Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan yang menimbulkan terjadinya


perkembangan fisik, intelektual dan emosional individu secara optimal, sejauh
perkembangan tersebut sesuai dengan perkembangan optimal individu-individu.
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga penangannya
secara supranatural spiritik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib.
Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang
manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi, dan intelegasi.
Gangguan jiwa adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental atau kesehatan
mental berkurang yang disebabkan oleh kegagalan meraksinya mekanisme adaptasi dari
fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus eksternal ketegangan-ketegangan sehingga
munjul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagiansuatuorgan atau system
kejiwaan mental (Erlinafsiah, 2010).
Kesehatan menurut World Helath Organization (WHO) adalahsuatu keadaan
sejahtera baik fisik, mental dan social, tidak hanya terbatas daripenyakit ataukecacatan.
Secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya tidak adanya gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan
kesinambungan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan dari klepribadian yang
bersangkutan.
Undang-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatanb bab IX pasal 144 mnenyatakan
upaya kesehatan jiwa ditunjukanuntuk menjamin setiaporang dapat menikmati kehidupan
kejiwaan yang sehat, bebaas dari ktakutan, tekanan dan gangguan jiwa. Jumlah klien
dengan gangguan jiwa dunia berdasarkan WHO (2009) adalah 450 juta penduduk dunia
mengalami gangguan jiwa. 10% orang dewasa dan 25% penduduk dunia tersebut
berkembang/beresiko mengalami gangguan jiwa.
Gangguan jiwa telah mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan
kemungkinan akan berkembang menjadi 25% ditahun 2030, gangguan jiwqa juga
berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta kasus bunuh diri setiap
tahunnya akibat gangguan jiwa (WHO,2009).
Menurut DEPKES RI (2012), gangguan jiwasaat initelah menjadi masalah kesehatan
global bagisetiap warga Negara tidak hanya di Indonesia saja. Gangguan jiwa yang

1
dimaksud bukan hanya dari gangguan jiwa psikotik atau skizofrenia saja tetapi kecemasa,
depresi,dan penggunaan Narkoba Psikotropika dan Zat Adaktif lainnya (NAPZA) juga
bisa menjadi masalah gangguan jiwa.
Diindonesiamengalami peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup banyak
diperkirakan dengan gangguan jiwaberat dengan psikotik atau skizofrenia di Indonesia
pada tahun 2013 adalah 1.728 orang. Adapun proposi rumah tangga yang memasung ART
gangguan jiwa berat sebesar 1.655 rumah tangga dari14,3% terbanyak tinggal di pedesaan,
sedangkanyang tinggal diperkotaan sebanyak 10,7%. Selain itu gangguan jiwa mental
emosional pada penduduk umur lebih dari 15 tahun diindonesia secara nasional adalah
37.728 orang. Gangguan mental emosionalyang paling tertinggi provisi Sulawesi bagian
tengah sebanyak 11,6 %, sedangkan yang terendah adalah di daerah lampung sebanyak
1,2%. (Riset KesehatanDasar,2013)
Dalam kehidupan dimasyarakat yang jelas sering terjadi masalah-masalah sehingga
masyarakat yang tidak kuat mental bisa mengalami gangguan jasmani dan rohani sehingga
dapat menggangu kesehatan jiwa seseorang salah satunya adalah ResikoPrilaku
Kekerasan. Dalam kasus ini peran dan fungsi perawat tanggung jawab psikiatri dalam
meningkatkan derajat kesehatan jiwa, dalam kaitannya dengan prilaku kekerasan adalah
dengan mengontrol prilaku kekerasan, dengan memberikan pengertian tentang kerugian
prilaku.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Resiko Prilaku Kekerasan ?


2. Apa saja penyebab Resiko Prilaku Kekerasan ?
3. Bagaimana terjadinya Resiko Prilaku Kekerasan ?
4. Bagaimanakah askep pada pasien dengan Resiko Prilaku Kekerasan ?

C. Tujuan

Setelah pembelajaran topik ini mahasiswa mampu :

1. Mengetahui pengertian dari Resiko Prilaku Kekerasan


2. Mengetahui Penyebab Resiko Prilaku Kekerasan
3. Memahami proses terjadinya Resiko Prilaku Kekerasan
4. Mampu menerapkan askep pada pasien dengan Resiko Prilaku Kekerasan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Resiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk prilaku maupun bertujuan melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis (keliat,2010)
American Psychological Association (2006 dalam Townsend, 2009) mengemukakan
bahwa kekerasan/kemarahan adalah keadaan emosional yang bervariasi dalam intensitas
ringan hingga kemarahan yang intens (berat), hal ini disertai dengan perubahan fisiologis
dan biologis, seperti peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan kadar hormone
epinerphrine dan norepinerphine.

B. Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptive


Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan marah
mengungkapkan menapai tidak dapat mengekspesikan dan bermusuhan
rasa marah tanpa kepuasan saat mengungkapka secara fisik tapi yang takut dan
menyalahkan marah dan tidak n perasaannya masih terkontrol hilang control
orang lain dan dapat tidak berdaya mendorong disertai amuk,
memberikan menemukan dan menyerah orang lain merusak
kelegaan alternatifnya denganancaman lingkungan

a. Respon Adaptif
Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 96):
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

3
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan

b. Respon Maladaptif
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan social
2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanifestasiakn dalam bentuk fisik
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 97).

C. Proses Terjadinya Marah

1. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan faktor
predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami oleh individu:
1. Psikologis
Menurut Townsend(1996, dalam jurnal penelitian) Faktor psikologi perilaku
kekerasan meliputi:
a. Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kepuasan dan
rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Agresif dan kekerasan dapat memberikan
kekuatan dan meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
b. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku
kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhioleh peran eksternal
(Nuraenah, 2012: 31).

2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering


mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini

4
menstiumulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014:
hal 142).

3. Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi


memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan budaya pada masyarakat.
Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk
mnyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stress
(Nuraenah, 2012: 31).

4. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus


temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 143).

2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
1) Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa terancam baik internal
dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lungkungan.
3) Lingkungan: panas, padat dan bising

D. Tahapan

Tahapan Resiko Perilaku Kekerasan


Tahapan perilaku agresif atau resiko perilaku kekerasan: (Fontaine, 2009)
a. Tahap 1 : Tahap memicu
Perasaan : Kecemasan
Perilaku :Agitasi, mondar-mandir, menghindari kontak
Tindakan perawat : Mengidentifikasi factor pemicu, mengurangi kecemasan,
memecahkan masalah bila memungkinkan.

