Anda di halaman 1dari 8

No.

ID dan Nama Peserta : Iqbal Hermanto


No. ID dan Nama Wahana : RSUD H.Padjonga Dg Ngalle Takalar
Topik : Tetanus
Tanggal (kasus) : 10 Oktober 2017
Nama Pasien : Sdr. H (37 tahun) No. RM : 253782
Tanggal Presentasi : 18 Januari 2018 Nama Pendamping :
Dr.Irmastuti,MARS
Tempat Presentasi : Ruang Rapat RSUD H.Padjonga Dg Ngalle Takalar
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan  Ketrampilan Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi Anak  Remaja Dewasa Lansia  Bumil
 Deskripsi : Laki – laki usia 37 tahun datang dengan keluhan kaku pada mulut dan tubuh
 Tujuan : Membahas penatalaksanaan tetanus pada dewasa
Bahan bahasan :  Tinjauan Pustaka  Riset Kasus  Audit
Cara membahas :  Diskusi Presentasi dan diskusi  Email  Pos
Data Pasien : Nama : Tn.H Nomor Registrasi: 253782
Nama: Iqbal Hermanto Telp: 082187222007 Terdaftar sejak:
17 Februari 2017
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
TETANUS  Pasien merasa tubuh kaku
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Sejak 1 hari SMRS pasien merasa seluruh tubuh menjadi kaku. Pasien juga mengeluh sulit
membuka mulut sehingga makan dan minum sulit masuk. Riwayat tertusuk paku pada
telapak kaki kiri 4 SMRS, tapi pasien tidak mendapat suntikan ATS. Riwayat imunisasi
tetanus sebelumnya tidak diketahui. Keluhan seperti ini sebelumnya tidak ada.

1
3. Riwayat Keluarga : Keluhan serupa pada anggota keluarga lain tidak ada.
4. Riwayat Pekerjaan : Petani
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik
Pasien saat ini berobat menggunakan KIS. Pasien bekerja sebagai petani dan istri pasien
sebagai ibu rumah tangga.
6. Lain-lain
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : CM, opistotonus (+),trismus (+),kejang muskular (+)
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 28 x/menit
Suhu : afebris

Status generalis
Kepala : deformitas (-)
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, trismus (+) 0,2 cm
Leher : kaku, KGB tidak teraba membesar
Paru : simetris saat statis dan dinamis, vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I-II normal, regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) N, NT (-), perut papan (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, terdapat bekas luka pada telapak kaki kiri

Pemeriksaan Laboratorium (10/10/2017)


Hb : 13,2 gr%
Leukosit : 7.300 mm3
Trombosit : 268.000 mm3
Hematokrit : 43,4%

2
Daftar Pustaka :
1. Andi B, Sofiati D. Kegawatdaruratan Neurologi. 2 ed. Bandung: Bagian Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung;
2009.
2. Adam R.D; Victor M. Principles of Neurology, 7th edition. McGraw-Hill International
Edition. Singapore. 2001.
Hasil Pembelajaran :
1. Menentukan diagnosis dan klasifikasi tetanus
2. Mengetahui mekanisme terjadinya tetanus
3. Mengatasi kegawatdaruratan pada pasien tetanus
4. Mengetahui pencegahan pada pasien tetanus

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio


1. Subyektif :
Sejak 1 hari SMRS pasien merasa seluruh tubuh menjadi kaku. Pasien
juga mengeluh sulit membuka mulut sehingga makan dan minum sulit masuk.
Riwayat tertusuk paku pada telapak kaki kiri 4 hari SMRS. tapi pasien tidak
mendapat suntikan ATS. Riwayat imunisasi tetanus sebelumnya tidak diketahui.
Tetanus adalah penyakit toksemik akut yg disebabkan eksotoksin
Clostridium tetani. Pada definisi lain yang dinyatakan oleh Sir William Gower,
tetanus adalah penyakit pada susunan saraf yg ditandai dengan spasme tonik
persisten disertai dengan serangan yang jelas dan keras.
Tetanus disebabkan oleh kuman Clostridium tetani yakni bakteri batang
gram positif, bersifat obligat anaerob ditemukan banyak pada tanah, usus serta
kotoran binatang. Port d’entry kuman ini dalah melalui luka terkontaminasi,
jaringan nekrosis, jaringan yang kurang vaskularisasi, akupuntur, tumor nekrotik,
lubang anting, pedikur, otitis media, suntikan intramuskuler, luka bakar, ulkus,
gangren, gigitan ular yg nekrosis, septic abortion. Masa inkubasi: 7-14 hari (1-2
hari sd 60 hari) dengan periode onset: 1-7 hari, pada tetanus fulminan: 1-2 jam.
Kuman vegetatif akan sangat baik berkembang biak pada suhu 37C dan pada

