Abstrak
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan bahan bakar yang berasal dari sumber
energy yang tidak dapat diperbarui. Minyak bumi yang merupakan sumber energi utama di
dunia semakin menipis ketersediaannya sehingga perlu dikembangkan sumber energi
terbarukan sebagai alternatif. Salah satu sumber energi terbarukan yang potensial adalah
biodiesel. Keunggulan biodiesel yaitu: tidak memerlukan modifikasi mesin diesel, ramah
lingkungan karena biodegradable dan non-toxic, emisi polutan rendah, kandungan energi dan
angka cetane tinggi.
Produksi biodiesel secara komersial saat ini umumnya dilakukan melalui
transesterifikasi minyak nabati dengan metanol menggunakan katalis basa. Proses ini
memiliki kelemahan, yaitu reaksi ini berlangsung lambat, membutuhkan banyak katalis dan
alkohol, reaksi yang terjadi belum sempurna, dan produk belum memenuhi standar SNI dan
ASTM. Untuk mengatasi permasalahan itu dilakukan inovasi produksi biodiesel dari minyak
nabati dengan bantuan gelombang ultrasonik. Penerapan teknologi sonokimia/ ultrasonik
dilakukan dengan tujuan untuk intensifikasi dan peningkatan efisiensi proses, yaitu
menghasilkan biodiesel dengan yield yang tinggi, dalam waktu yang cepat dan dengan
konsentrasi katalis yang lebih rendah.
Salah satu bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak biji kapuk randu (Ceiba
pentandra yang memiliki kadar FFA (Free Fatty Acid) 8,89 %. Minyak biji kapuk untuk dapat
diproses trasesterifikasi harus memiliki kadar FFA dibawah 2%. Penuruanan kadar FFA
dilakukan melalui proses esterifikasi terlebih dahulu sehingga nantinya tidak terjadi reaksi
penyabunan (saponifikasi) pada saat proses transterifikasi.
Pada penelitian ini dilakukan sintesis biodiesel dari minyak biji kapuk randu melalui
reaksi transesterifikasi ultrasonic dibantu katalis KOH sebesar 0,5 % dengan variabel waktu
pada suhu 60 oC dan rasio minyak-methanol 1 : 6. Hasil karakterisasi produk biodiesel
menunjukkan dari empat parameter pengujian, dua parameter sesuai dengan standar yang
disyaratkan SNI. Melalui perlakuan lebih lanjut, biodiesel dari minyak biji kapuk randu ini
layak digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel.
Kata kunci : biodiesel, ultrasonic, esterifikasi, transterifikasi, minyak biji kapuk randu
BAB 1
PENDAHULUAN
b. Bagi Masyarakat
Pemanfaatan biji kapuk yang dapat dimanfaatkan menjadi minyak biji kapuk
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel sehingga dapat menaikkan nilai jual dari
biji kapuk serta dapat menjadi energi alternatif yang dapat terbarukan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan
tumbuhan) selain Bioetanol. Biodiesel adalah senyawa alkil ester yang diproduksi
melalui proses alkoholisis (transesterifikasi) antara trigliserida dengan metanol atau
etanol dengan bantuan katalis basa menjadi alkil ester dan gliserol; atau esterifikasi
asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa
menjadi senyawa alkil ester dan air.
Biodiesel mentah yang dihasilkan proses transesterifikasi minyak (atau esterifikasi
asam-asam lemak) biasanya masih mengandung sisa-sisa katalis, metanol, dan gliserol
(atau air). Untuk memurnikannya, biodiesel mentah tersebut bisa dicuci dengan air,
sehingga pengotor-pengotor larut ke dalam dan terbawa oleh fase air pencuci yang
selanjutnya dipisahkan. Porsi pertama dari air yang dipakai mencuci disarankan
mengandung sedikit asam/basa untuk menetralkan sisa-sisa katalis. Biodiesel yang
sudah dicuci kemudian dikeringkan untuk menghasilkan produk yang jernih (pertanda
bebas air) dan bertitik nyala 100 oC (pertanda bebas metanol) (Musanif, 2008).
Salah satu pembuatan biodiesel yaitu dengan menggunakan proses transesterifiaksi.
Transesterifikasi merupakan proses reaksi penyempurnaan dari pembuatan biodiesel.
Reaksi transesterifikasi disebut juga reaksi alkoholisis atau interesterifikasi. Reaksi
alkoholisis merupakan reaksi setimbang dengan kalor reaksi kecil. Untuk menggeser
reaksi ke kanan biasanya digunakan alkohol berlebih atau untuk mengambil salah satu
produk dari campuran.
Biodiesel umumnya disintesis melalui jalur transesterifikasi minyak (trigliserida)
dengan alkohol menggunakan katalis basa.Persamaan reaksinya sebagai berikut
katalis
+ 3 CH3OH +
Minyak biji randu selama ini hanya digunakan sebagai bahan baku alat penerangan,
minyak pelumas, campuran coating pada genting, campuran pada kain batik, serta
sumber protein untuk sapi dan domba. Konversi metil ester dari minyak biji randu
adalah sebesar 70%-80%. Minyak biji randu sangat berpotensi untuk dijadikan bahan
baku pembuatan biodiesel karena memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh minyak
jarak yang selama ini dikembangkan dan diunggulkan (Dewajani, 2008).
Titik leleh asam lemak tak jenuh pada umumnya lebih rendah daripada titik leleh
asam lemak jenuh, sehingga semakin banyak asam lemak tak jenuh dalam minyak,
semakin rendah pula titik lelehnya (Hart, 1983). Minyak biji randu memiliki kadar
asam lemak tak jenuh yang relatif tinggi sehingga dapat menghasilkan biodiesel dengan
karakteristik yang lebih baik. Derajat ketidakjenuhan yang tinggi pada minyak biji
randu mengakibatkan bilangan iodine menjadi semakin tinggi. Jika bilangan iodine
semakin tinggi, maka titik tuang (pour point) minyak biji randu menjadi semakin
rendah. Keadaan terbebut menjadikan biodiesel dari bahan baku minyak biji randu
diminati oleh negara-negara bermusim dingin, sehingga biodiesel dari minyak biji
randu dapat dijadikan sebagai komoditas ekspor yang potensial.
2.4.1. Esterifikasi
Esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak dengan alkohol menghasilkan
ester (Sontag, 1982). Dengan esterifikasi, kandungan asam lemak bebas dapat
dihilangkan dan diperoleh tambahan ester. Reaksi ini dilaksanakan dengan
menggunakan katalis padat atau cair. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi bolak balik
yang berjalan lambat, sehingga untuk waktu reaksi yang relatif pendek raksi ke kiri
dapat diabaikan terhadap reaksi ke kanan (arah produk) (Sari, 2010). Katalis asam
selain digunakan untuk mengesterifikasi asam lemak bebas juga mengkonversi
trigliserida menjadi metil esternya.
Reaksi esterifikasi dipengangaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jumlah
pereaksi metanol dan asam lemak bebas, waktu reaksi, suhu, konsentrasi katalis, dan
kandungan air pada minyak (Ozgul dan Turkay, 2002). Semakin tinggi jumlah metanol
yang digunakan dan kandungan asam lemak bebas pada minyak maka semakin tinggi
rendemen metil ester serta semakin kecil kandungan asam lemak bebas di akhir reaksi.
Menurut Goff dkk. (2004) minyak dengan kadar air kurang dari 0,1 % dapat
menghasilkan metil ester lebih dari 90 %. Ozgul dan Turkay (2002) juga menyatakan
bahwa semakin lama waktu reaksi maka rendemen metil ester yang didapat besar. Suhu
65 oC sudah memberi rendemen metil ester yang memadai. Tetapi jumlah katalis
berlebihan tidak meningkatkan dengan nyata rendemen metil ester. Haas dkk. (2003)
menambahkan bahwa air yang dihasilkan selama proses esterifikasi menghambat reaksi
esterifikasi lebih lanjut.
2.4.2. Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang
mengalami pertukaran posisi asam lemak (Sontag, 1982). Alkoholisis lemak
menggunakan alkohol rantai pendek seperti metanol atau etanol dapat digunakan katalis
asam maupun katalis basa. Katalis basa banyak digunakan karena reaksinya sangat
cepat, sempurna dan dapat dilakukan pada suhu yang rendah (Sontag, 1982).
