PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Madu
Gambar 1. Madu
Madu adalah bahan pangan manis dan kental yang berwarna emas sampai coklat gelap
dengan kandungan gula yang tinggi serta rendah lemak. Madu diproduksi sebagai cadangan
makanan oleh lebah madu dengan jalan inversi enzimatis nektar bunga (White, 1978:286).
Madu sudah dikenal sebagai obat sejak ribuan tahun yang lalu. Bogdanov dkk (2008:677)
menyatakan bahwa sekitar tahun 2000 SM, madu sudah digunakan sebagai salep dan obat
injeksi. Sarwono (2001:78) melaporkan bahwa salah satu fungsi madu adalah sebagai
antibiotik. Selain itu tekanan osmotik pada madu meningkatkan ketahanannya dari
mikroorganisme yang dapat merusak struktur madu, sehingga madu dapat diimpan dalam
waktu yang lama.
Madu murni menurut Farmakope Indonesia adalah madu yang diperoleh dari sarang
lebah madu Apis mellifera dan spesies lainnya yang telah dimurnikan dengan pemanasan
sampai 70°C. Setelah dingin kotoran yang mengapung disaring. Selanjutnya, madu dapat
ditambah dengan air secukupnya untuk pengenceran sehingga bobot madu per ml memenuhi
persyaratan yang telah dibakukan. (Sarwono, 2001).
Madu tersusun atas beberapa molekul gula seperti glukosa dan fruktosa serta sejumlah
mineral seperti magnesium, kalium, potasium, sodium, klorin, sulfur, besi, dan fosfat. Madu
juga mengandung vitamin B1, B2, C, B3, dan B6 yang komposisinya berubah-ubah sesuai
dengan kualitas madu bunga dan serbuk sari yang dikonsumsi lebah. Disamping itu, didalam
madu terdapat pula tembaga, yodium, dan seng dalam jumlah yang kecil, juga beberapa jenis
hormone (Sarwono, 2001).
3
Di Indonesia, kualitas madu ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
nomor 01-3543-2004 seperti yang tercantum pada Tabel.1. Dimana standar tersebut
merupakan kriteria dari mutu madu yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional
(BSN) dan merupakan hasil inversi dari SNI tentang syarat mutu madu tahun 1994.
Tabel 1. Syarat Mutu Madu
6
disebut fotosintesis dan glukosa yang terbentuk terus digunakan untuk pembentukan amilum
atau selulosa.
Semakin lama penyimpanan madu dapat menyebabkan penurunan aktivitas enzim diastase
atau enzim diastase menjadi tidak aktif. Enzim diastase adalah enzim yang mengubah
karbohidrat kompleks (polisakarida) menjadi karbohidrat yang sederhana (monosakarida)
(Suranto, 2004). Enzim diastase ditambahkan oleh lebah pada saat pematangan madu. Enzim
ini hanya terdapat pada madu yang baru dipanen atau madu murni tanpa pengolahan. Aktivitas
enzim diastase dapat digunakan sebagai indikator untuk mendeteksi perlakuan panas pada
madu. Enzim merupakan protein, dan hanya aktif pada keadaan tertentu. Enzim akan cepat
rusak apabila kondisi terlalu asam, terlalu basa, terkena panas atau logam berat (Achmadi,
1991). Pemanasan pada suhu diatas 40°C menyebabkan aktivitas enzim diastase menurun
bahkan pada suhu tinggi menyebabkan enzim tersebut menjadi tidak aktif dan semakin lama
penyimpanan dapat menyebabkan enzim tersebut menjadi tidak aktif.
Tabel 2. Aktivitas Enzim Diastase
7
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat
Neraca analitik
Pipet ukur
Penangas air
Tabung reaksi
3.2 Bahan
Madu As-Salam
Larutan pati 1%
Larutan I-KI dan aquades
3.3 Prosedur Kerja
Dimasukkan 1 g sampel madu ke dalam tabung reaksi dan dilarutkan dengan 4 mL
akuades. Dicampurkan dengan 10 mL larutan pati 1%, dipanaskan pada penangas air 40oC
selama 1 jam. Ditambahkan beberapa tetes larutan I-KI, kemudian diamati perubahan warna
yang terjadi selama beberapa menit, jika intensitas warna biru semakin terlihat terang
(berkurang), maka sampel positif terdapat aktivitas enzim diastase. Jika belum ada perubahan
simpan hasil percobaan tersebut selama beberapa jam dan diamati kembali.
8
BAB IV
HASIL DAN DISKUSI
9
merupakan suhu optimum dari enzim untuk mengkatalisis proses hidrolisa pati. Dengan
rekasinya digambarkan sebagai berikut:
10
d. Pengaruh pH. Struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya, enzim memiliki
muatan ganda (zwitter ion)
e. Pengaruh inhibitor. Dapat berupa hambatan yang disebabkan oleh terjadinya estruksi atau
modifikasi pada struktur enzim.
Dengan mengukur aktifitas enzim diastase pada madu, diharapkan menjadi salah satu
indikator untuk mengetahui kualitas madu karena madu bisa saja mengalami proses
pemanasan untuk meningkatakan viskositas dan mengurangi kadar airnya (Winarno,1982).
Semakin tinggi aktifitas enzim diastase, maka akan semakin cepat hilangnya warna biru pada
pati. Aktifitas enzim diastase yang sangat tinggi pada madu menunjukan kualitas madu yang
sangat baik. Kualitas madu ditentukan oleh beberapa hal diantaranya waktu pemanenan madu,
kadar air, warna madu, rasa dan aroma madu. Selain itu kadar air juga berpengaruh terhadap
kualitas madu, madu yang baik adalah yang kualitas air nya 17-21 % (Sihombing, 1997).
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, analisa kualitatif aktifitas enzim
diastase pada sampel madu As-Salam menunjukan hasil yang positif. Artinya terdapat enzim
diastase pada produk tersebut atau sampel madu memiliki aktifitas enzim seperti yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan dengan berkurangnya intensitas perubahan warna antara
kompleks indikator dengan substrat sampai berwarna kuning kecoklatan kembali dengan
waktu 2 menit.
Untuk memastikan ada tidaknya aktifitas enzim diastase pada produk madu tersebut
harus dilakukan uji aktifitas enzim diastase secara kuantitatif misalnya dengan melakukan
pembacaan absorbansi secara spektrofotometri yang diplotkan ke dalam kurva dengan
perbandingan waktu untuk memperoleh nilai diastase dari enzim tersebut (DN). Di Indonesia,
kualitas madu ditentukan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-3545-2004 (Tabel
1), dimana untuk nilai diastase sendiri SNI telah menetapkan produk madu yang baik memiliki
nilai diastase enzim diatas 3. Namun karena pengujian kali ini tidak dilakukan secara
kuantitatif maka tidak dapat dipastikan apakah produk madu tersebut sesuai standar atau tidak.
11
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa, enzim
diastase pada madu dapat dijadikan salah satu parameter kualitas produk madu dan pada
sampel madu As-Salam positif terdapat kandungan enzim diastase di dalamnya. Hal ini di
tunjukan oleh kemampuannya dalam menghidrolisis pati dalam waktu 20 menit dengan suhu
40oC.
12
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, S., 1991, Analisis Kimia Produk Lebah Madu dan Pelatihan Staf Laboratorium Pusat
Perlebahan Nasional Parung Panjang, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan,
Institut Pertanian Bogor.
Black, J. 2006. Honey bee nutrition: Review of research and practices. Australian
Government Rural Industries Research and Development Corporation, Kingston.
Bogdanov, S., dkk. 2008. Honey for nutrition and health: a review. Journal of the American
College of Nutrition.
Jull, A., N. dkk. 2008. Randomized clinical trial of honey-impregnated dressings for venous
leg ulcers. British Journal of Surgery.
Kartini, A.A.S. 1986. Komposisi kimia biologi jenis madu Indonesia. Prosiding Lokakarya
Pembudidayaan Lebah Madu Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Perum Perhutani,
Jakarta.
Kuntadi. 2008. Perkembangan koloni Apis mellifera L. yang diberi tiga macam serbuk sari
buatan berbasis tepung kedelai (The colony development of Apis mellifera L. fed on
three formulas of soybean-based Pollen Substitute). Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam.
Lukasova, dkk. 2011. Nicotinic acid (niacin): new lipid-independent mechanisms of action
and therapeutic potentials. Cell Press.
Nemoseck, dkk. 2011. Honey promotes lower weight gain, adiposity, and triglycerides than
sucrose in rats. Nutrition Research.
13
Ricardo, dkk. 2001. Effect of flavonoids Morin, Quercetin, and Nicotinic acid on lipid
metabolism of rats experimentally fed with triton. Brazilian Archieve of Biology
and Technology.
Sarwono, B. 2001. Lebah madu: kiat mengatasi masalah praklinis. Agro Media Pustaka,
Jakarta.
Sihombing,D. 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press.
Sjamsuridzal, dkk. 2011. Pembuatan pollen substitute sebagai pakan lebah madu
menggunakan mikroorganisme dan bahan lokal. Laporan Akhir Hibah Kompetitif
Penelitian Strategis Nasional. FMIPA UI, Depok.
Suranto, A., 2004, Khasiat dan Manfaat Madu Herbal, Argo Media Pustaka, Jakarta.
Yaghoobi, dkk. 2008. Natural Honey and Cardiovascular Risk Factors; Effects on Blood
Glucose, Cholesterol, Triacylglycerole, CRP, and Body Weight Compared with
Sucrose. The Scientific World Journal.
14
LAMPIRAN
15