Anda di halaman 1dari 37

ANALISA SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA

Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudra Pasifik dan Hindia,
sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu jalan sutra, yaitu jalur
sutra laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke India. Dari sini ada yang ke teluk
Persia, melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut
Tengah (Van Leur). Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama
sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran
Romawi).

Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme
politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat
perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya.
Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada
proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang
“mampir”.

Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun pemakaian
uang baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di
Cirebon. Namun penggunaan uang masih terbatas, karena perdagangan barter banyak berlangsung
dalam sistem perdagangan Internasional. Karenanya, tidak terjadi surplus atau defisit yang harus
diimbangi dengan ekspor atau impor logam mulia.

Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan.Hal
itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaan-kerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan,
sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di masa pra kolonial,
pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan. Namun dapat dikatakan bahwa di Indonesia secara
keseluruhan, pertanian dan perniagaan sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian
Indonesia, bahkan hingga saat ini.

Seusai masa kerajaan-kerajaan Islam, pembabakan perjalanan perekonomian Indonesia dapat dibagi
dalam empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa reformasi.

SEBELUM KEMERDEKAAN

Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa periode. Ada
empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda,Inggris, dan Jepang. Portugis
tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda
yang kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih
tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia, rasanya perlu membagi masa
pendudukan Belanda menjadi beberapa periode, berdasarkan perubahan-perubahan kebijakan yang
mereka berlakukan di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia saat itu).

Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)

Belanda yang saat itu menganut paham Merkantilis benar-benar menancapkan kukunya di Hindia
Belanda. Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde
Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari
persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain
seperti EIC (Inggris).

Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :

1. a.Hak mencetak uang

2. b.Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai

3. c.Hak menyatakan perang dan damai

4. d.Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri

5. e.Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja

Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau
demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.

Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan
pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan jalur-jalur pelayaran yang dikuasainya
adalah untuk menjamin monopoli atas komoditi itu. VOC juga belum membangun sistem pasokan
kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk pribumi. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti
verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak hasil bumi)
dirancang untuk mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah
tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh
ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi
peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi
oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.

Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri Belanda, dan
dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan
Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi
di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.

Namun, berlawanan dengan kebijakan merkantilisme Perancis yang melarang ekspor logam mulia,
Belanda justru mengekspor perak ke Hindia Belanda untuk ditukar dengan hasil bumi. Karena selama
belum ada hasil produksi Eropa yang dapat ditawarkan sebagai komoditi imbangan,ekspor perak itu
tetap perlu dilakukan. Perak tetap digunakan dalam jumlah besar sebagai alat perimbangan dalam
neraca pembayaran sampai tahun 1870-an.

Pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda.
Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :

a.Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama perang
Diponegoro.

b.Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar.

c.Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri.

d.Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.

Maka, VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek).

Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau. Selain karena peperangan
sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah
mencapai puncaknya sebagai akibat ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang
kini terhambat oleh blokade Inggris di Eropa.

Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.

Pendudukan Inggris (1811-1816)

Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda,
dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford
Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka
penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari
India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi
kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Sesuai dengan
teori-teori mazhab klasik yang saat itu sedang berkembang di Eropa, antara lain :

a.Pendapat Adam Smith bahwa tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang menghasilkan benda
konkrit dan dapat dinilai pasar, sedang tenaga kerja tidak produktif menghasilkan jasa dimana tidak
menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, Inggris menginginkan tanah jajahannya
juga meningkat kemakmurannya, agar bisa membeli produk-produk yang di Inggris dan India sudah
surplus (melebihi permintaan).

b.Pendapat Adam Smith bahwa salah satu peranan ekspor adalah memperluas pasar bagi produk yang
dihasilkan (oleh Inggris) dan peranan penduduk dalam menyerap hasil produksi.

c.The quantity theory of money bahwa kenaikan maupun penurunan tingkat harga dipengaruhi oleh
jumlah uang yang beredar.
Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan
mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-
sebabnya antara lain :

a.Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk
menghitung luas tanah yang kena pajak.

b.Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.

c.Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui suksesi
jabatan secara turun-temurun.

