Pengujian ini dilakukan untuk mengidentifikasi zat warna golongan I, II, III,
dan IV beserta jenisnya yang terdapat pada serat kapas.
2) Teori Dasar
a) Serat Selulosa
Komposisi selulosa murni diketahui sebagai suatu zat yang terdiri dari
unitunit anhidro-β-glukosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n, dimana n merupakan
derajat polimerisasi yang tergantung dari besarnya molekul. Hubungan antara
selulosa dan glukosa telah lama dikenal yaitu pada peristiwa hidrolisa selulosa
oleh asam sulfat dan asam klorida encer, yang menghasilkan suatu hasil akhir
yang memiliki bentuk glukosa. Hal ini membuktikan bahwa selulosa terbentuk dari
susunan cincin glukosa.
Struktur kimia dari selulosa adalah seperti pada Gambar 2.1 berikut:
Warna kapas pada umumnya sedikit krem. Beberapa kapas yang seratnya
panjang, warnanya lebih krem dari pada jenis kapas yang serat-seratnya lebih
pendek. Warna krem ini disebabkan oleh pengaruh sampelaca yang lama, debu
atau kotoran. Tumbuhnya jamur pada kapas sebelum pemetikan menyebabkan
warna putih kebiru-biruan yang tidak bias dihilangkan dalam pengelantangan.
(2) Kekuatan
(3) Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi di antara serat-serat selulosa
alam yang lainnya. Mulur serat kapas berkisar antara 4 – 13% tergantung dari jenis
serat kapasnya dan rata-rata mulurnya adalah 7%.
Serat kapas memiliki afinitas yang besar terhadap air, dan air memiliki
pengaruh yang nyata pada sifat-sifat serat. Serat kapas yang sangat kering
bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah. Moisture Regain (MR) serat kapas
bervariasi sesuai dengan perubahan kelembaban relatif tertentu. MR kapas pada
kondisi standar berkisar antara 7 – 8,5%.
Alkali mempunyai pengaruh pada kapas. Alkali kuat pada suhu rendah
akan menggelembungkan serat kapas seperti yang terjadi pada proses
merserisasi, sedangkan pada suhu didih air dan dengan adanya oksigen dalam
udara akan menyebabkan terjadinya oksiselulosa.
Zat warna yang ada mungkin digunakan untuk mencelup serat selulosa
adalah: zat warna direk, asam, basa, direk dengan penyempurnaan resin,
belerang, bejana, anilin, direk dengan pengerjaan iring, naftol, pigmen dan zat
warna reaktif.
Pengujian zat warna pada serat kapas dan rayon dilakukan dengan cara
yang sama. Identifikasi zat warna pada selulosa digolongkan menjadi empat
golongan dan cara pengujian dilakukan berturut-turut. Zat warna yang
dipakai untuk mencelup serat selulosa dapat digolongkan sebagai berikut.
i) Golongan I
Zat warna golongan I merupakan zat warna yang luntur dalam larutan
amonia atau asam asetat encer mendidih. Zat warna yang termasuk golongan ini
adalah zat warna direk, zat warna asam, zat warna basa, dan zat warna direk
dengan resin.
Zat warna direk bersifat larut dalam air, sehingga dapat langsung dipakai
dalam pencelupan serat selulosa seperti katun, rayon dan rami. Zat warna direk
relatif murah harganya dan mudah pemakaiannya, tetapi warnanya kurang cerah
dan tahan luntur hasil celupannya kurang baik.
Zat warna Direk mempunyai daya afinitas yang besar tehadap serat
selulosa, beberapa zat warna direk dapat mencelup serat binatang berdasarkan
ikatan hidrogen. Kebanyakan zat warna direk merupakan senyawa azo yang
disulfonasi.
