Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Auditing merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara objektif yang berhubungan dengan asersi – asersi tentang tindakan-tindakan dan
peristiwa-peristiwa ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut
dan kriteria yang di tetapkan, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pengguna informasi
tersebut.

Seorang auditor yang merupakan pelaku auditing harus memperoleh pemahaman tentang
pengendalian internal yang memadai untuk merencanakan audit dengan melaksanakan prosedur
untuk memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan keuangan dan
apakah pengendalian internal tersebut di operasikan. Untuk itulah diperlukan pengujian
pengendalian (test of control). Pengendalian yang telah diidentifikasikan auditor dalam
penetapan sebagai pengurang risiko pengendalian (control risk) harus didukung oleh pengujian
atas pengendalian untuk menjamin bahwa pengendalian telah dilaksanakan dengan efektif dalam
keseluruhan atau sebagai periode audit.

Seorang auditor juga harus melakukan tes lain yang dirancang untuk mendeteksi
monetary errors atau salah saji yang secara langsung berpengaruh terhadap kewajaran saldo –
saldo laporan keuangan. Berbeda dengan pengajian pengendalian (test of control) dimana auditor
lebih fokus kepada proses/siklus, auditor memerlukan tes lain yang menekankan auditor pada
angka-angka. Adapun, salah satu jenis pengujian dasar yang digunakan untuk menentukan
apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar adalah pengujian substantif. Pengujian
substantive meliputi prosedur- prosedur audit.

Di dalam test substantive, terdapat situasi dimana auditor menggunakan sampling.


Sampling audit adalah penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau
kelompok transaksi yang kurang dari 100% dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik
saldo akun atau kelompok transaksi tersebut. Rencana sampling untuk pengujian substantif dapat
dirancang untuk memperoleh bukti bahwa saldo akun tidak mengandung salah saji material atau
membuat estimasi independen mengenai jumlah tertentu.
Dari deskripsi diatas penulis sangat tertarik untuk membahas mengenai pengujian secara
substantive dan sampling dalam audit.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini, yaitu :

1. Apakah yang di maksud Pengujian secara Substantif ?


2. Apakah tujuan diadakannya pengujian secara Substantif ?
3. Apa sajakah prosedur – prosedur yang harus dilakukan oleh seorang Auditor
dalam melaksanakan pengujian secara substantif ?
4. Apa sajakah jenis-jenis pengujian subtantif Audit?
5. Apakah yang dimaksud dengan sampling ?
6. Apa saja prosedur untuk sampling dalam substantive test?
7. Bagaimanakah peran dari sampling dalam membantu auditor melakukan test
substantive?

3. Batasan Masalah

Dalam pembuatan makalah ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasan audit
hanya dalam pengujian secara substantif dan sampling dan tidak membahas audit secara
keseluruhan.

4. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dan manfaat dari pembuatan makalah ini, yaitu :

1. Untuk memahami audit dalam ruang lingkup pengujian secara substantive dan
sampling;

2. Untuk melengkapi standar nilai dalam mata kuliah Pengauditan;

3. Menambah informasi dan ilmu pengetahuan bagi penulis dan pembaca.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Tes Substantif (Substantive test)


