Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Energi alternatif adalah istilah yang merujuk kepada semua energi yang dapat
digunakan yang bertujuan untuk menggantikan bahan bakar konvensional tanpa
akibat yang tidak diharapkan dari hal tersebut. Umumnya, istilah ini digunakan untuk
mengurangi penggunaan bahan bakar hidrokarbon yang mengakibatkan kerusakan
lingkungan akibat emisi karbon dioksida yang tinggi, yang berkontribusi besar
terhadap pemanasan global berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change.
Selama beberapa tahun, apa yang sebenarnya dimaksud sebagai energi alternatif telah
berubah akibat banyaknya pilihan energi yang bisa dipilih yang tujuan yang berbeda
dalam penggunaannya.
Istilah "alternatif" merujuk kepada suatu teknologi selain teknologi yang
digunakan pada bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi. Teknologi alternatif
yang digunakan untuk menghasilkan energi dengan mengatasi masalah dan tidak
menghasilkan masalah seperti penggunaan bahan bakar fosil. Oxford Dictionary
mendefinisikan energi alternatif sebagai energi yang digunakan bertujuan untuk
menghentikan penggunaan sumber daya alam atau pengrusakan lingkungan.
Banyak pendukung menunjukkan bahwa limbah minyak nabati adalah sumber
terbaik untuk menghasilkan minyak biodiesel. Namun, pasokan yang tersedia secara
drastis kurang dari jumlah bahan bakar berbasis minyak bumi yang dibakar untuk
transportasi dan pemanasan rumah di dunia.
Bahan bakar transportasi diperkirakan dan rumah menggunakan minyak
pemanas sekitar 230.000 juta gallon, limbah minyak nabati dan lemak hewan tidak
akan cukup untuk memenuhi permintaan. Sehingga diperkirakan produksi minyak
nabati untuk semua penggunaan adalah sekitar 33.000 juta pound (15.000.000 t) atau
4.500 juta US galon (17.000.000 m³)), dan produksi diperkirakan lemak hewan
adalah 12.000 juta pound (5.000.000 t). Untuk benar-benar sumber minyak
terbarukan, tanaman atau sumber cultivatable serupa akan harus dipertimbangkan
Tanaman memanfaatkan fotosintesis untuk mengubah energi matahari
menjadi energi kimia. Hal ini energi kimia yang menyimpan biodiesel dan dilepaskan
ketika dibakar. Oleh karena itu tanaman dapat menawarkan sumber minyak yang
berkelanjutan untuk produksi biodiesel. tanaman yang berbeda menghasilkan minyak
yang dapat digunakan pada tingkat yang berbeda. Beberapa studi telah menunjukkan
produksi tahunan sebagai berikut:
a. Kedelai: 40 sampai 50 US gal / acre (40 sampai 50 m³ / km ²)
b. Mustard: 140 US gal / acre (130 m³ / km ²)
c. Brassica napus: 110-145 US gal / acre (100-140 m³ / km ²)
d. Kelapa sawit: 650 US gal / acre (610 m³ / km ²)
e. Alga: 10.000 hingga 20.000 US gal / ha (10.000 hingga 20.000 m³ / km ²)