Transmetilasi berkatalis basa berlangsung antara metanol dan trigliserida melalui
pembentukan berturut-turut digliserida dan monogliserida yang menghasilkan metil
ester pada setiap tahapnya (Mao dkk., 2004). Laju konversi monogliserida menjadi
metil ester lebih cepat dari pada digliserida dan trigliserida (Darnoko dan Cheryan,
2000) karena menurut Mao dkk. (2004) monogliserida lebih mudah larut pada fase
polar (gliserol) dimana katalis berada.
Reaksi transesterifiksi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal adalah kondisi minyak itu sendiri misalnya kandungan air, kandungan asam
lemak bebas, dan kandungan zat terlarut maupun tidak terlarut yang dapat
mempengaruhi reaksi. Faktor eksternal adalah kondisi yang bukan berasal dari minyak
dan dapat mempengaruhi reaksi. Faktor eksternal diantaranya adalah suhu, waktu,
kecepatan pengadukan, jenis dan konsentrasi katalis dan jumlah rasio molar metanol
terhadap minyak (Sontag, 1982).
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pembentukan biodiesel dari minyak biji randu ini meliputi tahap karakterisasi
minyak biji randu, tahap degumming, tahap esterifikasi, tahap transesterifikasi, dan
tahap karakterisasi biodiesel. Adapun penjelasan tahapan-tahapan penelitian dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Tahap karakterisasi minyak biji randu
Pada tahap ini, dilakukan analisa bilangan asam, analisa bilangan penyabunan
dan analisa asam lemak bebas terhadap minyak biji randu. Analisa ini dilakukan di
Laboratorium Teknik Kimia Universitas Negeri Semarang.
2. Tahap degumming
Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya pasti
mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida yaitu fosfolipid, sterol,
asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam minyak dan hidrokarbon
(Ketaren, 1986). Pengotor-pengotor itu sukar dipisahkan dalam kondisi anhydrous,
sehingga dapat diendapkan secara hidrasi. Salah satu cara hidrasi adalah dengan
penambahan suatu asam lemah (Sewrn, 1964). Zat yang digunakan untuk menarik
gum (getah) yang disebut degumming agent antara lain adalah asam fosfat
(H3PO4). Minyak biji randu merupakan minyak yang diperoleh dari biji randu yang
mengandung gum, sehingga perlu untuk dilakukan proses degumming.
3. Tahap Esterifikasi
Apabila kadar asam lemak bebas (FFA) > 2%, maka minyak akan
diesterifikasi terlebih dahulu untuk menurunkan kadar FFA hingga kurang dari 2%.
Apabila kadar FFA sebelumnya kurang dari 2%, maka minyak biji randu dapat
langsung dikenakan transesterifikasi.
4. Tahap Transesterifikasi Ultrasonik
Tahap ini dilakukan apabila kadar FFA minyak sudah kurang dari 2%. Pada
penelitian ini digunakan metode transesterifikasi ultrasonik dengan mereaksikan
minyak biji randu dengan metanol teknis dan katalis KOH 0,5% hingga didapat
metil ester (biodiesel). Variabel tetap yang digunakan adalah variabel yang kurang
berpengaruh yaitu suhu, sedangkan variabel yang paling berpengaruh adalah waktu
reaksi. Tahap ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,
Semarang.
5. Tahap Pemurnian
Hasil produk keluaran reaktor ultrasonik dilakukan proses pemurnian yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu biodesel. Tahap pemurnian terdiri dari proses
pencucian biodesel dengan menggunakan akuades dan pemanasan pada suhu 100
o
C.
6. Tahap karakterisasi biodiesel
Pada tahap ini, biodiesel yang telah diperoleh di analisa mengenai densitas,
viskositas kinematiknya agar dapat diketahui mutu biodiesel berdasarkan standar
baku mutu SNI (Standar Nasional Indonesia).
Analisa ini dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia Universitas Negeri Semarang
3.2 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
1. Ball Filler 13. Labu Alas Bulat Leher 3
2. Beaker Glass 100 mL, 250 mL 14. Labu Takar 100 mL, 250 mL
3. Buret 50 mL 15. Piknometer 5 mL
6. Erlenmeyer 250 mL mL
3.2 Bahan
Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
1. Minyak biji kapuk randu
Minyak biji kapuk diperoleh dari Pati, Jawa Tengah dengan spesifikasi:
Bentuk: Cair
Warna : Kuning
Rasa : Tidak berasa
2. Metanol (CH3OH)
Metanol absolut (99,9%) p.a dari Merck (Darmstadt, Germany) dengan spesifikasi :
Densitas : 0,792 g/mL3
Berat Molekul : 32,04 g/mol
Warna : putih jernih
3. KOH
KOH p.a dari Merck (Darmstadt, Germany) dengan spesifikasi
Berat Molekul : 56,11 g/mol
Bentuk : Pellet
Warna : Putih
4. Indicator PP
Indicator PP didapatkan dari Laboratorium Opersai Teknik Kimia
5. Asam Oksalat
Asam Oksalat p.a dari Merck (Darmstadt,Germany) dengan spesifikasi:
Berat Molekul : 126,07 g/mol
Bentuk : Serbuk
Warna : Putih
3.3 Variabel
Variabel yang dipelajari pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variabel tetap : 1. Rasio molar minyak dengan metanol yaitu 1:6
2. Suhu operasi
Variabel berubah : 1. Waktu reaksi 30 menit dan 60 menit
1. Penentuan densitas
Penentuan densitas minyak biji kapuk randu dilakukan dengan menggunakan
piknometer 5 mL. Mula-mula menimbang berat kosong dari piknometer, setelah itu
memasukkan minyak biji kapuk sampai tanda batas penuh. Pada proses ini harus
dilakukan dengan teliti dan jangan sampai ada gelembung di dalam piknometer.
Setelah itu piknometer ditutup, kemudian minyak yang tumpah dibersihkan.
Densitas dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
𝐻 − 𝐻𝑜
𝜌=
𝑉
Dimana :
𝜌 = densitas (g/mL)
𝐻 = berat piknometer berisi minyak
𝐻o = berat piknometer kosong
𝑉 = volume piknometer (mL)
2. Penentuan viskositas
Viskometer bath di panaskan sampai suhu mencapai 40 0C, kemudian minyak
biji kapuk dituangkan ke dalam pipa kapiler menggunakan corong kaca. Setelah
suhu sudah menunjukan 40 0C, viskometer di diamkan selama 30 menit supaya
suhu minyak di dalam pipa kapiler tepat stabil 40 0C. Ketinggian minyak dalam
kapiler disesuaikan dengan menggunakan pompa hisap yaitu dibawah garis batas pada
lower bulb. Minyak di biarkan mengalir melewati lower bulb dan upper bulb.
Waktu yang diukur adalah waktu minyak melewati lower bulp (a) dan upper bulb (b).
Nilai viskositas kemudian dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
𝜇=𝑐𝑥𝑡
Dimana :
𝜇 = viskositas kinematik (mm2/s)
c = konstanta kalibrasi viskometer (mm2/s)
t = waktu mengalir (s)
b. Proses Esterifikasi
1. Minyak biji kapuk ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu alas datar leher 3.
2. Kemudian ditambahkan metanol dengan perbandingan metanol dengan
minyak 12:1 (Putri dkk., 2017), (Safitri dkk., 2017).
3. Kemudian ditambahkan katalis H2SO4 sebanyak 0,5% (Yuliana dkk, 2010).
4. Reaksi dilakukan selama 120 menit dengan suhu operasi 60 0C
5. Proses reaksi menggunakan magnetic stirrer sebagai pengaduk dengan
kecepatan putaran 1000 rpm (Rachmadia dkk, 2010).
6. Mengambil sampel setiap 10 menit untuk diuji bilangan asam. Bilangan
asam yang didapatkan kemudian dirubah ke dalam konversi reaksi (X).
Persamaan konversi reaksi dapat dihitung dengan persamaan berikut :
𝐴𝑉𝑖−𝐴𝑉𝑡
𝑋= 𝐴𝑉𝑖
. 100%
Dimana :
X = Konversi reaksi (%)
AVi = Bilangan asam mula-mula
AVt = Bilangan asam akhir pada t tertentu
Pada penelitian kali ini telah dilakukan studi eksperimental sintesis biodiesel
melalui reaksi transterifikasi ultrasonik minyak biji kapuk dan metanol dengan
perbandingan mol 1:6 berbantu katalis KOH dengan konsentrasi 0,5% yang
Penelitian diawali dengan menganalisa minyak biji kapuk yang akan digunakan
sebagai bahan baku pada proses reaksi transterifikasi. Minyak yang telah dianalisis
mereaksikan minyak dengan metanol dimana asam lemak bebas akan menjadi ester
dengan berbantu katalis asam sulfat. Proses esterifikasi berlangsung selama 120
menit yang bertujuan untuk menurunkan kadar FFA agar tidak mengurangi yield
dilakukan hingga biodesel mencapai pH netral yang ditandai dengan warna akuades
yang bening. Biodesel hasil pencucian dipanaskan dengan hotplate dengan tujuan
untuk menghilangkan kadar air yang masih terkandung pada biodiesel. Proses
pemanasan dilakukan pada suhu 100 0C dimana biodesel akan menjadi jernih yang
viskositasnya yang menjadi dua parameter penting pada standar SNI biodiesel.
Dari data hasil uji laboratorium pada tabel 4.8. menunjukkan bahwa dua parameter
yang diuji kelayakannya sebagai bahan bakar mesin diesel telah memenuhi syarat
menurut ketentuan SNI 04-7182-2006 dengan kondisi optimal pada waktu reaksi 60
menit.
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Pada karakterisasi minyak biji randu diperoleh hasil bahwa kadar asam lemak bebas
sebesar 17,97% sehingga perlu dilakukan proses esterifikasi.
2. Pada pembuatan biodiesel dari minyak randu menggunakan dua tahap proses
transesterifikasi, variabel waktu merupakan variabel yang paling berpengaruh.
3. Optimasi variabel waktu dengan memvariasikannya ke dalam rentang tertentu
memberikan penjelasan bahwa reaksi optimal berjalan pada suhu 35 oC, rasio
metanol-minyak 15:1, dengan waktu reaksi total 105 menit.
4. Hasil karakterisasi produk biodiesel menunjukkan dari tujuh parameter pengujian,
empat parameter sesuai dengan standar yang disyaratkan SNI. Melalui perlakuan
lebih lanjut seperti esterifikasi, biodiesel dari minyak biji randu ini masih layak
digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel.
5.2. Saran
1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai variabel pemisahan biodiesel dari
campurannya sebagai produk reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi.
2. Rentang waktu pada optimasi variabel perlu untuk diperkecil agar hasil optimasi
menunjukkan keakuratan yang dapat memperkuat kesimpulan bahwa variabel waktu
adalah variabel yang paling berpengaruh.
3. Perlakuan lebih lanjut seperti esterifikasi kembali perlu dilakukan agar asam lemak
bebas terkonversi menjadi alkil ester.
DAFTAR PUSTAKA
Hart, Suminar. 1983. Kimia Organik ‘Suatu Kuliah Singkat Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta
Helwani, Z., Othman, M.R., Aziz, N., Kim, J.; Ferndano, W.J.N. 2009. Solid heterogeneous
catalysts for transesterification of triglycerides with methanol: a review. Appl. Catal.
A — Gen. 363, 1–10.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta.
Khan, A. K. 2002. Research Into Biodiesel Kinetics and Development. The University of
Queensland, Queensland.
Knothe, G., Van Gerpen, J. H. and Krahl, J. 2005. The Biodiesel Handbook, AOCS Press,
Champaign, III.
Kusmiyati. 2008. Reaksi Katalitis Esterifikasi Asam Oleat dan Metanol Menjadi Biodiesel dengan
Metode Distilasi Reaktif. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Lang, X., A.K. Dalai, N.N. Bakhshi, M.J. Reaney and P.B. Hertz. 2001. Preparation and
characterization of bio-diesels from various bio-oils. Bioresouce Technology 80: 77-82.
Leung DYC, Guo Y. 2006. Transesterification of neat and used frying oil: optimization for biodiesel
production. Fuel Process Technol; 87:883–90.
Mao, V., Konar, SK., dan Boocock, DGB. 2004. The Pseudo Single Phase Base Catalityzed
Trans-methylation of Soybean Oil. J.AM Oil Chem Soc. 81:803-808.
Marchetti, J.M. dan Errazu, A.F. 2008. Comparisson Of Different Heterogeneous Catalysts and
Different Alcohols For The Estherification Reaction Of Oleic Acid. Fuel, 87. 3477-3480
Mendow, G., N.S. Veizaga, B.S. Sanchez, dan C.A. Querini. 2011. Biodiesel production by
two-stage transesterification with ethanol. Elsevier: Bioresource Technology 102
(2011) 10407–10413
Musanif, Jamil. 2008. Biodiesel. Subdit Pengelolaan Lingkungan. Direktorat Pengelolaan Hasil
Pertanian Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Noureddini, H. dan D.Zhu . 1997. Kinetics of transesterification of soybean oil. J. Am. Oil
Chem. Soc.74:1457-1463.
Nur Alam Syah, Dani. 2006. Biodiesel Jarak Pagar. PT. Agromedia Pustaka. Depok
Ong, H.C., Silitonga, A.S., Masjuki, H.H., Mahlia, T.M.I., Chong, W.T., Boosroh, M.H. 2013.
Production and comparative fuel properties of biodiesel from non-edible oils :Jatropha
curcas, Sterculia foetida, dan Ceiba pentandra. Energy conversion dan management, 73,
245-255
Ong, L.K., Effendi, C., Kurniawan, A., Lin, C.X., Zhao, X.S., Ismadji, S. 2013. Optimization of catalyst-
free production of biodiesel from Ceiba pentandra (Kapok) oil with high free fatty acid
contents. Energy, 57, 615-623
Ozgul S, Turkay S., 2002. Vegetables Affecting the Yields of Methyl ester Derived from in
situ Esterification of Rice Bran oil. J Am Oil Chem. 79:611-614.
Prihandana, Rama dan Hendroko, Roy, Nuramin, Makmuri. 2006. Menghasilkan Biodiesel Murah :
Mengatasi Polusi & Kelangkaan BBM. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.
Prihandana, Rama dan Hendroko, Roy. 2007. Energi Hijau ‘Pilihan Bijak Menuju Negeri Mandiri
Energi’. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sari, P. A. 2010. Kinetika Reaksi Esterifikasi pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak
Dedak Padi. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Sebayang, D., Egi A., dan Achmad P. 2010. Transesterification Of Biodiesel From Waste
Cooking Oil Using Ultrasonic Technique. International Conference on Environment
(ICENV 2010).
Sibarani, Johan; Syahrul Khairi; Yoeswono; Karna Wijaya dan Iqmal Tahir. 2007. Pengaruh Abu
Tandan Kosong Kelapa Sawit pada Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel.
Indo. J. Chem., 2007, 7(3), 314-319
Sontag NOV., 1982. Fat Splitting, Esterification, and Interesterification di dalam Bailey,s
Industrial Oil and Fat Products. Ed ke-4. Volume ke-2. New York : John Wiley &
Sons.
Sumangat, D. dan Hidayat, T. 2008. Karakterisasi Metil Ester Minyak Jarak Pagar Hasil
Proses Transesterifikasi Satu dan Dua Tahap. J.Pascapanen: Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Susilowati. 2006. Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk dengan Katalis Zeolit. Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran”. Jatim.
Swern, D. 1979. Structure dan Composition of Fats and Oils. In Bailey’s Industrial Oil and
Fats Products. Interscience Publishers Inc., New York
Syah, Dani Nur Alam. 2006. Biodiesel Jarak Pagar. PT. Agromedia Pustaka, Depok.
Wang, Y., S. Ou, P. Liu, F. Xue dan S. Tang. 2006. Comparison of two different process to
synthesize biodiesel by waste cooking oil. Journal of Molecular Catalyst A Chemical.
vol. 252. pp. 107-112.
Widyawati, Y. 2007. Disain Proses Dua Tahap Esterifikasi-Transesterifikasi (Estrans)
Pada Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) Dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha
Curcas.L). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ye, Jianchu, Song T., dan Yong S. 2010. Investigation to biodiesel production by the two-step
homogeneous base-catalyzed transesterification. Elsevier: Bioresource Technology 101
(2010) 7368–7374
Yoeswono, J. sibarani, dan S. Khairi. 2006. Pemanfaatan Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai
Katalis Basa pada Reaksi Transesterifikasi dalam Pembuatan Biodiesel. Jurusan Kimia Fakultas MIPA
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.