Anda di halaman 1dari 33

UJIAN TENGAH SEMESTER

PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF

Motivasi Berprestasi pada Mahasiswa Broken Home


Universitas Airlangga

Disusun oleh:
Adinda Dwi W. 111611133016
Rr. Wina Ayudya A. 111611133021
Farah Alfiyyatur R. 111611133064
Jessica Devina S. 111611133067
Husnun Nadliroh 111611133076

M.K Metode dan Analisis Data Penelitian Kualitatif B – 1

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
Kata Pengantar
Kami tim penyusun menyampaikan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
selalu memberikan karunia pada hamba-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan ini dengan lancar. Kami menyadari laporan ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Nurul Hartini, M.Kes., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga.
2. Dr. Nur Ainy Fardana N., M.Si., Psikolog sebagai Wakil Dekan 1 Fakultas
Psikologi Universitas Airlangga.
3. Tim Penanggung Jawab Mata Kuliah Metode dan Analisis Data Penelitian
Kualitatif Fakultas Psikologi Universitas Airlangga yang membimbing
kami.
4. Rudi Cahyono, M.Psi., Psikolog. selaku dosen pembimbing.
5. Kedua orang tua yang selama ini memberi dorongan motivasi dan materi
kepada kami.
6. Seluruh pihak yang membantu selesainya laporan ini.
Kami menyadari laporan ini belum sempurna, untuk itu kami
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikan laporan ini.

Surabaya, 1 Oktober 2018

Tim Penyusun
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
1.2. Fokus Penelitian ............................................................................................... 3
1.3. Signifikansi dan Keunikan Penelitian .............................................................. 3
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 4
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 5
1.5.1. Manfaat Teoritis ..................................................................................... 5
1.5.2. Manfaat Praktis ...................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 6
2.1. Kajian Pustaka.................................................................................................. 6
2.1.1. Motivasi Berprestasi .............................................................................. 6
2.1.1.1. Definisi Motivasi Berprestasi .......................................................... 6
2.1.1.2. Konsep Motivasi Berprestasi .......................................................... 6
2.1.1.3. Karakteristik Motivasi Berprestasi .................................................. 7
2.1.2. Mahasiswa ........................................................................................... 10
2.1.2.1. Pengertian Mahasiswa ................................................................... 10
2.1.2.2. Peran Mahasiswa ........................................................................... 10
2.1.3. Broken Home ....................................................................................... 11
2.1.3.1. Definisi Broken Home ................................................................... 11
2.1.3.2. Penyebab dalam Keluarga Broken Home ..................................... 13
2.1.3.3. Dampak Bagi Korban Broken Home............................................. 14
2.2. Perspektif Teoritis .......................................................................................... 14
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 15
3.1. Tipe Penelitian ............................................................................................... 15
3.2. Unit Analisis .................................................................................................. 15
3.3. Subjek Penelitian............................................................................................ 15
3.4. Teknik Penggalian Data ................................................................................. 16
3.4.1.Wawancara Mendalam ...................................................................... 16
3.4.2. Studi Dokumen ................................................................................ 16
3.4.3. Catatan Lapangan ............................................................................. 16
3.5. Teknik Pengorganisasian dan Analisis Data .................................................. 17
3.6. Teknik Pemantapan Kredibilitas Penelitian ................................................... 17
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 18
Lampiran ............................................................................................................... 20
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk mendapatkan
pendidikan serta mendapatkan pengalaman langsung yang akan digunakan dalam
kegiatan sehari-hari untuk bekal hidupnya. Secara umum pengertian keluarga
adalah orang yang memiliki hubungan bertalian darah satu sama lain, yang terdiri
dari ayah, ibu, dan anak-anaknya (Tumiyem; Daharnis; Alizamar, 2015).
Menurut William (dalam Hardi, 2016), keluarga merupakan satu-satunya lembaga
sosial yang bertanggungjawab untuk mengubah suatu organisme biologis menjadi
manusia. Pada saat sebuah lembaga membentuk kepribadian seseorang dalam hal-
hal penting, keluarga tentunya memiliki banyak peran dalam persoalan perubahan
tersebut, seperti mengajari kemampuan berbicara serta menjalankan banyak fungsi
sosial.
Berdasarkan berita yang termuat bahwa banyaknya konflik yang terjadi
dalam keluarga berakibat pada naiknya angka perceraian di Indonesia, dalam
berita terdapat 12.000 kasus perceraian yang terjadi setiap tahun di Provinsi Jawa
Tengah (Prabowo, 2015). Arist Merdeka Sirait selaku Ketua KPAI mengatakan
bahwa perceraian dengan hasil putusan pengadilan hak asuh jatuh ke salah satu
orang tua memberi dampak pada seorang anak atas hilangnya hak katas salah satu
orang tua dan mempengaruhi tumbuh kembang serta masa depan anak-anaknya
kelak. Sementara itu angka perceraian di Surabaya mencapai 5.524 kasus dalam
setahun, Anthho Handiono selaku Kepala DP5A mengkhawatirkan dampak
perceraian yang akan diterima oleh anak-anak sebab ruang lingkup terkecil untuk
mendidik anak-anak adalah keluarga, jika keluarga dalam masalah maka anak-
anaknya juga akan mengalami masalah. (Jawa Pos, 1 agustus 2017)
Keharmonisan dalam keluarga akan tetap terjalin dengan baik apabila
sesama anggota keluarga saling memahami hak dan kewajibannya masing-
masing. Namun, jika dalam keluarga sudah tidak ada lagi sikap saling menghargai
dan menghormati, hal tersebut dapat berdampak pada perpecahan dalam keluarga
2

atau dikenal sebagai keluarga broken home. Keluarga broken home adalah
keluarga retak atau sering juga dikatakan sebagai rumah tangga berantakan.
Keretakan tersebut diakibatkan oleh beberapa sebab di antaranya: rumah tangga
tanpa kehadiran salah satu (ayah atau ibu) disebabkan meninggal, bercerai atau
salah satu di antaranya meninggalkan keluarganya. Goode menyatakan broken
home terjadi akibat dari perpecahan suatu unit keluarga, terputus atau retaknya
struktur keluarga, sehingga fungsi dalam keluarga tidak berjalan dengan baik
(Tumiyem; Daharnis; Alizamar, 2015). Beberapa sebab timbulnya kondisi
keluarga yang broken home yaitu: (1) perceraian yang memisahkan antara seorang
istri dan seorang suami, (2) perselingkuhan, baik istrinya yang melakukan atau
suaminya, (3) maternal deprivation, ini bisa terjadi misalnya, kedua orang tua
bekerja dan pulang pada sore hari dalam keadaan lelah; mereka tidak sempat
bercanda dengan anak-anak mereka (Tumiyem; Daharnis; Alizamar, 2015).
Omoruyi (2014) menjelaskan bahwa secara umum keluarga merupakan
tempat dimana segala faktor-faktor yang ada dalam keluarga itu sendiri
mempengaruhi performa akademik anak. Namun pada keluarga broken home,
dapat mengakibatkan dampak yang berbahaya pada emosional, kepribadian, dan
mental pada anggota keluarga lainnya. Hal ini juga dapat memengaruhi prestasi
akademik anak. Keretakan yang terjadi antara kedua orang tua, merupakan salah
satu masalah yang berat bagi anak, dan akan berdampak pada segala aspek
kehidupannya. Salah satu dampak negatif dari keretakan yang terjadi pada
keluarga adalah masalah pada kehidupan pendidikan dan prestasinya. Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa keadaan keluarga broken home
memberikan pengaruh pada perolehan prestasi akademik anak di sekolah. Prestasi
akademik yang diperoleh siswa yang berasal dari keluarga broken home, pada
umumnya rendah. Namun, penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
menemukan beberapa siswa yang berasal dari keluarga broken home memiliki
prestasi akademik yang tinggi.
3

1.2. Fokus Penelitian


Bagaimana motivasi berprestasi pada mahasiswa UNAIR yang mengalami broken
home?
1. Bagaimana cara mahasiswa UNAIR yang mengalami broken home dalam
meningkatkan prestasi?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi berprestasi pada
mahasiswa UNAIR yang mengalami broken home?

1.3. Signifikansi dan Keunikan Penelitian


Emeliya dalam penelitiannya tentang konsep diri dan motivasi belajar
pada siswa broken home menyimpulkan bahwa siswa yang mempunyai konsep
diri yang sangat tinggi akan menggunakan segala potensi dan kemampuannya
seoptimal mungkin dengan jalan mengikuti proses belajar mengajar dengan baik,
mengadakan hubungan baik dengan teman sekelasnya yang dapat mempengaruhi
kegiatan belajar. Seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat optimis,
penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu.
Berdasarkan temuan penelitian mengungkapkan bahwa konsep diri siswa broken
home tinggi.
Dilihat dari aspek ketekunan siswa dalam belajar, meliputi kehadiran dan
mengikuti proses belajar di kelas dengan sungguh-sungguh, serta penuh perhatian
tergolong sedang. Hal ini dapat dilihat dari skor persentase yaitu 70.0%. Menurut
Ahmadi (dalam Hardi, 2016), faktor kebutuhan (need) individu terhadap sesuatu
dapat membangkitkan motivasinya untuk melakukan suatu aktifitas. Kebutuhan-
kebutuhan yang dimiliki oleh siswa terhadap belajar berpengaruh terhadap
bagaimana perasaan/ keinginan, dorongan dan harapan yang dimilikinya terhadap
belajar tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
dan positif antara konsep diri dan motivasi belajar siswa broken home. Pada siswa
broken home mereka cenderung memiliki konsep diri yang sedang dan motivasi
belajar yang sedang juga. Konsep diri yang tinggi biasanya diiringi oleh
keyakinan pada diri bahwa ia akan bisa dan atau berhasil.
4

Pada penelitian sebelumnya, terdapat signifikansi antara penerimaan


orangtua terhadap motivasi berprestasi pada mahasiswa. Dalam penelitian
dijelaskan apabila setiap peningkatan sebesar 1 poin pada penerimaan orangtua,
maka motivasi berprestasi pada mahasiswa akan meningkat pula. Namun
sumbangan peran penerimaan orangtua terhadap motivasi berprestasi pada
mahasiswa hanya memiliki sumbangan efektif sebesar 17,2%, sedangkan sisanya
kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lain diluar penerimaan orangtua. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat proses survive atau resiliensi yang dialami oleh anak
dengan keluarga broken home untuk tetap memiliki motivasi berprestasi.
Berdasarkan data penelitian yang telah ada sebelumnya, peneliti
mengidentifikasi bahwa terdapat signifikansi antara konsep diri dan peranan orang
tua dengan motivasi berprestasi pada individu dengan latar keluarga broken
home. Individu dengan latar belakang keluarga broken home mengalami masa-
masa sulit yang cenderung mengakibatkan hilangnya motivasi untuk berprestasi
pada dirinya. Namun, belum ada penelitian selanjutnya yang meneliti lebih lanjut
tentang bagaiman proses individu dengan latar belakang keluarga broken home
dalam memaksimalkan motivasi untuk berprestasi yang dimilikinya. Sehingga
berdasarkan data-data dari penelitian sebelumnya, peneliti ingin meneliti lebih
lanjut bagaimana proses yang dialami individu dengan latar belakang keluarga
broken home dengan motivasi berprestasi yang dimilikinya. Pada penelitian ini,
peneliti memilih subjek mahasiswa berprestasi Universitas Airlangga dengan latar
belakang keluarga broken home.

1.4. Tujuan Penelitian


Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana motivasi
berprestasi individu dengan latar belakang keluarga broken home dan bagaimana
proses yang dialami individu untuk meningkatkan motivasi berprestasi,
mengevaluasi dirinya secara positif, serta mampu beradaptasi dengan
lingkungannya saat ini.
5

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis


1.5.1.1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
mengenai motivasi berprestasi mahasiswa UNAIR yang mengalami
broken home.
1.5.1.2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
selanjutnya mengenai motivasi berprestasi mahasiswa UNAIR yang
mengalami broken home.

1.5.2. Manfaat Praktis


1.5.2.1. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan
bagi mahasiswa yang mengalami broken home dengan tetap
menghasilkan prestasi.
1.5.2.2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kemudahan
pada mahasiswa broken home dalam beradaptasi dengan
lingkungannya.
.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Motivasi Berprestasi

2.1.1.1. Definisi Motivasi Berprestasi


Menurut Purwanto (2004) motivasi merupakan suatu usaha
yang dilakukan untuk menggerakkan, mengarahkan, dan menjaga
tingkah laku sehingga individu terdorong untuk melakukan sesuatu
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan Ormrod (2008) juga
menjelaskan motivasi sebagai sesuatu yang menghidupkan,
mengarahkan dan mempertahankan perilaku.
Menurut Wlodkowski (dalam Suciati, 1994)) motivasi
diartikan sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan
perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan pada tingkah
laku tersebut. Gitosudarmo (1997) juga mengemukakan bahwa
pengertian motivasi adalah faktor-faktor dalam diri seseorang yang
menggerakkan dan mengarahkan perilakunya untuk memenuhi suatu
tujuan.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
Motivasi merupakan suatu usaha yang mendorong, mengarahkan, dan
menjaga suatu tingkah laku agar dapat mencapai tujuan atau terget
tertentu.

2.1.1.2. Konsep Motivasi Berprestasi


Sebagai salah satu pendekatan motivasi, McClelland (1987)
menjelaskan motivasi manusia dengan menggunakan dasar teori yang
setelah itu dikembangkan oleh Murray, menyebutkan bahwa perilaku
manusia dilandasi oleh adanya dominasi need yang dimilikinya. Teori
tiga jenis kebutuhan dasar oleh McClelland ini terdiri dari kebutuhan
berprestasi (need for Achievement), kebutuhan berafiliasi (need for
7

Affiliation),dan kebutuhan berkuasa (need for Power). Menurut


McClelland, motivasi berprestasi (need for achievement) itu sendiri
merupakan dorongan yang berkaitan keberhasilan atau semangat
seseorang dalam mencapai sebuah kesuksesan. Kebutuhan akan prestasi
merupakan dorongan dalam mental manusia untuk melakukan kegiatan
dengan lebih baik, efektif dan efisien. Individu dengan kebutuhan
berprestasi yang tinggi akan cenderung untuk menyelesaikan sesuatu
dengan lebih baik, memiliki rasa tanggung jawab untuk pemecahan
masalah atau kendala yang dihadapi, dapat menentukan tujuan-tujuan
yang masuk akal dan cukup menantang, serta dapat menerima umpan
balik.
Murray yang mengembangkan teori McClalland
mendefinisikan need for achievement sebagai suatu kebutuhan untuk
menyelesaikan hal yang sulit, menguasai sesuatu secara cepat serta
mandiri, mampu mencapai standar yang tinggi, menantang diri sendiri
dan bersaing dengan orang lain, menguasai objek fisik, kemanusiaan,
dan ide, serta melakukan semua hal tersebut dengan bangga disertai
dengan latihan (Hall, C. & Lindsey, 1997)

2.1.1.3. Karakteristik Motivasi Berprestasi


Menurut McCleland (Handoko, 1992) berikut merupakan
karakteristik-karakteristik yang dimiliki seseorang yang berorientasi
pada prestasi yaitu,
1. Senang akan situasi yang menuntut adanya tanggung jawab pribadi
untuk memecahkan sebuah masalah,
2. Cenderung untuk mengambil resiko yang moderat dibandingkan
mengambil resiko tinggi maupun rendah,
3. Mengharapkan adanya respon balik seperti berupa saran (feedback)
dan kritikan terhadap kinerja yang telah dilakukan.
Asnawi (2002) mengungkapkan berikut merupakan aspek-
aspek dari motivasi berprestasi yaitu:
1 Mengambil Tanggung jawab atas Perbuatan-perbuatannya
8

Seseorang dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan merasa


dirinya memiliki tanggung jawab atas tugas yang harus
dikerjakannya sehingga muncul usaha untuk menyelesaikan setiap
tugas yang didapatkan dan menuntaskannya.
2 Memperhatikan Umpan Balik Tentang Perbuatannya
Seseorang dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan
menginginkan adanya pemberian umpan balik atas kinerjanya dan
usahanya yang telah dilakukan dan memperhatikan saran untuk
memperbaiki hasil kerja yang akan datang.
3 Mempertimbangkan Resiko
Seseorang dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan
mempertimbangkan resiko yang dihadapinya sejak sebelum
mulainya pekerjaan. Ia akan lebih memilih resiko dengan derajat
kesukaran sedang atau moderat untuk menantang kemampuannya
dan menyelesaikannya secara baik.
Departemen Pendidikan Nasional secara umum memberikan
kriteria mengenai mahasiswa berprestasi, yaitu mahasiswa yang
berhasil mencapai prestasi tinggi, baik akademik maupun non
akademik, mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris, bersikap positif, serta berjiwa Pancasila (Depdiknas,
2006). Secara khusus, kriteria mahasiswa berprestasi tersebut dapat
dilihat dari salah satu:
1. IPK,
2. karya tulis ilmiah,
3. aktif dalam kegiatan kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra kurikuler,
4. dapat berbahasa Inggris dengan baik, serta
5. kepribadian.
2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Menurut Darsono dalam Djamarah (2002) berikut
merupakan faktor-fakor yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi
yaitu:
9

1. Cita-cita dan aspirasi


Merupakan bentuk target yang ingin dicapai yang dapat diartikan
sebagai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu kegiatan dengan
sebuah makna bagi seseorang tersebut. Kedua hal ini dapat bersifat
positif maupun bersifat negatif.
2. Kemampuan belajar
Merupakan kemampuan pada aspek psikis seperti perhatian, ingatan,
daya pikir, dan fantasi. Dalam kemampuan belajar ini, taraf
perkembangan berpikir. sehingga dapat disimpulkan seseorang dengan
kemampuan belajar tinggi juga biasanya lebih termotivasi dalam
belajar.
3. Kondisi fisik & psikologis
Kondisi fisik dan psikologis berperan penting dalam mempengaruh
faktor motivasi karena jika seseorang mengalami gangguan dalam
fisiknya maupun psikologis dapat menyebabkan berkurangnya bahkan
hilangnya motivasi berprestasinya.
4. Lingkungan
Lingkungan merupakan unsur-unsur yang dari luar diri atau ekstrisik.
Unsur-unsur ini dapat berasal dari keluargateman, maupun masyarakat
baik yang dapat mempengaruhi secara negatif ataupun positif seperti
menghambat atau mendorong.
5. Unsur-unsur dinamis dalam belajar
Proses belajar yang dinamis merupakan salah satu faktor karena proses
belajar yang tidak stabil, kadang-kadang lemah atau bahkan hilang
sama sekali mampu mempengaruhi secara negatif motivasi
berprestasinya.
6. Upaya guru membelajarkan siswa
Peran guru mempersiapkan diri mulai dari penguasaan materi, cara
menyampaikanya, menarik perhatian siswa, dan mengevaluasi hasil
belajar untuk membelajarkan murid dapat mempengaruhi motivasi
berprestasi.
10

2.1.2. Mahasiswa

2.1.2.1. Pengertian Mahasiswa


Menurut Kamus Bahasa Indonesia, mahasiswa
didefinisikan sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi (Amir,
2010). Mahasiswa diartikan juga sebagai seseorang yang sedang
dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang
menjalani pendidikan pada salah satu perguruan tinggi yang terdiri
akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas
(Hartaji, 2012). Mahasiswa berasal dari kalangan muda yang
berumur antara 18-25 tahun dimana dalam usia tersebut mengalami
suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa dan dilihat dari
segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini
ialah pemantapan pendirian hidup (Yusuf, 2012).
Menurut Siswoyo (2007), mahasiswa didefinisikan juga
sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan
tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat
dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat
intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan
kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan
cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri
setiap mahasiswa yang merupakan prinsip yang saling melengkapi
(Siswoyo, 2007).
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa mahasiswa adalah seorang peserta didik berusia 18 sampai
25 tahun yang terdaftar dan menjalani pendidikan di perguruan
tinggi.

2.1.2.2. Peran Mahasiswa


Mahasiswa merupakan agen perubahan sosial yang
dituntut untuk menunjukkan peranannya dalam kehidupan nyata.
11

Menurut Siallagan (2011), ada tiga peranan dan medasar bagi


mahasiswa yaitu intelektual, moral dan sosial, sebagai berikut.
a. Peran Intelektual
Mahasiswa sebagai seorang yang intelek, jenius, dan jelis harus
bisa menjalankan hidup secara proposional serta mampu memenuhi
harapan masyarakat.
b. Peran Moral
Mahasiswa sebagai seorang yang hidup di kampus dikenal bebas
dalam berekspresi, beraksi, berdiskusi, berspekulasi dan berorasi,
harus bisa menunjukkan tingkah laku yang bermoral dalam setiap
tindakan perilaku tanpa terpengaruh oleh kondisi lingkungan.
c. Peran sosial
Mahasiswa sebagai seorang yang membawa perubahan harus selalu
bersinergi, berpikir kritis dan bertindak secara nyata untuk mejadi
pelopor, penyampai aspirasi, dan mengabdi masyarakat.
2.1.3. Broken Home

2.1.3.1. Definisi Broken Home


Kata broken home berasal dari dua kata Bahasa Inggris
yakni broken dan home. Broken berasal dari kata break artiya
keretakan dan home mempunyai arti rumah atau rumah tangga (M
John Echols &Shadily Hasan, 1996). Sehingga, broken home jika
diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia adalah perpecahan dalam
rumah tangga atau dikenal keluarga. Broken home juga bisa
diartikan sebagai kondisi keluarga yang tidak hormanis dan tidak
berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai dan sejahtera karena
sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan
pertengkaran (J.W Santrock, 2008). Menurut Kartono (1996),
broken home adalah kurangnya kasih sayang atau perhatian dari
orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi,
brutal dan susah diatur.
12

Menurut Matinka (dalam Lestari, 2013) broken home istilah


yang menggambarkan suasana keluarga yang tidak harmonis dan
tidak berjalannya kondisi keluarga yang rukun dan sejahtera yang
menyebabkan terjadinya konflik dan perpecahan atau perpisahan
dalam keluarga. Sehingga, kondisi keluarga ini cenderung timbul
konflik dan kurang perhatian dalam memenuhi kebutuhan anak-
anak-anak. Anak-anak sering diabaikan dan sedikit berhubungan
dengan orang tua karena adanya kesenjangan hubungan antara anak
dengan orang tua.
Menurut Willis (2008), broken home dapat dilihat dari dua
aspek pemahaman. Pertama, broken home adalah keluarga yang
terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala
keluarga itu meninggal atau telah bercerai. Kedua, orang tua tidak
bercerai akan tetapi struktur keluarga tidak utuh karena ayah atau
ibu sering tidak dirumah dan/atau tidak memperlihatkan hubungan
kasih sayang lagi. Contohnya, orang tua sering bertengkar
menunjukkan keluarga tidak sehat secara psikologis. Hal ini
menyebabkan anak kehilangan keteladanan, kurang mendapat
perhatian, anak menjadi frustasi, susah diatur, dan memiliki
perilaku buruk.
Hurlock (1999) berpendapat bahwa broken home
merupakan titik terendah dari penyesuaian perkawinan yang buruk
dan terjadi bila suami-istri tidak mampu lagi dalam mencari cara
penyelesaian masalah yang dapat disepakati kedua belah pihak.
Perkawinan ada yang tidak memiliki kebahagiaan tetapi tidak
diakhiri dengan perisahan. Hal ini dilandasi dengan pertimbangan
agama, moral, kondisi ekonomi dan alasan lainnya. Perpisahan atau
pembatalan dapat dilakukan secara hukum maupun dengan agama
dimana salah satu pasangan meninggalkan keluarga.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga
broken home adalah keluarga yang tidak harmonis dan tidak
13

nyaman dalam kehidupan keluarga karena berbagai sebab sehingga


mengakibatkan perpecahan atau perceraian dimana mempengaruhi
tumbuh kembang pada anak dan anak akan merasa berkurangnya
mendapatkan kasih sayang orang tua.

2.1.3.2. Penyebab dalam Keluarga Broken Home


Willis (2008) menyatakan masalah-masalah yang dapat
menyebabkan kondisi broken home pada bukunya yang berjudul
Konseling Keluarga (Family Counseling), antara lain:
a. Kurangnya atau putus komunikasi diantara anggota keluarga
Intensitas interaksi dalam komunikasi keluarga mengalami
penurunan dan seringkali terjadi ketika orang tua memiliki
kesibukan tanpa mencoba meluangkan waktu dalam keluarga.
Kondisi tersebut mempengaruhi kebiasaan kehidupan keluarga
yang seharusnya dilakukan bersama dengan anggota keluarga
berubah menjadi kehidupan sendiri-sendiri dan timbulnya rasa
tidak nyaman.
b. Sikap egosentris
Ketidakdewasaan sikap orang tua yang saling mempertahankan
ego atau pemahaman masing-masing ketika ada suatu
permasalahan yang terjadi tanpa melihat sudut orang lain dan
cenderung saling menyalahkan satu sama lain. Sikap seperti ini
seringkali ditunjukkan dengan perilaku pertengkaran di depan
anak-anaknya. Kondisi tersebut akan mempengaruhi psikologis
anak dan terganggunya tumbuh kembang anak.
c. Masalah ekonomi
Masalah ekonomi dalam keluarga mempengaruhi pada
permasalahan yang terjadi dalam keluarga. Disatu sisi, salah
satu pihak merasakan kekurangan secara finansial karena
pemasukan yang didapat tidak sebanding dengan pengeluaran
biaya dalam keluarga sehingga tidak cukup dalam memenuhi
14

kebutuhan lainnya. Masalah ekonomi juga dikaitkan dengan


suami tidak mampu menafkahi keluarga.
d. Jauh dari agama
Jauh dari agama akan mempengaruhi penyelesaian masalah
dalam keluarga tanpa melihat dari sudut pandang agama
sehingga akan mengurangi kehangatan dan kasih sayang dalam
keluarga antara orang tua dan anak.

2.1.3.3. Dampak Bagi Korban Broken Home


Berikut merupakan dua dampak yang muncul dari seorang
yang mengalami broken home.
a. Academic problem
Seorang yang mengalami broken home akan menjadi orang yang
malas belajar, kesulitan belajar, tidak bersemangat, kesulitan
berpikir dalam keterampilan yang berkaitan dengan
penyelesaian masalah dan tidak berprestasi
b. Berhavioral problem
Seorang yang mengalami broken home akan berdampak pada
perilaku yang ditunjukkan dengan mulai memberontak,
membenarkan perilaku kekerasan dalam peyelesaian masalah,
sulit berinteraksi, memiliki kebiasaan yang negatif atau merusak
dirinya-sendiri seperti minum-minuman keras, judi, balapan
motor ilegal, dan sebagainya (M. Yusuf, 2014).

2.2. Perspektif Teoritis


Teori yang menjadi dasar dalam penelitian ini adalah teori milik
McClelland (1978) yaitu teori tiga jenis kebutuhan dasar yang terdiri dari
kebutuhan berprestasi (need for Achievement), kebutuhan berafiliasi (need for
Affiliation),dan kebutuhan berkuasa (need for Power). Penelitian ini terfokus pada
salah satu dari kebutuhan dasar tersebut yaitu motivasi berprestasi (need for
achievement) yang merupakan suatu dorongan yang berkaitan keberhasilan atau
semangat seseorang dalam mencapai sebuah kesuksesan.
15

BAB III

Metode Penelitian

3.1. Tipe Penelitian


Metode penelitian menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari hasil pengamatan (Bogdan, R., & Taylor, 1975). Hal
ini berarti hasil penelitian akan berupa deskripsi. Penelitian ini adalah metode
penelitian yang efektif dalam memahami suatu topik secara keseluruhan, menarik
makna secara mendalam, dan mengkonstruksi pola-pola berupa metafora, analogi
dan lainnya. Penelitian ini memungkinkan untuk mengambil data secara berulang
apabila hasil yang didapat dari penelitian pertama dirasa kurang atau karena
munculnya insight baru (Neuman, 2003).

3.2. Unit Analisis


Unit analisis adalah entitas yang menjadi fokus dari interpretasi penelitian.
Tipe informasi yang akan dikumpulkan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh unit
analisis (Boyatzis, 1998). Unit analisis dalam penelitian ini adalah motivasi dalam
motivasi berprestasi pada mahasiswa dengan latar belakang keluarga broken
home.

3.3. Subjek Penelitian


Subjek penelitian dipilih secara purposive sampling, yaitu berdasarkan
kriteria tertentu. Kriteria subjek pada penelitian ini ditentukan berdasarkan teori
atau konstruk operasional sesuai studi yang pernah dilakukan sebelumnya atau
sesuai tujuan penelitian. Hal ini agar subjek benar-benar representatif terhadap
fenomena yang dimaksud dalam penelitian ini (Poerwandari, 2001). Kriteria
subjek penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Subjek berumur 18-23 tahun
2. Subjek merupakan mahasiswa aktif di Universitas Airlangga, Surabaya
16

3. Subjek memiliki latar belakang keluarga broken home


4. Subjek memiliki prestasi baik akademik maupun non akademik

3.4. Teknik Penggalian Data


Pengumpulan data adalah prosedur sistematis dan terstandar untuk
memperoleh data yang diperlukan (Nazir dalam Torang, 2012). Sesuai dengan
jenis penelitian yang merupakan penelitian kualitatif, maka teknik pengumpulan
data yang akan digunakan sebagai berikut.

3.4.1.Wawancara Mendalam
Wawancara dilakukan dengan bentuk semi terstruktur. Percakapan akan
diarahkan untuk menggali topik dan pedoman wawancara yang telah
ditetapkan serta dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan baru yang
dilakukan untuk mendalami topik. Wawancara bentuk ini dipilih karena lebih
bebas. Tujuan wawancara semi terstruktur adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka, selain ada item-item pertanyaan pada
pedoman wawancara, pihak yang diwawancarai juga dimintai keterangan
lebih lanjut yang dapat berupa pendapat dan pandangan (Sugiyono, 2010).

3.4.2. Studi Dokumen


Dalam penelitian, peneliti dapat mengumpulkan dokumen-dokumen
(Creswell, 2012). Dokumen tersebut dikumpulkan untuk mendukung dan
menambah informasi bukti dari sumber-sumber lain (Yin, 2003). Dokumen
yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah dokumen yang menunjukkan
bahwa subjek merupakan anak yang berprestasi secara akademik maupun non
akademik, dapat berupa sertifikat dan pendokumentasian bukti prestasi
melalui foto.

3.4.3. Catatan Lapangan


Menurut Cresswell (2012) catatan lapangan atau fieldnotes terbagi
menjadi dua, yaitu: descriptive fieldnotes dan reflective fieldnotes.
Descriptive fieldnotes merupakan rekaman denkripsi kejadian, aktivitas, dan
orang yang diobservasi. Sedangkan reflective fieldnotes merupakan rekaman
17

pikiran personal terkait insight, perasaan, atau ide keseluruhan atau tema yang
muncul saat observasi.

3.5. Teknik Pengorganisasian dan Analisis Data


Data wawancara yang diperoleh akan diorganisasikan menjadi bentuk
transkrip dan dianalisis dengan metode analisis tematik lalu ditarik kesimpulan
dari hasil analisis. Analisis tematik adalah pengkodean informasi kualitatif
melalui sebuah kode eksplisit yang dapat menghasilkan daftar tema, model
kompleks yang berisi tema, indikator, dan kualifikasi yang terhubung dalam
kausalitas, atau sesuatu di antara kedua hal tersebut. Analisis tematik dapat
dilakukan melalui salah satu dari tiga pendekatan, yaitu berdasarkan teori
(theorydriven), berdasarkan data (data-driven), dan berdasarkan penelitian yang
sudah ada (prior-research-driven) (Boyatzis, 1998). Dalam penelitian ini, analisis
tematik yang akan dilakukan adalah berdasarkan data. Proses pengkodean data
dilakukan tanpa mengacu pada kerangka kode yang telah ada atau analisis dari
peneliti sebelumnya. Kode dibuat secara induktif dari data kasar (Boyatzis, 1998).

3.6. Teknik Pemantapan Kredibilitas Penelitian


Penelitian kualitatif sering dianggap kurang ilmiah apabila dibandingkan
dengan penelitian kuantitaif. Penelitian kualitatif juga sering dianggap tidak
menghasilkan data yang tetap dan terukur jelas, serta subjektif. Oleh karena itu,
Marshall dan Rosman menyarankan bahwa penelitian kualitatif harus memberi
perhatian lebih besar pada isu kualitas penelitiannya.
18

Daftar Pustaka

Amir, T. (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problema Based. Learning:


Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Bogdan, R., & Taylor, S. J. (1975). Introduction to Qualitative Research. New
York: John Wiley and Sons.
Boyatzis, R. E. (1998). Transforming Qualitative Information. California: Sage
Publication Inc.
Creswell, J. W. (2012). NEducational Research: Planning, Conducting, and
Evaluating Quantitative and Qualitative Research. Lincoln: University of
Nebraska.
Depdiknas. (2006). Ikhtisar data pendidikan nasional 2005-2006. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Hall, C. & Lindsey, G. (1997). Introduction to theories of Personality. New York:
Thon Wiley and Sons.
Handoko, T. . (1992). Manajemen. Yogyakarta: Badan Penertbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Hardi, E. M. (2016). Konsep Diri dan Motivasi Belajar Siswa Broken Home serta
Implikasinya dalam Bimbingan dan Konseling. Jurnal Bimbingan Dan
Konseling.
Hartaji, D. A. (2012). Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa yang Berkuliah
Dengan Jurusan Pilihan Orangtua. Fakultas Psikologi Universitas
Gunadarm.
J.W Santrock. (2008). Life-Span Development (11th ed.). New York: Mc.Graw-
Hill.
Lestari, S. (2013). Psikologi Keluarga (Penanaman Nilai dan Penanganan
Konflik dalam Keluarga). Jakarta: Prenada Media Group.
M. Yusuf, M. (2014). Dampak Perceraian Orang Tua terhadap Anak. Al-Bayan,
20(29), 33.
M John Echols &Shadily Hasan. (1996). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT.
19

Gramedia Pustaka Utama.


Neuman, W. L. (2003). Social Research: Qualitative and Quantitative
Approaches. https://doi.org/10.1234/12345678
Poerwandari, K. (2001). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Prabowo, A. (2015). Tiap Tahun 12.000 Perceraian Terjadi di Jateng. Retrieved
from https://daerah.sindonews.com/read/995431/22/tiap-tahun-12000-
perceraian-terjadi-di-jateng-1430302830
Siswoyo, D. (2007). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Suciati. (1994). Teori Motivasi dan Penerapannya dalam Proses Belajar-
Mengajar (ARCS-Model). Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti, PPAI_PAU
Universtas Terbuka.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kuallitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Torang, S. (2012). Metode Riset struktur dan Perilaku Organisasi. Bandung:
Alfabeta.
Tumiyem; Daharnis; Alizamar. (2015). Analisis Terhadap Siswa yang Berasal
Dari Keluarga Broken Home (Studi Kasus Di SMK Negeri 2 Gunung
Talang). Konselor | Jurnal Ilmiah Konseling.
Yin, R. K. (2003). Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Raja Wali Pers.
Yusuf, S. (2012). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
20

Lampiran
1. Verbatim Subjek 1
Hari, Tanggal : Sabtu, 29 September 2018
Subjek :D
Jenis Kelamin : Perempuan
Interviewr : Farah Alfiyyatur R.
Interviewer Halo selamat pagi...
Subjek Pagi juga...
Interviewer Perkenalkan saya Farah, hari ini kita akan melakukan wawancara
dengan topik yang sudah disepakati sebelumnya. Apakah mbak
bersedia untuk melakukan wawancara?
Subjek Halo Farah, iya bersedia

Interviewer Baik, sebelumnya kami mendapatkan informasi tentang kondisi


keluarga mbak saat ini. Apakah mbak bersedia untuk
menceritakan lebih lanjut tentang kondisi keluarga mbak?
Subjek Iya bersedia kok
Interviewer Bagaimana susunan keluarga mbak D?
Subjek Hmm... keluargaku itu ada bapak, mama, mas, mbak, aku, sama
adek
Interviewer Berarti 4 bersaudara ya... terus saudaranya mbak D ada yang
sudah berkeluarga atau belum?
Subjek Kalo mbak udah dari tahun 2013 nikah, kalo mas 2017 kemarin,
aku otw hehehe, adek masih belom baru lulus SMA
Interviewer Oh gitu... mbak D sekarang tinggal sama siapa?
Subjek Sama bapak...
Interviewer Berdua aja?
Subjek Iya berdua aja
Interviewer Sudah berapa lama mbak D berada dalam kondisi setelah orang
tua berpisah?
Subjek Bapak mamaku ada omongan cerai itu waktu aku umur 3 tahun,
21

2 tahun sebenernya udah mulai konflik kalo kata orang-orang.


Tapi resmi cerai itu waktu setelah adekku lahir satu hari, berarti
waktu aku umur 4 tahun.
Interviewer Oh.. berarti jarak umur mbak D sama adeknya 4 tahun ya
Subjek Iya 4 tahun, jadi adekku lahir bapak sama mama cerai. Dulu
waktu aku umur 2 tahun aku ikut mamaku ke bogor, istilahnya
kabur gitu. Terus waktu mama hamil baru balik lagi ke gresik,
kan dulu tinggal di gresik. Habis itu udah nunggu adekku lahir
baru cerai
Interviewer Hmm... nah kan waktu orang tua cerai, mbak D masih kecil..
umurnya baru 4 tahun, terus perasaan mbak waktu itu gimana?
soalnya masih kecil juga, apa udah ngerti atau gimana?
Subjek Kalo awal-awal umur 4 tahun itu inget sih, kayak di sinetron
gitu. Waktu adekku lahir smeinggu kemudian mbah yang dari
bapak itu meninggal. Terus bapak waktu cerai itu posisinya kena
sakit ginjal jadi nggak bisa jalan. Aku pernah denger waktu
malem-malem keluargaku memutuskan buat pisah itu mamaku
bilang gini, “D sama D itu ikut aku”. Terus bapak bilang,
“yaudah kalo gitu A sama D ikut aku”. Nah malem itu aku
denger, ketika umur 4 tahun kan biasanya anak jarang inget. Tapi
ini aku sangat inget banget. Aku paling deket sama mas mbakku,
terus pas tau mereka bakal ninggalin aku tuh rasanya sedih
banget. Akhirnya aku sama adekku dibawa ke bogor, tapi di
bogor aku dititipin sama mbah. Waktu 2 tahun di bogor itu, aku
baru ngerasain gimana rasanya ditinggal orang tua, kata orang-
orang aku tiap malem selalu manggilin bapak bilang kalo pengen
pulang gitu. Dan dulu aku yang nggak sakit-sakitan kena asma
sama jantung. Karna kondisiku yang makin drop, akhirnya tuker
anak. mbak ikut mama, aku ikut bapak.
Interviewer Oh... terus mbak balik ke gresik ya berarti, tinggal sama mas
22

juga?
Subjek Iya, aku balik ke gresik, tapi habis itu dibawa ke ngawi tinggal
disana.
Interviewer Waktu itu mbak D juga masih sekolah ya, terus mbak gimana
buat ngehadepinnya?
Subjek Dulu bapak itu kena stroke waktu aku kelas 1 SD, nah disitu aku
jadinya yang ngerawat bapak sendiri, soalnya mas ke gresik
tinggal sama bulek buat sekolah. Aku juga udah mulai kerja
karna bapak nggak kerja. Nah seiring berjalannya waktu, kondisi
bapak udah mendingan, itu waktu aku kelas 4. Disitu aku
ngerasain jadi anak karna aku yang dirawat bapak. Terus waktu
kelas 5, bapak ngasih tantaga ke aku, nanyain aku mau lanjut
sekolah apa nggak. Aku jawab pengen lanjut sekolah. Kata
bapak kalo aku pengen lanjut sekolah, aku harus cari biaya
sendiri. Akhirnya aku telpon bulek, minta tolong buat biayain
sekolahku. Ya sedih juga, karna pisah dari bapak. Tapi kalo
sekolahnya nggak ngaruh kok.
Interviewer Terus buleknya mbak gimana?
Subjek Bulek mau ngebiayain sekolahku. Lulus SD itu aku ke gresik
ikut bulek buat sekolah.
Interviewer Oh iya... nah kira-kira dari SD sampai kuliah ini, kapan mbak D
ngerasa jatuh banget atau naik turun di kehidupan?
Subjek Hmm.. waktu SD dulu aku anaknya tempramen banget, bener-
bener nggak bisa nahan emosi. Aku juga jadi ketua kelas terus
dari kelas 1-6 SD. Waktu SMP aku pendiem, tiap hari diem.
Waktu itu aku ngerasa sedih banget soalnya pisah sama bapak
terus aku bener-bener ngerasain gejolak gimana rasanya
ditinggal orang tua pisah. Tinggal sama bulek paklek juga jarang
ada komunikasi. Uang jajan aja ditaruh di meja, kalo mereka
marah sama aku marahnya ditulis di surat. Sampek akhirnya aku
23

ikut pramuka. Disitu pembimbing pramukaku ngerti aku banget


dan akhirnya aku dikasih kepercayaan buat jadi ketua pramuka
waktu itu. SMP ini aku pengen ngerubah tempramenku. Aku
mikirnya aku nggak boleh gini terus, aku harus berubah. Karna
dulu aku diamanahi jadi ketua OSIS, ketua PMR, ketua Pramuka,
aku ngerubah tempramenku jadi teges. Jaman-jaman SMP itu
jamannya aku jadi pemimpin. Ya seneng sih, aku ngerasa
dihargai gitu. Terus waktu SMA aku pengen berubah, aku
pengen ngerasain gimana rasanya dipimpin. Makanya SMA dulu
aku nggak ikut apa-apa. Lebih ke menikmati hidup sih dulu,
menikmati interaksi sama temen. Kalo kuliah ini, aku lebih
pengen bertanggung jawab. Aku pengen nyatuin keluargaku lagi.
jadinya kayak tanggung jawab seorang anak seusiaku itu gimana
buat keluarga. Itu malah berat sih, tapi dibuat enjoy.
Interviewer Oh iya iya.... hmm terus intensitas ketemu mbak D sama
keluarganya gimana?
Subjek Pertama kali kumpul sekeluarga lengkap itu waktu masku nikah
tahun kemaren. Kalo sama bapak dulu tiap hari, Cuma waktu
tinggal sama bulek itu 6 bulan sekali. Kalo mama itu 13 tahun
setelah pisah baru ketemu. Kalo sama mbakku itu 7 tahun setelah
pisah. Entah kenapa semakin gede malah dikasih jalan buat bisa
sering ketemu. Mbak, mas, sama mama sekarang tinggalnya di
jawa timur semua.
Interviewer Oh gitu seneng ya jadinya... terus dulu ketika mbak D berada
dalam kondisi tersebut, mbak punya gambaran nggak
kedepannya mau ngapain?
Subjek Sebenernya aku anaknya itu pemimpi. Dulu aku selalu gambar
kapal di kertas, terus kertas itu aku sobek-sobek buat nantinya
aku jadiin satu lagi. aku selalu gitu dari dulu. Tapi belom tau
tujuanku apa, Cuma tersirat aja pengen nyatuin keluargaku.
24

Waktu SMP aku lebih mikir gimana biar aku tetep ranking 1.
Soalnya kan aku tinggal sama paklek bulek, terus paklekku itu
termasuk orang penting di gresik. Jadi aku mikir apa yang bisa
ku kasih buat paklek bulekku. Jadinya dengan aku selalu ranking
1, bisa bikin paklekku itu maju ke atas panggung waktu wisuda,
bisa ngasih kebanggaan buat beliau.
Interviewer Kira-kira ada pengaruh ke kondisi belajar mbak atau gimana?
Apa ada perubahan?
Subjek Kalo ke belajar nggak ngaruh sih, soalnya aku nggak suka
belajar, lebih suka maen. Kendalanya sih aku dulu sakit-sakitan
jadinya jarang masuk sekolah.
Interviewer Tapi itu ngaruh nggak ke prestasi akademiknya mbak?
Subjek Meskipun aku sering nggak masuk sekolah sama jarang belajar,
anehnya aku tetep rangking satu terus dari SD sampai SMA
Interviewer Wah... terus cara belajarnya mbak gimana? Apa ada cara belajar
khusus?
Subjek Aku juga bingung kenapa aku bisa ranking 1 terus, padahal ada
anak yang lebih pinter daripada aku... ada anak yang emang
pinter karna belajar, tapi kalo aku itu pinternya karna wangsit
hehehe
Interviewer Bisa gitu ya.... tapi cara belajarnya mbak gimana biar bisa jadi
ranking 1 terus?
Subjek Belajarku ya biasa aja sih, sehari sebelum ujian. Aku lebih suka
dibilang cerdas daripada pinter. Ya itu tadi, orang pinter itu
pinternya karna dia belajar, tapi kalo orang cerdas ya dia cerdas
dalam berbagai bidang, kalo guru lagi jelasin ya aku perhatiin
bener-bener, biar paham langsung
Interviewer Selain itu ada lagi nggak?
Subjek Aku selalu gini sih, bukan belajarnya sih. Yaudah aku niat
sekolah, aku doa, ketika ada guru nerangin aku cerna baik-baik.
25

Kalo SMA aku belajar kok, soalnya Unas, takut. Belajarnya ya


sehari sebelum.
Interviewer Terus kalo kuliah tetep belajar atau gimana?
Subjek Dulu itu sebenernya aku nggak pengen kuliah, kalo kuliah aku
jadi nggak bisa ngebiayain ini itu. Kalo aku kerja kan aku bisa
dapet uang buat ngebiayain semuanya. Aku lebih bahagia kalo
orang disekitarku bahagia, prinsipku dulu kayak gitu. Percuma
aku bahagia kalo yang lain nggak. Akhirnya waktu semester 1
dulu kuliahku berantakan karna jarang masuk, soalnya aku masih
kerja . Ya udah, aku lebih milih kuliah dan ngelepas kerjaku.
Dan aku ngerasa kalo kuliah itu beda, jadinya aku belajar. Tapi
aku bukan tipe orang yang suka baca buku, aku lebih suka
mendengarkan orang dan itu langsung tak tancepin di otakku.
Interviewer Nah kan semester 1 kemaren kata mbak D hancur, terus gimana
cara mbak buat mengatasinya?
Subjek Disitu aku mikir, aku nggak boleh gini terus. Aku udah dikasih
jalan buat cita-citaku. Di kuliah ini aku harus mikirin masa
depanku juga. Makanya aku berusaha berusaha terus. Selama
semester 1-6 kemaren aku ngerasa bodoh, soalnya nggak ada
yang bisa dibanggakan dari aku. Baru semester 7 ini, aku sadar
kalo aku tuh pinter, aku bisa. Aku harus ditantang emang, kalo
nggak ada tantangan aku ngerasa bodoh
Interviewer Hmm... berarti mbak suka tantangan ya?
Subjek Iya, aku lebih suka tantangan daripada nggak dihadapin sama
apa-apa, kalo nggak gitu aku menyepelekan
Interviewer Suka hal yang sulit juga berarti?
Subjek Iya aku suka. Kayak skripsi, kan orang bilang kalo skripsi itu
sulit,gini-gini. Kalo aku juga pernah nganggep skripsi itu susah,
tapi kemaren ketika aku nekat, aku harus negbuktiin skripsi itu
susah apa nggak. Ketika udah jalan, yah gini doang... ternyata
26

biasa aja. Apalagi ketika dapat tantangan dari dosen buat bikin
jurnal di temu ilmiah nasional, ya tak ambil. Aku harus bisa.
Kalo aku bisa berarti aku pinter, kalo nggak ya aku bodoh.
Kayak memotivasi diriku sendiri.
Interviewer Hmm.. terus mbak punya timeline atau rancangan waktu buat
mbak D belajar atau ngerjain sesuatu?
Subjek Kalo belajar nggak ada, karna emang aku nggak suka belajar.
Aku anaknya sangat terstruktur. Nggak usah ambil dari yang
dulu-dulu, kemaren aja yang temu ilmiah nasional yang bikin
jurnal itu. Nah keluarga, tugas, main, sama kerja. Dan kemaren
aku seminggu udah harus selesai bikin jurnal. Jadi kalo aku
pengen apa atau pengen kemana, tugas bikin jurnal harus selesai
dulu baru aku bisa melakukan hal lain. Semuanya tak atur
Interviewer Oh iyaiya... menurut mbak D seberapa penting prestasi akademik
bagi diri mbak?
Subjek Prestasi akademik... penting sih. Pentingnya itu, aku suka
bersaing. Aku nggak mau jadi pinter tapi Cuma disitu aja, aku
maunya ya jadi pinter yang semakin kedepan semakin jauh lebih
pinter dari orang lain. Aku lebih suka jadi pinter tapi pinternya
itu berguna buat orang lain dan bisa mempengaruhi sekitar. Kalo
pinternya buat diriku sendiri juga percuma
Interviewer Hmm iyaa... terus misal kalo mbak ketemu sama mata kuliah
yang sulit, gimana cara mbak mengatasinya biar nilainya stabil?
Subjek Sulit semua sih... tapi aku paling nggak bisa nyoba SPSS, kuanti,
dll. Kalo misalkan susah aku malah penasaran, pengen tak gali
lebih dalam
Interviewer Berarti mbak berusaha biar bisa ngerti mata kuliah itu ya?
Subjek Iya, seenggaknya aku tau gitu. Di kuliah ini aku belajar mata
kuliah yang aku nggak ngerti aja. Kalo yang ngerti ya nggak
belajar hehe
27

Interviewer Oh gitu....
Interviewer Kalo mbak D dapat nilai jelek pada satu mata kuliah, apa yang
mbak lakukan?
Subjek Jangankan mata kuliah, dari dulu kalo aku dapet niai jelek aku
marah sama diriku
Interviewer Kenapa kok gitu?
Subjek Ya bodoh berarti, kenapa aku bisa dapet jelek. Tapi kalo dapet
nilai jelek ya aku akalin buat bagusin di tugasnya
Interviewer Berarti mbak berusaha memperbaiki dengan nilai tugas tadi ya?
Subjek Iya, aku tuh harus dapet pukulan dulu. Waktu semester 1
kemaren nilaiku kan hancur, makanya dibagusin waktu semester
2 sampai sekarang
Interviewer Hmm.. jika mbak dihadapkan dengan resiko kegagalan pada
suatu hal atau memang sudah pernah gagal, apa yang mbak D
lakukan?
Subjek Plan a, b, c. Aku pemimpi, terstruktur, dan keras. Dari SMP aku
udah punya target, aku mau SMA dimana, aku SMA mau
ranking berapa, aku SMA mau jadi orang seperti. Ketika aku
SMA aku harus kerja apa biar bisa nabung. Semuanya udah tak
atur sebelum itu kejadian dan itu selalu berhasil sampai ditawarin
kerja sebelum lulus SMA. Nah itu suatu pencapaian. Tapi yang
beneran mikir itu waktu mau lulus SMA, aku menargetkan setiap
tahun ya, karna aku ngasih tantangan ke diriku setiap ulang tahun
aku udah bisa ngapain. Sampai semester 1 kemaren, aku
mengalami kegagalan semuanya. Tapi aku bangkit lagi, bukan
berarti aku nggak bisa bermimpi lagi. aku harus siap punya
rencana lain. Jadi ketika aku gagal, aku nggak kecewa dan masih
punya rencana lain buat ngelanjutin mimpiku.
Interviewer Heem heem.... terus mbak pernah cemas nggak mengenai
pendidikan atau hal lain?
28

Subjek Kalo pendidikan aku nggak cemas, cuman aku cemasnya itu
nanti habis lulus aku kemana, terus mencemaskan mimpiku
sendiri. Mimpiku bukan buat diriku sendiri, tapi buat orang lain
juga. Umur 35- 40 aku udah harus bisa bikin panti asuhan. Tapi
aku yakin, ada sesuatu yang lebih indah dari apa yang sudah aku
lalui
Interviewer Wah... hmm terus tadi mbak D cerita kalo waktu SD-SMA
ranking 1 terus, jadi ketua osis, dan ketua organisasi lain. Kira-
kira ada lagi nggak prestasi yang pernah mbak capai?
Subjek Apa ya... oh itu, dulu nilai unas waktu SD terbaik nomor 1 di
gresik, tryout di primagama juga selalu nomor 1, pernah ikut
olimpiade debat tapi Cuma sampe juara 2 jawa timur
Interviewer Nah kan preastasinya mbak D banyak, ada nggak sih
penghargaan yang diberikan dari keluarga mbak atau orang
disekitar mbak D atas prestasi yang telah dicapai?
Subjek Dulu aku pernah masuk majalah sekolah gara-gara juara ini itu,
dari guruku aku selalu ditantang buat ngerjain soal yang sulit
atau ngerjain sesuatu. Dan menurutku itu adalah sebuah
penghargaan dari mereka. Kalo dari keluarga, aku nggak dapet
belom dapet penghargaan. Soalnya di keluargaku, prestasi udah
biasa gitu. Tapi dari bapakku, bapak pernah bilang kalo aku itu
harapan beliau. dan itu jadi penghargaan buatku
Interviewer Hmmm... berarti mbak D jika dapet penghargaan atau umpan
balik dari apa yang telah mbak capai, apa yang mbak rasakan?
Subjek Ya seneng sih, itu jadi motivasiku buat melakukan sesuatu yang
lebih baik lagi
Interviewer Baik... mbak D, dari semua pembicaraan dan apa yang aku
tanyain tadi, kira-kira apa yang membuat mbak D jadi seperti
sekarang ini?
Subjek Intinya yakin sih. Kalo kamu yakin menjalani hidup ini yang
29

punya kehidupan bakal yakin kalo kamu bisa menjalani


semuanya. terus juga udah dijelasin di agama kita, kalo sebaik-
baiknya manusia adalah manusia yang berguna buat orang lain.
Itu pedomanku, aku nggak pernah mikirin diriku sendiri. Ketika
aku bertemu dengan orang lain aku harus ngasih manfaat bagi
mereka. Itu kayak suatu kebahagiaan buat aku kalo aku bisa
bermanfaat buat mereka. Terus aku juga orang yang suka
tantangan. Aku nggak mau jadi orang yang biasa aja. Kan orang
kalo ada masalah pasti nangis itu biasa to, dan aku pengen
menaklukan itu semua. Dan aku tuh nggak mau jadi anak dari
keluarga broken home yang pergaulannya rusak, aku harus beda.
Mama, bapak, mbak, dan keluargaku yang lain juga kalo ada
apa-apa mesti larinya ke aku, jadi disini aku punya tanggung
jawab gitu buat mereka. Disini aku memposisikan diriku sebagai
contoh sih.
Interviewer Oh iya iya... sepertinya wawancara kali ini sudah cukup.
Terimakasih mbak D sudah mau bercerita dan berbagi dengan
aku tentang perjalanan hidup mbak. Tetep semangat ya mbak D!
Subjek Iya sama-sama, kamu juga semangat ya Far!

Anda mungkin juga menyukai