Anda di halaman 1dari 22

BAB II

BATUK
A. Pengertian Batuk
Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik,
kimia dan suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk
menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan mencegah masuknya benda
asing ke saluran nafas dan mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam
saluran nafas. Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk semacam
itu sering kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang-kadang
merupakan gejala dini suatu penyakit. Penularan penyakit batuk melalui udara (air borne
infection). Penyebabnya beragam dan pengenalan patofisiologi batuk akan sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan batuk. (Yunus, F. 2007)
Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari saluran
napas. Batuk juga membantu melindungi paru dari aspirasi yaitu masuknya benda asing dari
saluran cerna atau saluran napas bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran napas mulai dari
tenggorokan, trakhea, bronkhus, bronkhioli sampai ke jaringan paru. (Guyton, et all. 2008)
Batuk merupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran pernapasan. Batuk bukan
merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari penyakit yang menyerang
saluran pernafasan. Penyakit yang bisa menyebabkan batuk sangat banyak sekali mulai dari
infeksi, alergi, inflamasi bahkan keganasan. (Kumar, et all. 2007)

B. Faktor Penyebab Batuk


Reflek batuk dapat ditimbulkan oleh :
1. Rangsangan mekanis, misalnya asap rokok, debu, tumor
2. Adanya perubahan suhu mendadak
3. Rangsangan kimiawi, misalnya gas dan bau-bauan
4. Adanya peradangan / infeksi
5. Reaksi alergi
(Waisya, R. 2008)
Disamping infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) seperti influenza, penyebab batuk yang
paling sering adalah:
1. Alergi dan asthma
2. Infeksi paru-paru seperti pneumonia atau bronkitis akut.
3. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau bronkitis kronik, emphysema
4. Sinusitis yang menyebabkan postnasal drip.
5. Penyakit paru seperti bronkiektasis, tumor paru.
6. Gastroesophageal reflux disease (GERD) ini artinya cairan lambung balik ke tenggorokan,
orangnya suka bertahak asam atau pahit.
7. Merokok
8. Terpapar asap rokok (perokok pasif), polutan udara
9. Obat darah tinggi golongan ACE Inhibito
(Nadesui, H. 2008)

C. Reflek dan Mekanisme Batuk


Batuk dapat dipicu secara refleks ataupun disengaja. Sebagai refleks pertahanan diri, batuk
dipengaruhi oleh jalur sarad aferen dan eferen. Batuk diawali dengan inspirasi dalam diikuti
dengan penutupan glotis, relaksasi diafragma, dan kontraksi otot melawan glotis yang
menutup. Hasilnya akan terjadi tekanan positif pada intratoraks yang menyebabkan
penyempitan trakea. Sekali glotis terbuka, perbedaan tekanan yang besar antara saluran napas
dan udara luar bersama dengan penyempitan trakea akan menghasilkan aliran udara yang
melalui trakea. Kekuatan eksplosif ini akan ”menyapu” sekret dan benda asing yang ada di
saluran napas. (Ikawati, 2008)
Reflek Batuk
Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non
mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam
rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor
akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor
di dapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga
ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma.
Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang dari
laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsangan dari telinga melalui cabang
Arnold dari nervus vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis,
nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan
rangsang dari perikardium dan diafragma.
Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat pusat
pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut efferen nervus vagus,
nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus
hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring, trakea,
bronkus, diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme batuk
kemudian terjadi.
(Wirjodiarjo, Muljono. 2008)
Mekanisme Batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :
Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat
afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul
bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar
dirangsang.
Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor kartilago
aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam
jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi
otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan
peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan
keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta
memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan
yang potensial.
Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago aritenoidea,
glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cm
H2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah
glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu
meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
Fase ekspirasi/ ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga
terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan
pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan
cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah
terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang
ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.
(Guyton. 2008)
D. Jenis-Jenis Batuk
Batuk berdasarkan waktu
1. Akut
Akut merupakan fase awal dan masih mudah buat sembuh. Jangka waktunya kurang dari tiga
minggu dan terjadi karena iritasi, bakteri, virus, penyempitan saluran nafas atas.
2. Subakut
Subakut adalah fase peralihan dari akut akan menjadi kronis. Dikategorikan subakut bila batuk
sudah 3-8 minggu. Terjadi karena gangguan pada epitel.
3. Kronis
Kronis adalah batuk yang sulit disembuhkan dikarenakan penyempitan saluran nafas atas dan
terjadi lebih dari delapan minggu. Batuk kronis biasanya adalah tanda atau gejala adanya
penyakit lain yang lebih berat. Banyak penyakit berat yang ditandai dengan batuk kronis,
misalnya asma, TBC, gangguan refluks lambung, penyakit paru obstruksi kronis, sampai
kanker paru-paru. Untuk itu, batuk kronis harus diperiksakan ke dokter untuk memastikan
penyebabnya dan diatasi sesuai dengan penyebabnya itu
(Nadesui, Hendrawan. 2008)
Berdasarkan sebabnya
1. Batuk berdahak
Batuk berdahak, jumlah dahak yang dihasilkan sangat banyak, sehingga menyumbat saluran
pernafasan.
2. Batuk kering
Batuk ini tidak mengeluarkan dahak. Tenggorokan terasa gatal, sehingga merangsang
timbulnya batuk. Batuk ini mengganggu kenyamanan, bila batuknya terlalu keras akan dapat
memecahkan pembuluh darah pada mata.
3. Batuk yang khas
a. Batuk rejan, batuknya bisa berlangsung 100 hari. Bisa menyebabkan pita suara radang dan
suara parau.
b. Batuk penyakit TBC, berlangsung berbulan-bulan, kecil-kecil, timbul sekali-sekali, kadang
seperti hanya berdehem. Pada TBC batuk bisa disertai bercak darah segar.
c. Batuk karena asma, sehabis serangan asma lendir banyak dihasilkan. Lendir inilah yang
merangsang timbulnya batuk.
d. Batuk karena penyakit jantung lemah, darah yang terbendung di paru-paru, menjadikan
paru-paru menjadi basah. Kondisi basah pada paru-paru ini yang merangsang timbulnya batuk.
e. Batuk karena kanker paru-paru yang menahun tidak sembuh. Batuknya tidak tentu. Bila
kerusakan paru-paru semakin luas, batuk semakin
tambah.
f. Batuk karena kemasukan benda asing, pada saat saluran pernafasan berusaha
mengeluarkan benda asing maka akan menimbulkan batuk.
(Yunus, F. 2007)
E. Gejala-Gejala yang Menyertai Batuk
Gejala yang menyertai batuk pada umumnya disebabkan oleh influenza. Gejala tersebut antara
lain demam yang tinggi disertai otot tubuh yang kaku, bersin-bersin, hidung tersumbat, dan
sakit tenggorokan. Namun batuk berdahak juga timbul akibat peradangan pada paru-paru.
(Wirjodiarjo, Muljono. 2008)

F. Penatalaksanaan terhadap Batuk


Penatalaksanaan batuk yang paling baik yang paling baik adalah pemberian obat spesifik
terhadap etiologinya. Tiga bentuk penatalaksanaan batuk adalah :
1. Tanpa pemberian obat
Batuk yang tanpa gejala akut dapat sembuh sendiri dan biasanya tidak perlu obat. Untuk
mengurangi batuk biasanya dengan cara:
a. Sering minum air putih, untuk membantu mengencerkan dahak, mengurangi iritasi atau
rasa gatal.
b. Hindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang tenggorokan, dan udara
malam yang dingin
c. Menghirup uap air panas, uap mentol
d. Permen obat batuk atau permen pedas dapat menolong pada batuk yang kering dan
menggelitik
(Tjay, HT. Rahardja, K. 2003)
2. Pengobatan spesifik
Pengobatan ini diberikan terhadap penyebab timbulnya batuk. Apabila penyebab batuk
diketahui maka pengobatan harus ditujukan terhadap penyebab tersebut. Dengan evaluasi
diagnosis yang terpadu, pada hampir semua penderita dapat diketahui penyebab batuk
kroniknya.
Pengobatan spesifik batuk tergantung dari etiologi atau mekanismenya.
(Yunus, F. 2007)
3. Pengobatan simtomatik
Diberikan baik kepada penderita yang tidak dapat ditentukan penyebab batuknya maupun
kepada penderita yang batuknya merupakan gangguan, tidak berfungsi baik dan potensial dapat
menimbulkan komplikasi.
(Yunus, F. 2007)
Obat batuk biasa disebut dengan antitusif. Obat batuk tersebut berdasarkan sasarannya
terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Obat batuk sentral
Obat batuk sentral bertujuan untuk menekan rangsangan batuk di pusat batuk (medulla).
Terbagi menjadi zat adiktif (kodein) dan non adiktif (noskapin, dektrometorfan, prometazin)

2. Obat batuk perifer


Obat batuk ini bekerja di luar dari system saraf pusat. Perifer terbagi dalam beberapa kelompok
yaitu ekspetoransia (ammonium klorida, guaiokol, ipeca dan minyak terbang), mukolitika
(asetilkarbositein, mesna, bromheksin, dan ambroksol), dan zat-zat pereda (oksolamin dan
hiperpidin).
(Tjay, HT. Rahardja, K. 2003)
Obat batuk biasanya mengandung zat antihistamin, yang bekerja sebagai anti alergi. Zat-zat
antihistamin inilah yang menyebabkan timbulnya efek kantuk. Obat batuk tanpa efek kantuk
biasanya tidak mengandung zat antihistamin sama sekali, atau menggunakan zat antihistamin
golongan baru yang tidak memiliki efek mengantuk. Antihistamin dengan efek samping kantuk
yang biasa terdapat dalam formula obat batuk adalah Chlorfeniramine maleat atau CTM dan
difenhidramin.
(Yunus, F. 2007)
Jenis obat batuk berdasarkan jenis batuknya dapat dibagi dalam dua golongan obat :
1. Ekspetoran
Obat batuk ini ditujukan untuk jenis batuk berdahak, karena dapat mempertinggi sekresi
saluran pernapasan atau mencairkan dahak. Kandungan obat batuk yang mungkin ada dalam
jenis expectorantia ini adalah zat yang bersifat mencairkan dahak sehingga mudah dikeluarkan,
misalnya guaiafenesin atau gliserin guaiacolat (GG), ammonium klorida (NH 4 Cl), dan kalium
yodida (KI). Obat batuk jenis ini seringkali dicampur dengan ramuan tumbuh-tumbuhan seperti
jahe dan mint sehingga memberikan rasa hangat pada tenggorokan.
2. Non-ekspektoran
Obat batuk ini ditujukan untuk jenis batuk kering. Ada dua golongan zat aktif yang biasa
digunakan, yaitu :
a. Golongan Alkaloid Morfin, seperti kodein, dionin, dan lain-lain. Obat ini bersifat narkotis
dan menimbulkan ketagihan, karenanya hanya dapat dibeli dengan resep dokter.
b. Golongan Non-Morfin, di mana jenis zat aktif ini tidak menimbulkan ketagihan seperti
dextromethorphan (DMP). Untuk batuk yang yang disebabkan oleh infeksi/peradangan,
diperlukan obat-obat antibiotik yang harus melalui pemeriksaan yang seksama oleh dokter.
(Waisya, R. 2008)
DAFTAR PUSTAKA

Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.
Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. 11th ed. Jakarta: ECG.
Ikawati, Zullies. 2008. Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernapasan. Yogyakarta : Pustaka
Adipura.
Kumar, Vinay, et all. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC.
Sylvia A, Wilson LM. 2006. Patofisiologi. Jakarta : ECG.
Tjay, HT. Rahardja, K. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta : Gramedia.
Waisya, Rani. 2008. Penyebab Batuk, Gejala dan Pengobatannya.
http://www.scribd.com/doc/15847131/makalah-Rps-respirasi (27 April 2015)
Wirjodiarjo, Muljono. 2008. Penyebab Batuk dan Tips Pengobatannya.
http://tbmcalcaneus.org/index.php?option=com_content&task=view&id=176&Itemid=87
(27April 2015)
Yunus,F. 2007. Kenali Batuk dan Obat Batuk Anda
http://www.isfinational.or.id/info/berita/658-kenali-batuk-dan-obat-batuk-anda.html (27 April
2015)
BAB III
ENZIM

A. Sejarah Enzim
Hal-hal yang berkaitan dengan enzim dipelajari dalam enzimologi. Dalam dunia pendidikan
tinggi, enzimologi tidak dipelajari sebagai satu jurusan tersendiri, tetapi sejumlah program
studi memberikan mata kuliah ini. Enzimologi terutama dipelajari dalam kedokteran, ilmu
pangan, teknologi pengolahan pangan, dan cabang-cabang ilmu pertanian.
Pada akhir tahun 1700-an dan awal tahun 1800-an, pencernaan daging oleh sekresi perut dan
konversi pati menjadi gula oleh ekstrak tumbuhan dan ludah telah diketahui. Namun,
mekanisme bagaimana hal ini terjadi belum diidentifikasi.
Pada abad ke-19, ketika mengkaji fermentasi gula menjadi alkohol oleh ragi, Louis Pasteur
menyimpulkan bahwa fermentasi ini dikatalisasi oleh gaya dorong vital yang terdapat dalam
sel ragi, disebut sebagai "ferment", dan diperkirakan hanya berfungsi dalam tubuh organisme
hidup. Ia menulis bahwa "fermentasi alkoholik adalah peristiwa yang berhubungan dengan
kehidupan dan organisasi sel ragi, dan bukannya kematian ataupun putrefaksi sel tersebut."
Pada tahun 1878, ahli fisiologi Jerman Wilhelm Kühne (1837–1900) pertama kali
menggunakan istilah "enzyme", yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti "dalam bahan
pengembang" (ragi), untuk menjelaskan proses ini. Kata "enzyme" kemudian digunakan untuk
merujuk pada zat mati seperti pepsin, dan kata ferment digunakan untuk merujuk pada
aktivitas kimiawi yang dihasilkan oleh organisme hidup.
Pada tahun 1897, Eduard Buchner memulai kajiannya mengenai kemampuan ekstrak ragi
untuk memfermentasi gula walaupun ia tidak terdapat pada sel ragi yang hidup. Pada sederet
eksperimen di Universitas Berlin, ia menemukan bahwa gula difermentasi bahkan apabila sel
ragi tidak terdapat pada campuran. Ia menamai enzim yang memfermentasi sukrosa sebagai
"zymase" (zimase). Pada tahun 1907, ia menerima penghargaan nobel dalam bidang kimia atas
riset biokimia dan penemuan fermentasi tanpa sel yang dilakukannya. Mengikuti praktek
Buchner, enzim biasanya dinamai sesuai dengan reaksi yang dikatalisasi oleh enzim tersebut.
Umumnya, untuk mendapatkan nama sebuah enzim, akhiran -ase ditambahkan pada
nama substrat enzim tersebut (contohnya: laktase, merupakan enzim yang mengurai laktosa)
ataupun pada jenis reaksi yang dikatalisasi (contoh: DNA polimerase yang menghasilkan
polimer DNA).
Penemuan bahwa enzim dapat bekerja diluar sel hidup mendorong penelitian pada sifat-sifat
biokimia enzim tersebut. Banyak peneliti awal menemukan bahwa aktivitas enzim
diasosiasikan dengan protein, namun beberapa ilmuwan seperti Richard
Willstätter berargumen bahwa proten hanyalah bertindak sebagai pembawa enzim dan protein
sendiri tidak dapat melakukan katalisis. Namun, pada tahun 1926, James B. Sumner berhasil
mengkristalisasienzim urease dan menunjukkan bahwa ia merupakan protein murni.
Kesimpulannya adalah bahwa protein murni dapat berupa enzim dan hal ini secara tuntas
dibuktikan oleh Northrop dan Stanley yang meneliti enzim pencernaan pepsin (1930), tripsin,
dan kimotripsin. Ketiga ilmuwan ini meraih penghargaan Nobel tahun 1946 pada bidang kimia.
Penemuan bahwa enzim dapat dikristalisasi pada akhirnya mengijinkan struktur enzim
ditentukan melalui kristalografi sinar-X. Metode ini pertama kali diterapkan pada lisozim,
enzim yang ditemukan pada air mata, air ludah, dan telur putih, yang mencerna lapisan
pelindung beberapa bakteri. Struktur enzim ini dipecahkan oleh sekelompok ilmuwan yang
diketuai oleh David Chilton Phillips dan dipublikasikan pada tahun 1965. Struktur lisozim
dalam resolusi tinggi ini menandai dimulainya bidang biologi struktural dan usaha untuk
memahami bagaimana enzim bekerja pada tingkat atom.

B. Pengertian Enzim
Enzim adalah biokatalisator organik yang dihasilkan organisme hidup di dalam protoplasma,
yang terdiri atas protein atau suatu senyawa yang berikatan dengan protein, berfungsi sebagai
senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi dalam suatu reaksi kimia.
Hampir semua enzim merupakan protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul
awal reaksi disebut sebagai substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-
molekul yang berbeda, disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada
suatu kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar
dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan
oleh hormon sebagai promoter.

C. Sifat sifat enzim

1. Enzim adalah Protein


Sebagai protein enzim memiliki sifat seperti protein, yaitu sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, seperti suhu, pH, konsentrasi substrat). Jika lingkungannya tidak sesuai, maka
enzim akan rusak atau tidak dapat bekerja dengan baik.
2. Bekerja secara khusus/spesifik
Setiap enzim memiliki sisi aktif yang sesuai hanya dengan satu jenis substrat, artinya setiap
enzim hanya dapat bekerja pada satu substrat yang cocok dengan sisi aktifnya.

3. Berfungsi sebagai katalis


Meningkatkan kecepatan reaksi kimia tanpa merubah produk yang diharapkan tanpa ikut
bereaksi dengan substratnya, dengan demikian energi yang dibutuhkan untuk menguraikan
suatu substrat menjadi lebih sedikit.

4. Diperlukan dalam jumlah sedikit


Reaksi enzimatis dalam metabolisme hanya membutuhkan sedikit sekali enzim untuk setiap
kali reaksi.

5. Bekerja bolak-balik
Enzim tidak mempengaruhi arah reaksi, sehingga dapat bekerja dua arah (bolak-balik).
Artinya enzim dapat menguraikan substrat menjadi senyawa sederhana, dan sebaliknya enzim
juga dapat menyusun senyawa-senyawa menjadi senyawa tertentu.

D. Klasifikasi Enzim
Enzim dapat digolongkan berdasarkan tempat bekerjanya, substrat yang dikatalisis, daya
katalisisnya, dan cara terbentuknya.

1. Penggolongan enzim berdasarkan tempat bekerjanya


A. Endoenzim
Endoenzim disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di dalam sel.
Umumnya merupakan enzim yang digunakan untuk proses sintesis di dalamsel dan untuk
pembentukan energi (ATP) yang berguna untuk proses kehidupan sel,misal dalam proses
respirasi.
B. Eksoenzim
Eksoenzim disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di luar sel.
Umumnya berfungsi untuk “mencernakan” substrat secara hidrolisis, untuk dijadikan molekul
yang lebih sederhana dengan BM lebih rendah sehingga dapat masuk melewati membran sel.
Energi yang dibebaskan pada reaksi pemecahan substrat di luar sel tidak digunakan dalam
proses kehidupan sel.

2. Penggolongan enzim berdasarkan daya katalisis


A. Oksidoreduktase
Enzim ini mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi, yang merupakan pemindahan elektron,
hidrogen atau oksigen. Sebagai contoh adalah enzim elektron transfer oksidase dan hidrogen
peroksidase (katalase). Ada beberapa macam enzim electron transfer oksidase, yaitu enzim
oksidase, oksigenase, hidroksilase dan dehidrogenase.

B. Transferase
Transferase mengkatalisis pemindahan gugusan molekul dari suatu molekul ke molekul yang
lain. Sebagai contoh adalah beberapa enzim sebagai berikut:

1. Transaminase adalah transferase yang memindahkan gugusan amina.


2. Transfosforilase adalah transferase yang memindahkan gugusan fosfat.
3. Transasilase adalah transferase yang memindahkan gugusan asil.
4.
C. Hidrolase
Enzim ini mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, dengan contoh enzim adalah:
1. Karboksilesterase adalah hidrolase yang menghidrolisis gugusan ester karboksil.
2. Lipase adalah hidrolase yang menghidrolisis lemak (ester lipida).
3. Peptidase adalah hidrolase yang menghidrolisis protein dan polipeptida.

D. Liase
Enzim ini berfungsi untuk mengkatalisis pengambilan atau penambahan gugusan dari suatu
molekul tanpa melalui proses hidrolisis, sebagai contoh adalah:
1. L malat hidroliase (fumarase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi pengambilan air dari
malat sehingga dihasilkan fumarat.
2. Dekarboksiliase (dekarboksilase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi pengambilan
gugus karboksil.

E. Isomerase
Isomerase meliputi enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi isomerisasi, yaitu:
1. Rasemase, merubah l-alanin D-alanin
2. Epimerase, merubah D-ribulosa-5-fosfat D-xylulosa-5-fosfat
3. Cis-trans isomerase, merubah transmetinal cisrentolal
4. Intramolekul ketol isomerase, merubah D-gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
5. Intramolekul transferase atau mutase, merubah metilmalonil-CoA suksinil-CoA

F. Ligase
Enzim ini mengkatalisis reaksi penggabungan 2 molekul dengan dibebaskannya molekul
pirofosfat dari nukleosida trifosfat, sebagai contoh adalah enzim asetat=CoASH ligase yang
mengkatalisis rekasi sebagai berikut:
Asetat + CoA-SH + ATP Asetil CoA + AMP + P-P

3. Enzim lain dengan tatanama berbeda


Ada beberapa enzim yang penamaannya tidak menurut cara di atas, misalnya enzim pepsin,
triosin, dan sebagainya serta enzim yang termasuk enzim permease. Permease adalah enzim
yang berperan dalam menentukan sifat selektif permiabel dari membran sel.

4. Penggolongan enzim berdasar cara terbentuknya


A. Enzim konstitutif
Di dalam sel terdapat enzim yang merupakan bagian dari susunan sel normal, sehingga enzim
tersebut selalu ada umumnya dalam jumlah tetap pada sel hidup. Walaupun demikian ada
enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar substratnya, misalnya enzim amilase. Sedangkan
enzim-enzim yang berperan dalam proses respirasi jumlahnya tidak dipengaruhi oleh kadar
substratnya.

B. Enzim adaptif
Perubahan lingkungan mikroba dapat menginduksi terbentuknya enzim tertentu. Induksi
menyebabkan kecepatan sintesis suatu enzim dapat dirangsang sampai beberapa ribu kali.
Enzim adaptif adalah enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya substrat. Sebagai
contoh adalah enzim beta galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E.coli yang ditumbuhkan
di dalam medium yang mengandung laktosa. Mulamula E. coli tidak dapat menggunakan
laktosa sehingga awalnya tidak nampak adanya pertumbuhan (fase lag/fase adaptasi panjang)
setelah beberapa waktu baru menampakkan pertumbuhan. Selama fase lag tersebut E.
colimembentuk enzim beta galaktosidase yang digunakan untuk merombak laktosa.
Enzim diklasifikasikan berdasarkan tipe reaksi dan mekanisme reaksi yang dikatalisis. Pada
awalnya hanya ada beberapa enzim yang dikenal, dan kebanyakan mengkatalisis reaksi
hidrolisis ikatan kovalen. Semua enzim ini diidentifikasi dengan menambahkan akhiran –ase
pada nama substansi atau substrat yang dihidrolisis. Contoh: lipase menghidrolisis lipid,
amilase menghidrolisis amilum, protease menghidrolisis protein. Pemakaian penamaan
tersebut terbukti tidak memadai karena banyak enzim mengkatalisis substrat yang sama tetapi
dengan reaksi yang berbeda. Contohnya ada enzim yang megkatalisis reaksi reduksi terhadap
fungsi alkohol gula dan ada pula yang mengkatalisis reaksi oksidasi pada substrat yang sama.
Sistem penamaan enzim sekarang tetap menggunakan –ase, namun ditambahkan pada jenis
reaksi yang dikatalisisnya. Contoh: enzim dehidrogenase mengkatalisis reaksi pengeluaran
hidrogen, enzim transferase mengkatalisis pemindahan gugus tertentu. Untuk menghindari
kesulitan penamaan karena semakin banyak ditemukan enzim yang baru, maka International
Union of Biochemistry (IUB) telah mengadopsi sistem penamaan yang kompleks tetapi tidak
meragukan berdasarkan mekanisme reaksi. Namun sampai sekarang masih banyak buku-buku
yang masih menggunakan sistem penamaan lama yang lebih pendek.

E. Faktor Yang Mempengaruhi Enzim

a. Suhu
Enzim terdiri atas molekul-molekul protein. Oleh karena itu, enzim masih tetap mempuyai
sifat protein yang kerjanyas dipengaruhi oleh suhu. Enzim dapat bekerja optimum pada
kisaran suhu tertentu, yaitu sekitar suhu 400 C. Pada suhu 00 C, enzim tidak aktif. Jika
suhunya dinaikkan, enzim akan mulai aktif. Jika suhunya dinaikkan lebih tinggi lagi sampai
batas sekitar 40 – 500 C, enzim akan bekerja lebih aktif lagi. Namun, pemanasan lebih lanjut
membuat enzim akan terurai atau terdenaturasi seperti halnya protein lainnya. Pada keadaan
ini enzim tidak dapat bekerja.

 Enzim tidak aktif pada suhu kurang daripada 0oC.


 Kadar tindak balas enzim meningkat dua kali ganda bagi setiap kenaikan suhu 10oC.
 Kadar tindak balas enzim paling optimum pada suhu 37oC. Enzim ternyahasli pada
suhu tinggi iaitu lebih dari 50oC.

b. Derajat Keasaman (pH)


Enzim bekerja pada pH tertentu, umumnya pada netral, kecuali beberapa jenis enjim yang
bekerja pada suasana asam atau suasana basa. Jika enzim yang bekerja optimum pada suasana
netral ditempatkan pada suasana basa ataupun asam, enzim tersebut tidak akan bekerja atau
bahkan rusak. Begitu juga sebaliknya, jila suatu enzim bekerja optimal pada suasana basa
atau asam tetapi ditempatkan pada keadaan asam atau bas, enzimtersebut akan rusak.
Sebagai contohnya, enzim pepsin yang terdpat di dalam lambung, efektif bekerja pada pH
rendah.
 Setiap enzim bertindak paling cekap pada nilai pH tertentu yang disebut sebagai pH
optimum.
 pH optimum bagi kebanyakan enzim ialah pH 7.
 Terdapat beberapa pengecualian, misalnya enzim pepsin di dalam perut bertindak
balas paling cekap pada pH 2, sementara enzim tripsin di dalam usus kecil bertindak paling
cekap pada pH 8.

c. Inhibitor
Hal lain yang mempengaruhi kerja enzim adalah feed back inhibitor. Feed back inhibitor
adalah keadaan pada saat substansi hasil (produk) kerja enzim yang terakumulasi dalam
jumlah yang berlebihan akan menghambat kerja enzim yang bersangkutan.

1. Inhibitor Kompetisi
Pada inhibitor kompetisi terjadi penambahan substrat dapat mengurangi daya hambatnya,
karena inhibitor bersaing dengan substrat untuk mengikta bagian aktif enzim. Misalnya
enzim suksinat dehidrogenase yang berfungsi mengkatalisis reaksi oksidasi asam uksinat
menjadi fumarat, jika dalam proses ini dutambahkan asam malonat, maka enzim suksinat
dehidrogenase akan menurun aktivitasnya.
Tetapi jika diberikan lagi asam suksinat sebagai substrat reaksi akan normal kembali.
Sehingga aktivitas inhibitor ini sangat bergantung pada konsentrasi inhibitor, konsentrasi
substrat, dan aktivitas relatif inhibitor dan substrat.

2. Inhibitor Nonkompetisi
Inhibitor nonkompetisi pengauhnya tdak dapat dihilangkan dengan adanya penambahan
substrat lain, dimana inhibitor ini akan berikatan dengan permukaan enzim tanpa lepas dan
lokasinya tidak dapat diganti oleh substrat. Sehingga daya kerja inhibitor sangat tergantung
dari konsentrasi inhibitor dan aktivitas inhibitor terhadap enzim.

d. Konsentrasi Substrat
Mekanisme kerja enzim juga ditentukan oleh jumlah atau konsentrasi substrat yang tersedia.
Jika jumlah substratnya sedikit, kecepatan kerja enzim juga rendah. Sebaliknya, jika jumlah
substrat yang tersedia banyak, kerja enzim juga cepat. Pada keadaan substrat berlebih, kerja
enzim tidak sampai menurun tetapi konstan.
 Pada kepekatan substrat rendah, bilangan molekul enzim melebihi bilangan molekul
substrat. Oleh itu,cuma sebilangan kecil molekul enzim bertindak balas dengan molekul
substrat.
 Apabila kepekatan substrat bertambah, lebih molekul enzim dapat bertindak balas
dengan molekul substrat sehingga ke satu kadar maksimum.
 Penambahan kepekatan substrat selanjutnya tidak akan menambahkan kadar tindak
balas kerana kepekatan enzim menjadi faktor pengehad.

F . Ada 2 teori mengenai cara kerja enzim, yaitu:


 Teori gembok anak kunci (key-lock)
Sisi aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat saja
Gambar 3.4 A) Substrat sesuai dengan sisi aktif seperti gembok kunci dengan anak kuncinya.
Hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Jika enzim mengalami denaturasi (rusak)
karena panas, bentuk sisi aktif berubah sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga
mempunyai pengaruh yang sama.
 Teori cocok terinduksi (induced fit).
Sisi aktif enzim lebih fleksibel dalam menyesuaikan struktur substrat. Ikatan antara enzim dan
substrat dapat berubah menyesuaikan dengan substrat. Inhibitor Merupakan zat yang dapat
menghambat kerja enzim. Bersifat reversible dan irreversible.

G. Katalisator
Istilah katalisator berawal dari penelitian Berzelius (1836) tentang proses proses pemercepatan
laju reaksi dan menjabarkannya sebagai akibat adanya gaya katalisis. Sebutan “gaya” katalisis
ternyata tidak terbukti, tetapi istilah katalisator tetap digunakan untuk menyebuitkan pengaruh
substansi tertentu yang ikut dalam proses tanpa mengalami perubahan. Senyawa yang
menurunkan laju reaksi biasa disebut sebagai katalisator negatif atau inhibitor, yang saat ini
lebih dikenal dengan istilah katalis.
Definisi katalis pertama kali dikemukakan oleh Ostwalsd sebagai suatu substansi yang
mengubah laju suatu reaksi kimia tanpa merubah besarnya energi yang menyertai reaksi
tersebut. Pada tahun 1902 Ostwald mendefinisikkan katalis sebagai substansi yang mengubah
laju reaksi tanpa terdapat sebagai produk pada akhir reaksi, dengan kata lain katalisator
mempengaruhi laju reaksi dan berperan sebagai reaktan sekaligus produk reaksi. Selanjutnya
pada tahun 1941, Bell menjelaskan substansi yang dapat disebut sebagai katalis suatu reaksi
adalah ketika sejumlah tertentu substansi ditambahkan maka akan mengakibatkan laju reaksi
bertambah dari laju pada keadaan stoikiometri biasa. Jika substansi tersebut ditambahkan pada
reaksi maka tidak mengganggu kesetimbangan.
Penggolongan katalis dapat didasarkan pada fasenya yaitu katalis homogen dan katalis
heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi
dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama.
Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu
perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses
yang memulihkan katalisnya. Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C
melambangkan katalisnya:
A + C → AC …………(1)

B + AC → AB + C …………(2)

A + B + C → AB + C …………(3)
Meskipun katalis (C) bereaksi dengan reaktan oleh reaksi 1, namun katalis dapat dihasilkan
kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi reaksi (3).

Beberapa katalis ternama yang pernah dikembangkan di antaranya:

• Katalis Asam-Basa

Katalis asam-basa sangat berperan dalam perkembangan kinetika kimia. Awal penelitian
kinetika reaksi yang dikatalisis dengan suatu asam atau basa bersamaan dengan perkembangan
teori dissosiasi elektrolit, dimana Ostwald dan Arrhenius membuktikan bahwa kemampuan
suatu asam untuk mengkatalisis reaksi tersebut adalah tidak bergantung pada sifat asal anion
tetapi lebih mendekati dengan sifat konduktivitas listriknya. Penelitian lain yang menggunakan
katalis asam basa antara lain Kirrchoff yang meneliti hidrolisis pati oleh pengaruh asam encer,
Thenard yang meneliti dekomposisin hidrogen peroksida oleh pengaruh basa dan Wilhelmy
yang meneliti tentang inversi tebu yang dikatalisis dengan asam.

• Katalis Ziegler-Natta

Katalis Ziegler-Natta ditemukaan poleh Ziegler pada tahun 1953 yang digunakan untuk
polimerisasi etana, yang selanjutnya pada tahun 1955 Natta menggunakan katalis tersebut
untuk polimerisasi propena dan monomer jenuh lainnya. Katalis Ziegler-Natta dapat dibuat
dengan mencampurkan alkil atau aril dari unsur golongan 11-13 pada susunan berkala, dengan
halida sebagai unsur transisi.Saat ini katalis Ziegler-Natta digunakan untuk produksi masal
polietilen dan polipropilen.
Katalis Friedle-Crafts
Pada tahun 1877 Charles Friedel dan James M.Crafts mreakukan penelitian tentang pembuatan
senyawa amil iodida dengan mereaksikan amil klorida dengan aluminium dan yodium yang
ternyata menghasilkan hidrokarbon. Selanjutnya mereka menemukan bahwa pemakaian
aluminium klorida dapat menggantikan alumunium untuk menghasilkan hidrokarbon. Dengan
demikian Friedel dan Crafts merupakan orang pertama yang menunjukkan bahwa keberadaan
logam klorida sangat penting sebagai reaktan atau katalis. Hingga saat ini penerapan kimia
Friedel-Crafts sangat luas terutama di industri kimia.
• Katalis dalam Reaksi Metatesis
Pada tahun 1970 Yves Chauvin dari Institut Francais du Petrole dan Jean-Louis Herrison
menemukan katalis logam karbena (logam yang dapat berikatan ganda dengan atom karbon
membentuk senyawa), atau dikenal juga dengan istilah metal alkilidena. Melalui senyawa
logam karbena ini, Chauvin berhasil menjelaskan bagaimana susunan logam berfungsi sebagai
katalis dalam suatu reaksi dan bagaimana mekanisme reaksi metatesis. Metatesis dapat
diartikan sebagai pertukaran posisi atom dari dua zat yang berbeda. Contohnya pada reaksi AB
+ CD -> AC + BD, B bertukar posisi dengan C.

