Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Mawaris


Secara etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras
(‫)موارث‬, yang merupakan mashdar (infinitif) dari kata : warasa – yarisu –
irsan – mirasan. Maknanya menurut bahasa adalah ; berpindahnya sesuatu
dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Ilmu mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang cara
pembagian harta yang telah di tentukan dalam Alquran dan Hadits.cara
pembagian menurut ahli mawarits adalah yang terbaik, seadil-adilnya
dengan tanpa melupakan hak seorang ahli waris sekalipun terhadap anak-
anak yang masih kecil.
Ilmu mawaris disebut juga dengan ilmu faraidh, ilmu faraidh
merupakan suatu cara yang sangat efektif untuk mendapat pembagian
warisan-warisan yang berprinsip dan nilai-nilai keadilan yang
sesungguhnya .
Ilmu mawaris dan ilmu faraidh pada prinsipnya adalah sama yaitu
ilmu yang membicarakan tentang segala sesuatu yang berkenan dengan
harta peninggalan orang yang meninggal dunia.
Dari segi istilah, faraidh adalah ilmu tentang bagaimana membagi
harta peninggalan seseorang setelah ia meninggal dunia. Dalam kaitannya
dengan bagian adalah bagaimana membagi dan berapa bagian masing-
masing ahli waris, menurut ketentuan syara’. Dengan kata lain dapat
dirumuskan definisi ilmu Mawaris atau ilmu faraidh adalah ilmu yang
mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli
waris menurut hukum islam.1
B. Dasar Hukum Waris
Adapun sumber hukum ilmu mawaris adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul
bukan bersumber kepada seseorang yang terlepas dari jiwa Al-Qur’an

1
Khamzah. 2016. Fiqh. Hal.28-29

1
maupun sunnah Rasul. Adapu ayat-ayat Al-qur’an yang berhubungan
dengan mawaris itu banyak sekali, antara lain :
1. QS. An-Nisa : 7
Ayat ini menjelaskan bahwa pria atau wanita akan mendapat bagian
harta warisan dari kedua orang tuanya maupun kerabatnya. Tidak
sebagaiman halnya pada zaman jahiliyah yang mendapatkan hak
warisan hanya pria atau lelaki yang sudah besar.2
2. QS. An-Nisa : 11 dan 12
Adapun dasar atau sumber hukum waris yang berasal dari sunnah rasul
antara lain yang Artinya : Seorang Muslim tidak berhak mendapat bagian
harta warisan dari seorang kafir tidak mendapat bagian harta warisan dari
seorang muslim (HR. Jama’ah Ahli Hadits).
C. Syarat dan Rukun Waris
1. Rukun waris
Dalam kewarisan Islam terdapat tiga unsur (rukun), yaitu :
a. Maurus.
Maurus atau miras adalah harta peninggalan si mati setelah
dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan hutang dan
pelaksanaan wasiat. Dalam hal ini yang diamaksdukan hal tersebut
adalah :
1). Kebendaan yan sifat-sifat yang mempunyai nilai kebendaan.
Misalnya benda-benda tetap, benda-benda bergerak, piutang-
piutang si mati, diyat wajibah (denda wajib) yang dibayarkan
kepadanya.
2). Hak-hak kebendaan, seperti monopoli untuk mendayagunakan
dan menarik hasil dari suatu jalan lalu lintas, sumber air minum,
irigasi dan lain sebagainya.

2
Khamzah. 2016. Fiqh. Hal.29

2
3). Benda-benda yang bukan kebendaan, seperti hak khiyar dan hak
syuf’ah, hak memanfaatkan barang yang diwasiatkan dan
sebagainya.
4). Benda-benda yang bersangkutan dengan hak orang lain, seperti
benda yang sedang digadaikan, benda yang telah dibeli oleh si
mati sewaktu masih hdup yang sudah dibayar tetapi barang
belum diterima.

b. Muwaris.
Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau
orang yang mewariskan hartanya.
c. Waris.
Waris, adalah orang yang berhak mewarisi harta peninggalan
muwaris karena mempunyai hubungan kekerabatan baik karena
hubungan darah, hubungan sebab perkawinan atau akibat
memerdekakan hamba sahaya.
2. Syarat Waris

Adapun syarat-syarat terjadinya pembagian harta warisan dalam Islam


adalah ;
a. Matinya muwaris.
Kematian muwaris dibedakan kepada tiga macam yaitu :
1). Mati haqiqy.
Mati haqiqy, ialah kematian seseorang yang dapat disaksikan oleh
panca indra dan dapat dibuktikan dengan alat pembuktian.
2). Mati hukmy.
Mati hukmy, ialah suatu kematian disebabkan adanya vonis
hakim. Misalnya orang yang tidak diketahui kabar beritanya, tidak
diketahui domisilinya, maka terhadap orang yang sedemikian hakim
dapat memvonis telah mati. Dalam hal ini harus terlebih dahulu
mengupayakan pencarian informasi keberadaannya secara maksimal.