Produksi minyak panen ganggang untuk biodiesel belum dilakukan pada skala
komersial, tetapi studi kelayakan kerja telah dilakukan untuk sampai pada nomor di
atas. Khusus dibesarkan varietas sawi dapat menghasilkan cukup menghasilkan
minyak yang tinggi, dan memiliki manfaat tambahan bahwa sisa makanan setelah
minyak telah ditekan keluar dapat bertindak sebagai pestisida efektif dan
biodegradable. Ada penelitian yang sedang berlangsung dalam menemukan tanaman
lebih cocok dan meningkatkan produksi minyak. Menggunakan hasil saat ini,
sejumlah besar tanah harus dimasukkan ke dalam produksi untuk menghasilkan
minyak cukup untuk sepenuhnya menggantikan penggunaan bahan bakar fosil.
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang dihasilkan
dari sumber agriculural terbarukan. Biodiesel adalah salah satu ester metil atau etil
berasal dari minyak nabati, limbah minyak goreng atau lemak hewan melalui proses
yang disebut transesterifikasi. Di AS, minyak kedelai adalah minyak nabati utama
yang digunakan dalam memproduksi biodiesel, tetapi minyak dari tanaman seperti
kanola, bunga matahari, safflowers dan lain-lain dapat digunakan juga. Minyak ini
mengandung berbagai proporsi asam lemak yang mempengaruhi karakteristik
mereka, terutama kemampuan untuk mengalir di daerah beriklim dingin. Biodiesel
dapat digunakan dalam mesin diesel dengan sedikit modifikasi atau tidak.
Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati, sedangkan petroleum
diesel adalah hidrokarbon. Biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa
dengan petroleum diesel sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau
dicampur dengan petroleum diesel. Pencampuran 20 % biodiesel ke dalam petroleum
diesel menghasilkan produk bahan bakar tanpa mengubah sifat fisik secara nyata.
Produk ini di Amerika dikenal sebagai Diesel B-20 yang banyak digunakan untuk
bahan bakar bus.
Biodiesel adalah senyawa mono alkil ester yang diproduksi melalui reaksi
tranesterifikasi antara trigliserida (minyak nabati, seperti minyak sawit, minyak jarak
dll) dengan metanol menjadi metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa.
Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung oksigen.
Adanya oksigen pada biodiesel membedakannya dengan petroleum diesel (solar)
yang komponen utamanya hanya terdiri dari hidro karbon. Jadi komposisi biodiesel
dan petroleum diesel sangat berbeda
Energi yang dihasilkan oleh biodiesel relatif tidak berbeda dengan petroleum
diesel (128.000 BTU vs 130.000 BTU), sehingga engine torque dan tenaga kuda yang
dihasilkan juga sama. Walaupun kandungan kalori biodiesel serupa dengan petroleum
diesel, tetapi karena biodiesel mengandung oksigen, maka flash pointnya lebih tinggi
sehingga tidak mudah terbakar.
Biodiesel juga tidak menghasilkan uap yang membahayakan pada suhu
kamar, maka biodiesel lebih aman daripada petroleum diesel dalam penyimpanan dan
penggunaannya. Di samping itu, biodiesel tidak mengandung sulfur dan senyawa
bensen yang karsinogenik, sehingga biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih
bersih dan lebih mudah ditangani dibandingkan dengan petroleum diesel. Penggunaan
biodiesel juga dapat mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon total, partikel,
dan sulfur dioksida. Emisi nitrous oxide juga dapat dikurangi dengan penambahan
konverter katalitik.
Kelebihan lain dari segi lingkungan adalah tingkat toksisitasnya yang 10 kali
lebih rendah dibandingkan dengan garam dapur dan tingkat biodegradabilitinya sama
dengan glukosa, sehingga sangat cocok digunakan di perairan untuk bahan bakar
kapal/motor. Biodiesel tidak menambah efek rumah kaca seperti halnya petroleum
diesel karena karbon yang dihasilkan masih dalam siklus karbon.
Untuk penggunaan biodiesel pada dasarnya tidak perlu modifikasi pada mesin
diesel, bahkan biodiesel mempunyai efek pembersihan terhadap tangki bahan bakar,
injektor dan selang.
Biodiesel mempunyai beberapa keunggulan diantaranya adalah mudah
digunakan, limbahnya bersifat ramah lingkungan (biodegradable), tidak beracun,
bebas dari logam berat sulfur dan senyawa aromatik serta mempunyai nilai flash
point (titik nyala) yang lebih tinggi dari petroleum diesel sehingga lebih aman jika
disimpan dan digunakan.Secara teknis biodiesel yang berasal dari minyak nabati
dikenal sebagai VOME (Vegetable Oil Metil Ester) dan merupakan sumberdaya yang
dapat diperbaharui karena umumnya dapat diekstrak dari berbagai hasil produk
pertanian seperti minyak kacang kedelai, minyak kelapa, minyak bunga matahari
maupun minyak sawit.
Biodiesel tidak mudah terbakar, dan berbeda dengan diesel minyak bumi itu
adalah non-ledakan, dengan titik nyala 150 ° C selama biodiesel dibandingkan
dengan 64 ° C untuk solar. Tidak seperti solar, adalah biodegradable dan tidak
beracun, dan secara signifikan mengurangi emisi beracun dan lainnya ketika dibakar
sebagai bahan bakar. Kimia, itu adalah bahan bakar terdiri dari campuran mono-alkil
ester asam lemak rantai panjang. Bentuk yang paling umum menggunakan metanol
untuk menghasilkan ester metil, meskipun etanol dapat digunakan untuk
menghasilkan biodiesel etil ester. Sebuah proses produksi transesterifikasi lipid
digunakan untuk mengubah minyak dasar untuk ester yang diinginkan dan
membuang asam lemak bebas. Sebuah hasil sampingan dari proses produksi gliserol.
Saat ini, biodiesel lebih mahal untuk menghasilkan dari diesel minyak bumi,
yang tampaknya menjadi faktor utama menjaga dari yang digunakan lebih luas.
produksi di seluruh dunia kini minyak nabati dan lemak hewan tidak cukup untuk
menggantikan penggunaan bahan bakar fosil cair. Beberapa kelompok lingkungan,
terutama NRDC (Natural Resources Defense Council), objek dengan jumlah besar
pertanian dan di atas hasil-pemupukan, penggunaan pestisida, dan konversi lahan
yang akan dibutuhkan untuk menghasilkan minyak nabati tambahan.

