Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pelayanan Pasien adalah hal penting yang terdapat di rumah sakit ,
pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama
berhak mendapat kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk
melaksanakan prinsip kualitas asuhan yang setingkat, Rumah sakit adalah
organisasi yang berkiprah dalam bidang jasa pelayanan kesehatan
perorangan. Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien rumah
sakit didukung oleh banyak jenis keterampilan SDM baik yang berbentuk
profesi maupun non profesi. Dalam menjalankan kegiatannya rumah sakit
menyadari bahwa pelayanan yang diberikan kepada pasien dalam bentuk
bermacam macam asuhan yang merupakan bagian dari suatu sistem
pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional di bidang pelayanan
kesehatan. Dengan adanya pedoman ini diharapkan rumah sakit dapat
menerapkan model pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas
pelayanan, menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan yang
tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian
merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah
meningkatnya mutu asuhan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya
yang tersedia di rumah sakit. Setiap pasien yang datang kerumah sakit harus
dijamin aksesnya untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan, terjamin
pula kontinuitas pelayanan yang didapat, serta mendapatkan pelayanan yang
terkoordinasi dan terintegrasi dari berbagai asuhan dari para profesional
pemberi asuhan pasien. Sehingga dapatlah diharapkan hasil pelayanan yang
efektif, efisien dan menjamin keselamatan pasien, yang akhirnya bermuara
pada kepuasan pasien dan pemenuhan hak pasien. Beberapa hal penting yang
harus dikelola oleh rumah sakit adalah mengenali dengan baik kebutuhan
pasien yang mana yang dapat dilayani oleh rumah sakit, mengatur pemberian
pelayanan yang efisien kepada pasien, dan melakukan rujukan ke pelayanan
yang tepat baik di dalam maupun keluar rumah sakit serta mengatur
pemulangan pasien yang tepat ke rumah.

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 1


Rumah Sakit Bermutu, adalah rumah sakit yang memberikan
pelayanan melalui penyelenggaraan pelayanan secara paripurna pada unit
unit gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan dan ruang
perawatan khusus. Penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan oleh berbagai
kelompok profesi. Para profesional utama yang memberikan asuhan kepada
pasien di rumah sakit adalah staf medis baik dokter maupun dokter spesialis,
staf klinis keperawatan (perawat dan bidan), nutrisionis dan farmasis yang
rutin dan pasti selalu berkontak dengan pasien, akan tetapi tidak kalah
pentingnya profesional lain yang berfungsi melakukan asuhan penunjang
berupa analis laboratorium, penata rontgen, fisioterapis. Secara garis besar
ada empat kelompok SDM yang mendukung jalannya rumah sakit yaitu,
kelompok medis memberikan pelayanan asuhan medis, kelompok
keperawatan memberikan pelayanan asuhan keperawatan, serta kelompok
keteknisian medis yang memberikan pelayanan penunjang medis, dan
akhirnya adalah kelompok administrasi yang memberikan pelayanan
administrasi manajemen.
1.2. TUJUAN
Maksud dari Sasaran.
1.3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup Pelayanan pasien yaitu seluruh pelayanan yang berhubungan
secara langsung maupun tidak langsung dengan pasien. Pelayanan tersebut
terdiri dari :
1.3.1 Pelayanan medis
1. Pelayanan rawat inap
2. Pelayanan rawat jalan
3. Pelayanan kamar bersalin
4. Instalasi gawat darurat
5. Poliklinik THT
6. Poliklinik penyakit dalam
7. Poliklinik anak
8. Poliklinik bedah umum
9. Poliklinik gigi
10. Pelayanan kamar bedah
11. Instalasi farmasi

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 2


12. Instalansi rekam medis
1.3.2 Pelayanan non medis
1. Bagian kebersihan
2. Bagain laundry
3. Bagian dapur
4. Bagian administrasi
1.4. LANDASAN HUKUM
1.4.1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan
1.4.2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
1.4.3 Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit
1.4.4 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
1.4.5 PMK no 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
1.4.6 Panduan Nasional Keselamatan Pasien tahun 2006

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 3


BAB II
ISI
2.1. PEMBERIAN PELAYANAN UNTUK SEMUA PASIEN
Pelayanan berfokus pasien adalah asuhan yang menghormati dan responsif
terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan
bahwa nilai-nilai pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis.
Penyediaan pelayanan yang paling sesuai di suatu rumah sakit untuk
mendukung dan merespon setiap kebutuhan pasien yang unik, memerlukan
perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa aktivitas tertentu
yang bersifat dasar bagi pelayanan pasien.
2.1.1 Untuk semua disiplin yang memberikan pelayanan pasien, aktivitas ini
termasuk :
1. Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien;
2. Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien;
3. Modifikasi asuhan pasien bila perlu;
4. Penuntasan asuhan pasien; dan
5. Perencanaan tindak lanjut.
Banyak praktisi kesehatan yaitu dokter, perawat, apoteker, nutrisionis,
terapis rehabilitasi, dan praktisi pelayanan kesehatan lain melaksanakan
aktivitas tersebut. Masing-masing praktisi pelayanan kesehatan mempunyai
peran yang jelas dalam asuhan pasien. Peran tersebut ditentukan oleh lisensi;
kredensial; sertifikat; undang-undang dan peraturan; ketrampilan (skill)
khusus individu, pengetahuan, pengalaman, juga kebijakan rumah sakit atau
uraian tugas. Sebagian pelayanan bisa dilaksanakan oleh pasien, keluarganya,
atau pembantu pelaksana asuhan lainnya yang terlatih.
Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang
sama berhak mendapat kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk
melaksanakan prinsip “kualitas asuhan yang setingkat” mengharuskan
pimpinan merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan pasien. Secara
khusus, pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada
berbagai unit kerja, dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang menghasilkan
pelayanan yang seragam. Sebagai tambahan, pimpinan harus menjamin
bahwa rumah sakit menyediakan tingkat kualitas asuhan yang sama setiap

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 4


hari dalam seminggu dan pada setiap shift. Kebijakan dan prosedur tersebut
harus sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku yang
membentuk proses pelayanan pasien dan dikembangkan secara kolaboratif.
Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut dalam:
1. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, tidak tergantung atas
kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
2. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang diberikan
oleh praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau
waktu tertentu.
3. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber
daya untuk memenuhi kebutuhan pasien.
4. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan
anestesia) sama di seluruh rumah sakit.
5. Pengintegrasian pelayanan oleh MPP/ case manager
6. Rencana dan pemberian asuhan pasien terinterasi di dan antar unit
pelayanan dan didokumentasikan dalam lembar CPPT
7. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima
asuhan keperawatan yang setingkat diseluruh rumah sakit.
8. Asuhan pasien yang seragam menghasilkan penggunaan sumber daya yang
efisien dan sehingga mendapatkan evaluasi hasil (outcome) yang sama
untuk asuhan di seluruh rumah sakit.
9. Semua proses asuhan pasien oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) harus
dicatat dalam berkas rekam medis pasien secara runtut sesuai dengan
perjalanan asuhan yang dialami pasien di Rumah Sakit
10. Pelaksanaan Assesmen dilakukan mulai Awal, Asesmen Ulang sampai
pada Resume Pulang.
11. Pelaksanaan asuhan untuk pasien direncakan oleh dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP), perwat, atau PPA lainnya dalam waktu 24 jam
sesudah pasien rawat inap.
12. Pemberian asuhan pasien di antar unit pelayanan dan didokumentasikan di
lembar CPPT dan menggunakan regulasi dan form dalam bidang klinis
antara lain metode IAR (Informasi, Analisis, Rencana). Salah satunya

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 5


pelaksaan pelayanan tindakan klinis dan juga diagnostik invasif atau
beresiko disertakan dengan hasil yang ada dan dicatat di rekam medik.
13. Pelaksanaan asesmen layanan pasien dilakukan ulang untuk melakukan
evaluasi berdasarkan hasil asessmen yang didapatkan dan
didokumentasikan dalam rekam medik pasien.
2.2. PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN PENYEDIAAN
PELAYANAN RISIKO TINGGI
2.2.1 Pengertian
Pelayanan pasien dengan risiko tinggi merupakan pelayanan pasien
dengan peralatan bhd, penyakit menular atau imunosuppressed, peralatan
dialysis, peralatan pengikat atau restraint, ketergantungan bantuan dan
pengobatan kemoterapi.
2.2.2 Kebijakan
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien
dengan berbagai variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien
yang digolongkan risiko-tinggi karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang
bersifat kritis. Anak dan lanjut usia umumnya dimasukkan dalam
kelompok ini karena mereka sering tidak dapat menyampaikan
pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat ikut memberi
keputusan tentang asuhannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan,
bingung atau koma tidak mampu memahami proses asuhan bila asuhan
harus diberikan secara cepat dan efisien. Rumah sakit juga menyediakan
berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk yang berisiko tinggi karena
memerlukan peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk pengobatan
penyakit yang mengancam jiwa (pasien dialisis), sifat pengobatan
(penggunaan darah atau produk darah), potensi yang membahayakan
pasien atau efek toksik dari obat berisiko tinggi (misalnya kemoterapi).
Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi
staf untuk memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi
respon yang cermat, kompeten dan dengan cara yang seragam. Pimpinan
bertanggung jawab untuk :
1. Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di
rumah sakit.
2. Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan
kebijakan dan prosedur yang sesuai;

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 6


3. Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan
prosedur.
Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok
pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi, apabila ada di dalam
rumah sakit maka dimasukkan dalam daftar prosedur. Rumah sakit dapat
pula melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai akibat dari suatu
prosedur atau rencana asuhan (contoh, perlunya pencegahan trombosis
vena dalam, ulkus dekubitus dan jatuh). Bila ada risiko tersebut, maka
dapat dicegah dengan cara melakukan pelatihan staf dan mengembangkan
kebijakan dan prosedur yang sesuai. Yang termasuk pasien risiko tinggi
dan pelayanan risiko tinggi:
1. Pasien gawat darurat
2. Pelayanan resusitasi di seluruh unit rumah sakit
3. Pemberian darah dan produk darah.
4. Pasien yang menggunakan peralatan bantu hidup dasar atau yang koma.
5. Pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya tahannya
menurun.
6. penggunaan alat pengekang (restraint) dan pasien yang diberi pengekang /
penghalang.
7. Pasien lanjut usia, mereka yang cacat, anak-anak dan populasi yang
berisiko diperlakukan kasar/ kejam.

2.3. MAKANAN DAN TERAPI NUTRISI


2.3.1 Pengertian
Nutrisi adalah makanan yang dikonsumsi untuk bertahan hidup, tumbuh,
berkembang dan sebagai sumber energi untuk beraktivitas. Seluruh nutrisi
yang dibutuhkan tubuh terdapat dalam makanan. Terapi nutrisi itu sendiri
diperlukan untuk mengembalikan keseimbangan fungsi tubuh yang
terganggu akibat kekurangan nutrisi.
2.3.2 Kebijakan
Makanan dan nutrisi yang memadai penting bagi kondisi kesehatan dan
proses pemulihan pasien. Makanan yang sesuai dengan umur pasien,
budaya pasien dan preferensi diet, rencana pelayanan, harus tersedia secara
rutin. Pasien berpartisipasi dalam perencanaan dan seleksi makanan, dan

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 7


keluarga pasien dapat, bila sesuai, berpartisipasi dalam menyediakan
makanan, konsisten dengan budaya, agama, dan tradisi dan praktik lain.
Berdasarkan asesmen kebutuhan pasien dan rencana asuhan, DPJP atau
pemberi pelayanan lainnya yang kompeten memesan makanan atau nutrien
lain yang sesuai bagi pasien. Bila keluarga pasien atau pihak lain
menyediakan makanan pasien, mereka diberikan edukasi tentang makanan
yang dilarang atau kontra indikasi dengan kebutuhan dan rencana
pelayanan, termasuk informasi tentang interaksi obat dengan makanan.
Bila mungkin, pasien ditawarkan berbagai macam makanan yang
konsisten dengan status gizinya.
Pada asesmen awal, pasien diperiksa untuk mengidentifikasi adanya risiko
nutrisional. Pasien ini akan dikonsulkan ke nutrisionis untuk asesmen lebih
lanjut. Bila ternyata ada risiko nutrisional, dibuat rencana terapi gizi.
Tingkat kemajuan pasien dimonitor dan dicatat dalam rekam medisnya.
Dokter, perawat dan ahli diet dan kalau perlu keluarga pasien, bekerjasama
merencanakan dan memberikan terapi gizi. Hal yang harus dipenuhi oleh
rumah sakit terkait nutrisi pasien adalah :
1. Makanan atau nutrisi yang sesuai untuk pasien, tersedia secara reguler
2. Sebelum memberi makan pasien, semua pasien rawat inap telah memesan
makanan dan dicatat.
3. Pesanan didasarkan atas status gizi, latar belakang agama dan budaya serta
kebutuhan pasien
4. Ada bermacam variasi pilihan makanan bagi pasien konsisten dengan
kondisi dan pelayanannya
5. Bila keluarga menyediakan makanan, mereka diberikan edukasi tentang
pembatasan diet pasien
6. Makanan disiapkan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan
7. Makanan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan
8. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik
9. Distribusi makanan dilakukan tepat waktu, dan memenuhi sesuai
permintaan khusus pasien terkait waktu.
10. Praktik penanganan memenuhi peraturan dan perundangan yang berlaku
11. Pasien, termasuk pasien anak dan balita yang pada asesmen berada pada
risiko nutrisional, mendapat terapi gizi.

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 8


12. Suatu proses kerjasama dipakai untuk merencanakan, memberikan dan
memonitor terapi gizi.
13. Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
14. Respon pasien terhadap terapi gizi dicatat dalam rekam medisnya.

2.4. PENGELOLAAN PELAYANAN RASA NYERI


2.4.1 Pengertian
Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri
adalah suatu pengalaman sensori, emosional serta kognitif yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial
yang dapat timbul tanpa adanya injuri (Ardinata, 2007). Nyeri post operasi
adalah nyeri yang dirasakan akibat dari hasil pembedahan. Kejadian,
intensitas, dan durasi nyeri post operasi berbeda beda.Lokasi pembedahan
mempunyai efek yang sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh
pasien. Nyeri pasca operasi tidak hanya terjadi setelah operasi besar,
tetapi juga setelah operasi kecil. Selain faktor fisiologis, nyeri juga
dipengaruhi oleh rasa takut atau kecemasan mengenai operasi (dimensi
afektif), yang dapat meningkatkan persepsi individu terhadap intensitas
nyeri (dimensi sensorik). Meskipun semua pasien post operasi mengalami
sensasi rasa nyeri, ada perbedaan dalam ekspresi atau reaksi nyeri (dimensi
perilaku), latar belakang budaya (dimensi sosiokultural) (Suza, 2007).
Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan
mencari upaya untuk menghilangkan nyeri. Perawat menggunakan
berbagai intervensi untuk menghilangkan nyeri atau mengembalikan
kenyamanan. Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien
rasakan. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami
nyeri yang sama menghasilkan respons atau perasaan yang identik pada
seorang individu (Potter & Perry, 2006).
2.4.2 Kebijakan
1. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat, sifat, berat ringannya
nyeri, dan waktu lamanya serangan (Asmadi, 2008).
a. Nyeri berdasarkan tempatnya:
1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh
misalnya pada kulit, mukosa.

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 9


2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang
lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh
didaerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada
sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya:
1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang.
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalam waktu yang lama.
3) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi
dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit,
lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan berat ringannya
1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas yang rendah
2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat
dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri
diketahui dengan jelas.
2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan.
Pola nyeri ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi
interval bebas dari nyeri lalu nyeri timbul kembali. Adapula pola
nyeri kronis yang terus-menerus terasa makin lama semakin
meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan.
Misalnya, pada nyeri karena neoplasma.
2. Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis
Nyeri akut Nyeri kronis
1. Waktu kurang dari enam 1. Waktu lebih dari enam
bulan bulan
2. Daerah nyeri terlokalisasi 2. Daerah nyeri menyebar
3. Nyeri terasa tajam seperti 3. Nyeri terasa tumpul seperti
ditusuk, disayat, dicubit. ngilu, linu.
4. Respon sistem saraf 4. Respon sistem saraf
simpatis: takikardi, parasimpatis : penurunan
peningkatan respirasi, tekanan darah, bradikardia,
peningkatan tekanan darah, kulit kering, panas, dan

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 10


pucat, lembab, berkeringat, pupil konstriksi.
dan dilatasi pupil. 5. Penampilan klien tampak
5. Penampilan klien tampak depresi dan menarik diri.
cemas, gelisah, dan terjadi
ketegangan otot.

3. Penyebab Rasa Nyeri


Penyebab rasa nyeri menurut Asmadi (2008) antara lain:
a. Fisik: Trauma (trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik),
neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah. Trauma mekanik
menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami
kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas, dingin. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena
pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri. Nyeri
pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor
akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
b. Psikis: Trauma psikologis
Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Potter & Perry (2006) adalah:
a. Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak yang masih kecil
mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan
perawat yang menyebabkan nyeri. Kemampuan klien lansia untuk
menginterpretasikan nyeri dapat mengalami komplikasi dengan
keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang
mungkin mengenai bagian tubuh yang sama.
b. Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan yang
mempengaruhi jenis kelamin. Misalnya, menganggap bahwa seorang
anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak
perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama.
c. Kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 11


dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi
bagaimana bereaksi terhadap nyeri.
d. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga
dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak
mendapat perhatian maka rasa cemas dapat menimbulkan suatu
masalah penatalaksanaan nyeri yang serius. Nyeri yang tidak cepat
hilang akan menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.
e. Pengalaman sebelumnya, pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu
berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih
mudah pada masa yang akan datang.
f. Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu
mengalami suatu periode tidur yang lelap dibandingkan pada akhir hari
yang melelahkan.
5. Strategi Penatalaksanaan Nyeri
Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik secara farmakologis
maupun secara nonfarmakologis.
a. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis.
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis yaitu kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian analgesik dan anestesi. Analgesik merupakan
metode yang umum untuk mengatasi nyeri. Anestesi lokal dan
regional, anestesi lokal adalah suatu keadaan hilangnya sensasi pada
lokalisasi bagian tubuh. Analgesia Epidural adalah suatu anestesia
lokal dan terapi yang efektif untuk menangani nyeri pascaoperasi akut,
nyeri persalian dan melahirkan, dan nyeri kronik, khususnya yang
berhubungan dengan kanker (Potter & Perry, 2006).
b. Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis .
Metode pereda nyeri nonfarmakologi biasanya mempunyai resiko yang
sangat rendah. Metode ini diperlukan untuk mempersingkat episode
nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit (Smeltzer &
Bare, 2002). Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri terdiri dari beberapa teknik diantaranya adalah:
1) Distraksi

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 12


Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan
dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006).
2) Relaksasi
Teknik relaksasi adalah tindakan relaksasi otot rangka yang
dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan
ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri (Tamsuri, 2007).
Teknik relaksasi dapat dilakukan dengan cara melakukan teknik
relaksasi napas.
Teknik relaksasi adalah suatu bentuk tindakan keperawatan
yang mana perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara
melakukan napas dalam untuk mengurangi nyeri. Pasien dapat
memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman.
Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung
dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga)
dan ekshalasi (hembuskan, dua, tiga). Pada saat perawat
mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung
dengan keras bersama pasien pada awalnya.
Ada tiga hal yang utama yang diperlukan dalam relaksasi
yaitu posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang
tenang. Posisi pasien diatur senyaman mungkin dengan semua
bagian tubuh disokong (misal bantal menyokong leher), persendian
fleksi, dan otot-otot tidak tertarik (misal tangan dan kaki tidak
disilangkan). Untuk menenangkan pikiran pasien dianjurkan pelan-
pelan memandang sekeliling ruangan.Untuk melestarikan muka,
pasien dianjurkan sedikit tersenyum atau membiarkan geraham
bawah kendor (Priharjo, 2002).
Menurut Potter & Perry (2006) efek relaksasi antara lain:
Penurunan nadi, tekanan darah, dan pernapasan, penurunan
konsumsi oksigen, penurunan ketegangan otot, peningkatan
kesadaran global, kurang perhatian terhadap stimulus lingkungan,
tidak ada perubahan posisi yang volunteer, perasaan damai dan
sejahtera, periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam
3) Imajinasi terbimbing

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 13


Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang
dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai
efek positif tertentu (Smeltzer & Bare, 2002)
4) Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah
analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis (Smeltzer &
Bare, 2002).
2.5. PELAYANAN PADA TAHAP TERMINAL (AKHIR HIDUP)
2.5.1 Pengertian
Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan
asuhan yang terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam
tahap terminal dapat mengalami gejala yang berhubungan dengan proses
penyakit atau terapi kuratif atau memerlukan bantuan yang berhubungan
dengan masalah-masalah psikososial, spiritual dan budaya yang berkaitan
dengan kematian dan proses kematian. Keluarga dan pemberi pelayanan
dapat diberikan kelonggaran dalam melayani anggota keluarga pasien
yang sakit terminal atau membantu meringankan rasa sedih dan
kehilangan.
Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh
cedera atau penyakit dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan
pengetahuan dan teknologi kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat
dilakukan perbaikan sehingga akan menyebabkan kematian dalam rentang
waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk memperpanjang atau
mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama proses
penderitaan atau sekarat pasien.
1. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin
lama makin memburuk
2. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik
dalam keadaan sehat maupun sakit.
3. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah
henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi
tidak ireversibel.
4. Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai
dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa
sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik
selama beberapa jam atau hari.

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 14


5. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh
isisaraf/neuronal intrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak
dan serebelum.
6. Alat Bantu Napas (Ventilator )adalah alat yang digunakan untuk
membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan
oksigenasi.
7. Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup
8. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup
9. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan
penghentian bantuan hidup(Withdrowinglife support) atau penundaan
bantuan hidup (Witholding life support).
10. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan
setuju(consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara
bebas,rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran
yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang
cukup(informed) tentang kedokteran yang dimaksud.
11. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada
resipien.
12. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau
mepertahankan kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.
2.5.2 Tujuan
Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk
dilayani dengan penuh hormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf
harus sadar akan uniknya kebutuhan pasien dalam keadaan akhir
kehidupannya. Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien
mengarahkan semua aspek asuhan slama stadium akhir hidup. Asuhan
akhir kehidupan yang diberikan rumah sakit termasuk :
1. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien
dan keluarga
2. Menyampaikan isu yang sensitive seperti autopsy dan donasi organ
3. Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya
4. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan
5. Memberikan respon pada masalah – masalah psikologis, emosional,
spiritual dan budaya dari asien dan keluarganya.
6. Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan
pasien yang unik pada akhir hidupnya (lihat juga HPK 2.5, Maksud dan
Tujuan). Rumah Sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir – kehidupan,

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 15


berdasarkan evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf, terhadap asuhan
yang diberikan.
2.5.3 Kebijakan
1. Aspek Keperawatan
Masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai dari titik
yang aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskankan
meninggal dunia atau mati. Seseorang dinyatakan meninggal/ mati apabila
fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem
tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan organ
besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang ireversibel,
selanjutnya organ-organ lain akan mati. Respon pasien dalam kondisi
terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang
dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga
berbeda.Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan
oleh pasien terminal. Menurut Elisabeth Kübler-Ross, M.D., ada 5 fase
menjelang kematian, yaitu :
a. Denial (fase penyangkalan / pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang
parah dan dia tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran
dan bahkan mungkin mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakan
Mekanis pertahanan yang acap kali ditemukan pada hampir setiap
pasien pada saat pertama mendengar berita mengejutkan tentang
keadaan dirinya.
b. Anger ( fase kemarahan )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia
akan meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian
memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan
munculnya ketakutan dan kemarahan. Kemarahan ini seringkali
diekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-cari kesalahan pada
pelayanan di rumah sakit atau di rumah. Umumnya pemberi pelayanan
tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien sebagai ekspresi dari
frustasi yang dialaminya.Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah
pengertian,bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang
tersinggung oleh karena kemarahannya.
c. Bargaining ( fase tawar menawar ).

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 16


Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup
sedikit lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa
menjanjikan macam-macam hal kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau
menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu, maka aku akan
mempersembahkan seluruh hidupku untuk melayaniMu."
d. Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi.
Penderita merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa
harapan.
e. Acceptance (fase menerima / pasrah)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak
kenyataanyang ia alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu
mereka akan dapat menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat.
Mereka mulai kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak
tertarik lagi dengan berita dan persoalan-persoalan di sekitarnya.
Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah
baikfisik, psikologis, maupun sosio-spiritual, antara lain:
1) Problem oksigenisasi;
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat,pernafasan cheyne stokes,
sirkulasi perifer menurun, perubahan mental;agitasi-gelisah,
tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi sekret,nadiireguler.
2) Problem eliminasi;
Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik,
kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi
konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan
atau kondisi penyakit (missal Ca Colon), retensiurin, inkontinensia
urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misal
trauma medulla spinalis, oliguria terjadi seiring penurunan intake
cairan atau kondisi penyakit misal gagal ginjal.
3) Problem nutrisi dan cairan
Asupan makanan dan cairan menurun,peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB,bibir kering dan pecah-pecah, lidah
kering dan membengkak, mual, muntah,cegukan, dehidrasi terjadi
karena asupan cairan menurun.
4) Problem suhu
Ekstremitas dingin,kedinginan sehingga harus memakai selimut
5) Problem sensori

