Daftar Pustaka:
1. Aru W, Sudoyo, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta: FKUI; 2007. h.
1677-1690
Hasil pembelajaran:
1. Penanganan awal dan life saving kasus asma bronkhial.
2. Edukasi pasien mengenai asma bronkhial.
1. Subyektif:
Sesak nafas disertai suara mengi. Sesak seperti rasa penuh dan berat di bagian dada
dan dirasakan terus menerus. Sesak dirasakan memberat bila malam hari atau terpapar
debu, cuaca dingin serta saat banyak melakukan aktivitas.
2. Obyektif:
a. Status Generalis :
Sakit Sedang/Gizi baik/Compos Mentis/GCS (E4M6V5)
- BB : 55 kg
- TB : 160 cm
b. Status Vitalis :
- T= 140/90mmHg
- N= 80 x/menit
- P= 28 x/menit (Thoracoabdominal)
- S= 37 °C (axilla)
c. Kepala :
- Anemis (-/-),
- Ikterus (-/-),
- Sianosis (-),
d. Leher :
- Pembesaran kelenjar tiroid (-),
- Massa tumor (-),
- Nyeri tekan (-),
- Deviasi trachea (-),
- Pembesaran kelenjar getahbening (-),
e. Thorax :
- I= Simetris (ki=ka), mengikuti gerak napas, reguler, jejas (-)
- P= Nyeri tekan (-), massa tumor (-), krepitasi (-)
- P= Sonor ki=ka, batas paru hepar ICS V dextra anterior.
- A=Bunyi pernapasan vesikuler, bunyi tambahan : wheezing (+/+) di seluruh
lapangan paru, ekspirasi memanjang, ronkhi (-/-).
f. Jantung :
- I= Ictus cordis tidak nampak
- P= Ictus cordis sulit teraba
- P= Batas jantung normal, pekak relatif
Batas kanan atas ICS II linea sternalis lateralis dextra,
Batas kanan bawah ICS V linea parastenalis dextra
Batas kiri atas ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah ICS V linea mediocalvicularissinistra.
- A= BJ I/II murni reguler.
g. Abdomen :
- I= Datar, ikut gerak napas.
- A= Peristaltik (+) kesan normal.
- P= Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar (tidak teraba), lien (tidak
teraba)
- P= Timpani (+), acites (-)
h. Ektremitas :
- Edema (-/-), deformitas (-/-), krepitasi (-/-) , fraktur (-/-)
3. Assesment:
Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan sesak nafas disertai suara mengi
dirasakan kurang lebih 1 jam SMRS. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba saat selesai
membersihkan rumah. Keluhan tidak berkurang dengan beristirahat.
Sesak nafas disertai suara mengi adalah khas pada kasus asma akibat adanya obstruksi
saluran nafas, sehingga pada auskultasi didapatkan suara mengi. Dalam kasus ini, terdapat
faktor genetik yaitu ayah kandung pasien sendiri juga menderita asma. Menurut data
penelitian, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan sebesar 60-70%.
Dimana pada kasus asma yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
Pada kasus di atas selain faktor genetik, terdapat juga riwayat alergi pada penderita
yakni alergi debu dan cuaca dingin. Dalam kasus ini, adanya riwayat alergi merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya keluhan sesak pada kasus asma bronkhial. Dua pertiga
penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi) dan 50% pasien asma
bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial atopi ditandai dengan
timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti debu, tungau rumah, bulu binatang
dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon terhadap alergen.
Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 10%. Alergen akan memicu
terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE dependent dari sel mast saluran
pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga
akan terjadi kontraksi otot polos. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan pada auskultasi adanya bunyi mengi (wheezing)
pada seluruh lapangan paru serta didapatkan ekspirasi memanjang. Dalam kasus ini,
wheezing merupakan tanda yang khas pada kasus asma bronkhial. Wheezing terutama
terdengar saat ekspirasi. Bunyi mengi (wheezing) timbul akibat adanya obstruksi saluran
nafas, sehingga pada auskultasi didapatkan suara mengi (wheezing). Obstruksi saluran napas
pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema, dan
inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara
fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal
tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas
yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai
dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada
terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat revrsibel baik dengan atau
tanpa pengobatan. Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma Bronkial
adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus.
Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. Jadi dapat
disimpulkan bahwa asma adalah penyakit jalan napas obstruktif yang disebabkan oleh
berbagai stimulan, yang ditandai dengan spasme otot polos bronkiolus.
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama pada
usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia
remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Berdasarkan data
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia
diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat
hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC)
pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari
4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk
Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi
saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang
berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan
kehamilan.1
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)
terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh,
maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka
terjadilah keadaan dimana
Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas
sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari.
Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan
bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama
ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi
Histamin
LTC4, D4,E4
Prostaglandin dan Thromboksan A2 Kontruksi otot polos
Bradikinin
Platelet-activating factor (PAF)
Histamin
LTC4, D4,E4
Prostaglandin dan Thromboksan E2
Bradikinin Udema mukosa
Platelet-activating factor (PAF)
Chymase
Radikal oksigen
Histamin
LTC4, D4,E4 Sekresi mukus
Prostaglandin
Hidroxyeicosatetraenoic acid
Radikal oksigen
Enzim proteolitik Deskuamasi epitel bronkial
Faktor inflamasi dan sitokin
1. Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak
napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor –
faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran
napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga
meningkat, ekspirasi memanjang, bunyi mengi (wheezing).
3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal
Charcot Leyden).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi
paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma
dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.
b. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada
penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk
membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang
diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi
dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik
seperti metakolin dan histamin.
c. Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan,
gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.
Tatalaksana di Ruang Emergensi.
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktiviti sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
1) Oksigen.
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%
sekitar 2-4 liter/menit.
2) Pelega (reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau
menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di
dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif
jalan napas. Termasuk pelega adalah :
a) Agonis beta2 kerja singkat
Agonis beta-2 kerja singkat. Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin,
fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai
kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi
otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti
pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi
pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada
exerciseinduced asthma
b) Kortikosteroid sistemik.
Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang
lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan
dengan bronkodilator lain).
c) Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah
ipratropium bromide dan tiotropium bromide.
d) Aminofillin
e) Adrenalin
Tabel 1. obat-obat reliever pada Asma bronkial
3) Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma
persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
a) Kortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan
steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan
napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki
kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan
sampai berat).
b) Kortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/
efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka
panjang.
c) Sodium kromoglikat dan Nedokromil sodium
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium) Pemberiannya secara
inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan
waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau
tidak.
d) Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat
pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol
gejala dan memperbaiki faal paru.
e) Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis
beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari
sel mast dan basofil.
f) Agonis beta-2 kerja lama, oral
g) Leukotrien modifiers
Obat ini merupakan anti asma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat
bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah
preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang
beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).
h) Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
Tabel 2. Obat-obat controllers pada asma bronkial
Plan :
Foto thoraks
Diagnosis:
Dyspneu e.c Asma Bronkhial Eksaserbasi Akut
Penatalaksanaan:
O2 3-4 L/ mnt via nasal kanul
Connecta
Nebu Farbivent 1 amp/8 jam/nebu
Inj. Dexamethason 1 amp/8 jam/iv
Ambroxol 3x1
Peserta, Pendamping,