Cultuurstelstel

Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch.
Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia.
Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula,
nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat
menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah
penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung
tergantikan berkali lipat.

Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada
masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya
ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh
pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan
memanfaatkan tatanan politik Mataram–yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas
dengan tidak mendapat imbalan–dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten
(imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang).

Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi
aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata
cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan
masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah
Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka
datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih
komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi
nonagraris.

Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari
mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini,
pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap
tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai
teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.

Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)

Adanya desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke
arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya.
Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah
pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang
tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat
pada :

a.Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan
swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.

b.Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja
yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor
produksi ke tempat tersebut.

c.Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah
Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.

Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah
menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.

Pendudukan Jepang (1942-1945)

Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung
gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran
dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana
kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi
minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet,
sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor.

Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai
kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.

II.ORDE LAMA

Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)

Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak
terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang
berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan
mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for
Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu
ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya
jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.

Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan
luar negri RI.

Kas negara kosong.

Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :

Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan
BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.

Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan
swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan
Malaysia.

Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam
menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi
makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.

Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947

Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 >>mengalihkan tenaga bekas angkatan
perang ke bidang-bidang produktif.

Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk
pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik
(Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).

Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)

Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-
prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan
laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan
pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi
perekonomian Indonesia yang baru merdeka.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :

a)Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah
uang yang beredar agar tingkat harga turun.

b)Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong
importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang
tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada
perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi
nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa
bersaing dengan pengusaha non-pribumi.

c)Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th
1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.

d)Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu
penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi
diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit
dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha
pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari
pemerintah.

e)Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya
banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi
belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)

Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin
dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh
pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan
dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang
diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :

a)Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas
pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di
bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b)Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan
cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia.
Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.

c)Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.
Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang
rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka
inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.

Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak
menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang
dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-
negara Barat. Sekali lagi, ini juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi
terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi,
maupun bidang-bidang lain.

III.ORDE BARU

Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program
pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966
tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun.

Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha
pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan,
maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini
merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam
perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak
dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini
adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori
Keynesian.

Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur
pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja,
kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan.
Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun)
secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).

Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan,
perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka
kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan
preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang
akan menikah.

Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber
daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam
masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan
menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya
mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang
adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental
pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari
ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis,
nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang,
terutama ekonomi.

IV.ORDE REFORMASI

Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-
manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk
mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum
ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai
persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs
rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata
masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.

Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri

Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :

a)Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan
mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.

b)Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis
dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi
beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %.
Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan
asing.

Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada
gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor
berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan
nasional.

Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono

Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan
kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia.
Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang
mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan
Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.

Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan


pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang
investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian
Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah.

Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini
mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor,
terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin
banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.

Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2
miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam
menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali
mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin
menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05
juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena
pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana
di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi
pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap,
karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor
dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negri masih kurang kondusif.

DAFTAR PUSTAKA

Buku modul mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi


Creutzberg, Pieter, dan JTM Van Laanen. 1987. Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia. Yayasan Obor
Indonesia:Jakarta.

Leirissa, RZ, GA Ohorella, dan Yuda B. Tangkilisan.1996. Sejarah Perekonomian Indonesia. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI:Jakarta.
Jan

27

Perkembangan Sistem Perekonomian Indonesia dari Masa ke Masa

PERKEMBANGAN SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA DARI MASA KE MASA

Definisi Sistem

Sistem adalah sekumpulan unsur / elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam
melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan.

Pengertian Sistem Perekonomian

Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber
daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar
antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu
mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor
produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah.
Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrim tersebut.

Perkembangan sistem ekonomi Indonesia

> Sistem Ekonomi Liberalis/Kapitalis (Pasar Bebas)

Sistem ekonomi liberal / pasar adalah suatu sistem ekonomi dimana seluruh kegiatan ekonomi mulai
dari produksi, distribusi dan konsumsi diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Sistem ini
sesuai dengan ajaran dari Adam Smith, dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and Causes of the
Wealth of Nations.

