedah tanpa komplikasi.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji pola perkemihan dan catat Mengetahui pengaruh iritasi kandung


produksi urine tiap 6 jam. kemih dengan frekuensi miksi.

35
Monitor adanya keluhan subjektif Parameter penting dalam
pada saat melakukan eliminasi mengevaluasi intervensi yang telah
urine. dilaksanakan.

Kolaborasi : Intervensi bedah dilakukan untuk


mengatasi masalah gangguan
1. Pelebaran uretra, baik secara
eliminasi urine. Pemilihan jenis
uretromi internal atau pemasangan
pembedahan dilakukan sesuai derajat
sten uretra.
penyempitan dan tingkat tolerasi
2. Bedah rekonstruksi. individu.

Evaluasi paska intervensi pelebaran Kekambuhan batu uretra dari


uretra. intervensi pelebaran uretra adalah
komplikasi yang paling umum.
Meskipun jarang intervensi untuk
melebarkan uretra dapat
menyebabkan trauma uretra, kondisi
ini termasuk instrumen yang
dimasukkan melalui uretolium ke
dalam korpus spongiosum. Resiko ini
dapat diminimalisasi dengan teknik
hati-hati dan pilihan pelebaran yang
tepat untuk pasien.

2.4 . Evaluasi

1. Penurunan skala nyeri.

2. Penurunan tingkat kecemasan.

3. Gangguan pemenuhan eliminasi urine teratasi.

36
37
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat
yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam
air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Antomi system perkemihan terdiri dari :

1. Ginjal

2. Ureter

3. Kandung kemih

4. Uretra

Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju
lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria
memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan
kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 4 cm dan diameter lubangnya
adalah 6 mm. Selain itu, pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos
terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars
membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa
(distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).

Batu Uretra adalah batu yang terdapat disaluran uretra, umumnya merupakan batu
sekunder karena tidak terbentuk di uretra. Batu berasal dari saluran proksimal uretra, baik vesika
urinaria, ureter maupun ginjal yang kemudian turun sampai ke uretra. Batu primer jarang
terbentuk di uretra, kecuali terdapat divertikula di uretra.

38
3.2. SARAN

1. Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat
meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta upaya pencegahan
penyakit Batu Uretra agar terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.
2. Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang Batu Uretra lebih dalam sehingga
dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit Batu Uretra.
3. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan Batu
Uretra sehingga dapat meningkatkan pelayanan keperawatan yang baik.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah informasi tentang Batu Uretra serta dapat meningkatkan
kewaspadaan terhadap penyakit ini.

39
40

Anda mungkin juga menyukai