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 17


Penglihatan menjadi kabur, reflex berkedip hilang saat mendekati
kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran
menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun.
Penglihatan kabur, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
6) Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, pasien harus selalu didampingi untuk menurunkann
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
7) Problem kulit dan mobilitas
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit
sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang
sering.
8) Masalah psikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak
respon emosi, perasaan marah dan putus asa.
9) Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of
death. Perawatan paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik,
keadaan sosial. Terkait hal ini, memberikan pemahaman bagi
keluarga dan pasien sangat penting agar keluarga mengerti betul
bahwa pasien tidak akan sembuh, sehingga mereka akan
memberikan perhatian dan kasih sayang diakhir kehidupan pasien
tersebut.
2. Aspek Medis
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang ini
mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun
jantung mungkin masih berdenyut dan ventilasi buatan (ventilator)
dipertahankan.Akan tetapi banyak pula yang memakai konsep mati batang
otak (MBO) sebagai pengganti MO dalam penentuan mati. Dengan
meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kedokteran maka
banyak pilihan pengobatan yang berguna memberi bantuan hidup terhadap
pasien tahap terminal. Pilihan ini seringkali menimbulkan dilemma
terutama bagi keluarga pasien karena mereka menyadari bahwa tindakan
tersebut bukan upaya penyembuhan dan hanya akan menambah
penderitaan pasien. Keluarga menginginkan sebuah proses di mana
berbagai intervensi medis (misalnya pemakaian ventilator) tidak lagi

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 18


diberikan kepada pasien dengan harapan bahwa pasien akan meninggal
akibat penyakit yangmendasarinya. Ketika keluarga/ wali meminta dokter
menghentikan bantuan hidup (withdrowing life support)atau menunda
bantuan hidup (withholding life support )terhadap pasien tersebut, maka
dokter harus menghormati pilihan tersebut. Pada situasi tersebut, dokter
memiliki legalitas dimata hukum dengan syarat sebelum keputusan
penghentian atau penundaan bantuan hidup dilaksanakan, tim dokter telah
memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang kondisi terminal
pasien dan pertimbangan keputusan keluarga atau wali tertulis dalam
informed consent.
2.5.4 TATA LAKSANA
1. Aspek keperawatan
a. Assesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan
mengintervensi dengan melakukan assesmen yang tepat sebagai
berikut :
1) Assmen tingkat pemahaman pasien dan keluarga
a) Closed awareness : pasien dan atau keluarga percaya bahwa
pasien akan segera sembuh.
b) Mutual pretense : keluarga mengetahui kondisi terminal
pasien dan tidak membicarakannya lagi, kadang – kadang
keluarga menghindari percakapan tentang kematian demi
menghindarkan dari tekanan.
c) Open awareness : keluarga telah mengetahui tentang proses
kematian dan tidak merasa keberatan untuk
mempebincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit.
Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan
untuk menyelesaikan masalah – masalah, bahkan dapat
berpartisipasi dalam merencanakan pemakaman. Pada
tahapan ini, perawat atau dokter dapat menyampaikan isu
yang sensitive bagi keluarga seperti autopsi atau donasi
organ.
b. Assesmen factor fisik pasien
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal pasien dihadapkan pada
berbagai masalah menurunya fisik, perawat harus mampu

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 19


mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien terminal
meliputi :
1) Pernafasan (breath)
a) Apakah teratur atau tidak teratur.
b) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing,
stridor, crackles, dll.
c) Apakah terjadi sesak nafas.
d) Apakah ada batuk , bila ada apakah produktif atau tidak.
e) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah warna, bau,
dan jenisnya.
f) Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak
2) Kardio varkuler (blood)
a) Bagaimana irama jantung, apakah regular atau ireguler
b) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin,
basah dan pucat.
c) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah
teraba, hilang timbul atau tidak teraba.
d) Apakah ada perdarahan atau tidak, bila ada dimana
lokasinya.
e) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya
dalam Cm H2O.
f) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg.
g) Lain – lainnya bila ada.
3) Persyarafan (brain)
a) Bagaimana ukuran GCS dan total untuk mata, verbal,
motoric dan kesadaran pasien.
b) Berapa ukuran ICP dalam Cm H2O.
c) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah
proyektil.
d) Bagaimana konjungtiva, apakah anemia atau kemerahan.
4) Perkemihan (blader)
a) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor.
b) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari.
c) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau
dengan bantuan dower kateter.
d) Bagaimana produksi urine, berapa jumlah cc/jam,
bagaimana warnannya, bagaimana baunya.
5) Pencernaan (bowel)
a) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun.
b) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak.
c) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa.
d) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 20


e) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau
tidak, bagaimana konsistensi, warna dan bau feses.

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 21


6) Musculoskeletal / Intergumen
a) Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas, atau
terbatas.
b) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik,
kemerahan pucat atau hiperpigmentasi .
c) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
d) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana
lokasinya.
e) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan
apajenis lukanya.
f) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana
lokasinya.
g) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya
dan apajenis frakturnya.
h) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana
lokasinya.
c. Assesmen tingkat nyeri pasien
Lakukan assesmen rasa nyeri pasien. Bila nyeri sangat
mengganggu, maka segera lakukan menajemen nyeri yang
memadai.
d. Assesmen faktor kulturpsikososial
1) Tahap Denial: Asesmen pengetahuan pasien, kecemasan pasien
danpenerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan dan
hasilnya.
2) Tahap Anger: pasien menyalahkan semua orang, emosi
tidakterkendali, komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri
sendiri.
3) Tahapan Bargaining: pasien mulai menerima keadaan dan
berusahauntuk mengulur waktu, rasa marah sudah berkurang.
4) Tahapan Depresi: Asesmen potensial bunuh diri, gunakan
kalimatterbuka untuk mendapatkan data dari pasien.
5) Tahapan Acceptance: Asesmen keinginan pasien
untukistirahat/menyendiri.
e. Assessment faktor spiritual
Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang
yangdapat membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat
pasien sedang berada di tahapan bargaining.
2. Aspek medis

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 22


a. Intervensi Medis Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit
yangserius,maka beberapa intervensi medis dapat memperpanjang
hidup pasien, sebagai berikut:
1) Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang
mengalami henti napas atau henti jantung. RJPO diindikasikan
untuk pasien yang tidak bernapas dan tidak menunjukan tanda
–tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya.
2) Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Pemakaian ventilator, ditujukan untuk keadaan tertentu karena
penyakityang berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
3) Pemberian Nutrisi
a) Feeding Tube, Seringkali pasien sakit terminal tidak bisa
mendapatkan makanan lewat mulut langsung, sehingga
perlu dilakuan pemasangan feeding tube untuk memenuhi
nutrisi pasien tersebut.
b) Parenteral Nutrition, adalah sebuah upaya untuk mengirim
nutrisi secara langsung ke dalam pembuluh darah, yang
berguna untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien
4) Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali
lebih tinggi dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini
paling sering ditemukan pada saluran pernapasan,
salurankemih,peredaran darah, atau daerah trauma/operasi.
Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas, pemanjangan masa perawatan, dan pembengkakan
biaya perawatan. Penyebab meningkatnya risiko infeksi ini
bersifat multifaktorial,meliputi penurunan fungsi imun,
gangguan fungsi barrier usus,penggunaan antibiotik spektrum
luas, katekolamin, penggunaan preparat darah, atau dari alat
kesehatan yang digunakan (sepertiventilator).
Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose
yang buruk hendaknya diinformasikan lebih dini untuk
menolak atau menerima bila dilakukan resusitasi maupun
ventilator.
5) Withdrawing life support dan with holding life support

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 23


Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan
hidup (withdrawing life support) dan penundaan bantuan hidup
(withholdinglife support) yang dilakukan pada pasien yang
dirawat di ruang rawat intensif care). Keputusan withdrawing /
withholding adalahkeputusan medis dan etis yang dilakukan
oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau
dokter lain yang memiliki kompetensi dan 2 (dua)orang dokter
lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.Adapun
persyaratan withdrawing life support &withholding life support
sebagai berikut :
6) Informed Consent Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya
tindakanpenghentian/penundaan bantuan hidup
(withdrawing/withholding lifesupport) pada seorang pasien,
maka harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien.
Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh
keluarga terdekat pasien harus diberikan secara tertulis (written
consent) dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam
Formulir Pernyataan Pemberian Informasi Kondisi Terminal
yang disimpan dalam rekam medis pasien, dimana pernyataan
tersebut diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari
tim DPJP yang bersangkutanmengenai beberapa hal sebagai
berikut:
a) Diagnosis : Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis
sampai saat tersebut.

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 24


BAB III

PENUTUP

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan di


rumah sakit maka pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit
sangatlah penting. Melalui kegiatan akreditas ini diharapkan terjadi penurunan
insiden sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
rumah sakit. Program Keselamatan Pasien merupakan never ending proses,
karena itu diperlukan budaya termasuk motivasi yang cukup tinggi untuk
bersedia melaksanakan program keselamatan pasien secara berkesinambungan
dan berkelanjutan.

Dokumen RSU Bunda Sidoarjo 25

Anda mungkin juga menyukai