Anda di halaman 1dari 8

BAB III

FENOMENA KOMPENSASI DOSIS DAN DIFERENSIASI KELAMIN

Komposisi Dosis dan Hipotesis Lyon.

Lyon menyatakan hipotesis serupa yang didasarkan pada pengamatan bahwa jumlah
chromatin body pada sel interfase individu betina dewasa adalah jumlah kromosom kelamin
teramati pada perempat metafase dikurangi satu. Chromatin body sendiri ialah suatu
kromosom kelamin X yang mengalami heterokromatinasi. Apabila premis ini benar maka
hanya satu kromosom X yang dibutuhkan untuk metabolisme normal pada sel individu betina
dan kromosom X lainnya mengalami kondensasi menjadi heteropoknotik yang tidak aktif
secara genetik. Antara kedua kromosom kelamin X, mana yang menjadi aktif ialah suatu
kebetulan. Akan tertapi apabila kromosom X telah mengalami inaktivasi, maka semua sel
keturunan akan tetap mempertahankan alternatif kromosom X yang sama. Karenanya,
individu betina merupakan individu mosaik dimana beberapa bagian tubuhnya mempunyai
alela alternatif yang diekspresikan.

Inaktivasi kromosom kelamin X hanya terjadi jika sekurang-kurangnya terdapat 2


kromosom kelamin X. Hipotesis Lyon memperlihatkan adanya konsekuensi genetik tertentu
dari gen pada mamalia, yaitu.

1. Kompensasi dosis untuk individu betina yang memiliki dua kromosom X yang
mengatur aktivitas enzim hingga ke tingkat individu jantan yang hanya mempunyai
satu kromosom X.
2. Keanekaragaman ekspresi pada individu betina heterozigot kerena inaktivasi acak
salah satu daru kedua kromosom kelamin X.
Bukti eksperimental terhadap hipotesis Lyon bersangkutan dengan enzim dihidrogenase
glukose-6-fosfat (G-6-PD) dalam sel indvidu betina mamalia termasuk manusia. Dua alela
pada lokus G-6-PD yang menghasilkan dua enzim secara elektroforesis berbeda (F dan S),
diuji pada keadaan heterozigot. Setelah di klon, tidak pernah dijumpai kedua enzim secara
bersamaan, selalu salah satu. Ini menunjukkan bahwa terdapat sebuah kromosom X yang
terwariskan dari ayah atau ibu yang bersifat inaktif.

Inaktivasi Kromosom kelamin X yang Reversibel

Inaktivasi satu dari kedua kromosom kelamin X pada individu mamalia betina harus
bersifat reversible. Bagaimanapun individu betina mewariskan kedua kromosom kelamin X
miliknya kepada keturunannya dalam keadaan fungsional. Seperti pada individu jantan yang
mewarisi kromosom X dari induk betinanya secara acak, maka kromosom tersebut harus aktif
agar dapat mewujudkan gen-gen yang terkandung didalamnya dan dapat diekspresikan.
Pengaktifan kembali kromosom kelamin X heterokromatis (inaktif) pada individu betina
mamalia berlangsung pada tahap sel germ yang mendahului oogenesis. Kedua kromosom
kelamin X aktif pada sel oogonium sehingga dapat dijamin bahwa setiap ovum yang
dihasilkan pada ogenesis akan mewarisis kromosom kelamin X apapun yang selalu
fungsional. Pola pewarisan normal sifat-sifat yang dikontrol gen-gen pada kromosom
kelamin X yang heterokromatis.

Kegagalan Pengaktifan Kembali Kromosom Kelamin X

Banyak kenyataan menunjukkan bahwa pengaktifan kembali yang abnormal secara


parsial dapat dihibungkan dengan sebagian besar bentuk keterbelakangan mental menurun
pada manusia yang disebut fragile X syndrome. Frekuensi sindrom tersebut adalah 1 didalam
2000 hinga 3000 kelahiran yang berhasil. Kromosom kelamin X yang tergolong fragile X
mengandung suatu tapak fragil (fragile site) di dekat ujung lengan panjang pada posisi Xq27
yang apabila dilihat wujud daerah kromosomnya menyempit. Namun sindrom fragil X tidak
tergantung hanya pada adanya tapak fragil pada Xq27 saja melainkan juga tergantung pada
beberapa kejadian yang merangsang manifestasi kehadiran fragil ini. Terdapat hipotesis yang
menyatakan bahwa perubahan Xq27 bagaimanapun berbenturan dengan pengaktifan kembali
kromosom fragil X perempuan heterokromatis yang terjadi pada sel-sel pra oogonium. Hal
ini membuat perempuan pembawa sebuah kromosom fragil X melahirkan turunan yang
memiliki satu kromosom X inaktif atau yang tidak sepenuhnya aktif.

