Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

ROSASEA

Disusun oleh
Randy (112016378)

Pembimbing
dr. Dewi Anggreni, Sp.KK
dr. Iwan Trihapsoro, Sp.KK, Sp.KP, FINSDV, FAADV
dr. A. A. Sri Budhyani

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
JAKARTA
PERIODE 23 Juli – 25 Agustus 2018
ROSASEA

I. PENDAHULUAN
Rosasea adalah suatu penyakit peradangan yang bersifat kronik pada
kulit, berbentuk seperti akne yang umumnya terjadi pada kelenjar
pilosebaseus di wajah dan dapat merusak kontur wajah sehingga tampak
lebih cembung, terutama pada bagian hidung, pipi, dagu, dan dahi. Penyakit
ini ditandai juga dengan adanya eritema yang berkepanjangan dan
telangiektasi disertai dengan papul atau pustul. Selain itu, pada periode
tertentu wajah tampak kemerahan dan terasa panas terbakar yang terjadi
hanya dalam beberapa menit (flushing).1,2
Pada kenyataannya tidak semua kasus sesuai dengan gambaran ini, di
mana tidak semua ciri-ciri selalu muncul. Suatu usaha dilakukan baru-baru
ini untuk menentukan kriteria diagnosis menyimpulkan bahwa adanya satu
atau lebih dari tanda-tanda berikut dengan distribusi pada bagian sentral
wajah dipikirkan sebagai rosasea yaitu flushing (kulit kemerahan dan terasa
panas terbakar), eritema non transient, papul, pustul, dan telangiektasis.2
Sebagian besar para ahli meyakini bahwa perubahan vaskular,
terutama flushing merupakan suatu gambaran yang khas dan konstan yang
diikuti dengan progresifitas ke arah inflamasi (papul dan pustul) dan adanya
limfedema kronik, penebalan kulit, dan rinofima merupakan suatu komplikasi
lanjut. Walaupun demikian, banyak kasus yang tidak menunjukkan pola yang
jelas tentang hal tersebut.2,3

II. EPIDEMIOLOGI
Rosasea menyerang hampir 3% diantara populasi dunia. Rosasea
lebih sering terjadi pada bangsa kulit putih (ras kaukasoid). Namun, tidak
menutup kemungkinan orang Afrika dan orang Asia juga dapat menderita
rosasea. Pada bangsa kulit putih ditemukan penderita rosasea sekitar 10%
dari jumlah total bangsa kulit putih.1,2,4
Puncak insiden dan beratnya penyakit terjadi pada dekade ketiga dan
keempat, pada usia 30-50 tahun, dengan insiden puncak antara 40-50

1
tahun. Walaupun demikian, anak-anak, remaja, dewasa muda dan usia
lanjut dapat menderita rosasea.1,4,5
Berdasarkan jenis kelamin, pada umumnya rosasea lebih sering terjadi
pada perempuan dibanding laki-laki. Tapi rinofima, salah satu jenis rosasea,
lebih sering menyerang laki-laki dibanding perempuan.2
Data insiden rosasea pada kelompok etnik yang berbeda sangat
bervariasi dan secara umum data ini masih kurang dan lemah, tetapi dapat
disimpulkan bahwa insiden dan mungkin deteksi rosasea tertinggi pada
individu dengan kulit tipe I dan II, diikuti ras Asia dan insiden terendah pada
populasi berkulit hitam. Insidensi penyakit ini juga sering didapatkan pada
penduduk di Celtic (fototipe kulit I dan II) dan Mediterania Selatan. Frekuensi
yang rendah atau jarang terdapat pada orang yang berwarna kulit gelap
(fototipe kulit V dan VI, warna kulit coklat dan hitam).1