Ciri dari sistem ekonomi liberal / pasar adalah :

1. Setiap orang bebas memiliki barang, termasuk barang modal.

2. Setiap orang bebas menggunakan barang dan jasa yang dimilikinya.

3. Aktivitas ekonomi ditujukan untuk memperoleh laba.


4. Semua aktivitas ekonomi dilaksanakan oleh masyarakat (Swasta).

5. Pemerintah tidak melakukan intervensi dalam pasar.

6. Persaingan dilakukan secara bebas.

7. Peranan modal sangat vital.

Kebaikan dari sistem ekonomi antara lain :

1. Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan ekonomi.

2. Setiap individu bebas memiliki sumber-sumber produksi.

3. Munculnya persaingan untuk maju.

4. Barang yang dihasilkan bermutu tinggi, karena barang yang tidak bermutu tidak akan laku dipasar.

5. Efisiensi dan efektivitas tinggi karena setiap tindakan ekonomi didasarkan atas motif mencari laba.

Kelemahan dari sistem ekonomi antara lain :

1. Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan.

2. Cenderung terjadi eksploitasi kaum buruh oleh para pemilik modal.

3. Munculnya monopoli yang dapat merugikan masyarakat.

4. Sering terjadi gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasisumber daya oleh individu.

> Sistem Ekonomi Sosialis/Etatisme

Suatu sistem yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan
kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah.Pemerintah mengatur berbagai hal dalam
ekonomi untuk menjamin kesejahteraan masyarakat.

Ciri-ciri Sistem ekonomi sosialis :

1. Lebih mengutamakan kebersamaan

2. Peran pemerintah aktif

3. Sifat manusia ditentukan oleh pola produksi


Kelebihan sistem ekonomi Sosialis :

1. Disediakannya kebutuhan pokok oleh pemerintah

2. Kegiatan ekonomi didasarkan perencanaan negara

3. Produksi dikelola oleh Negara

Kelemahan Sistem Ekonomi Sosialis :

1. Sulit melakukan transaksi

2. Membatasi kebebasan

3. Mengabaikan pendidikan moral

> Sistem ekonomi campuran

Sistem ekonomi campuran merupakan perpaduan antara sistem kapitalis dan sistem sosialis, yang
mengambil garis tengah antara kebebasan dan pengendalian, yang berarti juga garis tengah antara
peran mutlak negara/kolektif dan peran menonjol individu. Garis tengah disesuaikan dengan keadaan di
mana perpaduan itu terjadi, sehingga peran situasi dan lingkungan sangat memberi warna pada sistem
perpaduan/campuran tersebut.

Ciri-ciri sistem ekonomi campuran :

1. Kegiatan ekonomi dilakukan oleh pemerintah dan oleh swasata

2. Transaksi ekonomi terjadi di pasar, dan ada campuran tangan pemerintah

3. Ada persaingan serta masih ada control dari pemerintah

Kebaikan sistem ekonomi campuran

1. Kebebasan berusaha

2. Hak individu berdasarkan sumber produksi walaupun ada batas

3. Lebih mementingkan umum dari pada pribadi


Kelemahan sistem ekonomi campuran

1. Beban pemerintah berat dari pada beban swasta

2. Pihak swasta kurang memaksimalkan keuntungan

Perkembangan sistem perekonomian Indonesia

A. Perkembangan sistem perekonomian pada masa penjajahan

Saat masih dalam penjajahan, perekonomian Indonesia dikuasai oleh negara asing(penjajah). Saat
masa penjajahan Belanda, VOC didirikan untuk memonopoli perdagangan di Indonesia. VOC memiliki
Hak Octrooi, yang berisi :

a. Hak mencetak uang

b.Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai

c.Hak menyatakan perang dan damai

d.Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri

e.Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja

Oleh karena itu, pada saat Belanda menjajah Indonesia, perekonomian Indonesia dikuasai Belanda
sepenuhnya.