Hormon dan Diferensiasi Kelamin

Sistem hormon yang mengatur lingkungan internal atau fisiologis makhluk hidup
tidak mempengaruhi secara langsung proses fundamental determinasi kelamin. Namun
demikian sistem hormon penting untuk perkembangan ciri kelamin sekunder.pada hewan
tinggi termasuk manusia, hormon kelamin disintesis oleh indung telur, testis, dan kelenjar
adrenalin yang distimulasi oleh hormon-hormon hipofisis.
BAB IV

HERMAPRODITISMA DAN BEBERAPA FENOMENA AKIBAT ANEUPLOIDI


KROMOSOM KELAMIN PADA MANUSIA

Hermaproditisma sejati

Jarang sekali dijumpai orang yang hermaprodit sejati. Biasanya orang-orang ini sudah
dapat diidentifikasi saat kelahiran karena struktur alat kelamin yang tidak jelas atau
meragukan. Individu-individu tersebut memiliki dua macap kariotipe yang berbeda, satu
untuk setiap jalur sel, yang diakibatkan oleh mekanisme fusi sel pada awal perkembangan
antara zigot berbeda. Individu hasil fusi semacam itu disebut chimera. Individu hermaprodit
sejati dapat pula muncul karena gagal berpisah saat mitosis pada embrio berkromosom
kelamin XY atau XXY pada awal perkembangannya. Cara terbentuknya chimera yang lain
adalah adanya pembuahan ganda dari sperma yang membawa kromosom berbeda (X dan Y)
kemudian berfusi. Atas dasar macam kejadian yang telah dikemukaan, kariotipe chimera juga
bermacam sebagai berikut.

1. Chi 45, XO/ 46, XY


2. Chi 46, XX/ 47,XXY
3. Chi 45, XO/ 46, XY/ 47, XYY
Feminizing Male Pseudohermaproditism

Feminizing Male Pseudohermaproditism ialah pseudohermaproditisma jantan yang


bersifat kebetinaan. Ada telaan yang menghubungkan feminisasi tersebut dengan suatu gen
mutan dominal autosomal yang dipengaruhi kelamin disamping menghubungkannya dengan
suatu gen mutan resesif yang terpaut kromosom kelamin X. Kariotipe dari macam
pseudohermaproditisma ini adalah 46, XY; 46, XY/45, X. Secara keseluruhan pengidap
kelainan ini adalah perempuan dengan karakteristik kelamin sekunder kurang berkembang.

Masculinizing Male Pseudohermaproditism

Kariotipe yang sering pada kelainan ini adalah 46, XY atau mozaik 46, XY/ 45, X
seperti pada feminizing male pseudohermaproditism. Secara umum individu pengidapnya
tidak jelas tampak sebagai laki-laki atau perempuan. Testis tidak sempurna, penis meragukan
tetapi payudara tidak berkembang dan tubuh berambut seperti laki-laki.
Guevodoces

Di Republik Dominika (Di Desa Salinas) ditemukan 24 individu


pseudohermaproditisma berkariotipe 46, XY. Frekuensi ini tergolong tinggi akibat banyaknya
perkawinan sedarah yang berlangsung di desa Salinas yang terpencil. Ciri fisiknya yaitu
skrotum tampak sebagai labia, ada kantung vagina buntu, dan penis serupa klitoris, dan pada
mulanya mereka verkembang sebagai seorang gadis. Para gadis ini dinamakan sebgai
guevodeces. Pada masa pubertas, 24 gadis tersebut memperlihatkan virilitas struktur kelamin
sekunder eksternal dimana suaranya membesar, otot maskulin dan klitoris tumbuh menjadi
penis pada usia ke-12. Pada saat tersebut guevodeces akhirnya fungsional penuh sebagai
jantan. Kelainan ini tergolong Masculinizing Male Pseudohermaproditism. Kelainan yang
diidap pada guevodeces disebabkan adanya alel autosomal resesif yang mempengaruhi
penggunaan testosteron yang secara langsung berkerja atas saluran Wolff, tetapi belum
menyebabkan virilasi alat kelamin eksternal, secara biokimiawi harus diubah menjadi suatu
senyawa serumpun yaitu dihydrotestosteron.

Female Pseudohermaphrodtism

Kariotip dari macam kelainan ini adalah 46, XX. Atas dasar kariotip semacam ini
seharusnya individu pseudohermaprodit semacam itu berkelamin betina akan tetapi tanda
kelamin mengarah pada ciri jantan. Alat kelamin eksternal meragukan, sedangkan ovarioum
ada tetapi tidak sempurna. Penyebabnya ialah poliferasi kelenjar adrenalin janin perempuan
atau ketidakseimbangan hormonal ibu sebelum kelahiran anak.

Sindrom Turner

Sindrom turner terjadi karena aneuploidi pada kromosom kelamin karena peristiwa.
Frekuensi sindrom Turner adalah 1/5000 atau datu di dalam 5000 kelahiran hal ini
disebabkan gagal berpisah pada saat meiosis gametogenesis atau motosis pada perkembangan
embronal awal. Keriotipe individu pengidapnya adalah 45, XO. Fenotipe penderitanya ialah
betina tapi ovariumnya kurang berkembang serta karakteristik kelamin sekunder berkembang
tidak sempurna. Selain itu pengidapnya memiliki tubuh pendek, leher bergelambir serta
memiliki keterbelakangan mental.
Sindrom Klinefelter

Sindrom Klinefelter ini juga terjadi karena aneuploidi kromosom kelamin. Frekuensi
sindrom ini 1/500 atas satu di antara 500 pria yang terlahir yang umumnya penderitanya
berkelamin jantan dengan kariotip umum 47, XY. Akan tetapi konstitusi seperti tetrasomi,
pentasomi dan heksasomi juga dikaitkan dengan sindrom ini. Beberapa ciri fenotipenya
mengalami feminisasi, dimana testis kecil yang tidak normal, serta biasanya tidak mengalami
spermatogenesis. Seringkali bersifat steril, berintelegensi rendah, serta cenderung mempunyai
anggota gerak yang lebih panjang daripada biasanya.

Pria XYY

Sindrom ini terjadi pula karena aneuploidi kromosom kelamin. Frekuensi sindrom ini
satu dalam 1000 pria yang lahir. Secara umum pengidap sindrom ini tampak normal dan
fertil. Namun cenderung lebih tinggi dari normalnya dan berIQ rendah yaitu 85-90. Kadang
kadang ditemukan kelainan alat kelamin eksternal maupun iternal.

Penyimpangan karena Aneuploidi Kromosom Kelamin yang Lain

Terlahirnya individu perempuan berkariotipe 47, XXX; 48, XXXX; serta 49,
XXXXX juga bersangkutan dengan aneuploidi kromosom kelamin. Secara umum disebut
dengan betina super atau metafemale. Biasanya memiliki alat kelamin yang kurang
berkembang, kesuburan terbatas serta mengalami keterbelakangan mental.

BAB V

PEMBALIKAN KELAMIN

Pembalikan Kelamin pada Ragi

Pada ragi dikenal kelamin (mating type )yang tersebut sebagai a dan α. Berkenaan
dengan kelamin pada ragi, sudah diketahui banyak strainnya tidak memiliki kelamin yang
stabil, cepat beralih antara kelamin a dan α. Sudah diketahui pada ragi yang homotalus, gen-
gen kelamin dari sel haploid berubah jauh lebih cepat daripada yang dapat diantisipasi oleh
mekanisme lain yang mencakup mutasi spontan. Kecepatan ini tidak ditemukan pada strain
yang heterotalus. Adapun sifat homotalus maupun heterotalus ditentukan oleh alela yang
disebut Ho yang terletak pada kromosom 4. Peralihan atau pembalikan kelamin pada ragi
dinyatakan bersangkutan dengan alela MAT a (menspesifikasikan kelamin a) dan Mat α
(dimanestasikan bilamana alela MAT α menempati lokus MAT) yang terletak pada kromosom
3, tepatnya di lokus MAT. Namun selain gen MAT adapula dua lokus kelamin disebelah kiri
(HML-mengandung satu kopi diam α) dan kanan (HMR-mengandung informasi yang spesifik
untuk α) dari lokus MAT yang tidak terekspresikan. Pada daerah E bekerja dalam dua arah
tergantung posisi promoter yang dipengaruhinya. Diduga protein SIR bekerja dengan cara
memengaruhi struktur kromatin di dalam gen gen HML dan HMR. Berkenaan dengan
kinerja HML dan HMR sudah diketahui pula peranan dari gen SIR. Empat gen SIR (SIR 1,2,3
dan 4) yang tidak terletak pada kromosom 3 juga mempengaruhi kinerja gen HML dan HMR.
Jika salah satu gen SIR tidak berkerja maka gen HML dan HMR ditranskripsikan dengan
kecepatan yang sama dengan gen pada lokus MAT. Di daerah E, dekat gen HML dan HMR
juga ikut berperanan sehingga gen HML dan HMR tidak terekpresi. Didaerah E ini terdapat
suatu blok pasangan basa yang menjadi tapak tempat bekerjanya produk SIR dan hanya
bekerja pada kondisi cis atas gen pada kromosom yang sama. Dapat pula bekerja dua arah
tergantung posisi promiter yang dipengaruhinya.

Pembalikan Kelamin Pada Ikan

Fenomena pembalikan kelamin pada ikan didasarkan secara alami maupun buatan.
Pembalikan ini dapat terjadi berupa pembalikan dari kelamin betina menjadi jantan atau
sebaliknya. Misalnya pada ikan laut protogynous, individu betina yang sudah matang secara
produktif, berbalik kelamin menjadi jantan yang juga fungsional secara reproduktif. Atau
pada L. Dimidiatus, yang saat ada individu jantan yang mati, betina paling dominan akan
menolak jantan lain yang akan masuk koli, kemudian dirinya sendiri akan bertransformasi
menajd jantan yang seminggu kemudian sudah dapat menghasilkan sperma fertil. Pada
Labroides dimidiatus jika individu jntan mati maka individu betina yang paling dominan
akan menolak individu individu jantan yang akan memasuki kelompok yang bersangkutan.
Apabila upaya itu berhasil maka individu betina akan berubah menjadi individu jantan dalam
jangka waktu dua minggu individu jantan jantan baru akan menghasilkan sperma yang fertil.
Sebenarnya faktor penginisiasi pembalikan kelamin pada kelompok sosial ikan bukan hanya
matinya individu jantan dan/atau betina, masih ada faktor lain. Contohnya perubahan
fisiologis endogen, seperti suatu ukuran tertentu, umur, tingkat perkembangan, serta
peningkatan rasio kelamin betina terhadap jantan. Pembalikan kelamin buatan pada ikan
dilakukan dengan bantuan sex inducer berupa hormon steroid. Dengan menggunakan ini,
dapat dilakukan pengubahan individu jantan menjadi betina, begitupula sebaliknya. Sex
inducer jantan berupa hormon steroid yang merupakan kelompok androgen dan inducer
betina adalah kelompok esterogen.
Pembalikan Kelamin Pada Burung

Pembalikan kelamin pada burung sudah dilaporkan pada ayam betina (ZW). Hal
tersebut ditunjukkan dengan adanya ciri kelamin sekunder seperti perkembangan bulu jantan,
serta kemampuan berkokok, bahkan juga mengalami perkembangan testis yang terbukti dapat
menghasilkan sperma. Keadaan tersebut adalah akibat dari kerusakan jaringan ovarium
karena penyakit. Tanpa adanya hormon kelamin betina, jaringan testikuler rudimenter yang
terdapat di tengah ovarium mengalami poliferasi. Dalam hal ini individu jantan baru tetap
memiliki genotip ZW.
SOAL :

1. Mengapa transfer materi genetik utuh jarang terjadi ?


Jawab: Jika Hfr berdekatan dengan sebuah sel F-, akan terjadi replikasi DNA yang
terinduksi oleh konjugasi dan karena ujung pengarah faktor F bedekatan dengan
kromosom utama, juga akan terjadi transfer materi genetik kromosom utama. Transfer
materi genetik utuh jarang terjadi karena konjugasi sel jantan dan sel betina sangan rapuh
dan mudah terpisah, hanya sebagian gen kromosom utama yang ikut ditransfer sehingga
sel betina tidak berubah menjadi sel jantan.
2. Bagaimana produk dari SIR dapat memengaruhi HML dan HMR?
Protein SIR bekerja dengan cara memengaruhi struktur kromatin di dalam gen gen HML
dan HMR. Apabila ada kontrol SIR, kromatin dalam gen HML dan HMR lebih mudah
terpengaruh enzim nuklease.

Anda mungkin juga menyukai