III. ETIOPATOGENESIS
Etiologi dari rosasea tidak diketahui. Ada beberapa faktor yang terlibat
dalam patogenesis terjadinya rosasea yakni pembuluh darah, paparan
iklim/musim, makanan dan obat-obatan, mikroorganisme, imunologi, reactive
oxygen species (ROS), peningkatan angiogenesis, dan lainnya.2
A. Pembuluh darah
Peningkatan aliran darah ke pembuluh darah wajah dan peningkatan
jumlah pembuluh darah yang letaknya lebih dekat ke permukaan wajah
diduga menjadi faktor terjadinya eritema dan flushing. Selain itu,
vasodilatasi dan respon normal terhadap hipertermia lebih menonjol pada
orang-orang dengan rosasea.4,6
Beberapa perbedaan tersebut mencakup reaktivitas vaskular pada
daerah wajah, komposisi atau struktur jaringan penyambung kulit,
komposisi matriks, struktur pilosebasea, atau kombinasi antara respon
jaringan kutan terhadap berbagai faktor pencetus rosasea. Baik mekanisme
neural maupun humoral menimbulkan reaksi kemerahan yang hanya
terbatas pada area wajah. Hal ini disebabkan karena aliran darah pada
bagian bawah wajah lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tubuh
lainnya. Selain itu vaskularisasi lapisan kutaneus wajah terletak lebih
2
superfisial dan terdiri atas pembuluh darah yang lebih besar dan lebih
banyak dibandingkan dengan area tubuh yang lain. 6
B. Paparan iklim/musim
Peran musim panas atau musim dingin, termasuk di dalamnya peran
sinar ultraviolet matahari yang dapat menimbulkan kerusakan pembuluh
darah kulit penyebab eritema persisten masih terus diselidiki karena belum
jelas dan bertentangan hasilnya.2
C. Makanan dan obat-obatan
Makanan pedas, alkohol, dan minuman panas dapat memicu flushing
pada penderita rosasea.2,3
Adanya peningkatan bradikinin yang dilepas oleh adrenalin pada saat
kemerahan kulit flushing menimbulkan dugaan adanya peran obat, baik
sebagai penyebab maupun yang dapat digunakan sebagai terapi rosasea,
seperti amiodarone, steroid topikal, dan vitamin B-6 dan B-12 dosis tinggi.3
D. Mikroorganisme
Demodex folliculorum (tungau yang biasa hidup di folikel rambut
manusia) dahulu dianggap berperan pada etiologi rosasea, namun akhir-
akhir ini mulai ditinggalkan.2-4
Kutu yang hidup pada lumen folikel sebaceous pada area kepala dan
diduga dapat menyebabkan rosasea dalam berapa dekade, tetapi
kebenarannya mesti dikaji lebih dalam. Kutu Demodex hidup pada
sebagian besar folikel sebasea pada area tengah wajah dan lebih banyak
didapatkan pada pasien rosasea dibandingkan dengan individu normal.
Folikel yang didiami oleh Demodex menunjukkan respons inflamasi di
sekitarnya. Akan tetapi, masalah-masalah yang menyangkut teori ini
termasuk kesulitan dalam pengambilan sampel folikel dan perlunya
penjelasan mengapa sebagian besar pengobatan rosasea memberikan
perubahan yang nyata namun tidak memberikan efek terhadap kutu
tersebut.4
E. Imunologi
Dari lapisan dermo-epidermal penderita rosasea ditemukan adanya
deposit imunoglobulin oleh beberapa peneliti, sedang di kolagen papiler

3
ditemukan antibodi antikolagen dan antinuklear antibodi sehingga ada
dugaan faktor imunologi pada rosasea.2
F. Angiogenesis dan ekspresi berlebihan dari vascular endothelial growth
factor (VEGF)
Studi yang dilakukan dengan menggunakan capillaroscopy video
pada lesi rosasea eritematotelangiektasia menunjukkan neoangiogenesis
meningkat dan pembesaran pembuluh darah. Studi imunohistokimia
multipel menunjukkan ekspresi VEGF meningkat pada endotel pembuluh
darah pada kulit lesi dibandingkan dengan yang non lesi pada pasien
rosasea. Cuevas dkk menggunakan dobesilat topikal, penghambat faktor
pertumbuhan angiogenik, untuk pengobatan rosasea
eritematotelangiektasia dan melaporkan adanya perbaikan dalam eritema
dan telangiektasia setelah 2 minggu.3
G. Lainnya
Stress psikis diduga merupakan faktor penyebab. Defisiensi vitamin,
hormonal dan seborre juga pernah disangka berperan pada etiologi rosasea
namun tidak dapat dibuktikan.2

IV. GAMBARAN KLINIS


Gejala utama rosasea adalah eritema, telangiektasi, papul, edema, dan
pustul. Komedo tak ditemukan dan bila ada mungkin kombinasi dengan akne
(komedo solaris, akne kosmetika). Adanya eritema dan telangiektasia adalah
persisten pada setiap episode dan merupakan gejala khas rosasea. Papul
kemerahan pada rosasea tidak nyeri, berbeda dengan akne vulgaris, dan
hemisferikal. Pustul hanya ditemukan pada 20% penderita, sedang edema
dapat menghilang atau menetap antara episode rosasea. 2-4
Tempat predileksi rosasea adalah di sentral wajah, yaitu hidung, pipi,
dagu, kening, dan alis. Kadang-kadang meluas ke leher bahkan pergelangan
tangan atau kaki. Lesi umumnya simetris.2-4
Meskipun gejala klinis dari rosasea sangat bervariasi, National
Rosacea Society (NRS) Expert Committee pada tahun 2002 telah membagi
rosasea menjadi empat sub-tipe, yakni: eritematotelangiektasis (sub-tipe 1),
papulopustular (sub-tipe 2), phymatosa (sub-tipe 3), dan okuler (sub-tipe 4)

4
dengan tingkat keparahan dari setiap derajat sub-tipe sebagai derajat 1
(ringan), derajat 2 (sedang), atau derajat 3 (berat).2,3

A. Erythematotelangiectatic Rosacea (ETR)


Fase paling awal dari sub-tipe ini adalah kemerahan yang bersifat
rekuren akibat berbagai macam stimulus seperti stres emosional, minuman
panas, alkohol, makanan pedas, latihan fisik, dan cuaca panas atau dingin.
Seiring berjalannya waktu, kemerahan akan timbul dalam durasi yang lebih
lama hingga akhirnya menjadi permanen. Timbul rasa terbakar dan
menyengat, edema pada area wajah yang berbentuk cembung, dan
kadang disertai pengelupasan. Telangiektasis akan terbentuk pertama kali
di alae nasi, kemudian pada hidung dan pipi. Pada beberapa individu,
dapat ditemukan spider angioma atau papular angioma yang berukuran
lebih besar. Perpanjangan episode atau memberatnya gejala kemerahan
yang diikuti gejala sistemik seperti diare, wheezing, nyeri kepala, palpitasi,
atau kelemahan mengindikasikan diperlukannya investigasi untuk
menyingkirkan keadaan yang jarang terjadi yang mungkin memberikan
gejala berupa kemerahan seperti sindrom karsinoid, feokromositoma, atau
mastositosis.2,3,5,7

Gambar 1. Sub-tipe eritematetolangiektasis


Sumber: Pelle MT. Rosacea. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8th ed. New
York: McGraw-Hill Companies; 2012. p. 918-25.

5
B. Papulopustular Rosacea (PPR)
Sub-tipe ini bermanifestasi sebagai eritema yang persisten pada
daerah sentral wajah dengan papul dan pustul yang dominan pada area
wajah yang berbentuk cembung. Sesuai teori vaso reaktivitas, pada
pasien-pasien rosasea terdapat papul-papul yang nampak berwarna
merah dan lebih gelap dibandingkan dengan lesi yang sama pada akne.
Derajat sub-tipe ini juga dibagi menjadi derajat ringan, sedang, dan berat.
Rasa terbakar dan menyengat pada wajah juga ditemukan pada sub-tipe
ini, tetapi tidak seberat pada sub-tipe eritematotelangiektasis. Pada kedua
sub-tipe ini (ETR dan PPR), eritema dapat menyebar sampai pada area
periorbital. Edema dapat bersifat ringan atau berat. Edema yang berat
dapat memberikan gambaran morfologi berupa plak yang padat pada
wajah.2,3,7

Gambar 2. A. Tipe papulopustul ringan B. Tipe papulopustul berat.


Sumber: Pelle MT. Rosacea. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General
Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2012. p. 918-25.

C. Phymatosa
Rosasea phymatosa memiliki karakteristik yakni adanya penebalan
kulit, nodul-nodul, kontur permukaan yang ireguler pada area wajah yang
cembung. Phyma sering muncul pada hidung (rhinophyma), tetapi dapat
juga terbentuk pada dagu (gnathophyma), dahi (metaphyma), kelopak mata
(blepharophyma), dan telinga (otophyma). Pada wanita yang menderita
rosasea tidak terbentuk phyma.3,7

6
Gambar 3. Tipe phymatosa dengan rinofima.
Sumber: Wolff K, Johnson RA. Rosacea.
Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology.

D. Rosasea okuler
Rosasea okuler dapat
muncul sebelum gejala-gejala
kutaneus pada 20% kasus
rosasea. Separuh jumlah pasien
baru mendapatkan gejala okuler
setelah muncul gejala pada kulit.
Gejala pada kulit dan mata
timbul secara simultan pada Gambar 4. Rosasea okuler.
Sumber: American Academy of Dermatology.
sejumlah kecil kasus. Derajat Rosacea: Sign & Symptoms
keparahan rosasea okuler tidak Diunduh dari: http://www.aad.org/dermatology-
a-to-z/diseases-and-treatments/q---
berkaitan dengan rosasea pada t/rosacea/signs-symptoms

kulit.3,7,8
Manifestasi dari rosasea okuler adalah blefaritis, konjungtivitis, iritis,
skleritis, hipopion, keratitis, neovaskularisasi pada kornea, ulserasi kornea
dan sampai pada ruptur kornea. Blefaritis adalah manifestasi klinis yang
sering ditemukan, ditandai dengan eritema pada tepi kelopak mata,
terkelupas, dan terbentuk krusta, dan pada beberapa kasus ditemukan
kalazion dan infeksi stafilokokus karena adanya disfungsi glandula meibom.
Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan adalah fotofobia, nyeri, rasa
terbakar, gatal, dan sensasi adanya benda asing dalam mata. Pada kasus
yang berat, keratitis rosasea dapat menyebabkan kebutaan. 3,7,8

7
Selain keempat subtipe rosasea di atas, terdapat pula varian rosasea,
yaitu rosasea granulomatous dan rosasea glandular.

A. Rosasea granulomatous
Rosasea granulomatous memiliki gambaran histopatologi berupa
formasi granuloma, dengan gambaran klinis papul/nodul merah atau kuning
coklat yang monomorfik dan berukuran sama, serta berlokasi pada pipi dan
kulit di antara kulit wajah periorifisium.2,3,7

Pada uji diaskopi, papul ini akan menunjukkan perubahan warna


seperti apel-jelli sama seperti pada sarkoidosis atau lupus vulgaris. Tidak
ada kelainan pada kulit sekitarnya.2,3,7

Gambar 5. Rosasea granulomatousa


Sumber: Pelle MT. Rosacea. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8th ed. New
York: McGraw-Hill Companies; 2012. p. 918-25.

B. Rosasea Glandular

Rosasea glandular lebih sering mengenai kulit laki-laki yang


berminyak tebal. Lesi ditandai dengan papul edematous, pustul berukuran
0.5 - 1 cm, dan nodulokistik.3

8
Lesi cenderung berkumpul pada area sentral wajah, namun bila
diderita perempuan, rosasea glandular tidak mengenai dagu. Sering kali
diserai dengan riwayat akne saat remaja dan skar. Kemerahan kulit jarang
terjadi dibanding rosasea eritematotelangiektasis, namun sering terjadi
edema pesisten yang menjadi masalah.3

Gambar 6. Rosasea glandular


Sumber: Pelle MT. Rosacea. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-
Hill Companies; 2012. p. 918-25.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Histopatologi
Perubahan histologi tergantung stadium dari proses yang terjadi.
Biasanya terdapat ketidakteraturan pada jaringan ikat kulit bagian atas,
ditandai dengan adanya edema, kerusakan serabut otot dan sering terjadi
elastosis yang berat. Fase inflamasi ditandai adanya sel limfosit, histiosit,
polimorfonuklear, sel plasma, dan benda asing tipe giant cell. Demodex
folliculorum seringkali ditemukan pada folikel rambut daerah yang
mengalami gangguan.4 Tidak ada gambaran histologis yang spesifik untuk
rosasea, tetapi kombinasi dari beberapa tanda-tanda klinik dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologis yang paling sering
ditemukan pada rosasea adalah infiltrasi sel radang limfohistiosit dalam
jumlah besar yang letaknya agak berjauhan satu dengan yang lain di sekitar
pembuluh darah kulit, telangiektasis, edema, elastosis, dan terdapat
gangguan struktur kulit bagian atas.3

9
Gambar 7. Gambaran histopatologi dari rosasea
Sumber: Pathology of Rosacea. Roy S.
Diunduh dari: http://www.histopathology-
india.net/ros.htm

B. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada tes diagnostik yang spesifik sebab diagnosis utamanya
didasarkan atas gambaran klinik saja. Kultur bakteri dapat dilakukan jika
dicurigai terdapat infeksi Staphylococcus aureus dan secara khusus
infestasi Demodex folliculorum.3

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis rosasea ditegakkan berdasarkan adanya satu atau lebih
gambaran klinis. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan
untuk mengkonfirmasi adanya rosasea. Pemeriksaan biopsi dilakukan hanya
untuk menyingkirkan diagnosa alternatif, namun gambaran histopatologi
yang didapat tidak bersifat diagnostik.3-5
Pada tahap awal atau stadium 1 rosasea dimulai dengan timbulnya
eritem tanpa sebab atau akibat sengatan matahari. Eritem ini menetap lalu
diikuti timbulnya beberapa telangiektasis. Pada stadium 2 diselingi episode
akut yang menyebabkan timbulnya papul, pustul dan udem, terjadilah eritem
persisten dan banyak telangiektasis, papul dan pustul. Pada stadium 3
terlihat eritema persisten yang dalam, banyak telangiektasia, papul, pustul,
nodul, dan edema.3-5

10
Pedoman Diagnosis Rosasea

Gambaran Primer (terdapat satu atau lebih)


Kemerahan (eritema yang bersifat sementara)
Eritema yang tidak bersifat sementara
Papul dan pustul
Telangiektasi
Gambaran Sekunder (terdapat satu atau lebih)
Terbakar atau menyengat
Plak
Kering
Edema
Gejala pada mata
Lokasi perifer
Perubahan phymatosa
Diadaptasi dari Wilkin J, et al: J Am Acad
Dermatol 2002; 46:584

VII. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding rosasea terbagi atas dua kelompok gejala klinik
rosasea yaitu papul/pustul wajah dan flushing atau eritema.3
A. Papul atau pustul pada wajah
1. Akne vulgaris
Dapat terjadi pada umur remaja, kulit seboroik, terdapat
komedo, papul, pustul, nodus, kista. Tempat predileksi muka, leher,
bahu, dada, dan punggung bagian atas. Tidak ada telangiektasis.
Sedangkan pada rosasea, tidak terdapat komedo, ditemukan dilatasi
vaskular, terjadi pada usia pertengahan, dan umumnya terbatas
pada 2/3 wajah.3,9

11
Gambar 8. Akne Vulgaris
Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Rosacea. Disorders of Sebaceous and
Apocrine Glands. In: Wolff K, Johnson RA, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas
and Synopsis of Clinical Dermatology. 8th ed. New York: McGraw-Hill
Companies; 2017.p.9-11

2. Dermatitis perioral
Terjadi pada wanita muda, tempat predileksi sekitar mulut dan
dagu, polimorfi tanpa telangiektasis dan keluhan gatal. Berbeda
dengan rosasea, pada dermatitis perioral tidak terdapat
telangiektasis dan flushing.3,9

Gambar 9. Dermatitis perioral


Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Rosacea. Fitzpatrick’s Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies;
2017.p.9-11

B. Flushing atau eritema pada wajah


1. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik sering terjadi bersama-sama dengan
rosasea, tetapi yang membedakannya yaitu pada dermatitis seboroik
12
terdapat skuama berminyak dan agak gatal dengan tempat
predileksi retroaurikular, alis mata, dan sulkus nasolabialis.3,9

Gambar 10. Dermatitis seboroik


Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Rosacea. Fitzpatrick’s Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies;
2017.p.9-11.

2. Lupus Eritematosus Sistemik


Meskipun SLE dapat menstimulasi terjadinya rosasea, namun
klinis terlihat eritema dan atrofi pada pipi dan hidung dengan batas
tegas dan berbentuk kupu-kupu.3,9

Gambar 11. Lupus Eritematosus Sistemik


Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Rosacea. Fitzpatrick’s Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies;
2017.p.9-11.
3. Dermatomiositis
Dermatomiositis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik
yang menyerang kulit dan atau otot rangka. Dermatomiositis ditandai

13
oleh adanya edema dan inflamasi periorbita, eritema pada wajah,
leher, dan bagian atas tubuh.3,9

Gambar 12. Dermatomiositis


Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Rosacea. Fitzpatrick’s Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies;
2017.p.9-11.

VIII. PENATALAKSANAAN
A. Topikal
Rosasea sangat berespon baik terhadap antibiotik oral.
1. Tetrasiklin merupakan antibiotik yang paling efektif, tetrasiklin diberikan
250-1mg/hari yang dibagi dalam 4 dosis.
2. Eritromycin dengan dosis 4x250mg/hari biasanya cukup efektif.
3. Doksisiklin biasanya efektif dalam mengontrol papul dan pustul dari
rosasea dan mengurangi eritem, dosis yang diberikan 50-100mg/hari.2,13
4. Isotretionin juga efektif meskipun mempunyai efek samping yang lebih
daripada tetrasiklin. Obat ini bisa digunakan untuk rosasea yang resisten
terutama yang tidak berespon terhadap antibiotik, seperti rosasea lupoid,
rosasea stage III, rosasea gram negatif, rosasea fulminant. Dosisnya 0,5 –
1 mg/kg/hari. Efek samping pada mata yang paling sering terjadi.14,15
5. Pemberian kortikosteroid biasanya diberikan pada rosasea fulminant
contohnya prednisolon 1 mg/kg/hari diberikan selama 7 hari.14,15

B. Sistemik
1. Penatalaksanaan awal yang dapat dilakukan adalah menjauhkan dari
faktor pencetus seperti bahan – bahan yang dapat mengiritasi kulit
contoh: sabun, alkohol, larutan obat, dan yang dapat merusak kulit.
14
Melindungi diri dari sinar matahari sangat penting dilakukan yaitu dengan
faktor pelindung 15 atau yang lebih tinggi selalu di rekomendasikan
seperti spektrum UVA dan UVB.10,11
2. Biasanya antibiotik efektif pada pasien dengan akne. tetrasiklin,
eritromisin dan doksisiklin dengan konsentrasi 0,5% - 2% sering
diberikan.
3. Metronidazole adalah derivate synthetic antibacteri dan antiprotozoa.
Dari peneitian klinis, metronidazole 0,75% gel tropikal atau krim 1%
dapat menyembuhkan lesi hingga 68% – 91%. Bentuk gel adalah yang
paling efektif untuk papul dan pustul rosasea.5,13,14
4. Imidazole juga biasa digunakan untuk rosasea. Mekanisme kerjanya
adalah sebagai anti inflamasi dan imunosupresan dan bakterisidal. Efek
toksin imidazole sangat rendah dan bisa mentoleransi kulit pasien yang
sensitif.14
5. Adapalene Neftoic acid derivate terbaru dengan poten retinoid acid
reseptor agonis dan anti inflamasi. Adapalene terbukti aman sebagai
penatalaksanaan topikal untuk akne dan kulit yang teriritasi. Adapalene
gel 0,1% berefek kuat pada papul dan pustul tapi kurang signifikan pada
eritem dan telangiektasis.14
6. Retinoid topikal adalah pilihan lain. Contohnya isotretinoin 0,2% yang
mengurangi iritasi dan inflamasi lesi di stage II dan stage III. Topikal
kortikosteroid hanya digunakan untuk rosasea stadium berat.2,14

C. Terapi Pembedahan
Tindakan yang dapat dilakukan untuk rosasea phymatosa dengan
grade 2-3 adalah operasi dengan laser carbon dioxide, scalpel Shaw,
electrosurgery, dan dermabrasi. Terapi pembedahan dapat dilakukan dalam
anestesi umum ataupun anestesi lokal menggunakan lidokain. Tujuan terapi
pembedahan pada rosasea phymatosa ialah mengurangi jaringan yang
berlebih, dan membentuk kontur hidung agar simetris.16
1. Laser carbon dioxide merupakan modalitas yang paling sering
digunakan untuk mengurangi penebalan kulit. Laser menyebabkan
pembuluh darah mengecil, sehingga perdarahan menjadi minimal.

15
Kekurangan daripada terapi laser ini ialah dapat timbul hipopigmentasi
dan hiperpigmentasi pada kulit.17,18
2. Scalpel Shaw ialah scalpel yang dipanaskan sampai suhu 150-200
derajat celsius, keuntungan utama pada pembedahan scalpel Shaw
ialah perdarahan yang minimal, sehingga memberikan visualisasi
jaringan dan presisi yang baik.16
3. Electrocautery menggunakan elektroda yang yang dipanaskan untuk
mengikis kulit berlebih untuk memperhalus tampilan permukaan
kulit.17,18
4. Dermabrasi dilakukan menggunakan sikat kawat untuk mengikis kulit,
teknik ini dapat menyebabkan perdarahan, dan beresiko untuk
mengikis terlalu dalam sehingga menyebabkan kerusakan kulit yang
permanen, perubahan warna kulit yang menetap.18

D. Edukasi
Untuk mencegah terjadinya rosasesa maka hal-hal dibawah ini perlu
dilakukan:
1. Menjaga kebersihan kulit. Bersihkan dengan lembut beberapa kali
sehari. Gunakan pembersih yang lembut dan menghindari pembersih
muka yang kasar sehingga dapat menyebablan iritasi kulit.
2. Pakailah tabir surya yang lembut, jika ragu dengan suatu produk,
gunakan tabir surya yang diformulasikan untuk bayi, saat pergi dan
beraktivitas. Matahari dapat memperburuk kondisi klinis.
3. Menjaga kelembaban kulit. Tinggal di lingkungan yang ber-AC pada
cuaca yang panas, maka semprotkan wajah dengan air dingin. Minum
air putih minimal satu hari 8 gelas. Gunakan pelembab yang alami
sesuai dengan jenis kulit.
4. Jangan mengkonsumsi makanan atau minuman yang terlalu panas,
untuk menghindari uap panas dapat membuat iritasi pada wajah.
5. Hindari sauna, mandi uap dan kolam air panas serta facial steam.
6. Evaluasi program diet. Makanan tertentu dapat memperparah kondisi.
Mengurangi makanan pemicu yang dapat menimbulkan rosacea.

16
IX. KOMPLIKASI
A. Rinofima
Rinofima adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
pembesaran hidung yang tidak teratur, merah dan terbentuknya seperti
bola lampu akibat peradangan yang tidak ditangani dengan baik ataupun
peradangan kronik pada kulit hidung. Rinofima berhubungan dengan
kelenjar sebasea yang terletak dibawah permukaan kulit hidung. 2

Gambar 13. Rinofima


Sumber: Dermatology Information System.
Diunduh dari: http://www.dermis.net/dermisroot/pt/30760/image.htm l

B. Inflamasi (peradangan okular)


C. Jaringan parut dapat terbentuk pada kasus yang parah

X. PROGNOSIS
Rosasea umumnya persisten, berangsur bertambah berat melalui
episode akut. Namun ada pula yang remisi secara spontan.2

XI. KESIMPULAN
Rosasea adalah suatu kondisi peradangan kronik pada kulit wajah
yang mempengaruhi pembuluh darah dan unit pilosebasea yang ditandai
dengan kemerahan pada kulit dan telangiektasi disertai episode
peradangan yang memunculkan erupsi papul, eritema, kekasaran kulit,
papulopustular inflamasi menyerupai jerawat dan edema. Diagnosis
banding rosasea adalah akne vulgaris, dermatitis seboroik, dermatitis
perioral dan SLE. Pengobatan yang diberikan berupa topikal dan sistemik.

17
Komplikasi yang ditimbulkan oleh rosasea antara lain rinofima,
inflamasi okular, dan rosasea limfadema. Umumnya persisten, berangsur
bertambah berat melalui episode akut. Namun adapula yang remisi secara
spontan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Wolff K, Johnson RA. Rosacea. Disorders of Sebaceous and Apocrine


Glands. In: Wolff K, Johnson RA, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. 8th ed. New York: McGraw-Hill
Companies; 2017.p.9-11
2. Wasitaatmajaya SM. Rosasea. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. p. 288-99.
3. Pelle MT. Rosacea. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8th ed.
New York: McGraw-Hill Companies; 2012. p. 918-25.
4. Jarmuda S, O’Reilly N, Zaba R, et al. The Potential Role of Demodex
folliculorum Mites and Bacteria in the Introduction of Rosacea. Journal of
Medical Microbiology. 2012;61:1504-10.
5. Zuuren EJV. Rosacea. N Engl J Med. 2017;377:1754-64.
6. Gawkrodger DJ. Dermatology: An Illustrated Colour Text. Sebaceous and
Sweat Glands – Acne, Rosacea and Other Disorders. 3rd ed. UK: Churcill
Livingstone; 2002. p.61.
7. Banasikowska AK. Elston D, editor. Rosacea. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1071429-overview#showall. Diakses
31 Juli 2018.
8. Randleman JB. Roy H, editor. Occular Rosacea Clinical Presentation.
Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1197341-
clinical#showall. Diakses 31 Juli 2018.
9. Buxton PK. ABC of Dermatology. 4th ed. London: BMJ Publishing Group;
2003. p.50.
10. Anonymous. Rosacea. Diunduh dari:
http://www.skinsight.com/adult/rosacea.htm. Diakses 31 Juli 2018.
11. Anonymous. What is Rosacea? Diunduh dari:
http://www.niams.nih.gov/Health_Info/Rosacea/rosacea_ff.asp. Diakses 31
Juli 2018.
12. Aimee M, Wu W, Gallo RL, Hata TR. Rosacea. J Am Acad Dermatol.
2015;72(5): 749-58.

19
13. Cohen AF, Tiemstra JD. Diagnosis and Treatment of Rosacea. J Am Board
Fam Pract. 2002;15(3):214-7.
14. Gooderham M. Rosacea and It’s Topical Management. Diunduh dari:
www.skintherapyletter.com/rosacea/topical-management/. Diakses 31 Juli
2018.
15. Baldwin HE. Systemic Therapy for Rosacea. Diunduh dari:
http://www.skintherapyletter.com/rosacea/systemic-therapy/. Diakses 31 Juli
2018.
16. Billingsley E. Rynophyma (Phymatous rosacea). Diunduh dari:
https://www.dermatologyadvisor.com/dermatology/rhinophyma-phymatous-
rosacea/article/691427/. Diunduh 19 Agustus 2018.
17. Anonymous. Medical and surgical procedures for rosacea. Diunduh dari:
https://nyulangone.org/conditions/rosacea/treatments/medical-surgical-
procedures-for-rosacea. Diunduh 19 Agustus 2018.
18. Abokwidir M, Feldman SR. Rosacea management. Skin appendage disord.
2016;2: 26-34.

20

Anda mungkin juga menyukai