B. Perkembangan Perekonomian Indonesia masa orde lama (1945-1966)

Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur


ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk
memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat
ketergantungan terhadap luar negeri. Sistem moneter tentang perbankan khususnya bank sentral
masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak uang
dan memegang tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia
mampu menjaga tingkat kebebasan dari pengambilan keputusan politik. Sejak tahun 1955,
pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya
kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian
proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek besar tersebut. Rencana ini
mencakup sektor- sektor penting dan menggunakan perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana
Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa
sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahl
Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk. Terjadinya pengeluaran
besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumnbuhan ekonomi melainkan
berupa pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan
dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa.
Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%. Selain itu Indonesia
mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara komunis.

C. Perkembangan Ekonomi Indonesia pada Masa Orde Baru

Pembangunan nasonal telah di renanakan meliputi pembangunan jangka panjang, pembangunan


jangka menengah,pembangunan jangka pendek. Pembangunan jangka panjang tahap I (PJPT I)
berlangsung selama 25 tahun.PJPT I terdiri atas lima tahapan jangka menengah.Setiap tahapan jangka
menengah waktunya lima tahun yang di kenal dengan nama pembangunan lima tahun(pelita).Setiap
pelita di bagi menjadi lima tahapan jangka pendek,yaitu satu tahunan yang di kenal sebagai pelita tahun
pertama,dan seterusnya sampai pelita tahun ke lima.Pemerintah orde baru mulai melaksanakan
rencana pembangunan lima tahun sejak 1 April 1969 melalui tahapan tahapan pelita. Perkembangan
perekonomian Indomesia pada masing-masing pelita adalah sebagai berikut:

> PELITA I

Pelita I dimulai 1 April 1969-31 Maret 1947.Pelita ini menekan pada rehabilitasi
ekonomi,khususnya mengangkat hasil pertanian dan penyempurnaan system irigasi dan
transportasi.Hampir selruh target di sector produksi berhasil di capai,bahkan produksi beras meningkay
25%. Tujuan pelita I adalah menaikan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakan dasar-dasar yang kuat
bagi pembangunan nasional dalam tahap-tahap berikutnya.

> PELITA II

Pelita II berlangsung pada tangggal 1 April 1974-31 Maret 1979.Pelita II menekankan pada
peningkatan standar hidup bangsa Indonesia.Tujuan tersebut di wujudkan dengan menyediakan
pangan,sandang,dan papan yang lebih baik;meningkatkan pemerataan kesejahteraan;dan menyediakan
lapangan kerja.

> PELITA III

Pelita III di mulai tanggal 1 April 1979-31 Maret 1989.Pelita ini menekankan pada sector pertanian
untuk mencapai swasemada pangan pangan dan pemantapan indystri yang mengolah bahan dasar atau
bahan baku menjadi bahan jadi.Pelita II menungkat 274% di banding pelita sebelumnya..Penduduk yang
hidup d bawah garis kemiskinan
tinggal 26,9 % dari jumlah penduduk tahun 1980.

> PELITA IV

Pelita IV di mulai 1 April 1984-31 Maret 1989.Pelita ini menekankan pada sector pertanian untuk
mempertahankan swasembada pangan sekaligus meningkatakan industri yang dapat memproduksi
mesin-mesin untuk insustri ringan maupun berat.Penduuduk yang hidup d bawah garis kemiskinan
tinggal 16,4% dari jumlah penduduk tahun 1987.

> PELITA V

Pelita V di mulai tanggal 1 April 1989-31 Maret 1994.pelita ini menekankan pada sector industri
yang di dukung oleh pertumbuhan yang mantap di sector pertanian.

> PELITA VI

Pelita VI di mulai 1 April 1994-31 Maret 1999.Pelita VI maerupakan awal pembangunan Jangka
Panjang Tahap Kedua(PJPT II).Pada tahap ini bangsa Indonesia memasuki proses Tinggal Landas menuju
Terwujudnya masyarakat maju,adil dan mandiri.Pelita VI menitikberatkan pada bidang ekonomi dengan
keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya guna meningkatkan
kualitas sumber daya manusia.