3
suasana anaerob akan berubah menjadi endospora yg nantinya akan menghasilkan
toksin.
Toksin yg dihasilkan ada 2 yakni tetanospasmin dan tetanolisin.
Tetanolisisn berperan dalam perusakan jaringan lokal di sekitar infeksi sehingga
mengoptimalisasi pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Tetanospamin berperan
dalam menghambat pelepasan GABA di junction sinaps saraf inhibisi.
Berkurangnya GABA akan mencegah inhibisis impuls saraf eksitasi secara terus
menerus, sehingga munculah gejala tetanus.
Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh toksin terhadap
system saraf pusat berupa gangguan terhadap inhibisi presinaps sehingga
menimbulkan generator of pathological enhanced excitation.

2. Objektif :
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien, ditemukan pasien sadar, namun terlihat
kesakitan. Terukur nadi delapan puluh kali per menit, dan respirasi dua puluh
delapan kali per menit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan trismus 0,2 cm pada
mulut, adanya opistotonus, leher kaku, perut papan, serta kejang muskular.
Gejala dan tanda yang bisa didapatkan pada pasien tetanus antara lain :
1) Spasme otot terjadi spontan maupun akibat stimulus rangsang raba, visual,
auditori atau emosional. Spasme otot dapat berupa :
a. Rigiditas pada abdomen menimbulkan perut papan.
b. Kontraksi otot wajah rhisus smile/sardonicus, kontraksi otot rahang,
wajah, dan kepala
c. Trismus atau lockjaw karena kontraksi otot masseter
d. Spasme otot menelan menyebabkan disfagia
e. Spasme otot batang tubuh menyebabkan munculnya opistotonus.
f. Otot ekstremitas terpengaruh terakhir kali, namun tidak melibatkan
otot tangan dan kaki.
2) Obstruksi laring akibat aspirasi yang disebabkan oleh spasme faring dan laring
3) Efek toksin pada jantung yang dapat menyebabkan miokarditis

4
4) Disotonomi, biasanya muncul beberapa hari setelah spasme dan menetap 1-2
minggu, ditandai dengan instabilitas yang kontras pada tekanan darah,
takikardia diselingi bradikaria, cardiac arrest atau asistol berulang, pirexia,
stasis gaster.

3. Assessment
Diagnosis tetanus dapat diamati dengan adanya gejala berupa kekakuan
seluruh tubuh dan tanda klinis yang meliputi rigiditas muskuler, kejang baik
dirangsang maupun spontan, perut papan, opsistotonus dan adanya trismus. Pada
pasien ini juga terdapat riwayat trauma kaki sebagai port d’entry masuknya kuman
Clostridium tetani.
Menurut Ablett’s, derajat penyakit tetanus dapat dibagi menjadi :
 Grade I : Trismus ringan dan sedang, tidak ada gangguan respirasi,
tidak ada kejang
 Grade II : Trismus sedang, rigiditas yang jelas, spasme ringan sampai
sedang yang berlangsung singkat, gangguan respirasi sedang, disfagi
ringan.
 Grade III : Trismus berat, spastisitas umum, kejang spontan dan
berlangsung lama, gangguan respirasi dengan takipneu lebih dari 40x/m,
kadang apneu, disfagi berat, takikardi biasanya lebih dari 120 x/mnt,
peningkatan aktifitas saraf otonom yang sedang dan menetap.
 Grade IV : Gangguan otonom yang sangat hebat disebut juga
autonomic storm yang melibatkan sistem kardiovaskuler termasuk
hipertensi berat dan takikardi yang silih berganti dengan hipotensi relatif
dan bradikardi.

Sedangkan Pattel dan Joag membagi penyakit tetanus ini dalam tingkatan dengan
berdasarkan gejala klinis yang dibaginya dalam 5 kriteria :
Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan kekakuan otot
tulang belakang
Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya

5
Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang
Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang
Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 37,6OC

Dengan berdasarkan 5 kriteria di atas, maka dibuatlah tingkatan penyakit tetanus


sebagai berikut :
Tingkat I : Ringan, minimal 1 kriteria ( K1 / K2 ) mortalitas 0 %
Tingkat II : Sedang, minimal 2 kriteria ( K1& K2) dengan masa
inkubasi lebih dari 7. Hari dan onset lebih dari 2 hari,
mortalitas 10 %
Tingkat III : Berat, minimal 3 kriteria dengan masa inkubasi kurang
dari 7 hari dan onset kurang dari 2 hari, mortalitas 32%
Tingkat IV : Sangat berat, minimal ada 4 kriteria dengan
mortalitas 60%
Tingkat V : Biasanya mortalitas 84 % dengan 5 kriteria, termasuk di
dalamnya adalah tetanus neonatorum maupun puerperium.

4. “Plan”:
Diagnosis : Tetanus Grade II
Pengobatan :
Terapi Umum
1. Disarankan dirawat di ruang intensif : tenang & minimal cahaya
(meminimalisasi stimulus) & monitoring ketat (fungsi vital dan tanda
aritimia)
2. Cairan infus D5 20 gtt/m : mencegah dehidrasi dan hipoglikemi
3. Debridement luka : jaringan nekrotik dan benda-benda asing harus
dihilangkan, abses diinsisi dan didrainase.
4. NGT untuk nutrisi
5. DC Catheter untuk monitor output

6
Terapi Khusus
 Anti Tetanus Serum
– Menetralisir tetanospasmin yang bebas
– dosis : 10.000 IU secara IM
 TT (tetanus toksoid)
– Merangsang dibentuknya antibodi terhadap eksotoksin kuman
– Dosis 0,5 cc IM (ST)
 Antibiotik  eliminasi sumber tetanospasmin
– DOC : Metronidazole 500 mg per 6 jam selama 10 – 14 hari
– Tetrasiklin 500 mg (spektrum luas)

 Pelemas Otot dan Sedatif : Benzodiazepin (Diazepam)


– Spasme ringan: 5-10 mg p.o tiap 4-6 jam
– Spasme sedang : 5-10 mg i.v
– Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, infuskan dengan
kecepatan 10-15 mg/jam.
 ß-adrenergik blocking agents
– Labetolol 0,25-1 mg/menit melalui infus i.v setelah dititrasi
– untuk mengontrol disfungsi otonom yang didominasi aktivitas
simpatis, yakni menurunkan tekanan darah tanpa memperberat
takikardi
 Intubasi endotrakeal atau trakeostomi pada tetanus berat (stadium III-IV)
untuk atasi gangguan napas.

Pencegahan
Semua luka harus dibersihkan dan debridemen sebaiknya dilakukan jika
perlu. Tetanus toxoid dapat diberikan jika riwayat booster terakhir > 10tahun. Jika
riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat diberikan. Jika riwayat imunisasi
terakhir > 10 tahun yang lalu, maka tetanus imunoglobulin harus diberikan,
keparahan luka bukan faktor penentu pemberian TIG.

7
Dosis TT pada anak usia  7 tahun: 0,5 ml IM , sedangkan pada anak usia
< 7 tahun: gunakan DPT sebagai pengganti TT, jika kontraindikasi pertusis
berikan DT 0,5 ml IM. Dosis TIG profilaksis dewasa 250-500 IU im kontralateral
pemberian TT sedangkan dosis anak 250 IU IM. Jenis luka yang rentan tetanus
adalah jika > 6 – 8 jam, kedalaman> 1cm, terkontaminasi,, bentuk iregular,
denervasi, iskemik, terinfeksi (purulen,jaringan nekrotik)

Pendidikan :
Keluarga pasien harus dijelaskan tentang kondisi pasien yang tidak stabil dan
membutuhkan penanganan gawat darurat. Selain itu keluarga pasien juga harus
diberitahu mengenai komplikasi gagal nafas yang sewaktu-waktu bisa terjadi
akibat tetanus.

Takalar, 18 Januari 2018

Peserta, Pendamping,

dr. Iqbal Hermanto dr. Irmastuti, MARS

Anda mungkin juga menyukai