2.1 PROSES PEMBUATAN METIL ESTER


Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam lemak,
diantaranya yaitu:
a. Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih rendah
dibandingkan dengan asam lemak;
b. Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil ester
dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah, oleh karena itu proses pembuatan
metil ester menggunakan peralatan yang terbuat dari karbon steel, sedangkan
asam lemak bersifat korosif sehingga membutuhkan peralatan stainless steel yang
kuat
c. Lebih banyak menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin
melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat gliserin,
sedangkan asam lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan gliserin yang
masih mengandung air lebih dari 80%, sehingga membutuhkan energi yang lebih
banyak
d. Metil ester lebih mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan lebih
stabil terhadap panas
e. Dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida dengan
kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang menghasilkan
amida dengan kemurnian hanya 65-70%
f. Metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat kimianya
lebih stabil dan non korosif. Metil ester dihasilkan melalui reaksi kimia
esterifikasi dan transesterifikasi.
ESTERIFIKASI
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok
adalah zat berkarakter asam kuat, dan karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik
atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih
dalam praktek industrial (Soerawidjaja,2006). Untuk mendorong agar reaksi bisa
berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling
tinggi 120° C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat
berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk
ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak.
Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan
metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya
dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi esterifikasi dari asam
lemak menjadi metil ester adalah :

RCOOH + CH3OH  RCOOH3 + H2O


Asam Lemak Metanol Metil Ester Air

Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar


asam lemak bebas tinggi (berangka-asam P 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam
lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti
dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke
tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus
disingkirkan terlebih dahulu.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain :
a. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar
sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi
sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan
menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
b. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi
dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi
sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :

k = A e(-Ea/RT)

dimana T = Suhu absolut ( ºC)


R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)
E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
A= Faktor tumbukan (t-1)
k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)

Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan
reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat larutan
minyak katalismetanol merupakan larutan yang immiscible.
c. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada
reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi
katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi (Mc Ketta,
1978).
d. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang
dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka
harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin
besar.

Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak


nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti methanol atau etanol
(pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel menggunakan metanol)
menghasilkan metal ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters / FAME) atau
biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis yang digunakan
pada proses transeterifikasi adalah basa/alkali, biasanya digunakan natrium
hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH).
Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan
alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metil ester asam lemak
(FAME) dan air. Katalis yang digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam,
biasanya asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4). Berdasarkan kandungan FFA
dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan
menjadi 2 yaitu :
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan kandungan
FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam ( umumnya menggunakan asam sulfat) untuk
minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan transesterifikasi
dengan katalis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah
secara keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari metil
ester, pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan methanol, pencucian dan
pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi dan
pemisahan metanol) dan pemurnian metanol tak bereaksi secara destilasi/rectification.
Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati
mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung
ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis
membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat
menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi
selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan
untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA
dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk
mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester.

TRANSESTERIFIKASI
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol.
Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat
sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena
harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut
metanolisis).

Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester metil
asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME). Transesterifikasi juga
menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang
dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat (Mittlebatch,2004).
Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa,
karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. Produksi biodiesel dari tumbuhan yang
umum dilaksanakan yaitu melalui proses yang disebut dengan transesterifikasi.
Transesterifikasi yaitu proses kimiawi yang mempertukarkan grup alkoksi pada
senyawa ester dengan alkohol. Untuk mempercepat reaksi ini diperlukan bantuan
katalisator berupa asam atau basa.
Pada tanaman penghasil minyak, cukup banyak terkandung asam lemak.
Secara kimiawi, asam lemak ini merupakan senyawa gliserida. Pada proses
transesterifikasi senyawa gliserida ini dipecah menjadi monomer senyawa ester dan
gliserol, dengan penambahan alkohol dalam jumlah yang banyak dan bantuan
katalisator. Senyawa ester, pada tingkat (grade) tertentu inilah yang menjadi
biodiesel. Dalam proses transesterifikasi untuk produksi biodiesel dari tumbuhan,
biasanya digunakan asam sulfat (H2SO4) sebagai katalisator reaksi kimianya.
Selain proses transesterifikasi, dalam produksi biodiesel juga melalui tahapan:
pengempaan jaringan tanaman (misalnya biji) menghasilkan minyak mentah;
pemisahan (separator) fase ester dan gliserin; serta pemurnian/pencucian senyawa
ester untuk menghasilkan grade bahan bakar (biodiesel).
Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai
berikut:

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-
asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
a) Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b) Memisahkan gliserol
c) Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)
Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam lemak,
diantaranya yaitu:
1. Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih rendah
dibandingkan dengan asam lemak
2. Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil ester
dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah, oleh karena itu proses pembuatan
metil ester menggunakan peralatan yang terbuat dari karbon steel, sedangkan
asam lemak bersifat korosif sehingga membutuhkan peralatan stainless steel yang
kuat
3. Lebih banyak menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin
melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat gliserin,
sedangkan asam lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan gliserin yang
masih mengandung air lebih dari 80%, sehingga membutuhkan energi yang lebih
banyak
4. Metil ester lebih mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan lebih
stabil terhadap panas
5. Dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida dengan
kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang menghasilkan
amida dengan kemurnian hanya 65-70%
6. Metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat kimianya
lebih stabil dan non korosif. Metil ester dihasilkan melalui reaksi kimia
esterifikasi dan transesterifikasi.
Transesterifikasi pada dasarnya terdiri atas 4 tahapan, yakni:
1. Pencampuran katalis alkalin (umumnya sodium hidroksida atau potassium
hidroksida) dengan alkohol (umumnya methanol). Konsentrasi alkalin yang
digunakan bervariasi antara 0.5 - 1 wt% terhadap massa minyak. Sedangkan
alkohol diset pada rasio molar antara alkohol terhadap minyak sebesar 9:1.
2. Pencampuran alkohol+alkalin dengan minyak di dalam wadah yang dijaga pada
temperatur tertentu (sekitar 40 - 60oC) dan dilengkapi dengan pengaduk (baik
magnetik ataupun motor elektrik) dengan kecepatan konstan (umumnya pada 600
rpm - putaran per-menit). Keberadaan pengaduk sangat penting untuk
memastikan terjadinya reaksi methanolisis secara menyeluruh di dalam
campuran. Reaksi methanolisis ini dilakukan sekitar 1 - 2 jam.
3. Setelah reaksi methanolisis berhenti, campuran didiamkan dan perbedaan
densitas senyawa di dalam campuran akan mengakibatkan separasi antara metil
ester dan gliserol. Metil ester dipisahkan dari gliserol dengan teknik separasi
gravitasi.
4. Metil ester yang notabene biodiesel tersebut kemudian dibersihkan menggunakan
air distilat untuk memisahkan zat-zat pengotor seperti methanol, sisa katalis
alkalin, gliserol, dan sabun-sabun (soaps). Lebih tingginya densitas air
dibandingkan dengan metil ester menyebabkan prinsip separasi gravitasi berlaku:
air berposisi di bagian bawah sedangkan metil ester di bagian atas.

Transesterifikasi Tanpa Katalis


Melakukan proses transesterifikasi pada minyak kedelai (soybean oil)
menggunakan methanol superkritik dan co-solvent CO2. Tidak adanya katalis pada
proses ini memberikan keuntungan tidak diperlukannya proses purifikasi metil ester
terhadap katalis yang biasanya terikut pada produk proses transesterifikasi
konvensional menggunakan katalis asam/basa. Perbaikan pada proses transesterifikasi
menggunakan methanol superkritik dengan menambahkan co-solvent CO2 yang
berfungsi untuk menurunkan tekanan dan temperatur operasi proses transesterifikasi.
Hal ini berkorelasi langsung pada lebih rendahnya energi yang diperlukan dalam
proses transesterifikasi menggunakan methanol superkritik. Namun demikian,
temperatur yang terlibat dalam proses yang dilakukan masih cukup tinggi, yakni
sekitar 280oC.

ALKOHOLISIS
Alkoholisis trigliserida dengan alkohol fraksi ringan seperti methanol
merupakan reaksi seimbang dan kalor reaksinya seimbang dan kalor reaksinya kecil.
Untuk menggeser reaksi ke kanan biasanya menggunakan alkohol berlebihan. Dalam
penelitian ini, methanol diberikan berlebihan dibanding gliserida maka reaksi yang
terjadi bisa dianggap reaksi searah.(Hui, 1996)
Trigliserida terdapat dalam minyak, setelah dialkoholisis akan diperoleh
gliserol dan ester. Untuk mempercepat reaksi dapat digunakan katalisator berupa
asam, basa, atau penukar ion. (Swern,1964)
Mekanisme reaksinya sebagai berikut :
RCOOCH2 CH2OH

RCOOCH + 3 CH3OH 3 RCOOCH2 + CHOH

RCOOCH2 CH2OH
trygliseride methanol metil ester gliserol

dimana R adalah gugus alkyl

Proses alkoholisis dapat dijalankan secara batch maupun sinambung, dimana


pada proses batch menggunakan labu leher tiga atau autoclave. Selain itu dalam
autoclave proses dapat berjalan pada suhu tinggi dalam fase cair, sehingga akan bisa
berlangsung lebih cepat.
Proses sinambung dilaksanakan dalam reaktor kolom tegak dengan alat
pencampur yang berupa pengaduk atau gas inert. Proses ini lebih sulit dikarenakan
perlu bahan baku yang lebih banyak dan waktu yang lebih panjang.
Untuk meningkatkan produk terdapat beberapa faktor yang sangat
mempengaruhi antara lain :
1. Waktu reaksi, makin panjang waktu reaksi, maka kesempatan zat – zat bereakasi
makin banyak, sehingga konversi semakin besar. Jika keseimbangan reaksi telah
tercapai bertambahnya waktu reaksi tidak akan memperbesar hasil.
2. Konsentrasi, kecepatan reaksi sebanding dengan konsentrasi reaktan (Groggin,
1958). Makin tinggi konsentrasi reaktan, makin banyak kesempatan molekul
untuk saling bertumbukan sehingga semaki tinggi pula kecepatan reaksinya.
3. Katalisator, katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan cara menurunkan
energi aktivasi reaksi, namun tidak mempengaruhi letak keseimbangan.
4. Suhu, semakin tinggi suhu, kecepatan reaksi makin meningkat. Pada proses
alkoholisis pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi dipengaruhi oleh katalisator
yang dipakai.
5. Pengadukan, agar reaksi berjalan denagn baik diperlukan pencampuran sebaik-
baiknya dengan cara pengadukan. Pencampuran yang baik dapat menurunkan
tahanan perpindahan massa. Untuk reaksi heterogen dengan berkurangnya
tahanan perpindahan massa makin banyak molekul – molekul reaktan yang dapat
mencapai fase reaksi, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi.
6. Perbandingan pereaksi. Reaksi alkoholisis pada umumnya memerlukan alkohol
yang berlebihan agar reaksi berjalan sempurna.

2.2 KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR MINYAK


Karakteristik bahan bakar minyak yang akan dipakai pada suatu penggunaan
tertentu untuk mesin atau peralatan lainnya perlu diketahui terlebih dahulu, agar hasil
pembakaran dapat tercapai secara optimal.
Secara umum, karakteristik bahan baker minyak khususnya minyak solar yang
perlu diketahui adalah sebagai berikut :
a. Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat jenis adalah suatu angka yang menyatakan perbandingan berat bahan bakar
minyak pada temperatur tertentu terhadap air pada volume dan temperatur yang
sama. Bahan bakar minyak umumnya mempunyai specific gravity antara 0,74 –
0,96, dengan kata lain bahan baker minyak lebih ringan dari pada air.
b. Viskositas
Viskositas adalah suatu angka yang menyatakan besarnya hambatan dari suatu
bahan cair untuk mengalir, atau ukuran besarnya tahanan geser dari bahan cair.
Makin tinggi viskositas minyak, akan makin kental dan makin sulit mengalir,
begitu juga sebaliknya. Viskositas bahan bakar minyak sangat penting artinya,
terutama bagi mesin – mesin diesel maupun ketel uap, karena viskositas minyak
sangat bekaitan dengan supplay konsumsi bahan bakar kedalam ruang bakar dan
juga sangat berpengaruh terhadap kesempurnaan proses pengkabutan bahan
bakar malalui injector.
c. Titik Tuang
Titik tuang adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah dari bahan bakar
minyak sehingga minyak tersebut masih dapat mengalir karena gaya gravitasi.
Titik tuang ini diperlukan sehubungan dengan adanya persyaratan praktis dari
prosedur penimbunan dan pemakaian dari bahan bakar minyak. Hal ini
dikarenakan bahan baker minyak seringkali sulit untuk dipompa apabila suhunya
telah dibawah titik tuangnya.
d. Titik nyala
Titik nyala adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah dari bahan bakar
minyak dimana akan timbul penyalaan api sesaat, apabila pada permukaan
minyak tersebut didekatkan pada nyala api. Titik nyala diperlukan sehubungan
dengan pertimbangan – pertimbangan mengenai keamanan dari penimbunan
minyak dan pengangkutan bahan baker minyak terhadap bahaya kebakaran.

Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di


Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja
dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya
penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan kendaraan yang
menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.

Anda mungkin juga menyukai