Contoh struktur zat warna direk dapat dilihat pada gambar 2.5
Zat warna asam adalah zat warna yang dalam pemakaiannya memerlukan
bantuan asam mineral atau asam organik untuk membantu penyerapan, atau zat
warna yang merupakan garam natrium asam organik dimana anionnya
merupakan komponen yang berwarna. Zat warna asam banyak digunakan
untuk mencelup serat protein dan poliamida. Beberapa di antaranya
mempunyai susunan kimia seperti zat warna direk sehingga dapat mewarnai
serat selulosa.
Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air.
Pada umumnya zat warna asam mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan
sinar yang baik. Sifat ketahanan tersebut sangat dipengaruhi oleh berat molekul dan
konfigurasinya.
Contoh struktur zat warna asam dapat dilihat pada gambar 2.6
Zat warna basa dikenal juga sebagai zat warna Mauvin, terutama dipakai
untuk mencelup serat protein seperti wol dan sutera. Zat warna ini tidak mempunyai
afinitas terhadap selulosa, akan tetapi dengan pengerjaan pendahuluan
(mordanting) memakai asam tanin, dapat juga mencelup serat selulosa. Zat
warna basa yang telah dimodifikasi sangat sesuai untuk mencelup serat poliakrilat
dengan sifat ketahanan yang cukup baik.
Zat warna basa termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Sifat
utama dari zat warna basa adalah ketahanan sinarnya yang jelek. Ketahanan
cuci pada umumnya juga kurang baik beberapa di antaranya mempunyai
ketahanan cuci sedang. Warnanya sangat cerah dan intensitas warnanya sangat
tinggi. Zat warna basa di dalam larutan celup akan terionisasi dan bagian yang
berwarna bermuatan positif. Oleh karena itu zat warna basa disebut juga zat warna
kationik.
Contoh struktur zat warna basa dapat dilihat pada gambar 2.2.3.
ii) Golongan II
Zat warna golongan II merupakan zat warna yang berubah warnanya karena
reduksi dengan atrium hidrosulfit dalam suasana alkali dan warna kembali ke
warna semula oleh oksidasi dengan udara. Zat warna yang termasuk golongan ini
adalah zat warna bejana, zat warna belerang, zat warna bejana-belerang dan
oksidasi.
Zat warna bejana tidak larut dalam air, oleh karena itu dalam
pencelupannya harus dirubah menjadi bentuk leuko yang larut. Senyawa leuko
tersebut memiliki substantivitas terhadap selulosa sehingga dapat
tercelup. Adanya oksidator atau oksigen dari udara, bentuk leuko yang
tercelup dalam serat tersebut akan teroksidasi kembali ke bentuk semula yaitu
pigmen zat warna bejana. Senyawa leuko zat warna bejana golongan indigoida
larut dalam alkali lemah sedangkan golongan antrakwinon hanya larut dalam
alkali kuat dan hanya sedikit berubah warnanya dalam larutan hipiklorit. Umunya
zat warna turunan tioindigo dan karbasol warna hampir hilang dalam uji
hipoklorit dan di dalam larutan pereduksi warnanya menjadi kuning.
Ikatan zat warna bejana dengan serat antara lain ikatan hidrogen dan
ikatan sekunder seperti gaya-gaya Van Der Wall. Tetapi karena bersifat hidrofob
maka ketahanan cucinya lebih tinggi daripada zat warna yang berikatan ionik
dengan serat.
Zat warna bejana larut adalah leuco zat warna bejana yang distabilkan
dalam suasana alkali, sehingga dalam pemakaiannya lebih mudah karena larut
dalam air dan tidak memerlukan proses pembejanaan.
Zat warna bejana yang berasal dari zat warna bejana jenis indigo dikenal
dengan nama dagang indigosol sedang yang berasal dari zat warna bejana jenis
antrakuinon dikenal dengan nama dagang antraso.
Zat warna bejana yang dirubah menjadi zat warna bejana larut umumnya
adalah zat warna bejana jenis IK yang molekulnya relatif kecil, sehingga afinitas
zat warna bejana larut relatif kecil tetapi pencelupannya mudah rata dan tahan
luntur warna terhadap pencuciannya tinggi karena pada akhir proses
pencelupannya zat warna bejana larut dirubah kembali menjadi zat warna bejana
yang tidak larut.
Zat warna bejana larut harganya sangat mahal sehingga hanya digunakan
untuk pencelupan bahan katun kualitas tinggi. Selain untuk mewarnai katun, zat
warna bejana larut juga digunakan terutama untuk pencelupan sutra atau wol.
Sifat-sifat umum :
Termasuk zat warna yang tidak larut dalam air, warnanya terbatas dan
suram, tetapi ketahanan lunturnya tinggi kecuali terhadap khlor (kaporit). Harganya
relatf murah, dan warna yang paling banyak digunakan adalah warna hitam. Zat
warna belerang banyak digunakan untuk pencelupan serat kapas kualitas
menengah kebawah.
Zat warna belerang adalah zat warna yang mengandung unsur belerang
sebagai kromofor. Struktur molekulnya merupakan molekul yang kompleks dan
tidak larut dalam air oleh karena itu dalam pencelupannya diperlukan reduktor
natrium sulfide dan soda abu untuk melarutkannya. Untuk membentuk zat warna
maka perlu proses oksidasi baik dengan udara maupun dengan bantuan oksidator-
oksidator lainnya.
Contoh struktur zat warna belerang dapat dilihat pada gambar 2.9:
Zat warna golongan III merupakan zat warna yang rusak oleh reduksi
dengan atrium hidrosulfit dalam suasana alkali dan larutan ekstraksinya dalam
amonia atau asam asetat tidak dapat mencelup kembali kain kapas putih. Zat
warna yang termasuk golongan ini adalah zat warna direk dengan iring logam, zat
warna direk dengan iring formaldehida, zat warna direk yang diazotasi atau
dibangkitkan, dan zat warna naftol.
Zat warna naftol atau zat warna ingrain merupakan zat warna yang
terbentuk di dalam serat dari komponen penggandeng, (coupler) yaitu naftol dan
garam pembangkit, yaitu senyawa diazonium yang terdiri dari senyawa amina
aromatik. Zat warna ini juga disebut zat warna es atau “ice colours”, karena
pada reaksi diazotasi dan kopling diperlukan bantuan es. Penggunaannya
terutama untuk pencelupan serat selulosa. Selain itu juga dapat dipergunakan
untuk mencelup serat protein (wol, sutera) dan serat poliester.
Zat warna naftol termasuk golongan zat warna azo yang tidak larut dalam
air. Untuk membedakan dengan jenis zat warna azo lainnya sering juga disebut
zat warna azoic. Daya serapnya (substantivitas) terhadap serat selulosa kurang
baik dan bervariasi, sehingga dapat digolongkan dalam 3 golongan, yaitu yang
mempunyai substantivitas rendah, misalnya Naftol AS, substantivitas sedang,
misalnya Naftol AS – G dan substantivitas tinggi, misalnya Naftol AS – BO.
Sifat utama dari zat warna naftol ialah tahan gosoknya yang kurang,
terutama tahan gosok basah, sedang tahan cuci dan tahan sinarnya sangat
baik. Zat warna naftol baru mempunyai afinitas terhadap serat selulosa setelah
diubah menjadi naftolat, dengan jalan melarutkannya dalam larutan alkali.
Contoh struktur zat warna naftol dapat dilihat pada gambar 2.10
iv) Golongan IV
Zat warna golongan IV ini merupakan zat warna yang luntur oleh pelarut
organik dimetilformamida 1:1 dan dimetilformamida 100%. Zat warna yang
termasuk golongan ini adalah zat warna pigmen dan zat warna reaktif.
Zat warna pigmen hanya berupa kromogen zat warna yang tidak
mempunyai gugus yang dapat berikatan dengan serat sehingga dalam proses
pencapan dan pencelupannya perlu dibantu dengan binder yang berperan sebagai
zat pengikat antara serat dan zat warna, sehingga ketahanan lunturnya sangat
ditentukan oleh kekuatan pelapisan zat warna oleh binder.
Zat warna pigmen adalah zat warna yang hanya mengandung kromofor
saja sehingga pada pencelupannya perlu dibantu dengan zat pengikat yang
disebut binder/penggikat karena tidak dapat berikatan dengan serat. Unsur-unsur
yang terdapat didalam zat warna pigmen antara lain, garam-garam organik, oksida
organik, gugus azo, logam berwarna dan lain-lain. Zat warna ini luntur dalam
dimetilformamida pekat dan dimetilformamida 1:1 kecuali untuk zat warna pigmen
ftalosianin atau yang berasal dari zat warna pigmen anorganik
Tidak seperti zat warna lainnya yang digunakan pada pencelupan bahan
tekstil, maka zat warna pigmen yang tidak mempunyai auksokrom ini digunakan
juga untuk mewarnai tekstil. Pada umumnya dilakukan dengan cara pencapan,
akan tetapi seringkali juga digunakan untuk mencelup bahan dengan kualitas
kasar sampai sedang.
Contoh struktur molekul zat warna pigmen dapat dilihat pada gambar 2.11
Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan
reaksi dengan serat (ikatan kovalen) sehingga zat warna tersebut merupakan
bagian dari serat. Zat warna reaktif yang pertama diperdagangkan dikenal
dengan nama Procion. Zat warna ini terutama dipakai untuk mencelup serat
selulosa, serat protein seperti wol dan sutera dapat juga dicelup dengan zat warna
ini. Selain itu serat poliamida (nilon) sering juga dicelup dengan zat warna reaktif
untuk mendapatkan warna muda dengan kerataan yang baik.
Zat warna reaktif termasuk golongan zat warna yang larut dalam air.
Karena mengadakan reaksi dengan serat selulosa, maka hasil pencelupan zat
warna reaktif mempunyai ketahanan luntur yang sangat baik. Demikian pula karena
berat molekul kecil maka kilapnya baik.
Contoh struktur molekul zat warna reaktif dapat dilihat pada gambar 2.12:
.
3) Alat dan Bahan
Alat:
Tabung Reaksi Batang Pengaduk
Pipet tetes Penangas Air
Pipet Ukur Mikroskop
Spatel Kertas lakmus
Plat Tetes Sinar UV
Gelas Kimia Cawan Porselen
Bahan:
4) Cara Kerja
a) Identifikasi Zat Warna Golongan I
i) Pengujian Zat Warna Direk:
Contoh uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 4mL amonia
10%
Larutan didiidihkan sehingga sebagian besar zat warna terekstraksi,
Contoh uji diambil dari larutan ekstrak zat warna (sebaiknya larutan ekstraksi
dibagi dua, satu bagian untuk uji zat warna direk dan satu bagian lainnya untuk
uji zat warna asam),
Kain kapas putih, kain wol putih, kain akrilat putih dimasukkan kemudian
tambahkan NaCl, dan didiidihkan selama 2 menit kemudian biarkan dingin,
kain diambil lalu dicuci,
Pencelupan kembali kain kapas lebih tua dibandingkan kain wol dan akrilat
menunjukkan zat warna direk.
Uji Penentuan 1:
Uji Penentuan 2:
Uji Penentuan 1:
Contoh uji dididihkan dalam 3mL larutan NaOH 10% kemudian dicuci bersih,
Contoh uji (bersih) dimasukkan, ditambahkan 2 mL HCl 16%,
Dididihkan selama 1 menit dibiarkan dingin lalu ditambahkan 3 mL SnCl2 10%,
Kertas timbal asetat diletakkan pada mulut tabung
Warna coklat atau kehitaman pada kertas timbal asetat menunjukkan zat
warna belerang.
Uji Penentuan 2:
Uji penentuan:
Uji Penentuan:
Uji penentuan:
Contoh uji dimasukkan ke dalam larutan HCL 1%, dididihkan selama lima
menit,
Dicuci bersih
Seratnya diambil, diamati di bawah mikroskop,
Bila terdapat patikel-partikel zat warna pada permukaan serat
menunjukkan zat warna pigmen dengan zat pengikat.