5
b. Tahap 2 : Tahap Transisi
Perasaan : Marah
Perilaku : Agitasi meningkat
Tindakan perawat : Jangan tangani marah dengan amarah, menjaga pembicaraan,
menetapkan batas dan memberikan pengarahan, mengajak kompromi, mencari
dampak agitasi; meminta bantuan.

c. Tahap 3 : Krisis
Perasaan : Peningkatan kemarahan dan agresi
Perilaku : Agitasi, gerakan mengancam, menyerang orang disekitar,
berkata kotor; berteriak
Tindakan perawat : Lanjutkan intervensi tahap 2, dalam menjaga jarak pribadi,
hangat (tidak mengancam) konsekuensi, cobalah untuk menjaga komunikasi

d. Tahap 4 : Perilaku merusak


Perasaan : Marah
Perilaku : Menyerang; merusak
Tindakan perawat : Lindungi klien lain, menghindar, melakukan pengekangan
fisik

e. Tahap 5 : Tahap lanjut


Perasaan : Agresi
Perilaku : Menghentikan perilaku terang-terangan destruktif,
pengurangan tingkat gairah
Tindakan perawat : Tetap waspada karena perilaku kekerasan baru masih
memungkinkan, hindari pembalasan atau balas dendam

f. Tahap 6 : Tahap peralihan


Perasaan : Marah
Perilaku : Agitasi, mondar-mandir
Tindakan perawat : Lanjutkan fokus mengatasi masalah utama

6
E. Penyebab

a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
a) Neurologic Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter,
dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat
rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem
limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan
dan respon agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012).
Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah antara
perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak
dimana terdapat interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus
frontal dapat menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah,
2012).

b) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi
perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam gen manusia
terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype
XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta
orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100).

c) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada
jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja
ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah
bersikap agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

7
d) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya
epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam
penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila
ada stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau
membahayakan akan dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak
dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen
dan norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA (Gamma
Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya perilaku agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
100).

e) Brain Area Disorder


Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom otak,
tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100).

2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan
fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang
dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan
sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan
rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 100 – 101)

b) Imitation, modelling and information processing theory Menurut teori ini


perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang mentolelir

8
kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam
suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menontn tayangan
pemukulan pada boneka dengan reward positif ( semakin keras pukulannya
akan diberi coklat). Anak lain diberikan tontonan yang sama dengan tayangan
mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward yang sama (yang
baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak keluar dan diberi boneka ternyata
masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontnan yang pernah
dilihatnya (Mukripah Damaiyanti,2012: hal 101).

c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah (
Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).

F. Tanda dan Gejala


Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku
kekekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)
DO:
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Jalan mondar mandir

Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya (Kartika Sari, 2015: 138) :
DS:
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
b. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel

9
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa tercekik
dan bingung
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya.

G. Mekanisme Koping
Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk membantu klien
mengembangkan mekanisme koping yang konstrutif dalam mengekspresikan marahnya.
Secara umun, mekanisme koping yang sering digunakan antara lain mekanisme
pertahanan ego seprti displacemen, sublimasi, proyeksi, represi dan reaksi formasi
Menurut Stuart & Laraia (2005, hal : 69), mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain :

1. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada
obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan,
sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan

10
emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman
dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temannya

H. Sumber Koping
Menurut Stuart & Laraia (2005, hal : 68), sumber koping dapat berupa aset
ekonomi,kemapuan dan keterlampilan, teknik defensif, dukungan sosial dan motifasi.
Hubungan antar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting
pada saat ini. Sumber koping lainnya termasuk kesehatan dan energi dukungan spiritual,
keyakinan positif, keterampilan menyelesaikan keterampilan menyelsaikan masalah dan
sosial, sumber daya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar harapan dan
dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk. Keterampilan
pemecahan masalah termasuk kemapuan untuk mencari informasi, mengidentifikasi
masalah, menimbang alternatif, dan melaksanakan rencana tindakan. Keterampilan sosial
memfasilitasi penyelesaian masalah yang melibatkan orang lain, meningkatkan
kemungkinan untuk mendapatkan kerja sama dan dukungan dari orang lain, dan
memberikan kontrol sosial individu yang lebih besar. Akhirnya, aset materi berupa barang
dan jasa yang bisa dibeli dengan uang. Sumber koping sangat meningkatkan pilihan
seseorang mengatasi dihampir semua situasi stress. Pengetahuan dan kecerdasan yang lain
dalam menghadapi sumber daya yang memungkinkan orang untuk melihat cara berbeda
dalam menghadapi stress, akhirnya sumber koping juga termasuk kekuatan ego untuk
mengidentifikasi jaringan sosial, starbilitas budaya, orientasi pencegahan kesehatan dan
konstitusional.

I. Peran Perawat dalam Perilaku Kekerasan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agistasi pada
klien, hirarki perilaku agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus mengkaji
pula efek klien berhubungan dengan perilaku agresif.
Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat :
a. Membangun hubungan yang terapeutik dengan klien
b. Mengkaji perilaku klien yang berpotensial kekerasan
c. Mengembangkan suatu perencanaan

11
d. Mengimplementasikan perencanaan
e. Mencegah perilaku agresif dan kekerasan dengan terapi milleu

Dan bila klien dianggap hendak melakukan kekerasan, maka perawat harus :
1)Melaksanakan prosedur klinik yang sesuai untuk melindungi klien dan tenaga
kesehatan
2)Beritahu ketua tim
3)Bila perlu, minta bantuan keamanan
4)Kaji lingkungan dan perubahan yang perlu
5)Beritahu dokter dan kaji PRN untuk pemberian obat

Perilaku yang berhubungan dengan agresif:


Agitasi motorik : bergerak cepat, tidak mampu duduk diam, memukul dengan tinju
kuat, mengapit kuat, respirasi meningkat, membentuk aktivitas motorik tiba-tiba.
Verbal : mengancam pada objek yang tidak nyata, mengacau minta perhatian,
bicara keras-keras, menunjukan adanya delusi atau pikiran paranoid
Afek : marah, permusuhan, kecemasan yang ekstrim, mudah terangsang, tidak
sesuai atau berlebihan, tidak labil
Tingkat Kesadaran : bingung, status mental berubah tiba-tibda, disorentasi,
kerusakan memori, tidak mampu diahlikan.
Perawat dapat mengimplementasikan bebagai intervensi untuk mencegah dan
memenej prilaku agresif. Intervensi dapat melalui rentang intervensi.

Strategi preventif Strategi antisipatif Stareti


Pengurungan
Kesadaran diri Komunikasi Managemen Krisis
Pendidikan Klien Perubahan Lingkungan Seclusion
Latihan asertif Tindakan prilaku Restrains
Psikofarmakologi
a. Kesadaran diri
Perawat harus menyadari bahwa stres yang dihadapinya dapat
mempengaruhi komunikasinya dengan klien. Bila perawat tersebut mearasa lebih,
cemas, marah, arau apatis maka akan sulit baginya untuk membuat klien tertarik.
Oleh karenanya, bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan masalah, maka energi

12
yang dimilikinya bagi klien menjadi berkurang. Untuk mecegah semua itu, maka
perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan
supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien
b. Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara
mengekspresikan marah yang tepat. Banyak klien yang mengalami kesulitan
mengekspresikan perasaanya, kebutuhan, hasrat dan bahkan kesulitan
mengkomunikasikan semua ini kepada orang lain. Jadi dengan perawat
berkomunikasi diharapkan agar klien mau mengekspresikan perasaannya, lalu
perawat menilai apakah respon yang diberiakn klien adaptif atau maladaptif
c. Latihan asertif
Kemampuan berasal interpresonal yang harus dimiliki perawat:
b) Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang
c) Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan
d) Sanggup melakukan komplain
e) Mengekspresikan penghargaan dengan tepat
d. Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan perilaku agresif :
1. Bersikap tenang
2. Bicara lembut
3. Bicara tidak dengan cara menghakimi
4. Bicara netral dengan cara yang konkrit
5. Tunjukan respek pada klien
6. Hindari intensitas kontak mata langsung
7. Demontrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan berlebihan
8. Fasilitas pembicara klien
9. Dengarkan klien
10. Jangan terburu-buru menginterprestasikan
11. Jangan buat janji yang tidak dapat perawat tepati
e. Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca,
grip program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan
meningkatkan adaptasi sosialnya.

13
f. Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat
diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensinya yang didapat bila kontrak
dilanggar dan apa saja kontribusi perawat selama perawatan.
g. Psikofarmakologi
Antianxiety dan srdative-Hipnitic. Obat-oabatan ini dapat mengendaikan
agistasi yang akut. Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonaxepam, sering
digunakan ini tidak direkomwndasikan untuk penggunaan dalam waktu lama
karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantunan , juga bisa
memperburuk simptom depresi. Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami
disinhibiting effect dari benzodiazepines, dapat mengakibatkan peningkatan
prilaku agresif. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukan dengan
menurunnya perilaku agresif dan agitasi dengan cidera kepala, demensia dan
develop mental disability.
Pemberian obat Carbamazepines dapat mengendalikan perilaku agresif pada
klien dnegan kelainan EEGs (electroencephalograms). Antipsychotic obat-obatan
ini biasanya dipergunakan untuk perawatan perilaku agresif. Bila agitasi terjadi
karena delusi, halusinasi, atau perilaku psikotik lainnya, maka pemberian obat ini
dapat membantu namun diberikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum efeknya
dirasakan.
Medikasi lainnya: banyak kasus menunjukan bahwa pemberian Naltrexone
(antagonis opiat), dapat menurunkan perilaku mencederai diri. Betablockers
seperti propanolol dapat menurunkan perilaku kekerasan pada anak dan pada
klien dengan gangguan mental organik.
h. Managemen Krisis
Bila pda waktu intervensi awal tidak berhasil maka diperlukan intervensi yang
lebih aktif. Prosedur penanganan kedaruratan psikiatrik:
1. Identifikasi pemimpin tim krisis. Sebaiknya dari perawat karena yang
bertanggung jawab selama 24 jam
2. Bentuk tim krisi meliputi dokter, perawat, dan konselor
3. Beritahu petugas kemanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa saja
yang menjadi petugasnya selama penanganan klien

14
4. Jauhkan klien dari lingkungan
5. Lakukan penegakan jika memungkinkan
6. Pikirkan suatu rencana penanganan krisi dan beritahu tim
7. Tugas anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh klien
8. Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepad aklien dan upaya untuk kerja
sama
9. Pengekangan klien jika diminta oleh ketua tim krisi. Ketua tim harus segera
mengkaji situasi lingkungan sekitar untuk tetap melindungi keselamatan
klien dan timnya
10. Berikan obat jika di intruksikan
11. Pertahankan pendekatan yang tenang dan konsisten terhadap klien
12. Tinjau kembali intervensi penanganan krisi dengan tim krisis
13. Proses terjadinya dengan klien lain dna staf harus tepat
14. Secara bertahap mengintegrasikan kembali klien dnegan lingkungan
i. Seclusion
Pengekangan Fisik
Merupakan tidnakan keperawatan yang terakhir. Ada dua macam
pengekangan fisik secara secara mekanik ( menggunakan manset, sprei
pengekang) atau isolasi (menempatkan klien dalam satu ruangan dimana klien
tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri )
Jenis pengekangan mekanik :
1. Camisoles (jaket pengekang)
2. Manset untuk pergelangan tangan
3. Manset untuk pergelangan kaki
4. Menggunaan sprei
Indikasi pengekangan :
1. Perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri atau orang lain
2. Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
3. Ancaman terhadap inegritas fisik yang berhubungan dengan penolakan
klien untuk beristirahat, makan dan minum
4. Permintaan klien untuk pengendalian perilaku eskternal. Pastikan tindakan
ini telah dikaji dan berindikasi terapeutik.

Pengekangan dengan spreibasah atau dingin

15
Klien dapat diimobilisasi dengan membalutnya seperti mummi dalam
lapisan sprei dan selimut. Lapisan paling dalam terdiri atas sprei yang telah
direndam dalam air es. Walupun muIa-mula terasa dingin, balutan segera menjadi
hangat dan menenangkan. Hal ini dilakukan pada perilaku amuk atau agitasi yang
tidak dapat dikendalikan dengan obat.
Intervensi Keperawatan:
1. Baringkan klien dengan pakaian rumah sakit di atas tempat tidur yang tahan
air.
2. Balutkan sprei pada tubuh klien dengan rapi dan pastikan bahwa permukaan
kulit tidak saling bersentuhan.
3. Tutupi sprei basah dengan selapis selimut.
4. Amati klien dengan konstan.
5. Pantau suhu, nadi, dan pernapasan. Jika tampak sesuatu yang bermakna,
buka pengekangan.
6. Berikan cairan sesering mungkin.
7. Pertahankan suasana lingkungan yang tenang.
8. Kontak verbal dengan suara yang menenangkan.
9. Lepaskan balutan setelah Iebih kurang 2 jam.
10. Lakukan perawatan kulit sebelum membantu klien berpakaian.

Restrains
Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrain mekanik atau
restrain manual terhadap pergerakan klien. Dapatkan ijin dokter bila diharuskan
karena kebijakan insitusi.
lsolasi
Adalah menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat
keluar atas kemauannya sendiri.Tingkatan pengisolasian dapat berkisar dari
penempatan dalam ruangan yang tertutup tapi tidak terkunci sampai pada
penempatan dalam ruang terkunci dengan kasur tanpa sprei di Iantai, kesem patan
berkomunikasi yang dibatasi, dan klien memakai pakaian RS atau kain terpal
yang berat.
Indikasi penggunaan:

16
1. Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan klien atau
orang Iain dan tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan intervensi
pengendalian yang longgar, seperti kontak interpersonal atau pengobatan.
2. Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh klien

Evaluasi
Mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat dapat
mengobservasi perilaku klien. Dibawah ini beberapa perilaku yang dapat
mengidikasikan evaluasi yang postif:
1. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien
2. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut
3. Sudah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pad yang lain
4. Buat komentar yang kritikal
5. Apakah klien sudah mamou mengekpresikan sesuatu yang berbeda
6. Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk mengurangi
perasaan marahnya
7. Mampu mentoleransi rasa marahnya
8. Konsep diri klien sudah meningkat
9. Kemandirian dalam berpikir dan aktivitas meningkat

J. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan resiko perilaku kekerasan dirumuskan jika klien saat ini
tidak melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan dan
belum mampu mengendalikan perilaku kekerasan tersebut.
Pohon masalah diagnosis resiko perilaku kekerasan.

Resiko mencederai diri sendiri,orang lain,dan lingkungan

Resiko perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan

17
RENCANA TINDAKAN
Diagnosa PENGERTIAN
keperawatan Tujuan (tuk/tum) Kriteria evalusi Intervensi Rasional
Resiko TUM: Klien menunjukan tanda- 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan Kepercayaan dari
perilaku Klien dan keluarga tanda percaya kepada mengemukakan prinsip komunikasi klien merupakan
kekerasan mampu mengatasi atau perawat melalui: terapeutik: hal yang akan
mengendalikan risisko a. Ekspresi wajah a. Mengucapkan salam terapeutik. Sapa memudahkan
perilaku kekerasan. cerah, tersenyum klien dengan ramah, baik verbal perawat dalam
b. Mau berkenalan ataupun non verbal. melakukan
TUK1: c. Ada kontak mata b. Berjabat tangan dengan klien pendekatan atau
1. Klien dapat d. Bersedia c. Perkenalan diri dengan sopan intervensi
membina menceritakan d. Tanyakan nama lengkap klien dan selanjutnya
hubungan perasaannya nama panggilan yang disukai klien terhadap klien.
saling percaya e. Bersedia e. Jelaskan tujuan pertemuan
mengungkapkan f. Membuat kontrak topik, waktu dan
masalah tempat setiap kali bertemu klien
g. Tunjukan sikap empati dan menerima
klien apa adanya
h. Beri perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien.
TUK2: Kriteria evaluasi: 2.1 Bantu klien mengungkapkan perasaan Menentukan
Klien dapat Setelah 3x intervensi marahnya: mekanisme koping

18
mengidentifikasi klien dapat: a. Diskusikan bersama klien untuk yang dimiliki oleh
penyebab perilaku 1. Menceritakan menceritakan penyebab rasa kesal atau klien dalam
kekerasan yang penyebab rasa jengkelnya. menghadapi
dilakukannya perilaku b. Dengarkan penjelasan klien tanpa masalah. Selain itu
kekerasan yang menyela atau memberi penilaian pada juga sebagai
dilakukannya. setiap ungkapan perasaan klien. langkah awal
2. Menceritakan dalam menyusun
penyebab strategi berikutnya.
perasaan
jengkel/kesal,
baik dari diri
sendiri maupun
lingkungannya.
TUK3: Kriteria evaluasi: Membantu klien mengungkapkan tanda-tnda .deteksi dini dapat
Klien dapat Setelah 3x intervensi perilaku kekerasan yang dialaminya: mencegah tindakan
mengidentifikasi klien dapat menceritakan Diskusikan dan motivasi klien untuk yang bisa
tanda-tanda perilaku tanda-tanda perilaku menceritakan kondisi fisik saat perilaku mmbahayakan
kekerasan. kekerasan secara: kekerasan terjadi. klien dan
a. Fisik: mata 3.1 diskusikan dan motivasi klien untuk lingkungan sekitar.
merah, tangan menceritakan kondisi fisik saat perilaku
mengepal,ekspres kekerasan terjadi
i tegang, dan lain 3.2 diskusikan dan motivasi klien untuk

19
lain. menceritakan kondisi emosinya saat
b. Emosional: terjadi perilaku kekerasan
perasaan marah, 3.3 diskusikan dan mootivasi klien untuk
jengkel, bcara menceritakan kondisi psikologis saat
kasar. erjadi kekerasan
c. Sosial: 3,4 diskusikan dan motivasi klien untuk
bermusuhan yang menceritakan kondisi hubungan dengan
dialami saat orang lain saat terjadi perilaku kekerasan.
terjadi perlakuan
kekerasan.
TUK 4: Kriteria evaluasi: Diskusikan dengan klien seputar perilaku Melihat mekanisme
Klien dapat Stelah 3x intervensi, kekerasan yang dilakukan selama ini. koping klien dalam
mengidentifikasi jenis klien menjelaskan: 4.1. diskusikan dengan klien seputar perilaku menyelesaikan
perilaku kekerasan a. Jenis-jenis kekerasan yang dilakukannya selama ini. masalah yang
yang pernah ekspresi 4.2 motivasi klien menceritakan jenis-jenis dihadapi.
dilakukannya kemarahan yang tindak kekerasan yang selama ini pernah
selama ini telah dilakukannya.
dilakukanya 4.3 motivasi klien menceritakan perasaan
b. Perasaanya saat klien etelah tindakan kekerasan tersebut
melakukan terjadi.
kekerasan 4.4diskusikan apakah dengan tindakan
c. Efektivitas cara kekerasan yang dilakukannya, masalah

20
yang dipakai yang dialami teratasi.
dalam
menyelesaikan
masalah.
TUK 5: Kriteria evaluasi: Diskusikan dengan klien akibat negati atau Membantu klien
Klien dapat Setelah 3x intervensi, kerugian dari cara atau tindakan kekerasan melihat dampak
mengidentifikasi akibat klien menjelaskan akibat yang dilakukan pada: yang ditimbulkan
dari perilaku yang timbul dari tindakan a. Diri sendiri akibat perilaku
kekerasan. kekerasan yang b. Orang lain/ keluarga kekerasan yang
dilakukannya: c. Lingkungan dilakukan klien
a. Diri sendiri: luka
dijauhi teman, dll
b. Orang lain/
keluarga:
luka,tersinggung,
ketakutan, dll
c. Lingkungan:
barang atau
benda-benda
rusak, dll.
TUK 6: Kriteria evaluasi: Diskusikan dngan klien seputar: Menurunkan
Klien dapat Setelah 3x intervensi, 1.1 apakah klien mau mempelajari cara baru perilaku yang

21
mengidentifikasi cara klien dapat menjelaskan : mengungkapkan marah yang sehat destriktif yang
konstruktif atau cara- cara-cara sehat dalam 1.2 jelaskan berbgai alternatif pilihan untuk berpotensi
cara sehat dalam mengungkapkan marah. mengungkapkan kemarahan selain mencederai klien
mengungkapkan perilaku kekerasan yang diketahui klien. dan lingkungan
kemarahan. 1.3 jelaskan cara-cara sehat untuk sekitar.
mengungkapkan kemarahan:
a. cara fisik: nafas dalam, pukul bantal/
kasur,olah raga
b. verbal: mengungkapkan bahwa
dirinya sedang kesal kepada orang
lain
c. sosial: latihan asertif dengan orang
lain.
d. Spritual: sembahyang/doa, zikir,
meditasi,dll.
TUK 7: Kriteria evaluasi: 7.1 diskusikan cara yang mungkin dipilih Keinginan unruk
Klien dapat Setelah 3x intervensi, serta anjurkan klien memilih cara yang marah yang tidak
mendemonstrasikan klien memperagakan cara mungkin diterapkan untuk bisa diprediksi
cara mengontrol mengontrol perilaku mengungkapkan kemarahannya waktunya serta
perilaku kekerasan. kekerasan secara 7.2 latihan klien memperagakan cara yang siapa yang akan
fisik,verbal,dan spritual dipilih dengan melaksanakan cara yang memicu
dengan cara berikut: dipilih meningkatnya

22
a. Fisik : tarik nafas 7.3 jelaskan manfaat cara tersebut kepercayaan diri
dalam, memukul 7.4 anjurkan klien menirukan peragaan yang klien serta
bantal/kasur dilakukan asertifitas
b. Verbal: 7.5 beri penguatan pada klien, perbaiki cara (ketegasan) klien
mengungkapkan yang masih belum sempurna saat marah/jengkel
perasaan 7.6 anjurkan klien menggunakan cara yang
kesal/jengkel sudah dilatih saat marah/jengkel.
padaorang lain
tanpa menyakiti
c. Spritual:
zikir/doa,
meditasi sesuai
agamanya
TUK 8: Kriteria evaluasi: 8.1. diskusikan pentignya peran serta Keluarga
Klien mendapat Setelah 3x intervensi. keluarga sebagai pendukung klien dalam merupakan sistem
dukungan keluarga Keluarga mampu; mengatasi risiko perilaku kekerasan pendukung utama
untuk mengontrol 1. Menjelaskan cara 8.2 diskusikan potensi keluarga untuk bagi klien dan
risiko perilaku merawat klien membantu klien mengatasi perilaku mrupakan bagian
kekerasan. dengan resiko kekerasan penting dari
perilaku 8.3 jelaskan pengertian penyebab,akibat,dan rehablitas klien.
kekerasan cara merawat klien resiko perilaku
2. Mengungkapkan kekerasan yang dapat dilaksanakan

23
rasa puas dalm keluarga
merawat klien 8.4 peragakan cara merawat klien
dngan resiko 8.5 beri kesempatan keluarga untuk
perilaku memperagakan ulang cara perawatan
kekerasan terhadap klien
8.6 beri pujian kepada keluarga setelah
peragaan
8.7 tayakan perasaan keluarga setelah mencba
cara yang dilatihlkan

TUK9: Kriteria evaluasi: 9.1 jelaskan manfaat menggunakan obat scara Menyukseskan
Klien menggunakan Setelah 3x intervensi teratur dan kerugian jika tidak program
obat sesuai program klien bisa menjelaskan: menggunakan obat. pengobatan klien
yang telah ditetapkan a. Manfaat minum 9.2 jelaskan pada klien :
obat 1) Jenis obat (nama,warna dan bentuknya) Obat dpaat
b. Kerugian tidak 2) Dosis yang tepat untuk klien mengontrol risiko
minum obat 3) Waktu pemakaian perilaku kekerasan
c. Nama obat 4) Cara pemakaian klien dan dapat
d. Bentuk dan warna 5) Efek yang akan dirasakan klien membantu
obat 9.3 anjurkan klien untuk: penyembuhan lien
e. Dosis yang 1. Minta dan menggunakan obat tepat
diberikan waktu Mengontrol

24
kepadany 2. Lapor ke perawat/dokter jika kegiatan klien
f. Waktu pemakaian mengalami efek yang tidak biasa minum obat dan
g. Cara pemakaian mencegah klien
h. Efek yang putus obat.
dirasakan
i. Klien 9.4 beri pujian terhadap klien untuk
menggunakan kedisiplinan menggunakan obat
obat program

25
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. H DI RUANG


CENDRAWASIH DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH
SAKIT JIWA PROF. HB SAANIN PADANG

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn.H
Umur : 30 tahun
Alamat :Padang
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Suku / Bangsa : Sumendo / Indonesia
Agama : Islam
Jenis kelamin : laki-laki
No. RM : 029163
Tanggal dirawat : 7 Mei 2016
Tanggal pengakajian : 6 Juni 2016

Penanggung Jawab
Nama : Ny. L
Alamat : Padang
Umur : 58 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Hub.dengan klien :Orang Tua Klien

26
2. ALASAN MASUK
Pasien masuk melalui IGD diantar oleh keluarganya pada tanggal 7 Mei
2017. Pasien diantar untuk yang kelima kalinya dengan keluhan, meninju
kaca rumahnya, memukul orang tuanya, gelisah 2 hari sebelum dirawat, bicara
dan tertawa sendiri. Pasien mengkonsumsi NAPZA sebelum dirawat.
Terakhir dirawat yaitu pada bulan September 2016. Pasien mengalami
gangguan jiwa sejak tahun 2012

3. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Riwayat Penyakit Lalu
Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada tahun 2012 dengan
alasan berbicara dan tertawa sendiri serta menghancurkan barang-barang
dirumahnya. Pasien mengkonsumsi alkohol di beri oleh teman-teman
nya, sejak mulai mengkonsumsi alkohol pasien mengatakan dia sudah
tidak tau dengan dirinya lagi. Pasien pernah di rawat di RSJ. Prof. HB
Saanin Padang yaitu pada tahun 2012. Pasien diantar oleh keluarga ke
IGD RSJ Prof. HB Saanin Padang pada tanggal 7 Mei 2017 dengan keluhan
yang hampir sama.

b. Pengobatan sebelumya
Pasien pertama kali dirawat pada tahun 2012 dengan alasan memukul
orang tuanya dan menghancurkan barang-barang yang ada disekitarnya.
Terakhir dirawat sejak September 2016. Pasien dirawat untuk kelima
kalinya dengan keluhan yang hampir sama yaitu memukul orang tuanya.
Pasien diantar keluarga ke IGD RSJ Prof. HB Saanin Padang pada tangga
7 Mei 2017 untuk mendapatkan perawatan. Dari pengakuan pasien dan
keluarga bahwa pasien mengkonsumsi NAPZA seperti sabu-sabu, ganja,
dan berbentuk pil.

c. Trauma :
1. Aniaya Fisik
Klien mengatakan pernah di pukuli oleh kakak nya dari pinggang
kebawah sewaktu masih SMA
2. Aniaya Seksual

27
Klien tidak pernah mengalami aniaya seksual sebelumnya
3. Penolakan
Klien tidak pernah mengalami penolakan sebelumnya
4. Kekerasan Dalam Keluarga
Klien mengatakan pernah dipukuli oleh kakak nya
5. Tindakan Kriminal
Klien tidak pernah mengalami tindakan kriminal sebelumnya

B. Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa

C. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


Klien mengatakan pernah memukuli orang tua nya karna tidak diberi
uang oleh orang tuanya.

4. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan umum
b. Tanda vital :
TD : 130/80mmHg
N : 83x/menit
S : 36 c
RR : 20x/menit
c. Antropometri : TB : 167cm, BB : 63kg
d. Tidak ada keluhan fisik : klien mengatan pendengaran kurang baik.
e. Pemeriksaan fisik:
1. Kepala
Inspeksi : terdapat ketombe rambut pendek,warna hitam,rambut
tidak rapi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
2. Mata
Inspeksi: konjungtiva merah muda, ,penglihatan normal,tidak
kabur,tidak ada peradangan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, penciuman normal, tidak ada
peradangan, tidak ada polip (bersih)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
4. Mulut

28
Inspeksi : bau mulut tidak sedap, tidak ada karies gigi, mukosa
bibir lembab, tidak ada luka, tidak ada pembesaran tonsil
5. Telinga
Inspeksi : simetris, telinga tampak kotor, pendengaran terganggu.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
6. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak kaku kuduk
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
7. Dada
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan
auskultasi : RH (-), WZ (-)
8. Abdomen
Inspeksi : bentuk buncit, tidak terdapat lesi
Auskultsasi : bising usus 10 x / menit
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : timpani
9. Genetalia:
Bersih
Tidak ada hemoroid
Tidak ada gangguan pola eliminasi
10. Ekstrimitas
kekuatan otot 5 5
5 5
Rentang gerak maksimal
Tidak ada luka
11. Integumen
kulit kotor
tidak ada lesi
masalah kepetrawatan : Defisit perawatan diri

29
5. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1. Genogram

: Laki-Laki : Pasien

: Perempuan : GarisKeturunan

: Laki-laki Meninggal : Tinggal Satu Rumah

: Perempuan Meninggal
Penjelasan :
 Pasien tinggal bersama keluarganya.
 Klien jarang bersosialisasi berbicara dengan ayah nya dengan
masyarakat,pengambil keputusan dalam keluarga ayah nya,
 Klien mengatakan orang yang terdekat dengan klien adalah ibu
kandung nya

30
2. Konsep Diri
a. Gambaran diri : Klien mengatakan menyukai dan bersyukur dengan
tubuhnya,klien meyukai seluruh anggota tubuhnya karena ciptaan dari
Allah. Klien mengatakan sangat menyukai semua bagian dari
tubuhnya karena ini adalah pemberian Allah kepadanya.
b. Identitas Diri : Pasien mangatakan tidak puas dengan peran nya
sebagai anak dari orang tuanya karna selalu menyusahkan orang tua
nya dan merasa tidak berguna karna selalu membuat masalah.
c. Peran : Klien mengatakan ia tidak memiliki pekerjaan dan klien ingin
bekerja setelah sembuh agar dirinya bisa berguna bagi keluarga dan
dirinya sendiri
d. Ideal diri : Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan bertemu kedua
orang tuanya
e. Harga diri : Klien mengatakan bahwa dirinya tidak berguna karna
selalu membuat masalah. Klien juga mengatakan bahwa dia
dikucilkan dikampung nya karna penyakit yang ia derita, oleh karna
itu klien tinggal bersama kakaknya di padang.

3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti atau terdekat
Klien mengatakan dekat dengan kakak nya anak ke 6 karna klien tinggal
bersama kakak nya sejak satu tahun yang lalu.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat
Klien mengatakan tidak pernah di ikutkan lagi dalam kegiatan pemuda
dikampung nya sejak tahun 2013. Klien merasa dikucilkan dan tidak
mempunyai teman.
c. Peran serta kegiatan kelompok
klien mengatakan sebelum disini dia jarang berkumpul dalam kegiatan
kelompok dan,dan setelah di RSJ klien sering menyendiri.
d. Hambatan dan hubungan dengan orang lain
klien mengatakan saat ini lebih suka menyendiri dari pada kumpul
bersama teman sekamarnya dan Klien mengatakan tidak bisa mengontrol
cara bicara nya yang kasar

31
4. Spritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan bahwa ia beragama islam
b. Kegiatan ibadah
klien mengatakan saat dirumah jarang karena malu dan malas dan saat
di rumah sakit klien sering melakukan sholat 5 waktu kadang 4 waktu
bahkan klien pernah menjadi imam saat sholat

6. STATUS MENTAL
a. Penampilan :
Selama di rumah sakit penampilan klien cukup rapih, klien mengganti
baju 2x sehari dan mandi 2x sehari

b. Pembicaraan :
klien banyak bicara tetapi mampu menjawab semua pertanyaan yang
diberikan

c. Aktivitas motorik :
Klien mampu melakukan aktivitas mandiri seperti makan, mandi dan
beribadah. Klien tampak jarang berinteraaksi dengan orang lain

d. Alam perasaan :
Klien mengatakan sedih karena klien tidak dijemput atau dijenguk oleh
keluarganya

e. Afek :
Saat klien diberi cerita sedih klien tampak diam saja, begitu juga saat
klien diberi cerita senang atau gembira klien juga tampak diam saja.

f. Interaksi selama wawancara :


Klien terlihat kontak mata ada ,klien jika diajak bicara banyak
menundukan kepala tetapi kadang klien menatap dengan tajam tetapi
mampu menjawab semua pertanyaan

32
g. Persepsi/halusinasi
Pada saat sebelum masuk rumah sakit klien mengatakan hanya ingat
saat mengkonsumsi NAPZA, klien mengatakan tidak tau apa-apa bahkan
klien tidak sadar sudah memukuli kedua orang tuanya. Klien juga ingat
bahwa klien melihat ada orang yang akan mengambil harta warisan
keluarganya.

h. Proses pikir
Klien mengakui penyakit yang dideritanya dan akan mengikuti segala
peraturan dan perawatan yang akan diberikan kepadanya.

i. Isi pikir
Klien tidak ada gangguan pada isi pikir.
Klien tidak ada fikiran yang berlebihan.
Klien mengatakan ingin cepat keluar dari rumah sakit sudah kangen sama
keluarga,dia merasa tidak mengalami gangguan jiwa

j. Waham
Klien mengatakan beragama Islam,klien selama dirumah juga jarang
untuk melaksakan ibadah sholat, klien mengatakan tidak mempunyai
keyakiyan atau kepercayaan yang menyimpang dari agama islam.

k. Tingkat kesadaran :
Klien tampak lebih sering menyendiri saat dirumah sakit.

l. Memori
Klien tidak ada gamgguan dalam daya ingat,klien mengatakan datang ke
RSJ dibawa keluarga nya dan klien saat itu diikat tangannya.
1. Jangka panjang : klien mampu mengingat keluarga nya
2. Jangka menengah : klien mampu mengingat 1 bulan yang lalu, dan
klien selama dirumah mengamuk
3. Jangka pendek : klien kurang mampu mengingat sesuatu yg baru di
ajari. Masalah keperawatan : gangguan konsentrasi jangka pendek

33
m. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Saat ditanya “jika bapak belanja habis 5000,untuk beli tempe dan uang
ibu 10.000 maka kembalinya berapa? “klien menjawab Rp.5000

n. Kemampuan penilaian
Klien masih mampu melakukan penilaian akan hal yang sederhana.

o. Daya tilik diri


Klien menerima dan mengakui penyakitnya dan tidak menyalahhkan
siapapun atas penyakit yang dideritanya.

7. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Klien makan mandiri dengan bimbingan perawat, makan 3x1 hari, dan 1
porsi dihabiskan.

2. BAK / BAK
Klien dapat BAB/BAK secara mandiri,klien mengatakan BAB/BAK
dikamar mandi dan selalu membersihkan nya setelah memakai.
BAB 1x sehari, BAK 2-4 x sehari

3. Mandi
Klien mandi harus dimotivasi perawat terlebih dahulu, klien malas untuk
mandi, karena klien menganggap meskipun dia mandi klien tidak berubah
menjadi ganteng.
Klien mengatakan mandi tidak mengggunakan sabun dan tidak memakai
sampo tidak gosok gigi

4. Berpakaian atau berhias


Klien dapat berpakaian sendiri, menggunakan pakaian yang sesuai
seragam pada hari itu dan ganti baju 2 x sehari. Rambut rapih

34
5. Istirahat dan tidur
- Tidur siang 13.00 – 14.00
- Tidur malam 21.00 – 05.00
- Aktivitas sebelum tidur : duduk – duduk, nonton tv.tidur tidak mudah
bangun
- Klien tidak mengalami gangguan tidur

6. Penggunaan obat
Klien minum obat 3 kali sehari dengan pengawasan perawat

7. Pemeliharaan kesehatan
- Perawatan lanjutan : ya
- Sistem pendukung : keluarga
- Klien mengatakan merawat dirinya sendiri, Klien mengatakan jika
sudah pulang nanti klien akan melanjutkan obat secara teratur dan jika
habis akan melanjutkannya.

8. Aktivitas dalam rumah


- Klien mengatakan bahwaa dirumah hanyamakan dan tidur
- Klien klien mengatakan dapat menjaga kerapian dan kebersihan rumah
- Klien mengatakan pakaian di cucikan oleh kaka iparnya
- Klien mengatakan kalau ingin keluar rumah harus dapat izin
darikakanya

9. Aktivitas diluar rumah


- Klien mampu berbelanja sendiri ke kedai didekat rumah nya

8. MEKANISME KOPING
a. Klien Koping adaptif
Klien mampu berbicara dengan orang lain didalam ruangan.
b. Koping maldaptif
Klien melampiaskan marah pada objek lain, koping yang digunakan
adalah sublimasi.

35
9. MASLAAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
a. Masalah dengan dukungan kelompok
Klien tidak ada masalah dalam dukungan kelompok.
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan
Klien mengatakan dulu ia mempunyai banyak teman dikampungnya,
sejak dikucilkan klien tidak mempunyai teman dan klien lebih banyak
dirumah.
c. Masalah dengan pendidikan
Klien pernah kuliah lalu berhenti karna klien tidak membayarkan uang
semester yang diberikan oleh orang tua nya. Klien menyesal karna
kejadian tersebut.

d. Masalah dengan pekerjaan


Klien mengatakan belum bekerja

e. Masalah dengan perumahan


Klien tidak ada masalah dengan perumahan. Klien tinggal bersama
kakaknya

f. Masalah ekonomi
Klien mengatakan marah apabila dia tidak diberi uang jajan atau tidak
diberi saat diminta

g. Masalah dengan pelayanan kesehatan


Klien tidak memiliki masalah dengan pelayanan rumah sakit

10. PENGETAHUAN
Klien menyadari akan penyakit yang dideritanya klien tidak mengetahui
kegunaan obat yang didapatkannya dan tidak mengetahui nama obat yang
dikonsumsinya. Klien hanya berharap proses penyembuhan pada dirinya.

36
11. ASPEK MEDIS
1. Diagnosa medis: skizofrenia tipe campuran
2. Terapi medik:
 ladomer 5 mg (IM)
 Risperidon 2x2 mg
 Merlopam 1x2 mg.

37
B. ANALISA DATA
NO DATA MASALAH
1 DS : Perilaku kekerasan
a. Klien mengatakan mudah marah tanpa sebab
b. Klien mengatakan tidak mampu mengontrol cara bicaranya yang kasar
c. Klien marah apabila tidak diberi uang jajan
d. Klien mengatakan akan kasar apabila kehendaknya tidak dituruti

DO :
a. Pandangan mata klien tajam.
b. Klien meninju kaca rumah nya
c. Klien memukul kedua orang tuanya
d. Klien mengamuk dirumah apabila tidak diberi uang
e. Klien mengkonsumsi NAPZA sebelum dirawat.
f. Klien dirawat dengan keluhan yang sama pada bulan september
2016

38
C. POHON MASALAH

Harga Diri Rendah

Prilaku Kekerasan

Halusinasi

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perilaku Kekerasan
2. Halusinasi
3. Harga Diri Rendah

39
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Tn.H
No. RM : 029163
NO DIAGNOSA TUJJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1 Prilaku Kekerasan Setelah dilakukan SP Pasien Agar klien dapat
pertemuan 2-4 x SP 1 Pasien : Mengidentifikasi mengontrol prilaku
klien mampu Prilaku Kekerasan dan kekerasan
mengontrol prilaku Latihan Fisik (Tarik nafas semaksimal
kekerasan dengan dalam dan pukul bantal/kasur) mungkin
cara:
1. Mengontrol 1. Membina hubungan saling
dengan latihan fisik percaya
Pasien mampu :
(Tarik nafas dalam 2. Menjelaskan dan melatih
Mengontrol
dan pukul cara mengontrol prilaku
prilaku kekerasan
bantal/kasur) kekerasan dengan cara fisik (
sesuai dengan
pelaksanaan 2. Minum obat Traik nafas dalam dan
strategi dengan 6 benar memukul bantal
pelaksanaan minum obat 3. Tanyakan bagaimana
tindakan 3. Mengontrol perasaan klien setelah
keperawatan dengan cara verbal melakukan kegitan
4. Mengontrol 4. Masukan pada jadwal
dengan cara kegiatan latihan fisik
spiritual

40
SP 2 pasien: melatih cara
mengontrol prilaku kekerasan
dengan cara 6 benar bminum
obat
1. Evaluasi cara mengontrol
perilaku kekerasan
dengan cara latihan fisik
2. Menjelaskan cara
mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara
minum obat 6 benar
3. Tanyakan bagaimana
perasaan klien setelah
melakukan kegiatan

SP 3 Pasien : Mengontrol
Perilaku Kekerasan dengan
Cara Verbal

1. Evaluasi cara mengontrol


perilaku kekerasan dengan
cara latihan fisik 1 & 2 dan
minum obat (6 benar)
2. Menjelaskan dan melatih
cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara
verbal: mengungkapkan,
meminta, dan menolak
dengan benar
3. Tanyakan bagaiaman
perasaan klien setelah
melakukan kegiatan.

41
4. Masukkan pada jadwal
kegiatan harian mengontrol
perilaku kekerasan dengan
cara verbal

SP 4 Pasien : Mengontrol
Perilaku Kekerasan dengan
cara Spiritual

1. Evaluasi cara mengontrol


perilaku kekerasan dengan
cara latihan fisik 1 & 2,
minum obat 6 benar, dan
cara verbal
2. Menjelaskan cara
mengontrol perilaku
kekerasan cara spiritual
(latih 2 kegiatan)
3. Tanya perasaan klien setelah
melakukan kegiatan
4. Memasukkan pada jadwal
kegiatan harian untuk latihan
mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara
spiritual

42
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
TINDAKAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

Nama : Tn.H
No. RM : 029163
Hari & Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
6 juni 2016 Prilaku Kekerasan Strategi Pelaksanaan 1 S : Klien mengatakan mudah marah
(Latihan fisik 1 dan 2) dan klien tidak bisa mengontrol cara
a. Membina hubungan saling bicaranya yang kasar.
O : Klien tampak banyak bicara dan
percaya
mampu melakukan latihan fisik
b. Mengidentifikasi
(memukul bantal) seperti yang sudah
penyebab terjadinya dijelaskan.
perilaku kekerasan pada A: prilaku kekerasan verbal tampak.
pasien SP 1 Tercapai, pasien mampu
c. Menjelaskan dan melatih mengontrol prilaku kekerasan dengan
cara mengontrol perilaku cara fisik
kekerasan dengan cara P: Lanjutkan SP 2 Perilaku kekerasan
latihan fisik (memukul dan Evaluasi SP 1
bantal)
d. Mencontohkan kepada
pasien latihan fisik
(memukul bantal)
e. Menanyakan perasaan
pasien sesudah dilatih
f. Memberikan pujian atas
usaha yang dilakukan
pasien

43
7 juni 2016 Perilaku Kekerasan Strategi pelaksaan 2 ( S: klien mengatakan merasa tenang
mengontrol prilaku kekerasan dan nyaman setelah meminum
dengan 6 benar minum obat) obatnya. Klien merasa lebih
mengantuk setelah minum obat.
a. Evaluasi pertemuan
Klien tidak tahu nama obat yang
sebelumnya dengan pasien
diminum dan tidak bisa minum obat
SP 1 mengontrol prilaku sendiri
kekerasaan dengan latihan O: klien tampak tenang setelah
fisik minum obat dan tidak ada perilaku
b. Latihan cara mengontrol gelisah dan bingung tampak pada
halusinasi dengan patuh pasien. Klien tampak tidur 15 menit
minum obat ( jelaskan setelah minum obat
pentingnya penggunaan A:klien tidak bisa minum obat
sendiri dan selelu diawasi perawat.
obat, akibat bila tidak sesuai
SP 2 belum optimal.
dengan program, akibat bila
P: lanjutkan SP 3 prilaku kekerasan
putusnya obat, cara dan evaluasi kegiatan 1 dan 2
mendapatkan obat/berobat.
Jelaskan prinsip 6 benar
minum obat : jenis, waktu,
dosis, frekuensi, cara dan
kontituitas minum obat
c. Menanyakan perasaan dan
pendapat klien setelah
minum obat
8 juni 2016 Prilaku kekerasan Strategi Pelaksaan 3 ( S: klien mengatakan tidak bisa
mengontrol dengan cara verbal mengontrol cara bicara nya yang
a. Evaluasi cara kasar seperti memaksa orang lain
mengambilkan ia minum atau
mengontrol prilaku
makan. Kasar saat meminjam
kekerasan dengan cara
handuk atau sendal orang lain yang
latihan fisik dan 6 benar di ruangan

44
minum obat O: klien tampak bayak bicara
b. Menjelaskan dan dengan baik. Klien mengerti tujuan
melatih cara latihan yang diajarkan
A: Latihan SP 3 belum optimal
mengontrol prilaku
karena klien melakukannya hanya
kekerasan dengan cara
saat diawasi
verbal yaitu meminta, P: lanjutkan SP 4 dan evaluasi
mengungkapkan dan kegiatan 1,2, dan 3
menolak dengan benar
c. Berikan pujian dan
tanya bagaimana
perasaan pasien setelah
melakukan latihan
9 Juni 2016 Perilaku Kekerasan Strategi Pelaksanaan 4 S: : Klien mengatakan jarang
(mengontrol perilaku melakukan ibadah sholat selama
kekerasan dengan cara dirumah. Klien sering melakukan
ibadah sholat meski kadan 4 waktu
spiritual)
dan 5 waktu. Klien mengatakan
a. Evaluasi cara
pernah menjadi imam saat sholat
mengontrol prilaku O: klien tampak melakukan ibadah
kekerasan dengan cara sholat di ruangan. Klien mampu
latihan fisik, 6 benar istighfar dan berdoa sendiri saat
minum obat dan cara akan merasa marah. Klien mampu
verbal. melakukan latihan yang diajarkan
b. Menjelaskan cara sendiri
mengontrol prilaku A: SP 4 sudah optimal. Perhatikan
SP 2 dan SP 3
kekerasan dengan
P: lanjutkan SP 2 dan SP 3 dan
spiritual ( beribadah,
evaluasi semua kegiatan yang sudah
sholat, berdoa, dilakukan
membaca kitab suci)

45
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
a. Resiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk prilaku maupun bertujuan melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis(keliat,2010)

b. Stuart, (2009) mengemukakan perilaku agresif adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengabaikan hak orang lain, dia menganggap bahwa harus berjuang untuk
kepentingannya dan mengharapkan perilaku yang sama dari orang lain, bagi dia hidup
adalah pertempuran yang dapat mengakibatkan kekerasan fisik atau verbal, perilaku
agresif sering terjadi akibat kurang kepercayaan diri.

c. Perilaku agresif adalah suatu fenomena komplek yang dapat terjadi pada klien dengan
skizoprenia, gangguan mood, gangguan kepribadian borderline, gangguan perilaku dan
ketergantungan obat (Fontaine, 2009).

d. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara ,fisik baik terhadap diri sendiri orang lain maupun
lingkungan.Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah
atau ketakutan panik. Perilaku agresi, dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang
sebagai suatu rentang dimana agresi, verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan/tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri
orang lain maupun lingkungan

B. SARAN
a. Bagi penulis
Menambah wawasan dan pengalaman penulis dalam melakukan asuhan keperawatan
jiwa dan agar dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien jiwa secara optimal
sesuai SOAP yang telah ada
b. Bagi Institusi Pendidikan
Untuk institusi pendidikan diharapkan suapa melengkapi perpustakaan tentang buku-
buku keperawatan yang baru khususnya buku tentang keperawatan jiwa.

46

Anda mungkin juga menyukai