D. Perkembangan Perekonomian Indonesia Pada Masa Orde Reformasi

Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-
manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk
mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum
ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai
persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan
kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata
masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.

E. Perkembangan Perekonomian Indonesia saat ini

Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kebijakan kontroversial pertama


presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, dengan kata lain menaikkan harga BBM.
Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke
subsidi sektor pendidikan dan kesehatan serta bidang – bidang yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat.Kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi
masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak dan pembagiannya
menimbulkan berbagai masalah sosial, seperti ribut saat mengantri yang bahkan berujung pada
hilangnya nyawa seseorang. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita
adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.

Pelaku Utama dalam Sistem Perekonomian Indonesia

1. Pemerintah (BUMN)

Pemerintah dalam menjalankan perannya sebagai pelaku ekonomi, mendirikan perusahaan negara
atau sering dikenal dengan sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

> Kegiatan Produksi

Pemerintah dalam menjalankan perannya sebagai pelaku ekonomi, mendirikan perusahaan negara
atau sering dikenal dengan sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sesuai dengan UU No. 19 Tahun
2003, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dapat
berbentuk Perjan (Perusahaan Jawatan), Perum (Perusahaan Umum), dan Persero (Perusahaan
Perseroan).

> Kegiatan Konsumsi

Pemerintah juga membutuhkan barang dan jasa untuk menjalankan tugasnya. Seperti halnya ketika
menjalankan tugasnya dalam rangka melayani masyarakat, yaitu mengadakan pembangunan gedung-
gedung sekolah, rumah sakit, atau jalan raya. Tentunya pemerintah akan membutuhkan bahan-bahan
bangunan seperti semen, pasir,aspal, dan sebagainya. Semua barang-barang tersebut harus dikonsumsi
pemerintah untuk menjalankan tugasnya. Contoh-contoh mengenai kegiatan konsumsi yang dilakukan
pemerintah masih banyak, seperti membeli barang-barang untuk administrasi pemerintahan, menggaji
pegawai-pegawai pemerintah, dan sebagainya.

>Kegiatan Distribusi

Kegiatan distribusi yang dilakukan pemerintah dalam rangka menyalurkan barang-barang yang telah
diproduksi oleh perusahaanperusahaan negara kepada masyarakat. Misalnya pemerintah menyalurkan
sembilan bahan pokok kepada masyarakat-masyarakat miskin melalui BULOG. Penyaluran sembako
kepada masyarakat dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kegiatan distribusi yang dilakukan oleh pemerintah harus lancar.
2. Swasta (BUMS)

BUMS adalah salah satu kekuatan ekonomi di Indonesia. BUMS merupakan badan usaha yang didirikan
dan dimiliki oleh pihak swasta. Tujuan BUMS adalah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. BUMS
didirikan dalam rangka ikut mengelola sumber daya alam Indonesia, namun dalam pelaksanaannya tidak
boleh bertentangan dengan peraturan pemerintah dan UUD 1945. BUMS dalam melakukan perannya
mengandalkan kekuatan pemilikan modal. Perkembangan usaha BUMS terus didorong pemerintah
dengan berbagai kebijaksanaan.

3. Koperasi

koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan atas asas kekeluargaan.

Fungsi dan Peranan Koperasi :

Sesuai dengan UU No. 25 Tahun 1992 pasal 4 menyatakan bahwa fungsi dan peran koperasi seperti
berikut ini :

1) Membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial mereka.

2) Turut serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional
dengan koperasi sebagai soko gurunya.

4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha
bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Referensi :

> http://dewi-susanti13.blogspot.com/2011/02/perkembangan-sistem-ekonomi-indonesia.html

> http://kupastuntasmanajemen.blogspot.com/2009/10/perekonomian-indonesia-masa-orde-lama.html

> http://www.pustakasekolah.com/perkembangan-ekonomi-indonesia-pada-masa-orde-baru.html

> http://sidikaurora.wordpress.com/2011/02/16/perkembangan-sistem-perekonomian-indonesia-dari-
masa-ke-masa

> http://wartawarga.gunadarma.ac.id

> http://zonaekis.com/sistem-ekonomi-sosialis-sosialisme/
>http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2172442-sistem-ekonomi-liberal-pasar-
bebas/#ixzz1pKqmUM56

>http://dhiasitsme.wordpress.com/2011/03/04/sistem-ekonomi-pengertianciri-ciri-juga-keunggulan-
kelemahannya/

>http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:PelakuPelaku_Ekonomi_Dalam_Sistem_Perekonomian_Indonesi
a_8.2_(BAB_15)

Diposting 27th January 2014 oleh Muh Andry Hidayatullah

Lihat komentar

andry punya

Klasik

Kartu Lipat

Majalah

Mozaik

Bilah Sisi

Cuplikan

Kronologis

PERAN INDONESIA DI ASEAN

IMPERIALISME dan KOLONIALISME

Penggolongan Akun

5 Kata Mutiara Terbaik Bruce Lee

Kata Ucapan Mutiara Terbaik tentang Ilmu dari Ali bin Abi Thalib

Kata-Kata Mutiara Terbaik dari Muhammad Ali

Kata Ucapan Mutiara Cinta BJ Habibie

pengertian dan sejarah internet didunia


KATA-KATA MUTIARA TERUPDATE 2013

PESAWAT RADIO PENERIMA

Biografi SOEKARNO

Bj Habibie

Foto Saya

Memuat

Tema Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.


PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN

Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa periode. Ada
empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Portugis
tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang
kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa
hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia pada masa penjajahan, berikut adalah
penjelasannya :

MASA PENDUDUKAN BELANDA

Pada masa penjajahan,Indonesia menerapkan system perekonomian monopolis. Dimana setiap


kegiatan perekonomian dijalankan sesuai dengan penguasa perdagangan Indonesia saat itu. VOC adalah
lembaga yang menguasai perdagangan Indonesia pada saat itu, disini VOC menerapkan peraturan dan
strategi agar mereka tetap menguasai perekonomian Indonesia. Peraturan-peraturan yang diterapkan
VOC seperti kewajiban menyerahkan hasil bumi pada VOC dan pajak hasil bumi yang dirancang untuk
mendukung monopoli tersebut. Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak
Octrooi, yang antara lain meliputi :

– Hak mencetak uang

– Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai

– Hak menyatakan perang dan damai

– Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri

– Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja


Disamping itu VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah agar tetapa tinggi.antara lain dengan
diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah. Semua aturan itu pada umumnya hanya
diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.
Dengan monopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negeri Belanda, dan dengan
begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan kewajiban
menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300
metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang hanya 1.050 metrik ton. Dan pada tahun 1795, VOC bubar
karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada
defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :

Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar,terutama perang
Diponegoro.

Penggunaan tentara sewaan memebutuhkan biaya besar

Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri

Pembagian deviden kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.

MASA PENDUDUKAN INGGRIS (1811-1816)

Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh
Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas
Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan
menggunakan pajak tanah, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk
Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak
sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara
penjajah. Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan
bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda.
Sebab-sebabnya antara lain :

Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang

Pegawai pengukur tanah dari inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.


Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena inggris tak mampu mengakui
suksesi jabatan secara turun temurun.

MASA CULTUURSTELSEL (SISTEM TANAM PAKSA)

Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den
Bosch. Yang bertujuan untuk memproduksi berbagai komoditi yang permintaannya ada di pasaran
dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah,
yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet dan kelapa sawit. Sistem ini jelas menekan penduduk
pribumi, akan tetapi sangant menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem
konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang
dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat. Sistem ini merupakan pengganti sistem
landrent (pajak tanah) dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi.
Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang
pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Bagi
masyarakat pribumi, sudah tentu cultuur stelstel sangat memeras keringat dan darah mereka, apalagi
aturan kerja rodipun masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata
cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan
masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah
Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka
datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih
komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi non
agraris.

Dengan menerapkan cultuur stelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari
mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini,
pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap
tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai
teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.
SISTEM EKONOMI PINTU TERBUKA (LIBERAL)

Dengan adanya dorongan dari kaum humanis belanda yang menginginkan perubahan nasib warga
pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan
ekonominya. Maka dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang
penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh
disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik,
antara lain terlihat pada :

Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan
swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.

Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja
yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor
produksi ke tempat tersebut.

Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah
Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.

Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah
menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.

MASA PENDUDUKAN JEPANG (1942-1945)

Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi
mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan
besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi
bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan
produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor
macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor. Segala hal
diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai
memenangkan perang Pasifik.
PEREKONOMIAN INDONESIA MASA ORDE LAMA (1945 – 1966)

Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi
barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan luar negeri.
Sistem moneter tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini
dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang tanggung jawab perbankan
untuk memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan dari
pengambilan keputusan politik.

Masa orde lama dimulai dari tanggal 17 Agustus 1945 saat Indonesia merdeka. Pada saat itu, keadaan
ekonomi Indonesia mengalami kegiatan produksi terhenti pada tingkat inflasi yang tinggi. Indonesia
pernah mengalami sistem politik yang demokratis yakni pada periode 1949 sampai 1956. Pada tahun
tersebut, terjadi konflik politik yang berkepanjangan dimana rata-rata umur kabinet hanya dua tahun
sehingga pemerintah yang berkuasa tidak fokus memikirkan masalah-masalah sosial dan ekonomi
yangterjadi pada saat itu. Selama periode 1950an struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan jaman
kolonial, struktur ini disebut dual society dimana struktur dualisme menerapkandiskriminasi dalam
setiap kebijakannya baik yang langsung maupun tidak langsung. Keadaan ekonomi Indonesia menjadi
bertambah buruk dibandingkan pada masa penjajahan Belanda. Sejak tahun 1955, pembangunan
ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana
Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek
besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek besar tersebut. Rencana ini mencakup
sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana
Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa
sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli.
Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk. Terjadinya pengeluaran
besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumnbuhan ekonomi melainkan
berupa pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan
dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa. Selain
itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara
komunis. Untuk lebih jelas nya berikut ini adalah penjelasan terperinci nya.

Pemerintahan pada masa orde lama dibagi menjadi tiga yaitu


MASA PASCA KEMERDEKAAN (1945-1950)

Pada masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, yang antara lain disebabkan
oleh :

– Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak
terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang
berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javashe Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan
mata uang pendudukan Jepang. Pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for
Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu
ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya
jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.

– Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negeri RI.

– Kas Negara kosong

– Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :

Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan IR. Surachman pada bulan Juli 1946.

Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke, mengadakan kontak dengan perusahaan
swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan
Malaysia.
Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam
menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi
makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.

Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947

Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan
perang ke bidang-bidang produktif.

Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk
pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik
(mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).

MASA DEMOKRASI LIBERAL (1950 – 1957)

Permasalah ekonomi yang dihadai oleh bangsa Indonesia masih sama seperti sebelumnya. Usaha-usaha
yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :

1. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan
mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi
impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta
memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam
perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang
cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada kabinet ini untuk
pertama kalinya terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana Urgensi
Perekonomian (RUP)

2. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU No. 24 th
1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.

3. Sistem ekonomi Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu
penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi
diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit
dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha
pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari
pemerintah.

4. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-
Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-
pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1967)

Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin
dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh
pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan
dalam sosial, politik,dan ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di
masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :

– Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut : Uang
kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua
simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.

– Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan
cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia.
Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.

– Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.
Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang
rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka
inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
ORDE BARU (1966-1997)

Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program
pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966
tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun.

Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha
pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan,
maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini
merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam
perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak
dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini
adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori
Keynesian. Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8
jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan
kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan
peradilan. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang
disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Berikut penjelasan singkat tentang beberapa
REPELITA:

REPELITA I (1967-1974)

Mulai berlaku sejak tanggal 1april 1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per
tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana
terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat.

REPALITA II (1974-1979)
Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor
pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan
dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.

REPALITA III (1979-1984)

Prioritas tetaap pada pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian menuju
swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.

REPALITA IV (1984-1989)

Adalah peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan
rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja.
Priorotasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri
yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.

Jika ditarik kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah mengacu pada sektor
pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti pertumbuhan industri bertahap.

Kelebihan Pada Masa Orde Baru :

– Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996
telah mencapai lebih dari AS$1.000.

– Sukses transmigrasi.

– Sukses KB.
– Sukses memerangi buta huruf.

– Sukses swasembada pangan.

– Pengangguran minimum.

– Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).

– Sukses Gerakan Wajib Belajar.

– Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh.

– Sukses keamanan dalam negeri.

– Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.

– Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.


Kekurangan Orde Baru

– Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme.

– Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara
pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat.

– Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama


di Aceh dan Papua.

– Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh


tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya.

– Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si
miskin).

– Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan.

– Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel.

– Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program


“Penembakan Misterius” (petrus).

– Tidak ada rencana suksesi.


MASA REFORMASI

Pemerintahan reformasi diawali pada tahun 1998. Peristiwa ini dipelopori oleh ribuan mahasiswa yang
berdemo menuntut presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya dikarenakan pemerintahan Bapak
Soerhato dianggap telah banyak merugikan Negara dan banyak yang melakukan Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN). Tahun 1998 merupakan tahun terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia
sebagai akibat krisis moneter di Asia yang dampaknya sangat terasa di Indonesia. Nilai rupiah yang
semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp. 10.000,- bahkan mencapai Rp. 12.000,- (5 kali lipat
penurunan nilai rupiah terhadap dolar). Artinya, nilai Rp. 1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai dengan
500 US$ namun setelah tahun 1998 menjadi hanya 100 US$. Hutang Negara Indonesia yang jatuh tempo
saat itu dan harus dibayar dalam bentuk dolar, membengkak menjadi lima kali lipatnya karena uang
yang dimiliki berbentuk rupiah dan harus dibayar dalam bentuk dolar Amerika. Ditambah lagi dengan
hutang swasta yang kemudian harus dibayar Negara Indonesia sebagai syarat untuk mendapat pinjaman
dari International Monetary Fund (IMF). Tercatat hutang Indonesia membengkak menjadi US$ 70,9
milyar (US$20 milyar adalah hutang komersial swasta). Pemerintahan reformasi dari tahun 1998 sampai
sekarang sudah mengalami beberapa pergantian presiden, antara lain yaitu :

Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)

Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan
perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk
menstabilkan keadaan politik di Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena
melepaskan wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat

Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)

Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup berati
untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena
pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis dan antar agama.

Ibu Megawati (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)


Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus diselesaikan
yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai
persoalan-persoalan ekonomi antara lain :

– Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan
mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun

– Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis
dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi
beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %.
Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan
asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk
membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena
pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.

Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang)

Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu :

– Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi
oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sektor pendidikan dan kesehatan,
serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.

– Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan
Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.

– Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta


mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya
Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor
dengan kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja.
Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi
investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika
semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.

– Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY
mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY
menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang
melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak
yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran dan sampai
saat ini perekonomian Negara tidak stabil.

– Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan bakar
minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.

– Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga gabah
menjadi anjlok atau turun drastis

Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF (International Monetary Fund).
Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan
kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah
keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah
penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan
Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke
sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor
riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin membengkak
dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.

BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN

Perekonomian Indonesia sejak masa penjajahan, pemerintahan masa orde lama hingga masa reformasi
masih mengalami beberapa gejolak. Perekonomian Indonesia masih jatuh bangun. Hal itu dapat dilihat
dari :

– Kemiskinan yang masih ada

– Pengangguran tingkat tinggi dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak
sebanding dengan jumlah angkatan kerja

– Maraknya para koruptor karena hukum di negeri ini kurang tegas (Indonesia termasuk dalam 5
terbesar Negara terkorup didunia)

– Masih terjadi kesenjangan ekonomi antara penduduk yang miskin dan yang kaya

– Masih memiliki hutang ke luar negeri

SARAN

Dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan
Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga
aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini
harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.

Anda mungkin juga menyukai