3
3). Mati taqdiry (menurut dugaan).
Mati taqdiry, yaitu orang yang dinyatakan mati berdasarkan
dugaan yang kuat. Semisal orang yang tenggelam dalam sungai dan
tidak diketem,ukan jasadnya, maka orang tersebut berdasarkan dugaan
kuat dinyatakan telah mati. Contoh lain, orang yang pergi kemedan
peperangan, yang secara lahiriyah mengancam jiwanya. Setelah sekian
tahun tidak diketahui kabar beritanya, maka dapat melahirkan dugaan
kuat bahwa ia telah meninggal.
b. Hidupnya waris.
Dalam hal ini, para ahli waris yang benar-benar hiduplah disaat
kematian muwaris, berhak mendapatkan harta peninggalan. Berkaiatan
dengan bayi yang masih berada dalam kandungan akan dibahas secara
khusus.
c. Tidak adanya penghalang-penghalang mewarisi.
Tidak ada penghalang kewariosan, sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam hal-hal yang menjad penghalang kewarisan.
D. Sebab-sebab mendapatkan warisan
Adapun sebab-sebab seseorang dapat mewarisi orang yang meninggal itu
adalah karena :
1. Pertalian darah atau Nasab (nasab haqiqi)
2. Perkawinan yang sah
3. Karena pemerdekaan/wala’(nasab hukmi)3
E. Halangan mendapatkan warisan
a. Membunuh
Pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap al-muwarris
menyebabkannya tidak dapat mewarisi hartanya. Demikian kesepakatan
mayoritas (jumhur) ulama. Hal tersebut merupakan hal yang cukup
beralasan, karena tidak menutup kemungkinan untuk menguasai harta
seseorang membunuh orang lain. Karena motivasi yang tidak baik

3
Khamzah. 2016. Fiqh. Hal.33

4
tersebut, maka terhadap orang yang membunuh tidak diperkenankan
dan tidak berhak mewarisi harta peninggalannya.
b. Murtad
Yang dimaksud dengan murtad adalah bila seseorang keluar dari
agama Islam. Disebabkan tindakan murtadnya tersebut maka seseorang
batal dan kehilangan hak waris-mewarisi.4
c. Kafir atau berbeda agama
Terhadap orang yang berlainan agama, maka hal tersebut dalam
Islam menjadi penghalang mewarisi. Semisal seorang muslim tidak
dapat mewarisi harta peninggalan orang yang beragama non Islam.
Adapun dasar hukumnya adalah hadis rasulullah SAW. : Orang
Islam tidak mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi
harta orang Islam.
d. Berstatus hamba sahaya.
e. Sama-sama meninggal dunia pada saat yang sama.
F. Hak-hak yang wajib ditunaikan sebelum pembagian warisan
Sebelum harta peninggalan dibagikan kepada ahli waris yang berhak
menerimanya perlu diselesaikan dan dipenuhi terlebih dahulu kewajiban
yang belum sempat dilakukan oleh orang yang meninggal pada saat
hidupnya, yang berkenaaan dengan hartanya seperti :
1. Zakat
2. Biaya pengurusan jenazah
3. Melunasi Hutang5
4. Wasiat
G. Tata cara pembagian Warisan
1. AHLI WARIS
Ahli Waris ialah orang yang berhak menerima warisan, ditinjau
jenisnya dapat dibagi dua, yaitu zawil furud dan ashobah.
Penggolongan ahli waris ahli waris ada dua jenis lelaki dan perempuan

4
Khamzah. 2016. Fiqh. Hal.33
5
Khamzah. 2016. Fiqh. Hal.51

5
a. Ahli Waris lelaki terdiri dari.
1). Anak laki-laki
2). Cucu laki-laki sampai keatas dari garis anak laki-laki.
3). Ayah
4). Kakek sampai keatas garis ayah
5). Saudara laki-laki kandung
6). Saudara laki-laki seayah
7). Saudara laki-laki seibu
8). Anak laki-laki saudara kandung sampai kebawah.
9). Anak laki-laki saudara seayah sampai kebawah.
10). Paman kandung
11). Paman seayah
12). Anak paman kandung sampai kebawah.
13). Anak paman seayah sampai kebawah.
14). Suami
15.) Laki-laki yang memerdekakan
b. Ahli Waris wanita terdiri dari
1). Anak perempuan
2) Cucu perempuan sampai kebawah dari anak laki-laki.
3) Ibu
4) Nenek sampai keatas dari garis ibu
5) Nenek sampai keatas dari garis ayah
6) Saudara perempuan kandung
7) Saudara perempuan seayah
8) Yang Saudara perempuan seibu.
9) Isteri
10) Wanita yang memerdekakan.

Ditinjau dari sudut pembagian, Ahli waris terbagi dua yaitu : Ashhabul
furudh dan Ashobah.

6
1. Ashabul furudh yaitu orang yang mendapat bagian tertentu. Terdiri dari
a. Yang dapat bagian ½ harta.
1) Anak perempuan kalau sendiri
2) Cucu perempuan kalau sendiri
3) Saudara perempuan kandung kalau sendiri
4) Saudara perempuan seayah kalau sendiri
5) Suami
b. Yang mendapat bagian ¼ harta
1) Suami dengan anak atau cucu
2) Isteri atau beberapa kalau tidak ada (anak atau cucu)
c. Yang mendapat 1/8
1) Isteri atau beberapa isteri dengan anak atau cucu.
d. Yang mendapat 2/3
2) dua anak perempuan atau lebih
3) dua cucu perempuan atau lebih
4) dua saudara perempuan kandung atau lebih
5) dua saudara perempuan seayah atau lebih
e. Yang mendapat 1/3
1) Ibu jika tidak ada anak, cucu dari grs anak laki-laki, dua saudara
kandung/seayah atau seibu.
2) Dua atau lebih anak ibu baik laki-laki atau perempuan
f. Yang mendapat 1/6
1) Ibu bersama anak lk, cucu lk atau dua atau lebih saudara perempuan
kandung atau perempuan seibu.
2) Nenek garis ibu jika tidak ada ibu dan terus keatas
3) Nenek garis ayah jika tidak ada ibu dan ayah terus keatas
4) Satu atau lebih cucu perempuan dari anak laki-laki bersama satu
anak perempuan kandung
5) Satu atau lebih saudara perempuan seayah bersama satu saudara
perempuan kandung.
6) Ayah bersama anak lk atau cucu lk

7
7) Kakek jika tidak ada ayah
8) Saudara seibu satu orang, baik laki-laki atau perempuan.
2. Ahli waris ashobah yaitu para ahli waris tidak mendapat bagian tertentu tetapi
mereka dapat menghabiskan bagian sisa ashhabul furud. Ashobah terbagi
tiga jenis yaitu ashabah binafsihi, ashobah bighairi dan ashobah
menghabiskan bagian tertentu
a. Ashobah binafsihi adalah yang ashobah dengan sndirinya. Tertib
ashobah binafsihi sebagai berikut:
1) Anak laki-laki
2) Cucu laki-laki dari anak laki-laki terus kebawah
3) Ayah
4) Kakek dari garis ayah keatas
5) Saudara laki-laki kandung
6) Saudara laki-laki seayah
7) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung sampai kebawah
8) Anak laki-laki saudara laki-laki seayah sampai kebawah
9) Paman kandung
10) Paman seayah
11) Anak laki-laki paman kandung sampai kebawah
12) Anak laki-laki paman seayah sampai kebawah
13) Laki-laki yang memerdekakan yang meninggal
b. Ashobah dengan dengan saudaranya
1) Anak perempuan bersama anak laki-laki atau cucu laki.
2) Cucu perempuan bersama cucu laki-laki
3) Saudara perempkuan kandung bersama saudara laki-laki kandung
atau saudara laki-laki seayah.
4) Saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.

8
c. Menghabiskan bagian tertentu
1) Anak perempuan kandung satu orang bersama cucu perempuan
satu atau lebih (2/3).
2) Saudara perempuan kandung bersama saudara perempuan seayah
(2/3)

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fiqh mawaris adalah ilmu yang membahas dan mengatur harta orang yang sudah
meninggal dengan tatacaranya. Fiqih mawaris adalah istilah yang kutang
popular dikalangan ulama, para ulama mengunakan istilah faraid. Dapat
disimpulkan bahwa suatu proses meneruskan serta mengoperkan harta benda
keluarga, oleh karena proses maka pewarisan sudah dimulai ketika orang tua
masih hidup. Dari satu generasi (orang tua) kepada turunannya, oleh karena itu
ahli waris utama dalam hukum adat adalah anak turunnya pewaris, Peralihan
harta Pewarisan tidak menjadi akuut dengan meninggalnya salah satu orang
tua, artinya ketika orang tua meningal dunia harta bendanya tidak harus segera
dibagi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Khamzah. 2016. Fiqh. Jakarta : Akik Pustaka


http://anakmudagarut.blogspot.com/2008/10/fiqih-mawaris.html

11

Anda mungkin juga menyukai