Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

WHO (Word Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia

memperkirakan pada tahun 1999 terdapat 340 juta kasus baru penyakit menular seksual

(PMS) seperti gonorhoe, infeksi clamydia, sifilis dan trikomonas, baru setiap tahunnya,

sedangkan jumlah infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Saat ini lebih dari

33,6 juta kasus. Data-data insiden setiap daerah sangat bervariasi, sebagian

kemungkinan dipengaruhi oleh keterbatasan data. Keterbatasan data tentang insidens

dan distribusi penyakit menular seksual (PMS) tersebut disebabkan oleh beberapa hal,

misalnya tidak semua penyakit menular seksual (PMS) dilaporkan, ataupun meski

dilaporkan sering kali data tersebut tidak lengkap ( Fahmi, 2007, hal 6 ).

Data penyakit menular seksual (PMS) di negara berkembang umumnya diambil

dari data klinik sehingga kurang tepat bila dipakai sebagai indikator permasalahan

kesehatan dalam masyarakat. Keterbatasan data dan sarana untuk melakukan survei pada

masyarakat merupakan kendala utama (Fahmi. Sk, 2005, hal 5 ).

Diperkirakan terdapat lebih dari 150 juta kasus gonorhoe di Dunia setiap

tahunnya, meskipun di beberapa Negara maju cenderung menurun di namun Negara

berkembang lainnya cenderung meningkat. Perbedaan ini menunjukan bervariasinya

tingkat keberhasilan sistem dan program pengendalian penyakit menular seksual (PMS)

yang meliputi peningkatan informasi data, deteksi awal dengan mengunakan Fasilitas

diagnosa yang baik, pengobatan dini dan penelusuran kontak ( Fahmi. S, 2005, hal 7 ).

Universitas Sumatera Utara


Di Indonesia menurut Direktorat Jenderal Departemen Kesehatan tercatat 3568

kasus HIV/AIDS pada akhir bulan Desember 2002. Jumlah kasus baru sejak tahun 2000

meningkat tajam dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena penambahan

kasus baru akibat penularan melalui penguna narkoba suntikan (Yuni, 2003, hal 2).

Di Indonesia dari data yang diambil dari beberapa Rumah Sakit yang bervariasi

seperti di RSU Dr. Pringadi Medan 16% dari sebanyak 326 penderita penyakit menular

seksual (PMS), di RS Mataram tahun 1989 di laporkan kasus gonorhoe yang sangat

tinggi yaitu sebesar 52,87% dari seluruh penyakit menular seksual (PMS), sedangkan di

klinik PMS, RS. Dr Soetomoantara Januari 1990 Desember 1993 terdapat 3055 kasus

atau 25,22% dari total penyakit menular seksual (PMS) dan 1853 atau 60,65%

diantaranya menderita uretritis gonorhoe, di RS Kariadi Semarang, gonorhoe menempati

urutan ke 3 atau sebesar 17,56% di seluruh penderita penyakit menular seksual (PMS)

tahun1990-1994, di RSUP Palembang. Prevalensi gonorhoe sebesar 39% pada tahun

1990 data tersebut di atas menunjukan bahwa insidens gonorhoe sangat bervariasi akibat

pengaruh kondisi sosial budaya setempat, fasilitas pelayanan dan metode penelitian yang

digunakan (Fahmi. S, 2005, hal 8 ).

Peningkatan penyakit menular seksual (PMS) di Sumatera Utara khususnya di

Medan ini terbukti sejak 2003 meningkat 15,5%. Sedangkan 2004 terus menunjukan

peningkatan setiap tahunnya 3 hingga 4% (Yuni, 2003 hal 5 ).

Dalam masyarakat yang mempunyai angka insiden untuk infeksi ulkus genitalis

akibat sifilis dan shankroid, pengobatan untuk kedua penyakit tersebut harus langsung

dilakukan pada saat diagnosa ditegakan. Pada populasi angka sifilisnya sekitar satu

persen atau lebih, pencegahan sifilis kongenital sangat penting. Skrining sifilis dan

pengobatanya harus sudah selesai sebelum 16 minggu gestasi untuk mencegah

Universitas Sumatera Utara


penyebaran kongenital, dan sekali dalam trimester ketiga untuk mencegah infeksi ulang.

Meningkat hanya 10% ibu di negara berkembang yang melakukan kunjungan ke klinik

Antenatal untuk pertama kalinya sebelum 16 minggu gestasi, maka perlu dilakukan

upaya penyuluhan khusus di masyarakat. Rapid plasma regain (RPR) adalah

pemeriksaan paling cepat dan mudah dilakukan pada kunjungan saat itu juga (Fahmi,

2007, hal 9).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, masih tinggi angka kejadian penyakit

menular seksual (PMS) yang diderita masyarakat. Maka peneliti tertarik untuk

mengetahui pengetahuan Pasutri (Pasangan suami istri) tentang penyakit menular

seksual Di Lingkungan IV Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai tahun 2009.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan permasalahannya tentang

Bagaimana tingkat pengetahuan pasangan suami istri tentang penyakit menular seksual

(PMS) Di lingkungan IV Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi pengetahuan pasangan suami istri tentang penyakit

menular seksual Di Lingkungan IV Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai tahun

2009.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karekteristik pasangan suami istri berdasarkan umur,

pendidikan, dan pekerjaan

Universitas Sumatera Utara


b. Mengidentifikasi pengetahuan pasangan suami istri tentang penyakit menular

seksual

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi petugas Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi petugas kesehatan untuk dapat

memberikan konseling mengenai penyakit menular seksual.

2. Bagi Peneliti yang akan datang.

Sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi Pelayanan Puskesmas

Di harapkan dapat membuat program tentang penyuluhan kesehatan agar masyarakat

dapat mengetahui informasi sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan di

daerahnya.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai