Anda di halaman 1dari 3

MASYARAKAT MADANI

A. Latar Belakang Pemikiran Barat


Filsuf yunani Aristoteles (384-322) yang memandang civil society sebagai
system kenegaraan atau identik dengan Negara itu sendiri, pandangan ini merupakan
fase pertama sejarah wacana civil society. Pada masa aristoteles civil society
dipahami sebagai system kenegaraan dengan menggunakan istilah: koinonia politike
yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai
percanturan ekonomi politik dan pengambilan keputusan. Rumusan civil society
selanjutnya dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1579 M) dan Johen Locke
(1632-1704), yang memandangnya sebagai kelanjutan dari evolusi natural society.
Menurut Hobbes, sebagai antitesa Negara civil society mempunyai peran untuk
meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak,
sehingga ia mampu mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi
(perilaku politik) setiap warga Negara. Berbedadengan John Locke, kehadiran civil
society untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga Negara.
Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil
society dengan konteks social dan politik di Skotlandia. Ferguson, menrkankan visi
etis pada civil society dalam kehidupan social. Pemahamannya ini lahir tidak lepas
dari pengaruh dampak revolusi industry dan kapitalisme yang melahirkan
ketimpangan sosial yang mencolok.
Fase ketiga, pada tahun 1792 Thomas Paine mulai memaknai wacana civil
society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga Negara, bahkan dia
dianggap sebagai antitesa Negara. Menrut pandangan ini, Negara tidak lain hanyalah
keniscaan buruk belaka. Semakin sempurna sesuatu masyarakt sipil, semakin besar
pula peluangnya untuk mengaturkehidupan waraganya sendiri.
Fase keempat, wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh Hegel
(1770-1837 M), Karl Marx (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci (1891-1937 M).
daalam pandangan ke-3 nya civil society merupakan elemen ideologis kelas dominan.
Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelien
yang dikembangkan oleh Alexsisde Tociuefille (1805-1895 M) pemikiran Tociuefille
tentang civil society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan Negara. Menurutnya
kekuataan politik dan masyarakat sipil meruapakan kekuatan utama yang menjadikan
demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat. Adapun tokoh yang pertama
kali menggagas istilah civil society ini adalah Adam Ferguson dalambukunya “sebuah
esay tentang sejarah masyarakat sipil di Skotlandia” Ferguson menekankan
masyarakat madani pada visi etis kehidupan bermasyarakat. Pemahamannya ini
digunakan untuk mengantisipasi perubahan-peruabahn sosial yang diakibatkan oleh
revolusi industry munculnya kapitalisme, serta mencoloknya perbedaan antar
individu.

B. Latar Belakang Pemikiran Timur


Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman
konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah
Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan
civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat
Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai
legitimasi historis ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat
muslim modern.
Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah
dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk
menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society
lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang dijadikan
pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan
ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.
Munculnya konsep masyarakat madani menunjukkan intelektual muslim
Melayu mampu menginterpretasikan ajaran Islam dalam kehidupan modern, persisnya
mengawinkan ajaran Islam dengan konsep civil society yang lahir di Barat pada abad
ke-18. Konsep masyarakat madani tidak langsung terbentuk dalam format seperti
yang dikenal sekarang ini. Konsep masyarakat madani memiliki rentang waktu
pembentukan yang sangat panjang sebagai hasil dari akumulasi pemikiran yang
akhirnya membentuk profilekonsep normatif seperti yang dikenal sekarang ini
Bahkan konsep ini pun masih akan berkembang terus sebagai akibat dari proses
pengaktualisasian yang dinamis dari konsep tersebut di lapangan. Like all other
vocabularies with a political edge, their meaning is neither self-evident nor
unprejudiced (Curtin, 2002: 1).
Perumusan dan pengembangan konsep masyarakat madani
menggunakan projecting back theory, yang berangkat dari sebuah hadits yang
mengatakan “Khayr al-Qurun qarni thumma al-ladhi yalunahu thumma al-ladhi
yalunahu”, yaitu dalam menetapkan ukuran baik atau buruknya perilaku harus dengan
merujuk pada kejadian yang terdapat dalam khazanah sejarah masa awal Islam
(Hamim, 2000: 115-127). Kemudian para cendekiawan muslim mengislamkan
konsep civil society yang lahir di Barat dengan masyarakat madani, suatu masyarakat
kota Madinah bentukan Nabi Muhammad SAW. Mereka mengambil contoh dari data
historis Islam yang secara kualitatif dapat dibandingkan dengan masyarakat ideal
dalam konsep civil society.
Mereka melakukan penyetaraan itu untuk menunjukkan di satu sisi, Islam
mempunyai kemampuan untuk diinterpretasi ulang sesuai dengan perkembangan
zaman, dan di sisi lain, masyarakat kota Madinah merupakan proto-type masyarakat
idel produk Islam yang bisa dipersandingkan dengan masyarakat ideal dalam
konsep civil society. Tentunya penggunaan konsep masyarakat madani dilakukan
setelah teruji validitasnya berdasarkan landasan normatif (nass) dari sumber primer
Islam (al-Qur’an dan Hadits) atau dengan praktek generasi awal Islam (the Islamic
era par exellence).

NAMA : HAFIDH RAWI MUFTI


NIM : I0417037

Anda mungkin juga menyukai