5) Data Pengamatan
(terlampir)
6) Diskusi
a) Identifikasi Zat Warna Golongan I
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, diketahui zat warna golongan I
luntur oleh NH4OH 10%. Satu kain contoh uji dilakukan tiga pengujian yaitu uji zat
warna direk, asam, dan basa. Zat warna direk mempunyai ketahan yang kurang
baik terhadap pencucian, zat warna asam sendiri bisa mencelup atau mudah
mencelup serat-serat yang berasal dari binatang dan poliamida, karena
mempunyai ikatan ionik.
Ketika melakukan pengujian zat warna direk, contoh uji dilunturkan dengan
NH4OH 10%. Kemudian larutan ekstraknya dibagi dua, satu bagian untuk
pengujian zat warna direk dan yang satunya untuk pengujian zat warna asam. Satu
bagian larutan ekstrak dilanjutkan dengan pengujian zat warna direk. Setelah itu,
masukkan kapas, wol dan akrilat. Lalu ditambahkan NaCl. NaCl ditambahkan
sebagai zat pembantu tekstil untuk menambah penyerapan zat warna direk
(mempunyai gugus pelarut banyak) pada kain. Selulosa bermuatan negatif tapi
disisi lain zat warna direk cenderung bermuatan negatif juga sehingga terjadi tolak
menolak. Elektrolit akan mengion dalam air dan ion positifnya akan menetralkan
selulosa sehingga zat warna terserap.
Menurut literatur, zat warna direk akan mencelup kapas lebih tua
dibandingkan wol dan akrilat, hal ini disebabkan zat warna direk mempunyai
mempunyai afinitas dan substantifitas yang lebih besar terhadap selulosa. Apabila
atom hidrogen dari gugusan hidroksil selulosa diganti dengan gugusan asetil maka
serat tidak dapat mencelup zat warna direk, karena gugusan hidroksil dalam
molekul selulosa mengadakan ikatan hidrogen dengan gugusan-gugusan
hidroksil, amina dan azo dalam molekul zat warna. Berikut ini adalah reaksi yang
terjadi antara selulosa dengan zat warna direk:
Jadi hasil pengujian zat warna direk akan terwarnai tua pada kain kapas
dibandingkan pada wol dan akrilat.
Pada pengujian zat warna asam, digunakan larutan ekstrak lunturan
NH4OH yang telah dibagi dua untuk direk dan asam pada awal pengujian zat
warna direk. Pada ekstraksi lunturan tersebut ditambah asam asetat 10% untuk
menghilangkan sifat alkali. Hasil praktikum menunjukkan bahwa wol terwarnai
lebih tua daripada akrilat dan wol. Hal ini disebabkan zat warna asam sangat
dipengaruhi oleh kondisi pH sehingga penambahan asam asetat sangat
membantu penyerapan pada wol. Zat warna asam dan serat wol akan
menghasilkan ikatan ionik seperti reaksi berikut:
Saat pengujian untuk zat warna basa, kain dilunturkan dengan asam asetat
glasial lalu dididihkan. Zat warna basa termasuk zat warna yang tidak larut, tetapi
dalam larutan yang bersifat asam zat warna akan berubah menjadi bentuk garam
yang mudah larut. Zat warna basa secara alami bersifat kationik, sehingga dapat
digunakan untuk mencelup serat akrilat, dimana zat warna basa akan berikatan
secara ionik dengan gugus-gugus sulfonat atau karboksilat yang ada dalam serat
sehingga tahan lunturnya cukup baik. Sebaiknya pH yang digunakan yaitu sebesar
4,5 agar terbentuknya kation zat warna basa. Apabila terlalu besar maka kelarutan
zat warna akan berkurang dan menimbulkan warna yang muda dan menyulitkan
untuk pengamatan. Sedangkan apabila pH rendah terbentuknya muatan negatif
pada gugus karboksilat pada serat akan lebih sulit, sehingga laju pencelupan akan
lebih lambat. Saat praktikum, digunakan kapas, wol, dan akrilat. Pada akhir
praktikum, kapas tidak tercelup sedangkan akrilat tercelup kembali. Namun, wol
tidak dapat diidentifikasi karena wol larut dalam larutan. Salah satu sifat wol yaitu
tidak tahan alkali sehingga saat pengujian wol larut.
Pada pengujian zat warna bejana, digunakan filtrat hasil uji pendahuluan
golongan II. Penambahan NaOH yang berfungsi untuk melarutkan leuco zat warna
bejana dan untuk merubah asam leuco yang tidak larut menjadi garam leuco yang
larut. Penambahan Na2S2O4 yang berfungsi sebagai reduktor untuk mereduksi zat
warna bejana menjadi asam leuco. Kapas putih tercelup dengan warna asli tapi
lebih muda. Pada uji penentuan, dilakukan pengujian parafin. Parafin yang
terwarnai adalah zat warna bejana.
c) Identifikasi Zat Warna Golongan III & IV
Dari hasil praktikum didapatkan bahwa zat warna golongan III tidak akan
larut oleh air, dan tidak tahan terhadap reduktor karena mengandung gugus azo.
Saat pengujian, diberikan 3 kain contoh uji, yang diantaranya adalah golongan III
(zat warna naftol) dan golongan IV (zat warna pigmen dan zat warna reaktif).
Untuk zat warna naftol, dilakukan pengujian untuk melihat kapas mana
yang berpendar warna kuning dibawah sinar UV. Lalu uji penentuan naftol
dilakukan dengan uji parafin. Parafin dilelehkan lalu dilihat lelehan mana yang
akan terwarnai, lelehan yang terwarnai merupakan zat warna naftol.
Zat warna golongan IV adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air
dan pelarut, tidak memiliki afinitas terhadap serat sehingga susah untuk dilarutkan.
Zat warna pigmen merupakan zat warna yang tidak larut pada air sehingga pada
dimetilformamida 1:1 lunturan berwarna muda dan pada dimetilformamida 100%
lunturan berwarna tua. Sedangkan pada zat warna reaktif merupakan zat warna
yang larut dalam air sehingga pada dimetilformamida 1:1 lunturannya muda dan
pada dimetilformamida 100% hampir tidak ada yang luntur, dengan kata lain
lunturan lebih tua pada dimetilformamida 1:1. Pengujian zat warna pigmen dapat
dilihat oleh mikroskop dengan penampang membujur serat. Pada penampang
membujur terlihat hanya sebagian yang terwarnai/terlihat pecah-pecah dan
tampak ada bintik-bintik pada penampangnya.
Pada pengujian zat warna reaktif, conoth uji ditambahkan NaOH dan
diasamkan dengan H2SO4 60%. Wol dimasukkan dan wol yang terwarnai paling
tua tercelup oleh zat warna reaktif. Begitu pula dengan uji penentuannya, contoh
uji ditambah dengan campuran asam sulfat dengan Na2SO4, warna yang paling
tua menunjukkan zat warna reaktif. Uji penentuan lainnya adalah contoh uji
direndam dalam NaOCl selama 5 menit, kain yang warnanya rusak menunjukkan
zat warna reaktif. Hal ini dikarenakan zat warna reaktif mengandung gugus reaktif
dan akan bereaksi dengan klor.
7) Kesimpulan
8) Daftar Pustaka
Soeprijono, P., Poerwati, Widayat & Jumaeri. 1974. Serat-Serat Tekstil.
Bandung: Institut Teknologi Tekstil. Hariyanti, Rahayu, S.Teks.,MT. 1993.
Penuntun Praktikum Evaluasi Kimia Tekstil. Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil. Merdoko, Wibowo. Dkk. 1975.
Evaluasi Tekstil (Bagian Kimia). Bandung: Institut Teknologi Tekstil Djufri,
Rasjid. Dkk. 1973.
Teknologi Pengelantangan Pencelupan dan Pencapan. Bandung: Institut
Teknologi Tekstil.