a. Definisi
Dalam ISA 330, procedure Subtantive merupakan prosedur audit yang dirancang
untuk mendeteksi salah saji material pada tingkat asersi. Test subtantif ini berperan
membantu auditor dalam mengumpulkan berbagai bukti yang cukup sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Pengujian subtantif ini
menyediakan auditor bukti-bukti mengenai kewajaran dari setiap asersi laporan
keuangan signifikan.
Perancangan tes subtantif ini meliputi penentuan:
1) Sifat pengujian
Hal ini mengarah pada jenis dan efektivitas prosedur pemeriksaan yang
dilakukan. Jika tingkat risiko yang ada itu rendah maka auditor akan
melaksanaakan prosedur pemeriksaan yang lebih efektif yang biasanya
biayanya cukup mahal. Sedangkan apabila tingkat risiko deteksi yang ada
tinggi maka prosedur pemeriksaan yang dilakukan menjadi kurang efektif
tetapi dengan biaya yang lebih murah.
2) Waktu pengujian
Tinggi rendahnya risiko yang dihadapi akan mempengaruhi waktu
pelaksanaan dari pengujian subtantif tersebut. Apabila terdapat risiko deteksi
yang rendah maka pelaksaan pengujian subtantif dapat dilakukan menjelang
tangga pelaporan. Namun, pengujian dapat dilakukan sebelum tanggal neraca
apabila terdapat risiko deteksi yang tinggi dan auditor dapat :
- Mengendalikan bertambahnya risiko audit bahwa salah saji material aka
nada dalam akun tersebut pada tanggal neraca namun tidak dapat dideteksi
oleh auditor. Risiko tersebut diperkirakan akan semakin besar apabila
periode waktu yang tersisa antara tanggal pengujian interim dan tanggal
neraca diperpanjang.
- Mengurangi biaya pengujian subtantif yang diperlukan pada tanggal
neraca yang mana untuk memenuhi tujuan audit yang direncanakan,
sehingga pengujian sebelum tanggal neraca menjadi efektif dalam segi
biaya.
3) Luas pengujian
Luas pengujian ini mengarah pada banyaknya hal atau besarnya sampel yang
harus dilakukan pengujian atau prosedur yang akan diterapkan atas sampel
tersebut. Ruang lingkup pengujian subtantif test ini juga bergantung pada
tinggi-rendahnya risiko deteksi. Apabila tingkat risiko deteksi rendah maka
bukti-bukti yang akan ditelusuri juga semakin banyak sehingga memperluas
lingkup pengujian. Begitu pula sebaliknya ketika tingkat risiko deteksi tinggi
maka bukti audit yang dikumpulkan pun semakin sedikit sehingga luas
penjgujian pun dapat diperkecil.
4) Staff audit
Penentuan staff audit dalam pelaksanaan pengujian ini berkaitan pula dengan
risiko deteksi yang ada serta luas pengujian. Apabila risiko deteksi tinggi
maka luas pengujian semakin kecil sehingga bukti yang dibutuhkan pun
semakin kecil sehingga tenaga kurang berpengalaman sudah cukup memadai
untuk melaksanakan tugas tersebut. Namun ketika tingkat risiko deteksi
rendah bukti yang dikumpulkan juga semakin banyak sehingga luas pengujian
juga semakin besar. Pada kondisi seperti ini tenaga berpengalaman lebih
sesuai untuk melaksakan proses audit tersebut.

b. Konsep risiko audit dalam tes substantive


Konsep dasar risiko audit dalam tes substantive adalah semakin rendah detection
risk, maka semakin banyak tes substantive yang harus dilakukan auditor agar risiko
audit mereka tetap berada pada level yang diterima (acceptable level). Tabel berikut
menjelaskan secara rinci hubungan risiko audit terhadap tes pengendalian dan tes
substantive:
Sebagai salah satu contoh, jika auditor berpendapat bahwa biaya untuk melakukan
tes pengendalian jauh lebih mahal daripada biaya tes substantive, maka akan lebih
masuk akal jika auditor menilai risiko pengendalian mereka pada level tinggi. Ketika
risiko bawaan (inherent risk) perusahaan rendah, dan auditor menilai risiko
pengendalian (control risk) pada level tinggi, maka auditor tidak perlu melakukan tes
pengendalian (test of control) dan auditor perlu melakukan tes substantive pada level
moderate.

c. Prosedure pengujian Subtantif


Ada 8 prosedur untuk melaksanakan pengujian pengendalian substantif yaitu :
1) Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan berkaitan dengan kinerja tugas
mereka.
2) Pengamatan atau observasi terhadap personel dalam melaksanakan tugas
mereka.
3) Menginspeksi dokumen dan catatan.
4) Melakukan penghitungan kembali atau reperforming.
5) Konfirmasi.
6) Analisis
7) Tracing atau pengusutan
8) Vouching atau penelusuran.

d. Jenis-jenis Pengujian Subtantif


1) Prosedur Analitis
Prosedur ini dilaksakan untuk mengidentifikasi daerah atau tempat yang
memiliki risiko salah saji material. Prosedur ini juga digunakan dalam fase
pengujian audit untuk memperoleh bukti mengenai asersi-asersi tertentu, yang
mana dalam kondisi tertentu juga dapat mendukung dalam pengujian rincian.
Baik atas saldo maupun transaksi. Prosedur ini juga merupakan prosedur utama
yang dilakukan dalam pengujian subtantif dan juga merupakan pengujian yang
paling ekonomis.
Pada asersi tertentu, prosedur analitis ini dianggap kurang efektif
dibandingkan dengan pengujian rincian. Namun, untuk kasus tertentu dapat pula
berlaku sebaliknya dimana prosedur analitis berjalan efektif dan efisiensi audit
pun dapat bertambah. Dalam SAS 56, efektifitas dan efisiensi yang dapat
diharapkan dari prosedur analitis ini bergantung pada :
 Sifat asersi
 Kelayakan dan kemampuan memprediksi suatu hubungan
 Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk
mengembangkan harapan
 Ketepatan harapan
2) Pengujian Rincian Transaksi
Pengujian ini berupa penelusuran (tracing) dan pemeriksaan (Vouching), yang
bertujuan untuk menemukan apakah laporan keuangan ini disajikan
understatement atau overstatement. Pengujian ini pada umumnya
menggunakan dokumen-dokumen yang merupakan arsip dari klien. Efektifitas
dari penerapan pengujian ini sangat bergantung pada prosedur serta dokumen
yang digunakan dalam proses pengujian.
Oleh karena itu, prosedur ini lebih banyak memakan waktu serta kurang
ekonomis dibandingkan dengan prosedur analitis. Namun apabila kita
bandingkan dengan pengujian tingkat saldo, pengujian ini pada hal tertentu
sepeti penargetan pada kesalahan potensial dapat lebih ekonomis.
3) Pengujian Rincian atas Saldo
Pengujian ini dilakukan untuk memperoleh bukti secara langsung atas suatu
saldo rekening tertentu tetapi bukan untuk masing-masing pendebetan atau
pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut. Efektifitas dari
pengujian ini bergantung pada prosedur yang digunakan serta tipe bukti yang
diperoleh. Pengujian rincian atas saldo umumnya menggunakan dokumen
ekternal dan/atau pengetahuan personal auditor secara langsung, sehingga
pengujian ini menjadi cukup efektif. Namun dibalik keefektifitasnya
pengujian ini cenderung memakan waktu yang cukup lama dan memakan
biaya yang cukup mahal.
4) Pengujian Estimasi-estimasi Akuntansi
Pengujian estimasi akuntansi ini biasanya meliputi pengujian saldo akun
tertentu dengan bukti yang lebih spesifik. Sebagai contoh apabila perusahaan
ingin mengecek mengenai saldo piutang tak tertagih. Hal ini akan ditelusuri
berdasarkan apakah piutang ini akan dapat ditagih dimasa yang akan dating atau
apakah jaminan yang diharapkan dapat dibayar dimasa yang akan datang.
Auditing Accounting Estimates (SAS 57), menyebutkan bahwa tujuan auditor
dalam mengevaluasi estimasi akuntansi adalah untuk memperoleh bukti kompeten
yang memadai untuk memberikan kepastian yang layak bahwa :
 Seluruh estimasi akuntansi yang penting dalam laporan keuangan telah
dikembangkan.
 Estimasi akuntansi telah sesuai dengan lingkungan atau situasi yang ada
 Estimasi akuntansi telah disajikan sesaui dengan prinsip akuntansi yang
berlaku dan diungkapkan secara memadai.
Untuk memperoleh kewajaran atas bukti suatu estimasi, auditor dapat
melakukan beberapa pendekatan diantaranya:
 Melakukan prosedur untuk mereview dan menguji proses manajemen
dalam membuat estimasi
 Membuat ekspektasi yang independen atas estimasi
 Mereview transaksi dan kejadian yang dapat terjadi berikutnya sebelum
penyelesaian audit yang berkaitan dengan estimasi tersebut.
Prosedur yang dimaksud diantaranya adalah memepertimbangkan relevansi,
reliabilitas, dan kecukupan data serta faktor-faktor lain yang digunakan oleh
manajemen; mengevaluasi kelayakan dan konsistensi asumsi tersebut; serta
melaksanakan kembali perhitungan yang telah dilakukan oleh manajemen.