• Katalis Grubbs
Perkembangan penemuan Chauvin dan Schrock terjadi tahun 1992 ketika Robert Grubbs dan
rekannya Grubbs berhasil menemukan katalis metatesis yang efektif, mudah disintesis, dan
dapat diaplikasikan di laboratorium secara baik. Mereka menemukan tentang logam rutenium
tantalum, tungsten, dan molybdenum (komplek alkilidena) sebagai logam yang paling cocok
sebagai katalis. Katalis menjadi standar pembanding untuk katalis yang lain. Penemuan katalis
Grubbs secara tidak langsung menambah peluang kemungkinan sintesis organik di masa depan.
· Sistem Katalis Tiga Komponen
Sebuah sistem katalis dengan tiga komponen berhasil digunakan untuk membuat polimer
bercabang dengan struktur-struktur yang tidak bisa didapat dengan sebuah katalis tunggal atau
sepasang katalis yang bekerja bergandengan. Pada tahun 2002 Guillermo C. Bazan, seorang
profesor kimia dan material di University of California, Santa Barbara; mahasiswa
pascasarjana Zachary J. A. Komon; dan rekan kerja di Santa Barbara dan Symyx Technologies
sudah mendemonstrasikan sebuah sistem dengan tiga katalis yang homogen; ketiga campuran
bekerja sama mengubah sebuah monomer tunggal – etilen – menjadi polietilen bercabang.
Jumlah dan jenis cabang yang dihasilkan dapat dikontrol dengan menyesuaikan komposisi
campuran katalisnya. Tiga katalis ini terdiri dari dua persenyawaan organonikel dan sebuah
persenyawaan organotitanium. Satu dari katalis dengan unsur dasar nikel mengubah etilen
menjadi 1-butena, sedangkan yang lainnya mengubah olefin menjadi penyebaran dari 1-alkena.
Persenyawaan titanium menggabungkan etilen dari hasil reaksi-reaksi lainnya menjadi
polietilen.

H. Sifat Mengatur Sendiri Dari Enzim


Beberapa sistim multi enzim mempunyai sifat untuk mengatur sendiri kecepatan reaksinya,
dimana kadang produk akhir dapat menjadi inhibitor untuk reaksi awal, kecepatan keseluruhan
reaksi sangat bergantung pada konsentrsi produk akhir. Untuk konversi dari L-treonin ke L-
isoleusin mempunyai lima tahap reaksi dengan menggunakan lima jenis enzim yang berbeda.

1. Konversi dari L-treonin ke L-isoleusin


Jika L-isoleusin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dalam sistim, maka reaksi langkah
pertama akan dihambat.
Pada kebanyakan reaksi enzim, sistim pengaturan diri sendiri, basanya enzim yang
mengkatalisis reaksi tahap pertama dihambat olh hasil metabolisme tahap akhir, enzim ini
dikenal sebagai enzim alosterik dan metabolit dan yang menghambat disebut efektor atau
modulator.
Sebagian besar enzim yang diatur secara alosterik dibangun dari dua atau lebih rantai atau
subunit polipeptida. Setiap subunit mempunyai tempat aktifnya sendir, dan tempat alosterik
umumnya berlokasi di mana subunit-subunit itu menyatu. Keseluruhan kompleks akan
berganti-ganti di antara dua keadaan konformasi, satu keadan secara katalitik aktif dan yang
satunya lagi inaktif. Pengikatan activator ke suatu tempat alosterik akan mengstabilkan
konformasi yang mempunyai tempat aktif yang fungsional, sementara pengikatan inhibitor
alosterik akan mengstabilkan bentuk inaktif enzim tersebut.
Daerah kontak antqara subunit-subunit suatu enzim alosterik berhubunga sedemikian rupa
sehingga perubahan konformasi dalam satu subunit akan diteruskan atau ditransmisikan ke
semua subunit lainnya. Melalui interaksi subunit-subunit ini, suatu molekul aktivator atau
inhibitor tunggal yang berikatan dengan salah satu tempat alosterik itu akan mempengaruhi
tempat aktif semua sub unit.
2. Pengaturan Alostrik
Pengaturan alosterik bagian a sebagian besar enzim alosterik tersusun dari dua atau lebih
subunit polipeptida yang masing-masing memiliki tempat aktif. Enzim ini akan berganti-ganti
di antara dua keadaan konformasi, aktif dan inaktif. Jauh dari tempat aktif terdapat tempat
alosterik, reseptor spesifik untuk pengaturan enzim itu, yang dapat berfungsi sebagai activator
atau sebagai inhibitor.

DAFTAR PUSTAKA
Girindra, A. 1986. Biokimia 1. Gramedia. Jakarta.
Houston, M.E. 1995. Biochemistry Primer For Exercise Science. Human Kinetics.
Champaign.USA.
Kay, E.R.M. 1966. Biochemistry : An Introduction to Dynamic Biology. Collier-
Macmillan.Canada.
Lehninger, A..L., et al. 1997. Principles of Biochemistry. 2nd .Worth Publisher. New York.
Poedjiadi, A., F.M. T. Supriyanti. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.
Stryer, L. 2000. Biokimia. Vol 2. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Winarno, F,G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Wirahadikusumah, M. 1981. Biokimia : Proteine, Enzima & Asam Nukleat. ITB. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai