Anda di halaman 1dari 9

REHABILITASI LAHAN MELALUI PENERAPAN AGROSILVOPASTURE BERBASIS

MANGLID (Magnolia Champaca) dan Sengon (Falcataria mollucana)

Land Rehabilitation Through Agrosilvopasture Applications Based on Manglid (Magnolia


Champaca) and Sengon (Falcataria Mollucana)

Aditya Hani dan Levina Pieter Geraldine


Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestri
Jl. Ciamis-Banjar Km 4 Po Box 5 Ciamis Jawa Barat
e-mail:adityahani@gmail.com

ABSTRAK

Rehabilitasi hutan dan lahan masih menjadi program utama dalam rangka mengurangi kejadian bencana alam.
upaya untuk rehabilitasi lahan dilakukan dengan melibatkan masyarakatdengan menerapkan sistem pertanian
terintegrasi melalui pola agrosilvopastur. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan jenis sengon
dan rumput gajah yang ditanam secara agrosilvopasture. Plot penelitian terbagi menjadi dua blok penanaman
yaitu plot penanaman sengon+rumput gajah seluas 1 ha dan plot penanaman campuran
sengon+manglid+rumput gajah seluas 1 ha. Masing-masing menggunakan rancangan acak petak terbagi (split
plot desaign) dengan main plot adalah pola tanam: agroforestri (P1) dan monokultur (P2), sedangkan anak
petak adalah perlakuan 4 jarak tanaman tanaman pokok (3 m x 3 m, 3 m x 4 m, 3 m x 5 m dan 3 m x 6 m).
Hasil penelitian menunjukan pola tanam monokultur sengon dengan jarak tanam sengon 3 m x 5 m
memberikan pertumbuhan tertinggi, sedangkan pada pola tanam campuran sengon+manglid akan memberikan
pertumbuhan tertinggi pada agrosilvopastur. Jumlah tunas setiap rumpun antara 44 – 134 tunas dengan berat
basah per sampel rata-rata 83,6-278, gr per tunas, sedangkan produktivitas per luasan 4 m 2 antara 0,8 kg –
13,25 kg berat basah dan 0,32 kg – 5,26 kg berat kering.

Kata kunci: agrosilvopastur, sengon, manglid, rumput gajah

ABSTRACT

Forest and land rehabilitation is still the main program in order to reduce the incidence of natural disasters.
Efforts to rehabilitate the land are done by involving the community by applying the farming system through
agrosilvopastur pattern. This research was intended to know the growth of the tree and elephant grass that is
grown on agrosilvopasture. The research plot is divided into two blocks namely the plot of sengon (Falcataria
mollucana) tree + elephant grass (1ha) and plot of sengon + manglid (Magnolia champaca) + elephant grass
(1 ha). The research with split plot desaign with the main plot was cropping pattern: agroforestry (P1) and
monoculture (P2), and the sub plot was of 4 (four) tree spacing (3 m x 3 m, 3 mx 4 m, 3 m x 5 m and 3 mx 6 m).
The results showed the pattern of planting sengon monoculture with 3 m x 5 m spacing gave the highest
growth, while on the pattern of planting sengon + manglid mixture will give the highest growth in
agrosilvopastur. The elephant grass had number of shoots per clump between 44 – 134 shoot with averaged
83.6-278 gr wet weight per shoot, while productivity of 4 m2 area between 0.8 kg - 13.25 kg wet weight or 0.32
kg - 5.26 kg dry weight.

Keywords: Agrosilvopastur, elephant grass, manglid, sengon,


PENDAHULUAN

Rehabilitasi hutan dan lahan masih menjadi program utama pemerintaan di negara kita. hal ini
disebabkan karena luas lahan kritis masih cukup tinggi, sedangkan kemampuan untuk merehabilitasi yang
berasal dari sumber dana pemerintah terbatas. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2015)
menyebutkan bahwa luas lahan kritis sampai tahun 2013 tercatat seluas 24,2 juta ha, sedangkan
kemampuan merehabilitasi dari tahun-ketahun justru semakin menurun dengan luasan pada tahun 2015
seluas 214 ribu hektar. Dampak dari kerusakan hutan dan lahan menyebabkan semakin meningkatknya
kejadian bencana alam seperti banjir dan longsor. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016)
menyebutkan sekitar 51% bencana di Indonesia yang diakibakkan karena kerusakan ekosistem berupa
kejadian banjir dan longsor.
Alih fungsi lahan merupakan salah satu penyebab utama terjadi kerusakan ekosistem. Sebagai
contoh daerah dataran tinggi yang merupakan daerah hulu aliran sungai seharusnya idealnya merupakan
tutupan hutan. Untuk mengurangi dampak dari penggunaan lahan di dataran tinggi dapat dilakukan
dengan penerapan teknik konservasi baik secara vegetatif maupun mekanik. Penerapan teknik konservasi
secara vegetatif dapat dilakukan dengan pola tanam bergilir, pemanfaatan sisa panen, penanaman pohon
dan penanaman rumput di bibir teras (Nuraeni et al., 2012). Namun saat ini banyak ditemukan adanya
aktifitas pertanian tanaman semusim tanpa menerapkan kaidah konservasi. Penerapan teknik konservasi
tanah kurang sampai saat ini masih kurang mendapat dukungan dari masyarakat. kondisi ekonomi yang
rendah merupakan faktor utama yang menyebabkan petani mengabaikan aspek konservasi (Adimiharja,
2008). Oleh karena itu, upaya untuk rehabilitasi lahan dilakukan dengan melibatkan masyarakat.
Masyarakat akan aktif terlibat dalam kegiatan rehabilitasi apabila memperoleh manfaat dari kegiatan
rehabilitai tersebut. Manfaat yang dapat diperoleh tidak hanya sebagai pekerja selama kegiatan proyek
berlangsung namun juga manfaat yang dapat dirasakan secara berkesinambungan. Salah satu upaya
tersebut adalah dengan menerapkan sistem pertanian terintegrasi.
Sistem pertanian terintegrasi merupakan usaha untuk mengintegrasikan seluruh komponen
pertanian baik vertikal maupun horisontal sehingga tidak ada limbah yang terbuang. Sukanteri (2013)
menyebutkan bahwa sistem pertanian terintegrasi bertujuan agar meningkatkan efesiensi dengan kondisi
sumberdaya yang terbatas sehingga pendapatan yang diperoleh dapat optimal. Penerapan sistem tersebut
juga diharapkan terjadi integrasi antara berbagai sektor kegiatan: kehutanan pertanian dan peternakan.
Namun, saat ini sistem pertanian terintegrasi masih terbatas pada integrasi antara sektor pertanian dan
peternakan, sehingga dengan kebutuhan ekonomi dan lingkungan, pengembangan sistem pertaninan
terintegarasi perlu diperluas dengan melibatkan komponen pohon dengan pola agrosilvopasture.
Integrasi antara tanaman kayu, semusim dan ternak merupakan salah satu bentuk adaptasi petani
menghadapi perubahan iklim, sehingga petani dapat memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan di lahan
kering sebagai sumber pakan ternaknya (Rahmansyah, 2013). Hal ini disebabkan karena pada saat musim
kemarau pada umumnya ketersediaan rumput menjadi terbatas karena kering, sedangkan tanaman berupa
pohon khususnya dari jenis legum pada umumnya masih tumbuh dengan baik. Salah satu jenis pohon
legum adalah sengon (Falcataria mollucana). Tanaman sengon merupakan salah satu sumber hijauan
pakan ternak yang banyak dimanfaatkan hampir di semua daerah di Indonesia melalui kegiatan
pemangkasan (Prawiradiputro, 2011; Irawanti, et al, 2012, Susanti & Marhaeniyanto,2016). Selain itu
sengon merupakan salah satu jenis pionir yang berasal dari famili legum yang sangat sesuai untuk
rehabilitasi lahan karena mampu tumbuh pada lahan yang marginal serta memiliki pertumbuhan yang
cepat sehingga cepat menutup lahan dan mampu meningkatkan kesuburan tanah dari seresah daun serta
sistem perakaran yang mengandung bintil akar. Manglid (Magnolia champaca) merupakan salah satu
jenis tanaman yang banyak dikembangkan di hutan rakyat khususnya di daerah dataran sedang – tinggi di
Jawa Barat. Manglid mempunyai kayu yang berkualitas baik dengan pertumbuhan yang sedang, serta
daunnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Siarudin et al., 2016).
Rehabilitasi lahan dengan penanaman jenis kayu yang dikombinasikan dengan rumput sebagai
bagian dari upaya mendukung swasembada daging. Salah satu jenis rumput yang dapat dikombinasikan
adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum). Rumput gajah merupakan jenis yang sesuai untuk
konservasi lahan terutama di daerah dengan topografi pegunungan dan berlereng (Prasetyo, 2003).
Rumput gajah juga mempunyai perakaran yang berasosiai dengan bakteri pengikat nitrogen (Videira, et
al., 2013) sehingga sesuai untuk dikembangkan pada lahan terdegradasi. Pengembangan pola tanam
campuran antara tanaman jenis tanaman legum (seperti sengon) dan rumput-rumputan dapat memberikan
keuntungan karena adanya pengikatan nitrogen oleh tanaman legum serta pemanfaatan oleh jenis rumput-
rumputan yang sangat membutuhkan nitrogen dalam pertumbuhannya (Indriani et al, 2011). Rehabilitasi
lahan yang mengkombinasikan antara rumput dan pohon terbukti mampu meningkatkan jumlah dan jenis
makrofauna tanah (Rivera et al., 2013). Namun interaksi antara jenis tanaman penyusun tersebut perlu
dijaga jangan sampai menimbulkan dampak negatif serta bagaiman mengelola interaksi tersebut. Oleh
karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan jenis sengon dan rumput gajah yang
ditanam secara agrosilvopasture.

METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cukangkawung Kecamatan Sodonghilir Kabupaten
Tasikmalaya yang merupakan areal bekas tanaman teh rakyat yang sudah tidak produktif. Kondisi areal
bergunung dengan kondisi berlereng. Kegiatan penimbangan berat biomasa dan pengovenan dilakukan di
Laboratorium Balai Litbang Teknologi Agroforestry Ciamis. Bulan November 2015 sampai Bulan Juni
2016.

B. Bahan dan Alat Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: bibit sengon, manglid, stek rumput gajah,
pupuk kandang, ajir, fungisida, em-4, sedangkan alat yang digunakan adalah: kaliper, timbangan,
meteran, tali rafia, alat tulis,oven.

C.Tahapan Pelaksanaan/Rancangan Penelitian


Penelitian didahului dengan persiapan lahan penanaman meliputi: pembersihan lahan dari
tanaman semak dan perdu serta pembuatan teras gulud. Lubang tanam tanaman pokok/kayu dibuat
dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm, pemberian pupuk dasar berupa pupuk kandang dengan dosis 1,5
kg tiap lubang tanam.Bibit tanaman sengon dan manglid berasal dari persemaian Balai Litbang Teknologi
Agroforestry. Penanaman tanaman pokok dilakukan pada Bulan Desember 2015. Penananaman rumput
gajah dilakukan pada Bulan Februari 2016 dengan jarak tanam 1 m x 1 m. rumput gajah ditanam pada
tepi guludan yang sekaligus sebagai penguat teras gulud sebagai bagian dari teknik konservasi.
Pembuatan plot penanaman sengon/manglid dilakukan dengan menggunakan rancangan acak
petak terbagi (split plot desaign) dengan main plot adalah pola tanam: agroforestri (P1) dan monokultur
(P2), sedangkan anak petak adalah perlakuan 4 jarak tanaman tanaman pokok (3 m x 3 m, 3 m x 4 m, 3 m
x 5 m dan 3 m x 6 m). Plot penelitian terbagi menjadi dua blok penanaman yaitu plot penanaman
sengon+rumput gajah seluas 1 ha dan plot penanaman campuran sengon+manglid+rumput gajah seluas 1
ha. Parameter dalam penelitian ini untuk pengukuran tanaman pokok adalah tinggi dan diameter,
sedangkan untuk tanaman rumput gajah dibuat petak pengamatan berukuran luasan 4 m 2 sebanyak 13
ulangan untuk mengukur produktivitasnya dan setiap petak pengamatan diambil sampel tanaman
sebanyak 5 tanaman untuk diamati pertumbuhan morfologinya yang meliputi tinggi, diameter, berat
basah, berat kering dan jumlah tunas.

D. Analisis Data
Data hasil pengukuran tanaman sengon dan manglid dianalisis menggunakan analisis keragaman
(ANOVA), apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Analisis
data dibantu menggunakan program SPSS versi 16, sedangkan data pertumbuhan dan produksi tanaman
rumput gajah dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Status Kesuburan Lahan
Lahan di lokasi penelitian merupakan lahan bekas perkebunan teh yang sudah lama tidak
dikelola dengan baik. petani sudah tidak mengelola perkebunan teh tersbut dengan intensif karena
produktivitas yang rendah serta usia tanaman sudah tua. Sementara itu untuk melakukan peremajaan
membutuhkan biaya yang mahal sedangkan harga teh kurang ekononomis sehingga petani membiarkan
tanaman teh seperti apa adanya. Akibatnya lahan menjadi semakin rusak karena semakin meningkatnya
erosi dan aliran permukaan. Kondisi kesuburan tanah di awal penelitian seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Status kesuburan tanah di lokasi penelitian
Table 1. Soil fertility status at study sites
C-
Lokasi H2O organik N-total C/N P-tersedia K KTK
Sengon
Blok 1 4,45 1,14 0,13 9,25 4,50 0,01 10,75
Blok 2 4,48 1,47 0,13 12,25 6,00 0,03 14,73
Blok 3 4,70 1,25 0,13 9,75 6,25 0,04 16,94
Blok 4 4,78 1,32 0,13 10,49 5,83 0,02 14,99
rendah- sangat sangat
keterangan masam rendah rendah sedang rendah rendah rendah
Campuran sengon+manglid
Blok 1 4,95 1,68 0,14 12,00 5,00 0,03 21,34
Blok 2 5,03 1,67 0,16 11,25 6,00 0,03 18,50
Blok 3 4,95 1,70 0,14 12,50 5,50 0,02 12,05
Blok 4 4,98 1,51 0,15 10,50 6,75 0,03 13,54
keterangan masam rendah rendah rendah- sangat sangat rendah-
sedang rendah rendah sedang

Tabel 1 menunjukan bahwa kondisi kesuburan tanah di lokasi penelitian dalam kondisi yang
rendah dengan pH yang masam. Tanah yang masam pada umumnya mempunyai kandungan Al dan Fe
yang tinggi, Ca, Mg, K dan Na rendah sehingga unsur phospor menjadi tidak tersedia karena terikat oleh
Al atau Fe (Rosliana et al., 2010). Salah satu upaya untuk meningkatkan kesuburan tanah yang sudah
terdegradasi adalah dengan meningkatkan bahan organik tanah. Bahan organik dapat berperan dalam
peningkatan kesuburan tanah melalui:a) peningkatan kapasitas air tersedia, b) peningkatan suplai untus
hara dan 3) peningkatan struktur tanah dan sifat fisik lainnya (Supriyadi, 2008). Salah satu sumber bahan
organik adalah limbah pertanian sisa dari pemanenan yang tetap dibiarkan di lahan (Roidah, 2013) atau
dalam bentuk kotoran ternak apabila limbah pertanian dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak.
Peningkatan bahan organik akan meningkatkan jumlah dan keanekaragaman jenis mikroba dalam tanah
(Page et al, 2013). Saraswati dan Suwarno (2008) menyebutkan bahwa mikroba tanah berfungsi sebagai
dekomposer bahan organik, pelarut fosfat, mineraliasi senyawa organik,fiksasi hara, nitrifikasi dan
denitrifikasi yang diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Selain itu budidaya lorong antara
pohon, tanaman semusim dan rumput gajah dalam jangka panjang akan memperbaiki kesuburan lahan,
mengurangi erosi serta meningkatkan produktivitas tanaman semusim (Mutegi et al. (2008).

B. Pertumbuhan Tanaman Kayu


Hasil analisis keragaman pertumbuhan tanaman sengon menunjukan bahwa perlakuan pola
tanam memberikan perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman sengon. Hasil uji lanjut Duncan
untuk mengetahui perlakuan yang terbaik yang mempengaruhi pertumbuhan sengon disajikan pada
Gambar 1.
Gambar 1.Pertumbuhan tanaman sengon pada pola agrosilvopastur sengon+rumput
Figure 1. Plant growth of sengon on the pattern of agonilopopurur sengon + grass

Gambar 1 menunjukan bahwa pola tanam yang memberikan pertumbuhan tanaman sengon
terbesar adalah pada pola tanam monokultur sengon dengan jarak tanam sengon 3 m x 5 m sedangkan
pertumbuhan terendah ditunjukan pada pola tanam agrosilvopastur sengon dengan jarak tanam sengon 3
m x 4 m (J2P2). Pertumbuhan tanaman sengon pada pola tanam J2P2 paling rendah disebabkan karena
adanya persaingan antara tanaman sengon dan rumput gajah. Hal ini disebabkan karena tanaman sengon
masih berumur muda sehingga belum mampu bersaing dengan rumput. Sengon yang berusia muda
padaumumnya pertumbuhan pertumbuhan perakarannya tidak sebaik dan sebanyak perakaran rumput.
Sementera rumput mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat sehingga kemampuan menyerap nutrisi
maupun air lebih tinggi. Holdo & Brocato (2015) menyebutkan bahwa perakaran rumput mendominasi
dalam pengambilan air di lapisan air bagian atas sehingga air yang dapat diterima oleh akar tanaman
menjadi terbatas. Selain itu perakaran rumput juga mampu mengambil nitrogen yang terikat oleh akar
tanaman jenis legum (sengon), sehingga dengan kondisi lahan yang miskin unsur hara serta belum
adanya pemberian pupuk terhadap rumput akan menyebabkan pertumbuhan tanaman sengon tertekan
(Yuhaeni et al., 1997).
Petani pada umumnya hanya mengambil rumput yang ada dilokasi penelitian tanpa melakukan
pemeliharaan dengan pemberian pupuk terhadapa rumput tersebut. Oleh karena itu untuk mengurangi
persaingan antara tanaman sengon dan rumput maka perlu diatur jarak tanam antara tanaman sengon dan
rumput serta perlu pemberian pupuk terhadap tanaman sengon muda serta tanaman rumput. Apabila
tanaman sengon sudah cukup besar maka diharapkan persaingan antara kedua jenis tersebut akan
berkurang karena perakaran tanaman sengon sudah berkembang jauh kelapisan dalam tanah sehingga
mampu mengambil nutrisi pada areal yang berbeda dengan tanaman rumput.
Gambar 2.Pertumbuhan tanaman sengon+manglid pada pola agrosilvopastur sengon+manglid+rumput
Figure 2.Growth of sengon + manglid on agrosilvopastur sengon + manglid + grass pattern

Gambar 3 menunjukan bahwa pada pola tanam agrosilvopastur memberikan pertumbuhan


sengon dan manglid paling tinggi dibandingkan pola tanam monokultur. Hasil tersebut berbeda dengan
pertumbuhan tanaman sengon sebelumnya yang justru tertekan karena keberadaan rumput gajah. Hal ini
disebakan pada pola tanam tersebut petani sudah ada yang berinisiatif memelihara rumput dengan
melakukan pemupukan, sehingga persaingan dalam perebutan nutrisi antara tanaman rumput dan kayu
lebih rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Burner & Braur (2003) menyatakan bahwa silvopastur
dengan pengelolaan yang rendah akan menyebabkan ketidaklestarian, sehingga perlu pengaturan jarak
tanam pohon untuk mempertahankan kualitas dan produktivitas rumput. Selain itu lahan pada lokasi ini
memiliki topografi yang tidak terlalu curam sehingga tingkat erosi dan aliran permukaan tidak setinggi
seperti di lokasi penanaman sengon+rumput, sehingga pemerian pupuk pada tanaman kayu maupun
rumput tidak cepat hilang terbawa aliran air.

C. Pertumbuhan tanaman rumput gajah

Pertumbuhan rumput gajah yang ditanam sebagai penguat teras gulud disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertumbuhan rumput gajak umur panen 2 bulan setelah tanam


Table 2. Elephant grass growth age of 2 months after planting
Sampel Produksi luasan 4 m2
Kode Ø
No. Σ tunas T (cm) (cm) Σ Daun BB (g) BB (Kg) BK (Kg)
1 CII4 99 47,4 1,562 9,1 142 7,25 2,88
2 CIII1 134 51,4 1,819 11,1 191,5 13,25 5,26
3 CIII2 132 51,2 1,474 11,1 138,3 7,75 3,08
4 CIII3 47 59,4 1,763 10,5 169,5 4,85 1,93
5 CIII4 113 49,1 1,8 9,8 188,3 11,1 4,41
6 CIV1 92 28,8 1,296 9 86,2 6,1 2,42
7 CIV4 79 37,6 1,511 8,6 105,6 4,55 1,81
8 SII1 85 62,2 2,26 11,6 278,6 5,6 2,23
9 SII2 62 56,2 1,94 10,8 206,6 5,4 2,15
10 SII3 59 50,4 1,88 10,4 205,8 4,1 1,63
11 SII4 71 54,6 1,5 10 199,8 4,5 1,79
12 SIII1 66 34 1,46 9,2 119,6 2,6 1,04
13 SIII3 44 20,52 1,42 7,8 83,6 0,8 0,32
Keterangan: Σ tunas= jumlah tunas, T= tinggi rumput dari permukaan tanah samapi ujung tunas, Ø =
diameter rumput pangkal batang, Σ Daun=jumlah daun, BB= berat basah, BK = berat kering

Tabel 2 menunjukan bahwa pertumbuhan awal tanaman rumput gajah cukup bagus. Pada umur 2
(dua) bulan rumput gajah sudah mampu membentuk rumpun yang cukup rapat. Jumlah tunas setiap
rumpun antara 44 – 134 tunas dengan berat basah per sampel rata-rata 83,6-278, gr per tunas, sedangkan
produktivitas per luasan 4 m2 antara 0,8 kg – 13,25 kg berat basah dan 0,32 kg – 5,26 kg berat kering.
Apabila dikonversi produktivitas per hektar menjadi 2 ton.ha -1 – 3,3 ton.ha-1. Produktivitas tersebut masih
lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas rumput gajah hasil penelitian yang lain. Hal ni
disebabkan karena penanaman rumput gajah sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah dan kelerengan
lahan. Lubis, et al (1999) menyebutkan bahwa produktivitas rumput gajah pada lahan yang datar dapat
mencapai 5,1 ton per hektar namun produktivitasnya akan menurun seiring dengan semakin
meningkatnya tingkat kelerengan. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas rumput gajah pada
lahan yang sudah terdegradasi serta topografi berlereng dapat dilakukan dengan pemberian pupuk secara
rutin.Seseray (2013) menyebutkan bahwa rumput gajah yang diberi pupuk urea:TSP: KCL dosis 100: 50
kg: 50 kg maka produksi hijauannya akan meningkat sebesar 29% dibanding tanpa ada pemupukan.
Selain itu seiring dengan pertumbuhan tanaman kayu yang semakin besar sehingga tajuknya akan
semakin rapat maka perlu pengelolaan tanaman kayu tesebut. Untuk mempertahankan produktivitas
rumput dapat dilakukan pengaturan intensitas naungan dari pohon. Samra et al.(1999) menyebutkan
bahwa pemangkasan tajuk pohon sebesar minimal 50% dapat mempertahankan produktivitas tanaman
rumput.

KESIMPULAN
Pertumbuhan tanaman kayu yang dikombinasikan dengan rumput gajah sangat memberikan
respon yang berbeda. Sengon yang ditanam dengan rumput mempunyai pertumbuhan lebih rendah bila
dibandingkan ditanam secara monokultur, sedangkan pada pola tanam sengon+manglid yang ditanam
dengan rumput mempunyai pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan apabila ditanam secara
monokultur. Pertanaman jenis kayu dan rumput gajah tanpa pengelolaan yang intensif melalui pemupukan
dan pengaturan jarak tanam akan menyebabkan pertumbuhan kayu tertekan. Produksi rumpun gajah
sebagai penguat teras masih rendah diakibatkan karena kesuburan tanah yang rendah.

SARAN
Salah satu faktor pembatas produktivitas lahan di lokasi penelitian adalah kesuburan tanah yang
rendah. Upaya peningkatan kesuburan tanah dapat berlangsung cepat apabila petani bersedia memberikan
input bahan organik yang tinggi. oleh karena itu perlu pendampingan serta pelatihan kepada petani
bagaimana mengelola bahan organik yang tepat. Selain itu perlu dievaluasi dampak penanaman terhadap
kesuburan lahan setelah beberapa tahun kegiatan penanaman.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Balai Litbang Teknologi Agroforestry yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan
terimakaih kepada Budi Rahmawan yang telah membantu dalam pengambilan data di lapangan. Ucapan
terimakasih juga kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu sehingga tulisan ini dapat
terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Adimihardja, A. (2008). Teknologi dan strategi konservasi tanah dalam kerangka revitalisasi
pertanian. Pengembangan Inovasi Pertanian, 1(2), 105-124.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana .(2016). https://www.bnpb.go.id/.
Burner, D. M., & Brauer, D. K. (2003). Herbage response to spacing of loblolly pine trees in a minimal
management silvopasture in southeastern USA. Agroforestry systems, 57(1), 69-77.
Holdo, R. M., & Brocato, E. R. (2015). Tree–grass competition varies across select savanna tree species:
a potential role for rooting depth. Plant Ecology, 216(4), 577-588.
Indriani, N. P., Mansyur, M., Susilawati, I., & Islami, R. Z. (2011). Peningkatan Produktivitas Tanaman
Pakan Melalui Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA). Pastura: Jurnal Ilmu Tumbuhan
Pakan Ternak, 1(1), 23-26.
Irawanti, S., Suka, A. P., & Ekawati, S. (2012). Manfaat ekonomi dan peluang pengembangan hutan
rakyat sengon di Kabupaten Pati. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 9(3).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2015).Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Jakarta.
Lubis, D., Purwantari, N. D., & Manurung, T. (1999). Potensi nutrisi rumput gajah dari sistem
pertanaman lorong dan kapasitas dukungnya untuk sapi perah laktasi. Prosiding Seminar
Nasional Peternakan dan Veteriner,375-381.
Mutegi, J. K., Mugendi, D. N., Verchot, L. V., & Kung’u, J. B. (2008). Combining napier grass with
leguminous shrubs in contour hedgerows controls soil erosion without competing with
crops. Agroforestry Systems, 74(1), 37-49.
Nuraeni, N., Sugiyanto, S., Kusuma, Z., & Syafrial, S. (2012). Persepsi dan partisipasi petani dalam
penerapan usahatani konservasi (Studi Kasus Petani Sayuran Di Hulu DAS Jeneberang). Bumi
Lestari, 12(1), 116-122.
Page, K., Dang, Y., & Dalal, R. (2013). Impacts of conservation tillage on soil quality, including soil-
borne crop diseases, with a focus on semi-arid grain cropping systems. Australasian Plant
Pathology, 42(3), 363-377.
Prasetyo, A. (2003). Model Usaha Rumput Gajah sebagai Pakan Sapi Perah di Kecamatan Getasan
Kabupaten Semarang. Prosiding Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak.57-63.
Prawiradiputra, B. R. (2011). Komposisi jenis hijauan pakan kerbau di luar dan di dalam perkebunan
kelapa sawit, Kabupaten Lebak, Banten. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau.,
92-99.
Rahmansyah, M., Sugiharto, A., Kanti, A., & Sudiana, I. M. (2013). Kesiagaan pakan pada ternak sapi
skala kecil sebagai strategi adaptasi terhadap perubahan iklim melalui pemanfaatan biodiversitas
flora lokal. Buletin Peternakan, 37(2), 95-106.
Rivera, L. F., Armbrecht, I., & Calle, Z. (2013). Silvopastoral systems and ant diversity conservation in a
cattle-dominated landscape of the Colombian Andes. Agriculture, ecosystems &
environment, 181, 188-194.
Roidah, I. S. (2013). Manfaat penggunaan pupuk organik untuk kesuburan tanah. Jurnal
BONOROWO, 1(1), 30-43.
Rosliani, R., Sumarni, N., & Sulastrini, I. (2010). Pengaruh Cara Pengolahan Tanah dan Tanaman
Kacang-kacangan sebagai Tanaman Penutup Tanah terhadap Kesuburan Tanah dan Hasil Kubis
di Dataran Tinggi. Jurnal Hortikultura, 20(1).
Saraswati, R., & Sumarno, S. (2008). Pemanfaatan mikroba penyubur tanah sebagai komponen teknologi
pertanian. Iptek Tanaman Pangan, 3(1), 41-58.
Seseray, D. Y., & Santoso, B. (2013). Produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang diberi pupuk
N, P dan K dengan Dosis 0, 50 dan 100% pada devoliasi hari ke-45. Sains Peternakan: Jurnal
Penelitian Ilmu Peternakan, 11(1), 49-55.
Siarudin, M., Sudomo, A., Indrajaya, Y., Puspitojati, T. & Mindawari, N. 2016. Hutan Rakyat Manglid,
Status Riset dan Pengembangan. Forda Press. Bogor.
Sukanteri, N. P., Narka Tenaya, M., & Budiasa, I. (2013). Pemodelan Sistem Pertanian Terintegrasi
Pendekatan: Programasi Linier. Jurnal Manajemen Agribisnis (Journal Of Agribusiness
Management), 1(1).
Supriyadi, S. (2008). Kandungan bahan organik sebagai dasar pengelolaan tanah di lahan kering
Madura. Jurnal Embryo, 5(2), 180.
Susanti, S., & Marhaeniyanto, E. (2016). Proporsi penggunaan berbagai jenis daun tanaman untuk pakan
ternak kambing pada lokasi dan ketinggian berbeda di wilayah Malang Raya. Jurnal Ilmu-Ilmu
Peternakan, 26(3), 42-52.
Videira, S. S., e Silva, M. D. C. P., de Souza Galisa, P., Dias, A. C. F., Nissinen, R., Divan, V. L. B., ... &
Salles, J. F. (2013). Culture-independent molecular approaches reveal a mostly unknown high
diversity of active nitrogen-fixing bacteria associated with Pennisetum purpureum—a bioenergy
crop. Plant and soil, 373(1-2), 737-754.
Yuhaeni, S. (1997). Pertanaman Lorong (alley cropping) leguminosa dengan rumput pakan ternak:
Pengaruh jenis rumput dan jarak larikan glirisidia terhadap pertumbuhan dan produksi hijauan
pakan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 1(4), 242-249.

Anda mungkin juga menyukai