2. Sampling
a. Definisi
Auditor melakukan pemilihan sampel dengan maksud untuk memperoleh sampel
yang representative. Sampel yang representative adalah sampel yang mempunyai
karakteristik yang sama dengan karakteristik populasi. Disamping itu , sampel harus
mengandung stabilitas. Yang dimaksud disini adalah apabila jumlah sampel ditambah,
maka hasilnya harus sama, dan tidak berubah.
Definisi dan Tujuan Sampling Audit adalah penerapan prosedur audit terhadap
unsur-unsur suatu saldo akun atau kelompok transaksi yang kurang dari seratus persen
dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi
tersebut.

Ketidakpastian dan Sampling Audit.


Auditor menerima ketidakpastian atas dasar adanya hubungan antara faktor-faktor
biaya dan waktu yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan atas semua data, dengan
konsekuensi negative akibat kesalahan keputusan yang didasarkan atas kesimpulan yang
dihasilkan dari audit terhadap data sampel semata. Ketidakpastian meliputi :
a) Ketidakpastian yang disebabkan langsung oleh penggunaan sampling ( risiko
sampling)
b) Ketidakpastian yang disebabkan factor selain sampling (risiko non sampling).

Risiko Sampling
Risiko sampling berkaitan dengan kemungkinan bahwa sampel yang diambil
bukanlah sampel yang representative. Risiko sampling timbul dari kemungkinan bahwa
kesimpulan auditor bila menggunakan sampling mungkin menjadi lain dari kesimpulan
yang akan dicapai bila cara pengujian yang sama diterapkan tanpa sampling. Tingkat
risiko sampling mempunyai hubungan yang terbalik dengan ukuran sampel. Semakin
kecil ukuran sampel, semakin tinggi risiko samplingnya. Sebaliknya , semakin besar
ukuran sampel, semakin rendah risiko samplingnya.
Risiko sampling dapat dibedakan atas :
a) Risiko sampling dalam pengujian substantif atas detail atau rincian.
b) Risiko sampling dalam melaksanakan pengujian pengendalian.

Dalam menyelenggarakan pengujian substantive, auditor memperhatikan dua


aspek penting dari risiko sampling yang meliputi :
a) Risiko keliru menerima (risk of incorrect acceptance)
Risiko keliru menerima adalah risiko bahwa auditor menerima kesimpulan,
berdasarkan hasil sampel, bahwa suatu saldo akun dari laporan tersebut disajikan
secara wajar, padahal pada kenyataannyasaldo akun tersebut mengandung salah saji
secara material. Risiko keliru menerima ini berkaitan dengan efektivitas audit dalam
pendeteksian terhadap ada tidaknya salah saji yang material.
b) Risiko keliru menolak (risk of incorrect rejection)
Resiko keliru menolak merupakan risiko bahwa auditor mengambil kesimpulan,
berdasarkan hasil sampel bahwa saldo akun berisi salah saji secara material, padahal
pada kenyataannya saldo akun tidak berisi salah saji secara material. Risiko keliru
menolak berkaitan dengan efisiensi audit. Meskipun audit dilaksanakan kurang
efisien dalam kondisi tersebut, tetapi audit tetap dilaksanakan secara efektif.
Dalam menyelenggarakan pengujian pengendalian, auditor memperhatikan dua
aspek penting dalam risiko sampling, yang meliputi :
a) Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah (risk of assessing
control risk too low)

Risiko penentuan tingkat risiko yang terlalu rendah adalah risiko yang terjadi karena
menentukan tingkat risiko pengendalian berdasar hasil sampel terlalu rendah
dibandingkan dengan efektivitas operasi prosedur atau kebijkan yang sesunggunya.

b) Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi (risk of assessing
control risk too hight)

Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi adalah risiko yang
terjadi karena menentukan tingkat risiko pengendalian, berdasar hasil sampel terlalu
tinggi dibandingkan dengan efektivitas operasi prosedur atau kebijakan yang
sesungguhnya.

Kesalahan pemberian pendapat auditor dapat disebabkan oleh kombinasi


kemungkinan kesalahan berikut :

a) Kesalahan material yang terjadi dalam laporan keuangan.

b) Struktur pengendalian intern gagal mendeteksi dan melakukan koreksi kesalahan.

c) Prosedur audit yang dilaksanakan auditor, gagal mendeteksi kesalahan.

Risiko Non Sampling

Risiko Non Sampling meliputi semua aspek risiko audit yang tidak berkaitan dengan sampling.
Risiko ini tidak akan pernah dapat diukursecara matematis. Risiko non sampling timbul karena :

a. Kesalahan manusia seperti gagal mengakui kesalahan dalam dokumen.

b. Kesalahan pemilihan maupun penerapan prosedur audit yang tidak sesuai dengan tujuan

audit.
c. Salah interpretasi hasil sampel.
Walaupun tidak dapat diukur secara matematis, risiko non sampling ini dapat ditekan auditor

dengan cara sebagai berikut :

a. Melakukan perencanaan yang tepat.

b. Melakukan pengawasan atau supervisi yang tepat.

c.Menerapkan standar pengendalian kualitas yang ketat atas pelaksanaan audit.

Pendekatan Sampling Audit.

Ada dua pendekatan umum dalam samplingaudit yang dapat dipilih auditor untuk

memperoleh bukti audit kompeten yang cukup , yaitu :

a. Sampling statistic

b. Sampling non statistic.

Kedua pendekatan tersebut mengharuskan auditor untuk menggunakan pertimbangan

profesionalnya dalam melakukan perencanaan dann pelaksanaan rencana sampling. Pemilihan

moteda sampling statistic atau non statistic tidak secara langsung mempengaruhi keputusan

auditor mengenai :

a) Prosedur audit yang akan diterapkan atas sampel yang dipilih.

b) Kompetensi bukti audit yang diperoleh berkaitan dengan item sampel individual.

c) Tanggapan auditor atas kesalahan yang ditemukan dalam item sampel.

A. Sampling Statistik.

Lebih banyak mengeluarkan biaya daripada sampling non statistik, biaya tersebut
dikeluarkan berkaitan dengan biaya pelaksanaan training bagi staf auditor untuk menggunakan
statistik dan biaya pelaksanaan implementasi rencana sampling statistik
Sampling statistik menguntungkan manajemen dalam tiga hal yaitu :

 Perancangan sampel yang efisien


 Pengukuran kecukupan bukti yang dihimpun
 Pengevaluasian hasil sampel

Ada dua macam teknik sampling statistik yaitu :

1. Attribute sampling

Digunakan dalam pengujian pengendalian, kegunaannya adalah untuk memperkirakan tingkat

deviasi atau penyimpangan dari pengendalian yang ditentukan dalam populasi.

2. Variables sampling

Digunakan dalam pengujian substantif, kegunaannya adalah untuk memperkirakan jumlah

rupiah total dari populasi atau jumlah rupiah kesalahan dalam populasi

.
B. Sampling non statistik

Merupakan pengambilan sampel yang dilakukan berdasar kriteria subyektif. Dalam


sampling

non statistik,auditor menghadapi kemungkinan terjadinya :

 Terlalu banyak sampel yang digunakan melebihi yang diperlukan, menyebabkan


pemborosan waktu dan biaya
 Terlalu sedikit sampel yang digunakan, mengakibatkan ketidakefektifan pengambilan
sampel
 Terlalu ekstensif kecukupan bukti audit yang berdasarkan sampel
 Kurangnya kecukupan bukti audit yang berdasarkan sampel

Kedua pendekatan tersebut mengharuskan auditor untuk menggunakan pertimbangan


profesionalnya dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan rencana sampling.

Pemilihan metode sampling statistik atau sampling non statistik tidak secara langsung
mempengaruhi. Keputusan auditor mengenai :

 Prosedur audit yang akan diterapkan atas sampel yang dipilih


 Kompetensi bukti audit yang diperoleh berkaitan dengan item sampel individual
 Tanggapan auditor atas kesalahan yang ditemukan dalam item sampel

Sampling dalam pengujian substantif

Faktor yang harus dipertimbangkan auditor dalam perencanaan sampel atas pengujian substantif,
meliputi :

 Hubungan antara sampel dengan tujuan audit yang relevan yang harus dicapai
 Pertimbangan pendahuluan atas tingkat materialitas
 Tingkat risiko keliru menerima yang dapat diterima auditor
 Karakteristik populasi

Dalam pelaksanaan evaluasi atas hasil sampel, auditor wajib mempertimbangkan aspek
kualitatif suatu salah saji yang meliputi : Sifat dan penyebab salah saji dan
kemungkinan hubungan antara salah saji dengan tahapan audit sebelumnya. Jika auditor
menemukan hasil sampel menunjukkan bahwa asumsi perencanaan auditor tidak benar maka
harus mengambil tindakan yang dipandang perlu, seperti :

 Mengubah tingkat risiko yang ditentukan sebelumnya


 Memodifikasi pengujian audit yang lain yang telah dirancang berdasar tingkat risiko
bawaan dan risiko pengendalian sebelumnya

Variable sampling

Dalam pendekatan variable sampling, distribusi normal digunakan auditor untuk


mengevaluasi karakteristik populasi berdasar pada hasil sampel yang diambil dari populasi.
Varible sampling sangat berguna bagi auditor apabila tujuan audit berkaitan dengan pendeteksian
kemungkinan saldo akun yang understatement atau overstatement. Auditor menggunakan
variable sampling untuk memperkirakan saldo akun dan mengusulkan penyesuaian saldo akun
agar sesuai dengan hasil estimasi statistik. Variable sampling digunakan auditor apabila
ditemukan kondisi sebagai berikut :

· Klien tidak dapat menyajikan suatu jumlah yang dapat dianggap benar

· Suatu saldo akun ditentukan dengan sampling statistik

Auditor juga dapat menggunakan variable sampling untuk menilai kewajaran saldo suatu item

yang dicantumkan pada laporan keuangan. Variable sampling tepat untuk diterapkan auditor,

antara lain pada :

 Observasi dan penilaian persediaan


 Konfirmasi piutang dagang
 Cadangan untuk piutang tidak tertagih
 Cadangan persediaan yang rusak
 Menilai persediaan dalam proses
 Menilai aktiva tetap dalam public utility company
 Penilaian umur piutang

Ada tiga teknik yang dapat digunakan dalam variable sampling yaitu :

Mean per unit (MPU)

Sampling estimasi MPU disebut simple extention method meliputi penentuan nilai audit untuk
setiap item dalam sampel. Rata-rata nilai audit ini kemudian dihitung dan dikalikan dengan
jumlah unit dalam populasi untuk memperoleh estimasi atas total nilai. Auditor juga menghitung
cadangan (allowance) risiko sampling untuk digunakan dalam pengevaluasian hasil sampel.

Langkah-langkah dalam perencanaan estimasi MPU meliputi :

Menentukan tujuan rencana sampling

Tujuan pengujian dalam rencana sampling MPU dalah untuk :

 Menghimpun bukti bahwa saldo akun tercatat tidak mengandung salah saji yang material
 Mengembangkan estimasi independen atas suatu jumlah akun apabila tidak ada nilai
buku yang tersedia

Mendifinisikan kondisi kesalahan

Langkah ini diambil apabila auditor bertujuan untuk memperoleh bukti bahwa saldo akun
tercatat tidak mengandung salah saji yang material. Sampling ini digunakan untuk mendeteksi
kesalahan dalam jumlah rupiah dalam populasi.

Mendifinisikan populasi dan unit sampling

Unit sampling harus kompatibel dengan tujuan audit dan prosedur audit yang akan
diterapkan. Atas tujuan audit tersebut maka auditor menentukan unit samplingnya adalah line
entries dalam jurnal penjualan.

Menentukan ukuran sampel

Ada beberapa faktor yang menentukan besar kecilya sampel dalam sampling estimasi MPU
yaitu Ukuran populasi: Semakin besar ukuran atau jumlah populasi semakin besar ukuran atau
jumlah sampel.Deviasi standar populasi yang diestimasikan.Variabilitas nilai populasi dinyatakan
dalam deviasi standar. Deviasi standar nilai audit item sampel dipakai sebagai estimasi deviasi
standar karena nilai audit tidak dihimpun untuk setiap item populasi.

Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengestimasi deviasi standar sampel yaitu :

 Deviasi standar yang ditemukan dalam audit tahunsebelumnya terhadap klien yang sama,
dipakai untuk mengestimasi standar deviasi tahun ini
 Nilai buku yang tersedia dipakai untuk mengestimasi deviasi standar
 Auditor menghimpun sampel kecil terlebih dahulu kemudian berdasar nilai audit intern
sampel, auditor mengestimasi deviasi standar populasi

Salah saji yang dapat ditoleransi (tolerable misstatement)


Sering disebut juga dengan materialitas atau jumlah material. Yaitu salah saji yang boleh ada
dalam akun sebelum salah saji tersebut dinilai sebagai salah saji material.
Salah saji yang tidak material suatu akun apabila digabungkan dengan salah saji yang tidak
material akun lainnya dapat mengakibatkan laporan keuangan secara keseluruhan berisi salah
saji material.

Risiko keliru menolak dan risiko keliru menerima yang dikuantifikasikan.

Risiko keliru menolak mempunyai hubungan terbalik dengan ukuran sampel. Semakin tinggi
risiko keliru menolak semakin kecil ukuran sampel yang diperlukan. Untuk menentukan risiko
keliru menerima yang tepat auditor dapat menggunakan pengalamannya sebagai auditor dan
pemahamannya terhadap klien.

Cadangan atau allowance yang direncanakan untuk risiko sampling.

Cadangan atau allowance yang direncanakan untuk risiko sampling adalah tingkat ketepatan
yang diterima oleh auditor. Cadangan atau allowance yang direncanakan untuk risiko sampling
sering disebut juga sebagai desired precision atau acceptable precision.

Menentukan metode pemilihan sampel

Ada tiga metode pemilihan sampel yaitu :

Pemilihan acak atau random yaitu setiap item atau unsur dalam populasi mempunyai

kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.

Pemilihan sistematis yaitu pemilihan item atau unsur dengan menggunakan interval konstan

diantara yang ipilih yang interval permulaannya dimulai secara acak

Pemilihan sembarang atau yang merupakan alternatif pemilihan acak

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan auditor dalam perencanaan sampel atas pengujian
pengendalian yaitu :
 Hubungan antara sampel dengan tujuan pengendalian tertentu
Tingkat penyimpangan maksimum dari prosedur atau kebijakan pengendalian intern yang
ditetapkan yang akan mendukung tingkat risiko pengendalian yang direncanakan
Tingkat risiko yang dapat diterima auditor atas penentuan risiko pengendalian yang
terlalu rendah

 Krakteristik populasi

Dalam menyelenggarakan pengujian pengendalian, auditor memperhatikan dua aspek penting


dalam risiko sampling yaitu :

Penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah (risk of assessing control risk too
low). Sering disebut juga risk of over reliance yaitu risiko yang terjadi karena menentukan
tingkat risiko pengendalian berdasar hasil sampel terlalu rendah dibandingkan dengan efektivitas
operasi prosedur atau kebijakan yang sesungguhnya.
Penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi (risk of assessing control risk too high).
Sering disebut juga risk of under reliance yaitu risiko yang terjadi karena menentukan tingkat
risiko pengendalian berdasar hasil sampel terlalu tinggi dibandingkan dengan efektivitas operasi
prosedur atau kebijakan yang sesungguhnya

Tingkat penyimpangan yang dapat diterima sering disebut dengan tolerable deviation rate
(TDR), yang mencerminkan tingkat penyimpangan dalam populasi yang dapat diterima auditor.
TDR mempunyai hubungan terbalik dengan besar kecilnya sampel, semakin rendah TDR
semakin besar jumlah sampel yang diperlukan auditor.
Menspesifikasikan risk of assessing control risk too low yang dapat diterima atau acceptable
risk of over reliance

Merupakan risiko bahwa auditor menilai suatu pengendalian berjalan efektif, padahal pada
kenyataannya tingkat deviasi populasi lebih tinggi daripada ARO.
ARO dipengaruhi planned assessed level of control risk atau tingkat risiko pengendalian yang
ditetapkan yang direncanakan. ARO mempunyai hubungan searah dengan planned assessed level
of control risk, semakin tinggi planned assessed level of control risk semakin tinggi ARO.
Mengestimasi tingkat penyimpangan populasi. Auditor perlu mengestimasi terlebih dahulu
expected population deviation rate (EPDR) untuk merencanakan jumlah sampel yang tepat.
Apabila EPDR tinggi jumlah sampel yang diambil harus besar..
Risiko ini berkaitan dengan efektivitas audit dalam pendeteksian terhadap ada tidaknya
penyimpangan pengendalian. Risiko ini mempunyai hubungan terbalik dengan ukuran sampel,
semakin tinggi risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah semakin besar
jumlah sampel yang diperlikan.
3. Penggunaan sampling di tes substantive
Penggunaan sampling di tes substantive pada dasarnya bertujuan untuk
menghemat waktu dan biaya audit. Hal yang terpenting dalam sampling adalah data
sample harus merepresentatifkan data populasi. Berikut kami berikan contoh
penerapan sampling pada tes substantive. Dalam ilustrasi ini, auditor hendak
melakukan tes detail terhadap Account Receiveable klien. Salah satu prosedur yang
dilakukan adalah melakukan confirmation. Berikut terlampir detail Account
Receiveable klien terdiri dari 101 customer yang berjumlah Rp 15.405.956.721.
Selanjutnya, dengan mempertimbangkan level materialitas dan Risk of Material
Misstatement klien, berikut kita input data dan kita dapatkan sample sejumlah 26 seperti pada
gambar berikut:
Langkah selanjutnya adalah mendapatkan sample interval. Dengan membagikan Total
Value to be sampled dengan angka 24, dimana angka 24 berasal dari nilai tengah 26 dan 22,
maka didapatkanlah sample interval sebesar 394.198.743. Nilai Total Value to be Sampled adalah
jumlah total Account Receiveable dikurangi dengan Related-Party Account Receiveable.
Penjelasannya seperti pada gambar dibawah ini:
Kemudian, hasil dari Selection Point ditambahkan dengan Sample Interval tadi. Selection
Point dipilih berdasarkan angka yang paling dekat dengan Accumulated Balance dimana
Selection Point harus lebih kecil dari Accumulated Balance. Setelah itu, didapatkanlah sample
sejumlah 26 customer untuk selanjutnya dilakukan prosedur audit, yaitu confirmation. Dengan
melakukan sampling pada tes substantive sesuai ilustrasi diatas, auditor hanya perlu
mengirimkan konfirmasi kepada 26 kustomer dari jumlah total 101 kustomer, dengan asumsi
bahwa 26 kustomer tersebut telah mewakili semua karakteristik detail Account Receiveable. Pada
akhirnya, auditor mendapatkan asersinya pada Account Receiveable ini (Right and Obligation,
Accuracy, Existence, Completeness, etc.).
BAB III

KESIMPULAN

Dalam praktiknya, audit melakukan 2 tes secara umum, yaitu tes pengendalian dan tes
substantive. Tes pengendalian bertujuan untuk mendapatkan asersi terkait pengendalian pada
sebuah akun / siklus akuntansi, dan tes substantive bertujuan untuk mendapatkan asersi terkait
nominal sebuah akun.
Tes substantive bisa terdiri dari prosedur analisis dan tes detail. Semakin rendah detection
risk, maka semain banyak tes substantive yang harus dilakukan.
Pada tes substantive, terdapat situasi dimana auditor mendpatkan detail (populasi) yang
sangat banyak untuk diuji. Auditor bisa saja melakukan tes substantive terhadap detail transaksi
akun tersebut, tetapi seringkali itu membutuhkan biaya dan waktu yang besar. Oleh karena itu,
salah satu solusi yang auditor dapat lakukan adalah dengan melakukan sampling. Kunci dari
sampling adalah data sample harus bisa merepresentatifkan data populasi.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai