Anda di halaman 1dari 51

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

Silabus, RPP
DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

BIDANG STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS DAN AGROTEKNOLOGI


PROGRAM STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS PRODUKSI TANAMAN
KOMPETENSI KEAHLIAN : 1. AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN
HORTIKULTURA (104)
2. AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN (105)
3. AGRIBISNIS PEMBIBITAN DAN KULTUR JARINGAN (106)

A. DASAR KOMPETENSI KEJURUAN


STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
1.1 Mendeskripsikan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3)
1.2 Melaksanakan prosedur K3
1. Menerapkan Keselamatan, Kesehatan
1.3 Menerapkan pekerjaan sesuai dengan SOP
Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH)
1.4 Menerapkan konsep lingkungan hidup
1.5 Menerapkan ketentuan pertolongan pertama
pada kecelakaan.
1.1 Mengjelaskan sistem produksi tanaman
1.2 Menjelaskan tanah sebagai tempat tumbuh
tanaman
1.3 Menjelaskan air sebagai unsur esensial bagi
tanaman
1.4 Menjelaskan cuaca sebagai faktor penting bagi
2. Mengidentifikasi tanaman dan tanaman
pertumbuhannya 1.5 Menjelaskan biotik-biotik dan abiotik dengan
biotik sebagai faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman
1.6 Menjelaskan hubungan antara tanaman dan
pertumbuhannya
1.7 Menjelaskan sumberdaya spesifik lokasi,
misalnya budaya.
3.1 Mengidentifikasi alat dan mesin sesuai
fungsinya
3. Mengoperasikan alat dan mesin 3.2 Menjelaskan manual prosedur dari alat dan
produksi tanaman mesin
3.3 Menyiapkan alat dan mesin
3.4 Merawat alat dan mesin.
4.1 Menjelaskan prinsip pembiakan tanaman secara
generatif (teknik perbanyak generatif, misalnya
4. Membiakkan tanaman secara generatif
kawin silang dan hibridisasi)
4.2 Melakukan pembiakan tanaman secara
generatif
4.3 Memelihara benih hasil pembiakan secara
generatif.
5.1 Menjelaskan prinsip pembiakkan tanaman
secara vegetatif
5.2 Melakukan pembiakkan tanaman secara
5. Membiakkan tanaman secara vegetatif
vegetatif
5.3 Memelihara bibit hasil pembiakan secara
vegetatif.

B. KOMPETENSI KEJURUAN
1. Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura (104)
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
1.1 Mengidentifikasi karakteristik lahan
(topografinya)
1.2 Mengidentifikasi pengaturan jarak dan jumlah
populasi dengan konsep topografi
1. Menyiapkan lahan 1.3 Mengidentifikasi pembuatan bedengan media
khusus untuk tanaman tertentu
1.4 Membersihkan gulma dan sisa tanaman
1.5 Mengolah tanah
1.6 Memasang mulsa plastik.
2.1 Mengidentifikasi karakteristik benih dom
2.2 Menguji daya kecambah benih
2.3 Memberi perlakuan benih terhadap H/P
2. Menyiapkan benih
2.4 Mengidentifikasi perlakuan benih untuk
mencegah dormancy
2.5 Menyemai benih.
3.1 Menyiapkan media pembibitan
3.2 Menyapih bibit
3. Menyiapkan bibit
3.3 Memelihara bibit
3.4 Memindahkan bibit (sapih).
4.1 Menyiapkan media tanam
4.2 Menanam dengan benih
4. Menanam
4.3 Menanam dengan bibit
4.4 Menyulam.
5.1 Mengidentifikasi jenis-jenis pupuk anorganik
dan organik
5. Memupuk 5.2 Menghitung kebutuhan pupuk
5.3 Menggunakan berbagai teknik pemupukan
(teknik/waktu pemberian pupuk)
6.1 Menentukan kebutuhan air pada tanaman
6.2 Mengidentifikasi teknik irigasi
6. Mengairi
6.3 Memberikan air irigasi sesuai dengan kebutuhan
tanaman.
7.1 Mengidentifikasi jenis-jenis dan karakteristik
gulma
7. Mengendalikan gulma 7.2 Menghitung kebutuhan larutan herbisida
7.3 Mengendalikan gulma secara mekanis dan
kimiawi.
8.1 Mengidentifikasi jenis dan ciri-ciri hama beserta
agen pengendali hayatinya
8.2 Menghitung kebutuhan larutan pestisida
8. Mengendalikan hama 8.3 Mengendalikan hama secara kultur teknis,
mekanis, dan kimiawi
8.4 Mengidentifikasi konsep PHT (Pengendalian
Hama terpadu).
9.1 Mengidentifikasi jenis-jenis, gejala dan tanda
penyakit
9. Mengendalikan penyakit 9.2 Menghitung kebutuhan larutan pestisida
9.3 Mengendalikan penyakit secara kultur teknis,
mekanis, biologis, dan kimiawi.
10.1 Menjelaskan tujuan dan teknik pembumbunan
10. Membumbun 10.2 Menerapkan pembumbunan pada pemeliharaan
tanaman.
11.1 Menjelaskan berbagai bentuk dan teknik
pemangkasan tanaman
11.2 Menerapkan pemangkasan pada pemeliharaan
11. Memangkas tanaman
tanaman
11.3 Mengidentifikasi karakteristik umur awal
pemangkasan.
12.1 Mengidentifikasi berbagai jenis dan bentuk
naungan
12. Memberi naungan 12.2 Memberikan naungan pada tanaman
12.3 Mengidentifikasi prosentase naungan yang
dibutuhkan.
13.1 Mengidentifikasi jenis-jenis ZPT dan
karakteristiknya
13.2 Menghitung konsentrasi larutan ZPT
13. Memberikan ZPT
13.3 Membuat larutan ZPT
13.4 Menyemprotkan larutan ZPT
13.5 Mengidentifikasi teknik aplikasi.
14.1 Menjelaskan ciri-ciri tanaman siap panen
14.2 Melakukan pemanenan
14. Melaksanakan panen
14.3 Menangani hasil panen
14.4 Mengidentifikasi potensi produksi.
15. Mengoperasikan traktor, alat olah 15.1 Mengidentifikasi traktor dan fungsinya
tanah, alat bantu tebar benih dan 15.2 Mengoperasikan traktor
pengendalian gulma panen 15.3 Merawat traktor.
16.1 Mengidentifikasi jenis sprayer, bagian-bagian
sprayer dan fungsinya.
16. Mengoperasikan sprayer 16.2 Mengkalibrasi sprayer
16.3 Mengoperasikan sprayer
16.4 Merawat sprayer.
17.1 Mengidentifikasi pompa dan fungsinya
17. Mengoperasikan pompa irigasi 17.2 Mengoperasikan pompa irigasi
17.3 Merawat pompa irigasi.
18.1 Mengendalikan mikrobia bermanfaat sebagai
18. Membuat pupuk organik stabir pupuk organik dan penyedia hara
18.2 Mengidentifikasi bahan dasar pembuatan
pupuk organik
18.3 Mengidentifikasi jenis dan sifat bahan
pembuatan pupuk organik
18.4 Membuat pupuk organik (microbia)
18.5 Mengidentifikasi kandungan hara pupuk.
19.1 Menyiapkan lath house (green house)
19.2 Menyiapkan media tanam
19.3 Menyiapkan bibit
19. Membudidayakan tanaman secara
19.4 Menyiapkan nutrisi
hidroponik
19.5 Menanam dan menyulam
19.6 Memelihara tanamn hidroponik
19.7 Memanen dan menangani hasil panen.
20.1 Mengidentifikasi mutu hasil panen
20. Menangani pasca panen 20.2 Mengelola hasil pertanian
20.3 Merancang pemasaran.
21.1 Mengidentifikasi potensi sumber daya lokal
21. Mendeskripsikan sumber pangan yang berpotensi sebagai sumber pangan baru
alternatif 21.2 Mengidentifikasi pengelolaan sumber daya
genetik.
22.1 Mengidentifikasi sistem pola tanaman
22. Mendeskripsikan sistem pola monokultur
tanam 22.2 Mengidentifikasi sistem pola tanaman
polykultur.

2. Agribisnis Tanaman Perkebunan (105)


STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
1.1 Mengidentifikasi kesesuaian persyaratan teknis
1. Menentukan komoditas tanaman 1.2 Mengidentifikasi kelayakan ekonomis
perkebunan yang akan diusahakan 1.3 Mengidentifikasi kelayakan sosial/ hukum
1.4 Memilih tanaman yang akan diusahakan.
2.1 Menyiapkan lahan penanaman
2. Menyiapkan lahan produksi
2.2 Mengidentifikasi pola hubungan tanaman
tanaman perkebunan
2.3 Mengolah tanah dan lubang tanam.
3.1 Menyiapkan lokasi/pembibitan tanaman
3.2 Menyiapkan sarana dan prasarana
3. Membibitkan tanaman perkebunan 3.3 Melakukan pembibitan tanaman
3.4 Memelihara bibit tanaman
3.5 Melakukan pemanenan bibit.
4.1 Melakukan seleksi bibit
4. Menanam tanaman perkebunan 4.2 Mendistribusikan bibit
4.3 Melakukan teknis penanaman.
5. Mengendalikan gulma pada 5.1 Mengidentifikasi gulma
Tanaman Belum Menghasilkan 5.2 Menghitung kerusakan akibat gangguan gulma
(TBM) dan Tanaman Menghasilkan 5.3 Mengidentifikasi metode pengendalian gulma
(TM) 5.4 Melakukan pengendalian gulma.
6. Memelihara kesuburan tanah pada 6.1 Mengidentifikasi kesuburan tanah
Tanaman Belum Menghasilkan 6.2 Mendiagnosis masalah kesuburan tanah
(TBM) dan Tanaman Menghasilkan 6.3 Mengidentifikasi metode perbaikan kesuburan
(TM) tanah
6.4 Memberikan perlakuan kesuburan tanah.
7.1 Mengidentifikasi hama
7. Mengendalikan Hama pada 7.2 Mendiagnosa gangguan hama
Tanaman Belum Menghasilkan 7.3 Menghitung kerusakan akibat gangguan
(TBM) dan Tanaman Menghasilkan penyakit
(TM) 7.4 Mengidentifikasi metode pengendalian hama
7.5 Melakukan pengendalian hama.
8.1 Mengidentifikasi penyebab penyakit
8. Mengendalikan Penyakit pada 8.2 Mendiagnosa gangguan penyebab penyakit
Tanaman Belum Menghasilkan 8.3 Menghitung kerusakan akibat gangguan
(TBM) dan Tanaman Menghasilkan penyakit
(TM) 8.4 Mengidentifikasi metode pengendalian penyakit
8.5 Melakukan pengendalian penyakit.
9.1 Mengidentifikasi bagian tanaman yang akan
9. Mengatur/ memberikan perlakuan diberi perlakukan
Tanaman Belum Menghasilkan 9.2 Menyiapkan bahan dan peralatan
(TBM) dan Tanaman Menghasilkan pengaturan/perlakuan tanaman
(TM) 9.3 Menerapkan metode pengaturan/perlakuan pada
TBM dan TM.
10.1 Mengidentifikasi kriteria tanaman
10. Melakukan Sensus Tanaman menghasilkan
Produksi 10.2 Mengidentifikasi peta tanaman menghasilkan
10.3 Melakukan taksasi produksi.
11.1 Menilai tanaman siap panen
11. Memanen Hasil Tanaman 11.2 Menyiapkan sarana dan prasarana panen
Perkebunan 11.3 Memanen sesuai kriteria
11.4 Mencatat hasil panen.
12.1 Menyiapkan peralatan pengangkutan/
pemuatan hasil panen
12.2 Melakukan pengangkutan/pemuatan hasil
12. Mengangkut Hasil Panen
panen
12.3 Mencatat kegiatan pemuatan/pengangkutan
hasil panen.
13.1 Menyusun jadwal kegiatan
13.2 Menghitung kebutuhan sarana prasarana dan
tenaga kerja
13. Mengelola Pekerjaan Kebun
13.3 Membagi dan mengawasi pekerjaan
13.4 Menghitung upah pekerja
13.5 Menyusun laporan hasil pelaksanaan kerja.
14.1 Menyusun rencana teknis
14. Menyusun Proposal Usaha
14.2 Menyusun rencana ekonomis

3. Agribisnis Pembibitan dan Kultur Jaringan (106)


STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
1.1 Menjelaskan peranan perbenihan tanaman
1. Mendeskripsikan potensi dan peran
1.2 Menjelaskan jenis-jenis dan karakteristik benih
perbenihan dalam pertanian
tanaman
1.3 Menjelaskan sifat benih
1.4 Menjelaskan perlakuan benih.
2.1 Menjelaskan tahapan dan proses pembibitan
tanaman
2. Mendeskripsikan pembibitan 2.2 Menjelaskan prinsip pembibitan tanaman
tanaman dan produksi benih 2.3 Menjelaskan kriteria lahan dan media
pembibitan
2.4 Menjelaskan ciri dan kriteria bibit yang unggul.
3.1 Menyiapkan tempat pesemaian
3.2 Mengecek jaringan irigasi/sumber air
3.3 Mengecek pengatur intensitas cahaya
matahari/shading
3. Menyiapkan lahan dan media
3.4 Mengidentifikasi komposisi media
3.5 Mendistribusikan media ke lokasi pemeliharaan/
penanaman
3.6 Menjelaskan transportasi benih.
4.1 Melakukan pemeriksaan pohon induk
4. Merawat tanaman sebagai pohon
4.2 Melakukan identifidasi pohon induk
Induk
4.3 Melakukan pemeliharaan rutin.
5.1 Memisahkan biji dari buah/melakukan ekstraksi
buah
5. Membiakkan tanaman dengan biji 5.2 Melakukan sortasi benih
(seedling) 5.3 Memberi perlakuan benih
5.4 Melakukan penyemaian
5.5 Mengidentifikasi karakteristik benih.
6.1 Menyiapkan bahan stek
6.2 Memberi perlakuan khusus pada bahan stek
yang siap semai
6. Membiakkan tanaman dengan stek
6.3 Melakukan penyemaian bahan stek
6.4 Mengidentifikasi macam – macam sungkup
6.5 Melakukan penyapihan bibit hasil stek.
7.1 Menyiapkan entris sebagai bahan sambung
pucuk
7. Membiakkan tanaman dengan cara 7.2 Melakukan sambung pucuk
7.3 Menyiapkan sungkup komunal
sambung pucuk
7.4 Memelihara bibit hasil sambungan.
7.5 Mengidentifikasi karakteristik balang bawah.

8.1 Menyiapkan cabang pada pohon induk


8. Membiakkan tanaman dengan cara 8.2 Menyusukan seedling pada pohon induk
susuan 8.3 Menyapih bibit hasil susuan
8.4 Memelihara bibit hasil susuan.
9.1 Menyiapkan entris sebagai bahan mata okulasi
9. Membiakkan tanaman dengan cara
9.2 Melakukan okulasi
okulasi
9.3 Memelihara bibit hasil okulasi.
10.1 Melakukan sterilisasi (ruang,alat,bahan
tanam,dan media)
10. Membiakkan tanaman dengan
10.2 Menyiapkan bahan tanam
teknik kultur jaringan
10.3 Menyiapkan media kultur
10.4 Melakukan inokulasi
10.5 Menumbuhkan plantlet
10.6 Melakukan aklimatisasi
10.7 Mengidentifikasi zat pengatur tumbuh
tanaman.
11.1 Menghitung kebutuhan pupuk
11.2 Menjelaskan teknik pemupukan pada bibit
tanaman
11. Melakukan pemupukan pada bibit
11.3 Mengidentifikasi pupuk organik
tanaman
11.4 Mengidentifikasi waktu yang tepat untuk
pemberian pupuk
11.5 Memupuk bibit tanaman.
12.1 Menyiapkan alat dan bahan transplanting
tanaman
12.2 Mengidentifikasi teknik transplanting
12. Melakukan transplanting bibit
12.3 Melakukan seleksi bibit yang siap
transplanting
12.4 Mendisplay bibit di blok pemeliharaan.
13.1 Menjelaskan maksud dan tujuan pemangkasan
13.2 Menyebutkan macam-macam pemangkasan
13. Melakukan pemangkasan
13.3 Menyiapkan alat pemangkasan (pruning)
(pruning) pada bibit tanaman
13.4 Melaksanakan pemangkasan
13.5 Mengidentifikasi jenis-jenis pemangkasan.
14.1 Menjelaskan pengertian organisme
pengganggu tanaman (OPT)
14.2 Mengidentifikasi jenis–jenis organisme
pengganggu tanaman (OPT)
14. Mengendalikan organisme 14.3 Mengendalikan jenis–jenis organisme
pengganggu tanaman (OPT) pengganggu tanaman (OPT) baik secara kimiawi
14.4 Mengendalikan jenis–jenis organisme
pengganggu tanaman (OPT) baik secara teknis
14.5 Mengendalikan jenis–jenis organisme
pengganggu tanaman (OPT) baik secara biologi.
15.1 Melakukan loading (menata ) bibit tanaman
15. Mendistribusikan bibit tanaman pada alat transportasi
15.2 Mengangkut bibit tanaman.
16.1 Mengidentifikasi harga jual
16.2 Merencanakan sasaran dan target penjualan
16. Memasarkan bibit
16.3 Mengidentifikasi strategi promosi
16.4 Mengidentifikasi sistem penjualan.
17.1 Melalukan pembukuan hasil penjualan
17. Menganalisis usaha pembibitan
17.2 Menghitung biaya produksi
tanaman
17.3 Menghitung pendapatan.
PENANAMAN
TANAMAN PERKEBUNAN
Seleksi Bibit

Seleksi bibit dapat diartikan sebagai proses memilih dan membandingkan bibit yang ada
dengan kriteria bibit standar yang telah ditetapkan, sehingga diperoleh bibit berkualitas
tinggi.

Tahapan seleksi

1.Seleksi tahapan pertama. Dimulai pada saat perkecambahan.

2.Seleksi tahapan kedua. Dilakukan pemantauan keragaman bibit

3.Seleksi tahap ketiga. Memilih bibit yang layak dan siap untuk di pindahkan dilapangan

Pemantauan keragaman bibit (seleksi tahap kedua)

Tujuannya adalah untuk menentukan apakah pertumbuhan dan penyerapan unsur hara oleh
bibit tanaman, memenuhi kebutuhan untuk menghasilkan bibit yang sehat dan siap untuk di
tanam.

¢Rankine (2000) menjelaskan bahwa monitoring keragaan bibit kelapa sawit yaitu (1) untuk
menentukan apakah status hara pada bibit telah sesuai pada tahap penanaman yang akan datang.
(2) Untuk menentukan apakah bibit yang sesuai dapat dihasilkan dari sumber benih. (3) Untuk
mengetahui efektifitas program pemupukan di pembibitan dan mengidentifikasi perbaikan-
perbaikan yang diperlukan.

Pelaksanaan pemantauan/monitoring keragaan bibit pada bibit kelapa sawit telah ditetapkan
standar yaitu pengukuran bagian vegetatif bibit tanaman kelapa sawit pada setiap
kelompok/batch.

¢- Penampang melintang petiol (PMP)

¢dalam satuan mm2

¢- Bonggol (mm)
¢- Tinggi bibit tanaman (cm)

- Pelepah hijau per bibit

Tahapan pelaksanaan pemantauan pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut

. Tetapkan masing-masing kelompok bibit yang akan diamati dan diukur

2. Ambillah 10 bibit secara acak pada masing-masing kelompok dan diberi tanda cat
berwarna ”orange”

3. Pengukuran tinggi bibit tanaman dilakukan dengan cara; peganglah pada posisi vertikal 5
pelepah daun di tengah dan ukur jarak (cm)dari dasar bonggol sampai ujung daun terpanjang

Seleksi bibit/pengafkiran

Tujuan seleksi bibit atau pengafkiran adalah:

- untuk meminimalkan jumlah bibit berkualitas buruk dikirim ke lapangan untuk ditanam

- menjamin bahwa bibit yang ditanam di lapangan menjadi tanaman yang produktif.

Dalam pekerjaaan pengafkiran ini perusahaan perkebunan telah menetapkan


peraturan/standar yaitu:

- seluruh bibit yang tidak normal dan yang dapat menurukan produksi di masa mendatang
diafkir dan dimusnahkan.

- jumlah total afkir sebaiknya 15-25% pada pembibitan yang dikelola dengan baik yang
menggunakanbahan tanaman dari produsen kecambah yang baik. Namun pada kondisi
tertentu dapat lebih besar (sampai 45%) untuk mendapatkan mutu bibit yang baik.

Seperti apa tanda atau ciri bibit normal dan bibit tidak normal/kelainan ?

Rankine (2000) menjelaskan tandatanda bibit normal dan tidak normal yaitu sebagai berikut:
1.Daun berputar

Daun baru berputar atau melengkung, dan dapat muncul dari tanah pada sudut tertentu
sampai vertikal. Hal ini disebabkan kecambah ditanam tidak benar (biasanya terbalik).Dapat
juga disebabkan oleh kontaminasi dengan herbisida yang berbasis hormon. Bibit ini dapat
diafkir bila daun

2. Colanate

Daun bibit berkerut/melipat. Hal ini disebabakan oleh penyiraman tidak teratur.

3. Daun alang-alang Lamina daun sempit seperti rumput atau alang-alang. Hal ini merupakan
kelainan genetis. Dapat disebabkan oleh stres air.

4. Daun keriput/berkerut Daun bebentuk tidak karuan oleh garis-garis melintang. Hal ini
disebabkan oleh penanganan bibit yang salah atau serangan serangga pada awal
perkembangan daun. Gejala berat biasanya karena kelainan genetik dan bibit harus diafkir

5. Daun menggulung Daun menggulung, tampak seperti tanduk. Gejala ringandapat


disebabkan oleh penanganan bibit yang tidak tdak benar atau serangan serangga pada awal
perkembangan daun atau stres air. Gejala berat biasanya disebabkan oleh kelainan genetik
dan bibit harus diafkir

6. Kerdil

Bibit kelihatan tampak normal namun pertumbuhannya terhambat sehingga kerdil.


Kondisi bibit kerdil ini menyebabkan bibit lebih peka terhadap penyakit daun (Curvularia
spp). Bibit kerdil dapat dipelihara, tetapi yang sangat kerdil diafkir.

7. Bibit tegak

Daun tumbuh pada sudut yang sempit terhadap batang sehingga tanaman tampak
tegak, tanaman tersebut sering lebih tnggi dari bbit lainnya. Bibit ini merupakan kelainan
genetik yang hanya diidentifiasi pada umur bibit 6 bulan sering menjadi bibit mandul, jika
bibit tersebut di tanam. Bibit yang kondisi demikian harus di afkir.
8. Bibit rata atas

Daun baru secara progresif tumbuh lebih baik pendek dan akhirnya tajuknya tampak
rata.

9. Anak daun tidak pecah Anak daun tidak membuka sampai bibit berumur 5-6 bulan. Bibit
harus diberi tanda, jika kondisinya tetap setelah beberapa bulan maka hal tersebut merupakan
indikasi steril, dan bibit harus diafkir.

10. Internod pendek

Jarak antar anak daun pada rakhis yang pendek menjadikan bibit tampak mempunyai
daun yang pendek. Kelainan genetik. Afkir semua bibit dengan internode pendek.

11. Internod lebar

Jarak antara anak daun secara tidak normal sangat lebar, bibit tampak sangat terbuka.
Kelainan genetik. Jangan bingung dengan etiolasi yang biasanya disebabkan oleh bibit yang
diletakkan terlalu rapat. Afkir semua bibit dengan internode lebar.

12. Anak daun sempit

Anak daun sempit dan menggulung, anak daun mempunyai sudut yang sempit pada
rakhis. Kelainan genetik. Afkir semua bibit dengan anak daun sempit.

13. Khimera

Daun bibit bergaris dengan warna keputihan, yang tampak merupakan jaringan
klorosis. Daun mengalami kekurangan klorofil yang berakibat kurangnya fotosintesis. Bibit
dengan gejala ini harus diafkir

14. Bibit raksasa

Ciri-cirinya adalah dasar pelepah besar dan keputihan, tanaman sangat besar dengan tajuk
tegak. Bibit raksasa tumbuh sangat jagur tetapi steril/mandul. Hal ini dapat diketahui pada
bibit umur 6-8 bulan. Afkir semua bibit raksasa

15. Bibit sakit

Hal yang umum terjadi adalah penyakit tajuk (crown diseases), daun muda akan berputar
(terpelentir) dan membengkok, sering akhirnya menjadi busuk pucuk. Hal ini sulit dideteksi
sampai bibit berumur 8-10 bulan.Semua bibit dengan gejala ini sebaiknya diafkir.

Kerusakan akibat herbisida Gejala yang tampak adalah seperti gejala crown diseases
kerusakan terjadi pada tajuk. Umumnya bibit akan sembuh, namun jika gejala masih ada,
maka bibit tersebut harus diafkir. Pencegahan dapat dilakukan dengan tindakan yang hatihati
selama penyemprotan.
Distribusi bibit

Tujuan pendistribusian bibit adalah melakukan persiapan penyediaan bibit secara efektif
sehingga bibit yang sehat dapat disediakan untuk penanaman pada waktu yang tepat.

Tujuan lain adalah memberikan jaminan perlakuan secara cermat terhadap bibit selama
pengangkutan/ perjalanan ke lapangan sehingga terhidar dari stres.

Selama proses pendistribusian bibit, maka ada beberapa hal penting yaitu:

- Bibit harus diperlakukan dan diangkut ke lokasi penanaman secara hati-hati untuk
menghindari segala kerusakan dan stress.

- Bibit harus disiram sebelum diangkut ke lapangan. Penanaman di lapangan sebaiknya tidak
tertunda akibat kekurangan bibit.

Cara pendistribusian bibit kelapa sawit dilakukan dengan cara sebagai berikut:

- Perencanaan untuk pengangkutan bibit, transportasi, dan penanaman sebaiknya dimulai 3-4
bulan sebelum penanaman lapangan. Staf pembibitan dan lapangan sebaiknya sering
berkomunikasi pada bulan sebelum penanaman. Jadwal pengangkutan didasarkan atas
program penanaman lapangan.

- Umur yang benar untuk pemindahan lapangan bervariasi. Pada kondisi pembibitan optimal,
bibit siap tanam adalah umur 8 bulan, namun biasanya bibit siap tanam di lapangan berumur
10-14 bulan. Bibit yang lebih tua lebih disukai untuk penanaman lapangan jika kondisi
lapangan beresiko diserang hama (seperti babi hutan) atau jika bibit digunakan sebagai
cadangan.

- Bibit yang lebih tua diutamakan jika kondisi lahan kurang optimal.

- Pada kondisi normal, bibit umur 8- 10 bulan mengalami ”transplanting shock” lebih sedikit,
namun lebihpeka terhadap hama dan kerusakan akibat hewan.

-Tiga atau empat minggu sebelum penanaman lapangan, putar polybag 1800 untuk mencabut
seluruh akar yang menembus tanah, pisau/parang dapat digunakan untuk memotong akar.

- Siram bibit dengan seksama sebelum diangkut dan dibawa ke lapangan. Manajer
Pembibitan sebaiknya mengkonfirmasi bahwa hal tersebut telah dilakukan.

-Pada pengiriman ke lapangan, jika memungkinkan bibit sebaiknya diturunkan pada areal yang
ternaungi dan ditanam pada hari yang sama. Bibit yang tidak ditanam pada hari yang sama
sebaiknya disiram menyeluruh atau dikembalikan ke pembibitan, jika dimungkinkan ada penundaan
penanaman.

- Bibit yang lebih tinggi dari 1,5 m harus dipangkas sampai setinggi 1,2 m, sebelum diangkut.
> SELEKSI BENIH DAN BIBIT DALAM PEMULIAAN TANAMAN KEHUTANAN

SELEKSI BENIH DAN BIBIT DALAM PEMULIAAN TANAMAN KEHUTANAN


2 Maret 2010 Marwa Prinando Tinggalkan Komentar Go to comments

SELEKSI BENIH DAN BIBIT DALAM PEMULIAAN TANAMAN KEHUTANAN

Marwa Prinando, Muthia Sri Rahayu, Oman Nurrahman, Sri Gosleana, Muhrina S
Hasibuan, Nayunda Pradma W, Aditya Wahyu Tri Asmoro, R. Faid Abdul Manan

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

ditulis Oktober 2009

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemuliaan tanaman kehutanan memerlukan perencanaan yang matang agar diperoleh bibit
yang berkualitas. Hal ini dikarenakan bibit yang akan ditanam di lapangan harus merupakan
bibit yang rentan terhadap kondisi lingkungan dan tahan terhadap hama dan penyakit
tanaman. Untuk memperoleh bibit yang berkualitas perlu dilakukan proses seleksi. Proses
seleksi ini dapat dilakukan saat akan melakukan persemaian (seleksi benih) dan saat akan
melakukan penanaman (seleksi bibit).

Seleksi benih perlu dilakukan karena benih merupakan alat perkembangbiakan tanaman yang
utama, oleh karena itu kita perlu mengupayakan bagaimana agar benih ini tetap berkualitas,
dalam arti jika disemai memberikan persen kecambah yang tinggi dan bila ditanam pada
lahan yang bervariasi keadaanya bisa tumbuh baik sert kematiannya kecil (anonim, 2009).
Biji yang berkualitas baik harus berasal dari pohon yang mempunyai sifat genetik baik dan
pada saat pengunduhan buahnya juga harus buah yang masak secara fisiologis, sehingga biji
yang dihasilkan pun dapat terjamin mutunya. Biji-biji kehutanan sebagian besar terdapat di
dalam buah, baik buah daging maupun buah polong seperti pada famili Fabaceae.

Sementara itu, seleksi bibit juga diperlukan untuk mengurangi tingkat kematian bibit di
lapangan, sehingga bibit yang ditanam benar-benar merupakan bibit yang tahan terhadap
kondisi lingkungan, hama dan penyakit. Dengan demikian tingkat keberhasilan penanaman
akan lebih tinggi dibanding penanaman yang tanpa proses seleksi. Untuk itu diperlukan
kajian mengenai proses seleksi benih dan bibit ini agar diperoleh pengetahuan mengenai
teknik seleksi benih dan bibit yang tepat cara dan tepat guna dalam kegiatan pemuliaan
tanaman kehutanan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjelaskan teknik penyeleksian benih dan bibit
dalam kegiatan pemuliaan tanaman kehutanan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kegiatan Pemuliaan Tanaman Hutan

Menurut Peraturan menteri kehutanan nomor : P.10/Menhut-II/2007 tentang pembenihan


tanaman hutan dan pemuliaan tanaman hutan adalah rangkaian kegiatan untuk
mempertahankan kemurnian jenis yang sudah ada dan/atau memperoleh sifat-sifat unggul
tanaman hutan guna peningkatan produksi dan kualitas hasil, baik kayu maupun hasil lainnya.

Rangkaian kegiatan pemuliaan tanaman hutan ditentukan oleh teknik perbanyakan


yang digunakan. Secara umum terdapat dua teknik perbanyakan yang banyak
dijumpai, yakni teknik perbanyakan generatif dan teknik perbanyakan vegetatif. Secara
teknis silvikultur perbanyakan generatif tanaman adalah perbanyakan dan bahan yang berasal
dari biji. Dalam bidang kehutanan, perbanyakan secara generatif telah berkembang sejak
ratusan tahun yang lalu, kemudian mengalami modifikasi dan penyempurnaan teknik. Secara
umum, pengertian generatif adalah salah satu cara untuk memperbanyak tanaman dengan
menggunakan biji hasil perkawinan antara bunga jantan dan betina. Dari biji inilah nantinya
berkembang menjadi tanaman baru sebagai regenerasi pohon induknya. Biji yang dihasilkan
tanaman hutan sangat bervariasi baik ukuran, bentuk maupun volume per-Kg-nya (Anonim,
2009).

Rangkaian teknik perbanyakan generatif yang dilakukan dalam kehutanan antara lain sebagai
berikut:

1. Pengunduhan Buah/Biji

Biji yang sudah masak secara fisik dan fisiologis dipanen dengan cara dipanjat / diambil
dengan galah. Pada beberapa jenis tertentu biji yang sudah masak dibiarkan jatuh dari
pohonnya kemudian dikumpulkan dari lantai hutan.

2. Seleksi Buah/biji

Biji yang telah dipanen kemudian dipilih yang bernas, tidak kosong, sehat dan tidak diserang
hama/penyakit. Cara pemisahannya dapat dilakukandengan perendaman dalam air, dimana
biji yang terapung dibuang. Seleksi yang lain dapat dibedakan berdasarkan besar kecilnya biji
maupun bentuknya

3. Penyimpanan Biji
Biji yang termasuk kategori biji ortodoks disimpan dalam suhu dan wadah tertentu untuk
menjaga kelembaban udara dan kadar airnya. Biasanya biji dimasukkan ke dalam kantung
plastik kemudian disimpan dalam lemari berpendingin (DCS= Dry Cool Storage). Dengan
cara penyimpanan yang tepatdiharapkan kelembaban dan kadar air dalam biji dapat
dipertahankan dalam waktu tertentu sampai biji tersebut ditabur.

4. Penaburan biji

Jenis biji rekalsitran yang tidak memerlukan waktu simpan yang lama segera disemaikan
dalam bak tabur. Perlakuan pada tingkat persemaian yang perlu diperhatikan adalah
kecukupan air, media yang sarang (porous), interisitas sinar matahani dan kelembaban udara.

5. Penyapihan

Dalam waktu tertentu biji yang tetah ditabur akan memuncutkan tunas tanaman. Setelah
muncul daun muda yang sempurna segera pindahkan tanaman dan bak persemaian ke dalam
polybag yang berisi campuran media tanah dan pupuk kompos. Tempatkan ke dalam areal
persemaian yang memiliki intensitas cahaya matahari 50-75%, lakukan penyiraman
secukupnya dan berikan pupuk dasar agar menunjang pertumbuhan tanaman.

6. Pemeliharaan dan Perawatan sampai dengan siap tanam

Tanaman dipelihara antara lain dengan pemberian pupuk, pembersihan dari gulma,
penyemprotan dengan insektisida/fungisida ketika tanaman diserang hama/jamur dan
pemeliharaan lainnya. Lama pemeliharaan ditingkat semai bervaniasi antara 4-6 bulan sampai
siap tanam.

Dengan teknik perbanyakan secara generatif kadangkala bibit yang dihasilkan menyimpang
dari sifat induknya. Hal ini akan menguntungkan jika perubahan sifat tersebut lebih baik atau
setidaknya sama dengan induknya. namun jika yang terjadi sebaliknya, hal tersebut akan
sangat merugikan. Penyimpangan yang terjadi salah satunya disebabkan adanya kawin silang
diantara jenis tanaman itu sendiri. Tanaman yang dihasilkan dari teknik ini memilki beberapa
kelebihan, antaralain umumnya tumbuh subur, mempunyai bentuk yang baik, sehat, kuat dan
lebih tahan karena mempunyai akar tunggang yang jauh ke dalam (Zaedin, 1985).

Teknik perbanyakan vegetatif yaitu teknik perbanyakan tanaman dengan mengambil sebagian
dari pohon induknya. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara okulasi/tempelan, cangkok,
menyusukan, menyambung, stek dan cara anakan. Okulasi/tempelan yaitu cara perbanyakan
tumbuhan dengan memindahkan seiris kulit bermata tunas dari satu pohon ke tanaman lain
yang sejenis (famili). Cangkok yaitu cara perbanyakan tanaman dengan membuat cabang
berakar pada tempatnya, kemudian dipotong dan dipindahkan. Cara menyusukan dilakukan
dengan mempersatukan kedua batang/cabang dari tanaman yang sejenis. Sedangkan
menyambung dilakukan dengan memindahkan sepotong pucuk/ranting ke tanaman lain yang
sejenis. Stek adalah cara perbanyakan tanaman dengan memotong-motong dari bagian
tanaman batang/cabang, ranting/pucuk dan akar. Cara anakan dilakukan dengan memisahkan
anak/tunas dari induknya.
BAB III

METODOLOGI PENULISAN

3.1 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode
deskriptif kualitatif adalah suatu metode yang digunakan untuk membuat gambaran secara
sistematis mengenai fenomena yang dikaji secara asosiatif.

3.2 Teknik Penulisan

Data penulisan ini diperoleh dengan teknik studi pustaka (Library Research). Sumber kajian
berasal dari buku-buku, jurnal dan sumber informasi lainnya baik yang relevan dengan
permasalahan yang diangkat. Sumber kajian tersebut diperoleh dari media informasi baik
cetak maupun elektronik.

3.3 Jenis dan Bentuk Data

Jenis dan bentuk data yang digunakan adalah data sekunder, yakni data yang diperoleh dari
buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Seleksi (penggolongan) Benih

Penggolongan benih dapat dilakukan dengan menggunakan ayakan atau berbagai peralatan
mesin sederhana. Penggolongan tersebut dilaksanakan berdasarkan pada sifat-sifat morfologi
benih atau fisiologi benih seperti dimensi benih atau berat jenis benih. Pemisahan benih
berdasarkan warna melalui komputer merupakan penemuan baru. Cara-cara Pre-Vac dan IDS
yang populer khususnya untuk jenis tanaman berdaun jarum. Pertama, memisahkan benih
yang rusak karena mesin dari benih yang tidak rusak dengan memanfaatkan perbedaan
tingkat penyerapan (uptake) air. Kedua, Pemisahan melalui inkubasi pengeringan
(Incubation-Drying-Separation), yaitu memisahkan benih yang mati dengan memanfaatkan
perbedaan tingkat pengeringan benih (Anonim, 2009).

Pada Pseudotsuga menziesii terdapat perbedaan yang besar dalam berat rata-rata benih
diantara 18 famili pohon (families); pengaruh dari pohon induk tidak dapat dipisahkan dari
lingkungan setempat. Hal ini menunjukkan adanya suatu pengaruh lingkungan yang kuat
dengan mengenyampingkan pengaruh induk. Benih setiap pohon dari 18 famili pohon
tersebut digolong-golongkan. Pada waktu pecahan yang paling kecil dibuang maka hampir
90% dari pohon (families) itu terpengaruh. Tiga diantaranya kehilangan 50% benih dan yang
tiga lainnya kehilangan lebih dari 90%. Yang paling penting , dua dari pohon-pohon tersebut
yang paling rusak juga termasuk lima besar untuk ketinggian keturunan yang berumur 10
tahun (for 10-year progeny height) di lapangan. Hubungan antara ukuran benih dengan
ketinggian keturunan yang berumur 10 tahun (10-year progeny height) atau diameter rendah,
0-0.1. Penggolongan pada populasi benih (seed lot) tersebut akan mengalami akibat yang
serius untuk mutu genetik.

Chaisurishi dan kawan-kawan (1992) menemukan klon Picea sitchesis sebagai hasil
pengklonan (cloning) ukuran benih, dengan kemampuan untuk diturunkan hanya 0.4. Di lain
pihak mereka menemukan bahwa famili benih berbeda kebutuhannya untuk tindakan
perlakuan awal (pre-treatment) yang menunjukkan perbedaan klon (clonal) dalam dormansi
benih. Suatu pengaruh induk yang kuat terhadap sifat benih.

Kemungkinannya untuk membuang seluruh famili pohon selama penggolongan tidak berarti
bahwa penggolongan itu tidak perlu dilakukan. Penggolongan harus dilakukan berdasarkan
keluarga. Tidak adanya penggolongan tidak menjamin bahwa perubahan tidak akan terjadi di
hari kemudian. Misalnya, sebuah biji kecil menghasilkan semai/anakan yang kecil. Embryo
pinus Skotlandia (Pinus sylvestris) yang berasal dari benih yang berat ternyata lebih
heterozygous dari pada embrio dari benih yang ringan dan bahkan memiliki sedikit kelebihan
heterozygote. Sementara benih yang ringan memiliki kelebihan homozygote. Menghilangkan
homozygote dari populasi benih (seed lots) tersebut akan dapat memperbaiki keadaan benih
dan meningkatkan keragaman.

4.2 Seleksi Bibit

Bibit-bibit yang dihasilkan dari teknik-teknik perbanyakan generatif dan generatif


memilki sifat-sifat yang berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pemilihan tanaman adalah pertumbuhan batang, cabang dan daunnya. Selain itu perlu
diperhatikan juga penampakan luarnya, seperti adanya gejala serangan hama dan penyakit,
bentuk batang dan cabang serta tinggi pohon yang sesuai dengan umurnya (Setiyawan, 1993).

Sementara itu, menurut Irwanto (2007) kegiatan seleksi bibit merupakan kegiatan yang
dilakukan sebelum bibit dimutasikan kelapangan, maksudnya yaitu mengelompokan bibit
yang baik dari bibit yang kurang baik pertumbuhannya. Bibit yang baik merupakan prioritas
pertama yang bisa dimutasikan kelapangan untuk ditanam sedangkan bibit yang kurang baik
pertumbuhannya dilakukan pemeliharaan yang lebih intensif guna memacu pertumbuhan
bibit sehingga diharapkan pada saat waktu tanam tiba kondisi bibit mempunyai kualitas yang
merata.

4.3 Peranan bioteknologi tanaman dalam seleksi bibit

Untuk mengatasi masalah dalam seleksi bibit unggul pada tanaman yang sukar
diperbanyak secara vegetatif (cangkok, stek, okulasi), khususnya dalam masalah kandungan
fenolat yang tinggi, tanaman diperbanyak terlebih dahulu melalui teknik embriogenesis
sebagai salah satu usaha dalam bioteknologi. Selanjutnya tanaman yang dihasilkan dengan
proses ini akan diseleksi di lapangan untuk tujuan pemuliaan.
Embriogenesis dimulai dengan pembelahan gel yang tidak seimbang (kalus). Kalus biasanya
terbentuk setelah eksplan dikulturkan dalam media yang mengandung auksin. Banyak faktor
yang mempengaruhi embriogenesis antara lain auksin eksogen, sumber eksplan, komposisi
nitrogen yang ditambahkan dalam media dan karbohidrat (sukrosa). Selanjutnya gel
membelah terus hingga memasuki tahap globular. Pada saat tersebut sel aktif membelah
kesegala arah dan membentuk lapisan terluar yang akan menjadi protoderm (bakal
epidermis), kelompok sel yang merupakan prekursor jaringan dasar dan jaringan
pembuluhpun mulai terbentuk. Pembelahan kesegala arah tersebut terhenti ketika
pembentukan primordia kotiledon, pada saat embrio matang sudah autotrof. Embrio yang
matang akan berkecambah dan tumbuh menjadi tumbuhan yang baru pada kondisi yang
cocok (Bajaj, 1994). Proses pembentukan dan perkembangan embrio (embriogenesis)
menentukan pola pertumbuhan, yaitu meristem pucuk ke atas, meristem akar ke bawah, dan
pola-pola dasar jaringan lainnya berkembang pada ‘axis’ pucuk -akar ini, namun pada tiap
tumbuhan terdapat variasi pada proses embriogenesis.

Selanjutnya proses embriogenesis adalah bagian dari metode kultur jaringan untuk
memperoleh bibit yang banyak dan bebas virus. Planlet yang dihasilkan pada mulanya
beragam. Selanjutnya tanaman akan ditanam di lapangan dan diadakan seleksi sesuai dengan
metode pemuliaan berkali-kali sehingga diperoleh tanaman-tanaman yang unggul. Tanaman
inilah yang digunakan sebagai sumber eksplan yang bisa diperbanyak dengan berbagai cara
dilaboratorium kultur jaringan sehingga didapat bibit dalam jumlah banyak dan seragam.
Metode yang digunakan antara lain menginduksi tunas majemuk dan sub kultur. Jika sudah
diperoleh sumber eksplan yang unggul dan media yang sesuai maka prosesnya akan
berlangsung dalam waktu yang singkat dengan penambahan hormon tumbuh dalam
konsentrasi rendah.

Jika menggunakan prinsip-prinsip bioteknologi sebagai dasar pemuliaan tanaman akan


diperoleh keuntungan pemangkasan waktu dan menghasilkan bibit-bibit unggul bebas virus
dalam jumlah banyak melalui metoda kultur jaringan.

4.4 Penyeleksian Bibit Berdasarkan Hama dan Penyakit

Beberapa jenis Gejala atau Tanda Serangan hama dan pada bibit adalah sebagai berikut
:

1. Penyakit Mati Pucuk (Die Back) oleh jamur Phoma sp pada Jati

Gejalanya yaitu pucuk utama tanaman jati (terutama pada musim penghujan) kadangkala
gagal untuk tumbuh dan bersemi. Pada pucuk tersebut lapisan jamur berwarna hitam disertai
kerusakan fisik akibat serangga bertipe alat mulut penggeek pengisap. Jaringan pucuk yang
diserang serangga ini menjadi kering, rapuh dan busuk (terlihat pada musim kemarau). Pucuk
tanaman jati yang lain dari tanaman yang diserang tetap dapat bersemi dan berkembang
secara normal, namun pertumbuhan tanaman jati tersebut tidak lurus. Akibat serangan mati
pucuk, pertambahan tanaman menjadi tidak lurus dan kualitas pertumbuhannya pun menurun.

2. Penyakit Kanker Batang oleh jamur Diplodia pinea pada Pinus

Infeksi awal kanker batang biasanya terjadi pada batang yang masih hijau, terutama pada
pangkal percabangan dekat daun jarum. Infeksi pathogen menyebabkan bercak-bercak pada
batang yang bentuknya tidak teratur yang mengluarkan eksudat berupa resin. Daun-daun
jarum yang berdekatan dengan lokasi infeksi terlihat menguning dan akhirnya kering
(berwarna cokelat). Pada pohon yang telah dewasa, infeksi biasanya dimuali disekeliling
kerucut tajuk, kemudian berkembang beberapa meter ke atas dan mencapai cabang. Infeksi
disekeliling cabang

3. Penyakit Akar Merah oleh Jamur Ganoderma pseudoffereum pada Sengon

Gejalanya dapat dilihat pada tajuk atau pada akar. Penyakit akar merah yang menyerang tajuk
mengakibatkan daun-daun yang menguning, kering, dan akhirnya rontok. Sedangkan
penyakit akar merah yang menyerang akar terlihat adanya selaput miselium berwarna merah
bata dilekati oleh butir-butir tanah. Miselium yang baru saja tumbuh umumnya berwarna
putih, krem dan merah yang khas hanya terjadi bila miselium menjadi tua. Pada tingkatan
serangan lebih, jamur membentuk badan buah (basidiokarp) pada pangkal batang, bahkan
dapat pula merabat sampai ke bagian atas batang pohon. Selain yang telah tersebut di atas
penyakit lain yang dapat dijumpai dari berbagai jenis tanaman kehutanan diantaranya:

1. 4. Penyakit Tumor Batang oleh Nectria sp. dan Cytospora sp pada Ampupu

Gejala serangan penyakit tumor batang berupa luka atau kematian (nekrotik) pada kulit
batang yang terjadi secara lokal. Jaringan yang masih hidup yang terdapat di pinggir kanker
akan menebal sehingga seakan-akan bagian yang sakit tenggelam dan terletak lebih rendah
daripada bagian di sekelilingnya, gejala serangan lebih lanjut adalah terjadinya
pembengkakan batang sehingga kulit batang pecah-pecah arah membujur. Demikian pula
bagian kambiumnya dan bagian kayunya ikut pecah. Tumor batang sering berasal dari luka
pada kulit batang atau mulai pada bekas patahan cabang yang mati yang kemudian menyebar
kesekelilingnya. Pohon dapat hidup terus dan menahan meluasnya kanker dengan jalan
membentuk kalus di sekitar kanker. Tetapi bila kanker berkembang lebih cepat dari pada
pembentukan jaringan pertahanan, maka tidak akan ada kalus yang terbentuk hingga kanker
akna meluas dengan cepat dan menyerang kalus yang baru terbentuk.

1. 5. Penyakit Busuk Hati (Heart Rot) oleh jamur Phellinus sp. dan P. Npxius pada Akasia

Gejala serangan penyakit ini dapat dibagi dalam enam tingakatan, yaitu busuk kantung
(pocket rot), dimana pada potongan melintang batang terlihat kayu teras yang berwarna
merah jambu (pink) seperti bunga karang yang terlihat di dalam kantung. Kedua yaitu busuk
balok (blocky rot), bagian dalam kayu berwarna cokelat pucak samapai putih, jaringan kayu
mudah runtuh, dan pecah apabila dipotong dengan pisau. Ketiga yaitu busuk serabut (stringy
rot), bagian dalam kayu berwarna putih pucat, kuning sampai putih, berserat, dan pecah
sepanjang tepinya. Keempat yaitu busuk bunga karang (spongy rot), dimana bagian hati kayu
berwarna kunging sampai putih, berbentuk bunga karang, kering, da pecah menjadi serpihan-
serpihan kecil. Kelima yaitu busuk berair (wateru rot), bagian hati kayu berwarna cokelat
sangat basah, berserat seperti spon dan berbau busuk. Keenam yaitu hollow (kosong), dimana
terdapat lubang-ubang kosong dengan tanda pembususkan. Gejala tingakt empat samai
dengan 6 merupakan stadium lanjut dari penyakit busuk hati. Gejala akan berkembang,
sejalan dengan bertambahnya umur tanaman.

1. 6. Penyakit Busuk Kulit oleh jamur Pythophtora palmivora pada Akasia

Gejala penyakit busuk kulit berupa cairan berwarna hitam yang berbau busuk pada kulit
batang. Cairan ini menjadi kering pada musim kemarau dan menjadi basah berlendiri pada
musim penghujan. Kulit batang yang sehat dan yang terkena cairan hitam memiliki batas
yang jelas. Batas tersebut semula tebal karena adanya cairan hitam yang mengendap (susut)
dan menjadi lunka. Bila kulit yang berwarna hitam dikupas, warna kayunya lebih gelap
dibandingkan denganwarna kayu dibawah kayu yang sehat. Kulit kayu yang terserang berat
akan berwarna cokelat merah baunya menjadi lebih tajam (bau khas legum hilang). Cairan
hitam menyebar atau bahkan menyelimuti batang dan berkembang ke bawah mulai dari
pangkal penyebaran, baikpada batang ganda (multi stem) maupun batang tunggal (single
stem).

7. Penyakit Kutil Daun oleh Eriophyoes sp pada Kayu Putih

Gejala serangan yaitu dengan terbentuknya kutil berwarna kunign muda pada permukaan atas
daun. Kutil daun tersebut berkembang membentuk kutil berukuran besar. Perkembangan kutil
daun dapat terjadi secara sendiri atau mengelompok menjadi satu. Kutil pada daun yang telah
tua relatif tidak mengganggu, namun pada daun yang masih muda dan belum berkembang
sempurna dapat menggangu pertumbuhan daun. Serangan penyakit kutil daun dapat
megakibatkan sel-sel daun mengalami degenerasi bahkan kerusakan..

4.4 Teknik Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tanaman Kehutanan

Teknik pencegahan dan pengendalian penyakit tanaman kehutanan berbeda untuk setiap jenis
tanaman dan penyakit atau gejala yang ditimbulkan. Teknik pencegahan dan pengendalian
tanaman kehutanan berdasarkan jenis tanaman dan penyakitnya adalah sebagai berikut:

1. 1. Penyakit Mati Pucuk (Die Back) oleh jamur Phoma sp. pada Jati

Gejala mati pucuk terlihat jelas pada musim hujan, maka pada awal musim hujan pucuk-
pucuk yang menunjukkan gejala serangan penyakit harus dipotong untuk menghilangkan
sumber inokulum disertai dengan pemupukkan untuk memacu pertumbuhan tanaman.

Pada musim hujan perlu dilakukan pemangkasan terhadap tanaman pelindung untuk
mengurang kelembapan, sedangkan pada musim kemarau, pemangkasan terhadap tanaman
pelindung tidak perlu dilakukan atau hanya dilakukan pemangkasan ringan saja agar
kelembapan lingkungan tetap terjamin. Tanaman jati yang menunjukkan gejala mati pucuk
harus diberi tanda dan diprioritaskan untuk ditebang pada saat penjarangan tanaman.

1. 2. Penyakit Kanker Batang oleh jamur Diplodia pinea pada Pinus

Melakukan monitoring sambil melakukan pekerjaan thinning atau pemangkasan tajuk secara
teratur, terutama tajuk-tajuk yang kering dan menunjukkan gejala penyakit kanker batang
untk menghilangkan dan mengurangi jumlah inokulum. Pohon-pohon pinus yang
menunjukkan gejala terserang penyakit kanker batang harus segera diberi pupuk untuk
meningkatkan kesehatan tanaman.

1. 3. Penyakit Akar Merah oleh jamur Ganoderma pseudoffereum pada Sengon

Hal yang lebih khusus pada tanaman sengon yaitu kecenderungan timbulnya jamur akar
merah pada tanaman tua di atas umur 7 tahun. Oleh karena itu, untuk menghindarkan
tanaman dari kerusakan yang lebih parah sebaiknya dilakukan pemanenan (penebangan)
segera setelah pohon masuk tebang.
1. 4. Penyakit Tumor Batang oleh Nectria sp. dan Cytospora sp pada Ampupu

Sebelum penanaman perlu dilakukan kajian kecocokan lahan dan jenis yang akan ditanaman.
Jarak tanaman harus dibuat sedemikian rupa sehingga kelembapan pertanaman tidak tinggi.
Perawatan monitoring yang terus-menerus perlu dilakukan, terutama di daerah yang rawan
terhadap penyakit kanker. Apabila dalam satu lokasi telah ditemukan beberapa pohon yang
menunjukan gejala kanker batang, hendaknya pohon-pohon tersebut segera ditebang dan
disingkirkan untuk mencegah meluasnya penyakit. Apabila dalam satu rotasi tanam telah
ditemukan banyak pohon yang menderita kanker batang, maka pada rotasi berikutnya
hendaknya tidak dilakukan penanaman dengan jenis tersebut.

1. 5. Penyakit Busuk Hati (Heart Rot) oleh jamur Phellinus sp. dan P. Npxius pada Akasia

Pemilihan jenis yang sesuai dengan tempat tumbuh (site) merupakan faktor yang sangat
penting untuk mencegah terjadinya penyakit busuk hati secara meluas. Seleksi benih dari
induk yang berkualitas dan berpenampilan bagus (pohon plus) dapat mengurangi terjadinya
serangan penyakit busuk hati. Apabila dalam suatu areal telah terjadi epidemi penyakit busuk
hati, maka rotasi harus diganti dengan jenis lain yang tahan terhadap serangan jamur.

1. 6. Penyakit Busuk Kulit oleh jamur Pythophtora palmivora pada Akasia

Karena penyakit sangat didukung oleh kondisi yang lembab dan gelap serta adanya pelukaan
dan percabangan, maka salah satu cara pengendaliannya adalah dengan pemangkasan cabang
(pruning) untuk memberikan suasana terang dan mengurangi kelembapan pada area
pertanaman. Pemakaian fungisida untuk melumas kulit tidak dianjurkan karena tingkat
efektifitasnya masih diragukan dan secara ekonomis mahal.

1. 7. Penyakit Kutil Daun oleh Eriophyoes sp. pada Kayu Putih

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit ini
adalah sebagai berikut :

1. Melakukan sanitasi dan eradikasi bersamaan dengan waktu pemangkasan tanaman.


2. Melakukan monitoring secara cermat agar intensitas eranga tetap dibawah ambang
ekonomi.
3. Menggunakan bibit tanaman kayu putih yang relaif tahan terhadap penyakit kutil daun
sehingga serangan tungau tidak mengakibatkan berkurangnya jumlah dan kualitas minyak
kayu putih yang dihasilkan.
4.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Bertitik tolak dari pembahasan di atas, dapat diperoleh beberapa kesimpulan, yakni :
1. Seleksi benih atau penggolongan benih dapat dilakukan dengan menggunakan ayakan atau
berbagai peralatan mesin sederhana. Hal ini dilaksanakan berdasarkan pada sifat-sifat
morfologi benih atau fisiologi benih seperti dimensi benih atau berat jenis benih
2. Biteknologi dapat berperan dalam prosese penyeleksian bibit, terutama untuk penyeleksian
bibit unggul pada tanaman kehutanan, yakni dengan menggunakan teknik kultur jaringan.
3. Seleksi bibit dapat dilakukan dengan mengidentifikasi penyakit yang ada pada suatu
tanaman yang akan di tanam di lapangan.

5.2 Saran

1. diperlukan kajian lebih lanjut mengenai metode yang tepat dalam penyeleksian benih dan
bibit, guna mendapatkan hasil yang maksimal.

2. Penyeleksian benih dan bibit sebaiknya menggunakan teknologi mutakhir agar diperoleh
benih dan bibit yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim].2009. Pengadaan Benih. www.emisa.ugm.ac.id/benih.pdf. [12 Oktober 2009].

_______. 2009. Teknik Pengunduhan dan Pemanjatan.www.google.co.id/benih.pdf. [12


Oktober 2009].

Bajaj YPS 1994. Somatic Hybridization in Crop Improvement SpriagVerlag. New York :
New York Press.

Irwanto. 2007. Budidaya Tanaman Kehutanan. http://www.google.co.id/seleksi bibit.pdf. [ 17


November 2009].

Setiawan AI. 1993. Pehgijauan Dengan Tanaman Potensial. Jakarta : Penebar Swadaya.

Zaedin O. 1987. Membuat dan Melipatgandakan Bibit Pohon Buah-buahan. Jakarta: PT


Intermassa.
About these ads

Rate this:
Pemuliaan tanaman
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Plot demonstrasi (demplot) memperlihatkan variasi tinggi tanaman berbagai kultivar jagung.

Pemuliaan tanaman adalah kegiatan mengubah susunan genetik individu maupun populasi
tanaman untuk suatu tujuan. Pemuliaan tanaman kadang-kadang disamakan dengan
penangkaran tanaman, kegiatan memelihara tanaman untuk memperbanyak dan menjaga
kemurnian; pada kenyataannya, kegiatan penangkaran adalah sebagian dari pemuliaan. Selain
melakukan penangkaran, pemuliaan berusaha memperbaiki mutu genetik sehingga diperoleh
tanaman yang lebih bermanfaat.

Pengetahuan mengenai perilaku biologi tanaman dan pengalaman dalam budidaya tanaman
merupakan hal yang paling menentukan keberhasilan usaha pemuliaan, sehingga buku-buku
teks seringkali menyebut pemuliaan tanaman sebagai seni dan ilmu memperbaiki keturunan
tanaman demi kemaslahatan manusia.[1] Di perguruan tinggi, pemuliaan tanaman biasa
dianggap sebagai cabang agronomi (ilmu produksi tanaman) atau genetika terapan, karena
sifat multidisiplinernya.

Pelaku pemuliaan tanaman disebut pemulia tanaman. Karena pengetahuannya, seorang


pemulia tanaman biasanya juga menguasai agronomi dan genetika. Tugas pokok seorang
pemulia tanaman adalah merakit kultivar yang lebih baik:[2] memiliki ciri-ciri yang khas dan
lebih bermanfaat bagi penanamnya.

Aplikasi kultivar unggul padi dan gandum merupakan salah satu komponen penting dalam
Revolusi Hijau,[3] suatu paket penggunaan teknologi modern secara massal untuk menggenjot
produksi pangan dunia, khususnya gandum roti, jagung, dan padi. Dilihat dari sudut pandang
agribisnis, pemuliaan tanaman merupakan bagian dari usaha perbenihan yang menempati
posisi awal/hulu dari keseluruhan mata rantai industri pertanian.

Daftar isi

 1 Tujuan dalam pemuliaan tanaman


 2 Sejarah
o 2.1 Domestikasi
o 2.2 Pemuliaan pada masa pramodern
o 2.3 Kolonialisme dan penyebaran tanaman "eksotik"
o 2.4 Abad ke-20: Pemuliaan berbasis ilmu
 2.4.1 Gelombang pertama: pemuliaan konvensional
 2.4.2 Gelombang kedua: Integrasi bioteknologi dalam pemuliaan
 3 Strategi dasar pemuliaan tanaman
o 3.1 Koleksi plasma nutfah
o 3.2 Peningkatan keragaman (variabilitas) genetik
 3.2.1 Introduksi
 3.2.2 Persilangan
 3.2.3 Manipulasi kromosom
 3.2.4 Pemuliaan dengan bantuan mutasi
 3.2.5 Manipulasi gen dan ekspresinya
 3.2.6 Transfer gen
o 3.3 Identifikasi dan seleksi terhadap bahan pemuliaan
 3.3.1 Identifikasi keunggulan
 3.3.2 Seleksi
 3.3.3 Evaluasi (pengujian)
 4 Kritik atas program pemuliaan tanaman
o 4.1 Penyempitan keanekaragaman genetik
o 4.2 Penguasaan plasma nutfah
 5 Tokoh-tokoh
 6 Catatan dan rujukan
 7 Pranala luar
Tujuan dalam pemuliaan tanaman

Tujuan dalam pemuliaan tanaman dapat bersifat spesifik. Tanaman di bagian kanan atas warna
daunnya menjadi merah apabila tempat tumbuhnya mengandung nitrogen dioksida. Sifat ini
dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan ranjau yang melepaskan senyawa tersebut.

Tujuan dalam program pemuliaan tanaman didasarkan pada strategi jangka panjang untuk
mengantisipasi berbagai perubahan arah konsumen atau keadaan lingkungan. Pemuliaan padi,
misalnya, pernah diarahkan pada peningkatan hasil, tetapi sekarang titik berat diarahkan pada
perakitan kultivar yang toleran terhadap kondisi ekstrem (tahan genangan, tahan kekeringan,
dan tahan lahan bergaram) karena proyeksi perubahan iklim dalam 20–50 tahun mendatang.
Tujuan pemuliaan akan diterjemahkan menjadi program pemuliaan.

Ada dua tujuan umum dalam pemuliaan tanaman: peningkatan kepastian terhadap hasil yang
tinggi dan perbaikan kualitas produk yang dihasilkan.[4]

Peningkatan kepastian terhadap hasil biasanya diarahkan pada peningkatan daya hasil, cepat
dipanen, ketahanan terhadap organisme pengganggu atau kondisi alam yang kurang baik bagi
usaha tani, serta kesesuaian terhadap perkembangan teknologi pertanian yang lain. Hasil yang
tinggi menjamin terjaganya persediaan bahan mentah untuk diolah lebih lanjut. Tanaman
yang berumur singkat (genjah) akan memungkinkan efisiensi penggunaan lahan yang lebih
tinggi. Ketahanan terhadap organisme pengganggu atau kondisi alam yang tidak mendukung
akan membantu pelaku usaha tani menghindari kerugian besar akibat serangan hama,
penyakit, serta bencana alam. Beberapa tanaman tertentu yang dalam usaha budidayanya
melibatkan banyak peralatan mekanik memerlukan populasi yang seragam atau khas agar
dapat sesuai dengan kemampuan mesin dalam bekerja.

Usaha perbaikan kualitas produk adalah tujuan utama kedua. Tujuan semacam ini dapat
diarahkan pada perbaikan ukuran, warna, kandungan bahan tertentu (atau penambahan serta
penghilangan substansi tertentu), pembuangan sifat-sifat yang tidak disukai, ketahanan
simpan, atau keindahan serta keunikan. Perkembangan bioteknologi di akhir abad ke-20 telah
membantu pemuliaan terhadap tanaman yang mampu menghasilkan bahan pangan dengan
kandungan gizi tambahan (pangan fungsional) atau mengandung bahan pengobatan tertentu
(pharmcrops, kegiatannya dikenal sebagai crop pharming).[5]
Sejarah

Kegiatan pemuliaan tanaman dapat dikatakan sebagai tekanan evolusi yang sengaja dilakukan
oleh manusia. Pada masa prasejarah, pemuliaan tanaman telah dilakukan orang sejak
dimulainya domestikasi tanaman, namun dilakukan tanpa dasar ilmu yang jelas. Sisa-sisa
biji-bijian dari situs-situs peninggalan arkeologi membantu menyingkap masa prasejarah
pemuliaan tanaman. Catatan-catatan pertama dalam jumlah besar mengenai berbagai jenis
tanaman diperoleh dari karya penulis-penulis Romawi, terutama Plinius.

Perkembangan bunga betina jagung dari teosinte (kiri) tanpa tongkol menjadi jagung dengan tongkol
dan banyak baris.

Para petani pada masa-masa awal pertanian selalu menyimpan sebagian benih untuk
pertanaman berikutnya dan tanpa sengaja melakukan pemilihan (seleksi) terhadap tanaman
yang kuat karena hanya tanaman yang kuat mampu bertahan hingga panen.[6] Sifat pertama
dalam budidaya tanaman serealia (bijirin) yang termuliakan adalah ukuran bulir yang menjadi
lebih besar dan menurunnya tingkat kerontokan bulir pada tanaman budidaya apabila
dibandingkan dengan moyang liarnya.[7] Beberapa petunjuk untuk hal ini dapat diperkirakan
dari temuan sejumlah sisa bulir jelai dan einkorn di lembah Sungai Eufrat dan Sungai Tigris
(paling tua 9000 SM) serta padi di daerah aliran Sungai Yangtze.[7] Temuan serupa untuk biji
polong-polongan berasal dari India utara dan kawasan Afrika Sub-Sahara.[7]

Perkembangan seleksi lebih lanjut telah menunjukkan kesengajaan dan terkait dengan tingkat
kebudayaan masyarakat penanam. Bulir jagung terseleksi dari teosinte yang bulirnya keras
serta terbungkus sekam, lalu menjadi jagung bertongkol namun bulirnya masih terbungkus
sekam, dan akhirnya bentuk yang berbulir tanpa sekam dan lebih mudah digiling menjadi
semakin banyak ditemukan. Beberapa petunjuk yang sama juga terlihat dari temuan-temuan
untuk bulir gandum roti dan jelai.[7] Contoh lainnya adalah munculnya padi ketan serta
jagung ketan di Asia Timur dan Asia Tenggara.[7] Hanya dari wilayah inilah muncul jenis-
jenis ketan dari delapan spesies dan menunjukkan preferensi akan sifat ini.
Pemuliaan pada masa pramodern

Kebudayaan Romawi Kuna (abad ke-9 SM – abad ke-5 Masehi) meninggalkan banyak
tulisan mengenai keanekaragaman tanaman budidaya dan juga menyebut berbagai variasi
setiap jenis. Cato dengan De Agri Cultura[8] dan Plinius yang Tua dengan Naturalis Historia,
misalnya, memberi banyak informasi mengenai variasi tanaman dan khasiat masing-masing
bagi kesehatan.

Kitab-kitab suci dari Asia Barat, seperti Al-Qur'an,[9] juga menyebut tentang variasi pada
beberapa tanaman. Hal ini menunjukkan telah ada kesadaran dalam memilih bahan tanam dan
pemilihan kultivar tertentu dengan target konsumen yang berbeda-beda.

Pada awal milenium pertama dan paruh pertama milenium kedua telah terjadi pertukaran
komoditi pertanian yang berakibat migrasi sejumlah bahan pangan. Pisang menyebar dari
Asia Tenggara maritim ke arah barat hingga pantai timur Afrika. Berbagai tanaman rempah,
seperti merica dan ketumbar, dan tanaman "suci", seperti randu alas dan beringin, menyebar
dari India ke Nusantara. Namun demikian, pertukaran tanaman yang intensif terjadi setelah
penjelajahan orang Eropa.

Kolonialisme dan penyebaran tanaman "eksotik"

Bermacam-macam variasi kentang. Kentang didatangkan dari Amerika Selatan pada abad ke-15 ke
Eropa, lalu menyebar ke Asia.

Meskipun penyebaran tanaman telah terjadi sebelum kolonialisme, Zaman Penjelajahan


(sejak abad ke-14) dan kolonialisme (penjajahan) yang menyusulnya telah membawa
pengaruh yang dramatis dalam budidaya tanaman.

Segera setelah orang Spanyol dan Portugis menaklukkan Amerika dan menemukan jalur laut
ke Cina, terjadi pertukaran berbagai tanaman dari Dunia Baru ke Dunia Lama, dan
sebaliknya. Kopi yang berasal Afrika, misalnya, dibawa ke Amerika dan Asia (dibawa ke
Nusantara pada abad ke-18 awal).[10] Kelak (abad ke-18) tebu juga menyebar dari Asia
Tenggara menuju Amerika tropis, seperti Karibia dan Guyana. Namun demikian, yang lebih
intensif adalah penyebaran berbagai tanaman budidaya penduduk asli Amerika ke tempat
lain: jagung, kentang, tomat, cabai, kakao, para (karet), serta berbagai tanaman buah dan hias.

Pada abad ke-18, terjadi gelombang rasionalisasi di Eropa sebagai dampak Masa Pencerahan.
Orang-orang kaya di Eropa (dan pada tingkat tertentu juga di Cina dan Jepang) mulai
meminati koleksi tanaman eksotik dan kebun-kebun kastil mereka yang luas menjadi tempat
koleksi berbagai tanaman dari negeri asing. Pada abad ke-18 mulai berkembang perkebunan-
perkebunan monokultur (satu macam tanaman pada satu petak lahan). Berbagai tanaman
penghasil komoditi dagang utama dunia seperti tebu, teh, kopi, lada, dan tarum
dibudidayakan di berbagai tanah jajahan, termasuk Kepulauan Nusantara, tentu saja dengan
melibatkan perbudakan atau tanam paksa. Pada abad ini pula cengkeh dan pala mulai ditanam
di luar Maluku, sehingga harganya menurun dan tidak lagi menjadi rempah-rempah yang
eksklusif.

Pola pertanaman monokultur yang diterapkan pada abad ke-18 dan ke-19 di Eropa dan
perkebunan-perkebunan di berbagai negeri jajahan memakan korban dengan terjadinya dua
wabah besar: serangan hawar kentang Phytophthora infestans yang menyebabkan Wabah
Kelaparan Besar di Irlandia, Skotlandia serta beberapa wilayah Eropa lainnya sejak 1845
akibat dan hancurnya perkebunan kopi arabika dan liberika akibat serangan karat daun
Hemileia vastatrix di perkebunan dataran rendah Afrika dan Asia sejak 1861 sampai akhir
abad ke-19. Pada tahun 1880-an juga meluas wabah penyakit sereh di berbagai perkebunan
tebu dunia.[11]

Para botaniwan dan ahli pertanian kemudian segera mengambil pelajaran dari kasus-kasus ini
untuk menyediakan bahan tanam yang tahan terhadap serangan organisme pengganggu,
sekaligus memberikan hasil yang lebih baik. Usaha-usaha perbaikan mutu genetik tanaman
perkebunan mulai dilakukan pada akhir abad ke-19 di beberapa daerah koloni, termasuk
Hindia-Belanda.

Kebun penelitian gula (tebu) pertama kali didirikan di Semarang tahun 1885 (Proefstation
Midden Java), setahun kemudian didirikan pula di Kagok, Jawa Barat, dan menyusul di
Pasuruan tanggal 8 Juli 1887 (Proefstation Oost Java, POJ). Salah satu misinya adalah
mengatasi kerugian akibat penyakit sereh. Pada tahun 1905 seluruh penelitian gula/tebu
dipusatkan di Pasuruan (sekarang menjadi P3GI).[12] Berbagai klon tebu hasil lembaga
penelitian ini pernah termasuk sebagai kultivar tebu paling unggul di dunia di paruh pertama
abad ke-20, seperti POJ 2364, POJ 2878, dan POJ 3016 sehingga menjadikan Jawa sebagai
produsen gula terbesar di belahan timur bumi.[13]

Pusat penelitian karet (sekarang menjadi Pusat Penelitian Karet Indonesia) didirikan di
Sungei Putih, Sumatera Utara, oleh AVROS, dan pemuliaan para dimulai sejak 1910.[14]
AVROS juga mendirikan lembaga penelitian kelapa sawit (sekarang populer sebagai PPKS)
di Marihat, Sumatera Utara pada tahun 1911, meskipun tanaman ini sudah sejak 1848
didatangkan ke Medan/Deli dan Bogor.

Abad ke-20: Pemuliaan berbasis ilmu

Awal abad ke-20 menjadi titik perkembangan pemuliaan tanaman yang berbasis ilmu
pengetahuan. Perkembangan pesat dalam botani, genetika, agronomi, dan statistika tumbuh
sebagai motor utama modernisasi pemuliaan tanaman sejak awal abad ke-20 hingga 1980-an.
Mekanisasi pertanian di dunia yang meluas sejak 1950-an memungkinkan penanaman secara
massal dengan tenaga kerja minimal. Ketika biologi molekular tumbuh pesat sejak 1970-an,
pemuliaan tanaman juga mengambil manfaat darinya, dan mulailah perkembangan pemuliaan
tanaman yang didukung ilmu tersebut sejak 1980-an. Bioinformatika juga perlahan-lahan
mengambil peran statistika sebagai pendukung utama dalam analisis data eksperimen.

Gelombang pertama: pemuliaan konvensional


Jagung hibrida mendominasi 90% lahan jagung di Amerika Serikat pada tahun 1940. Di Indonesia
50% lahan jagung ditanami jagung hibrida tahun 2010[15].

Penemuan kembali Hukum Pewarisan Mendel pada tahun 1900, eksperimen terhadap seleksi
atas generasi hasil persilangan dan galur murni oleh Wilhelm Johannsen (dekade pertama
abad ke-20), peletakan dasar Hukum Hardy-Weinberg (1908 dan 1909), dan penjelasan
pewarisan kuantitatif berbasis Hukum Mendel oleh Sir Ronald Fisher pada tahun 1916
memberikan banyak dasar-dasar teoretik terhadap berbagai fenomena yang telah dikenal
dalam praktik dan menjadi dasar bagi aplikasi ilmu dan teknologi dalam perbaikan kultivar.

Perkembangan yang paling revolusioner dalam genetika dan pemuliaan tanaman adalah
ditemukannya cara perakitan varietas hibrida pada tahun 1910-an setelah serangkaian
percobaan persilangan galur murni di Amerika Serikat sejak akhir abad ke-19 oleh Edward
M. East, George H. Shull dan Donald F. Jones yang memanfaatkan gejala heterosis.
Ditemukannya teknologi mandul jantan pada tahun 1940-an semakin meningkatkan efisiensi
perakitan varietas hibrida.

Cara budidaya yang semakin efisien dan mendorong intensifikasi dalam pertanian, dengan
penggunaan pupuk kimia, pestisida, dan mekanisasi pertanian, memunculkan lahan pertanian
dengan kebutuhan benih berjumlah besar dan mulai menghasilkan "raksasa" dalam industri
perbenihan. Tumbuhnya industri perbenihan juga dimungkinkan sejak adanya varietas hibrida
karena benih yang harus dibeli petani memungkinkan industri perbenihan untuk tumbuh. Dari
sini mulai muncul pula isu perlindungan varietas tanaman. Di Amerika Serikat muncul
Dekalb dan Pioneer Hi-Bred sebagai pemain utama dalam industri benih. Dari Eropa, wilayah
yang telah memulai produksi benih setengah industrial pada abad ke-19, muncul KWS Saat
dan NPZ (Jerman), serta SW Seeds (Swedia) sebagai pemain utama di bidang perbenihan
tanaman serealia dan pakan ternak hijauan. Di Taiwan dan Jepang juga berkembang
perusahaan benih yang menguasai pasar regional Asia, seperti Sakata (Jepang) dan Known
You Seeds (Taiwan).

Seusai Perang Dunia II (PD II) perbaikan genetik gandum yang didukung Yayasan
Rockefeller di lembaga penelitian yang didanainya di Meksiko sebagai bagian dari paket
teknologi untuk melipatgandakan hasil gandum menunjukkan keberhasilan. Strategi ini, yang
dikonsep oleh Norman Borlaug, kemudian dicoba untuk diterapkan pada tanaman pokok lain,
khususnya padi dan beberapa serealia minor lainnya (seperti sorgum dan milet) dan didukung
oleh FAO. Revolusi dalam teknik bercocok tanam ini kelak dikenal secara iinformal sebagai
Revolusi Hijau. Untuk mendukung revolusi ini banyak dibentuk lembaga-lembaga penelitian
perbaikan tanaman bertaraf dunia seperti CIMMYT (di Meksiko, 1957; sebagai kelanjutan
dari lembaga milik Yayasan Rockefeller), IRRI (di Filipina, 1960), ICRISAT (di Andhra
Pradesh, India, 1972), dan CIP (di La Molina, Peru). Lembaga-lembaga ini sekarang
tergabung dalam CGIAR dan koleksi serta hasil-hasil penelitiannya bersifat publik.

Akhir PD II juga menjadi awal berkembangnya teknik-teknik baru dalam perluasan latar
genetik tanaman. Mutasi buatan, yang tekniknya dikenal sejak 1920-an, mulai luas
dikembangkan pada tahun 1950-an sampai dengan 1970-an sebagai cara untuk menambahkan
variabilitas genetik. Pemuliaan dengan menggunakan teknik mutasi buatan ini dikenal
sebagai pemuliaan mutasi. Selain mutasi, teknik perluasan latar genetik juga menggunakan
teknik poliploidisasi buatan menggunakan kolkisin, yang dasar-dasarnya diperoleh dari
berbagai percobaan oleh Karpechenko pada tahun 1920-an. Tanaman poliploid biasanya
berukuran lebih besar dan dengan demikian memiliki hasil yang lebih tinggi.

Gelombang kedua: Integrasi bioteknologi dalam pemuliaan

Daun dari kacang tanah yang telah direkayasa dengan sisipan gen cry dari Bacillus thuringiensis
(bawah) tidak disukai ulat penggerek.

Gelombang bioteknologi, yang memanfaatkan berbagai metode biologi molekuler, yang


mulai menguat pada tahun 1970-an mengimbas pemuliaan tanaman. Tanaman transgenik
pertama dilaporkan hampir bersamaan pada tahun 1983,[16] yaitu tembakau, Petunia, dan
bunga matahari. Selanjutnya muncul berbagai tanaman transgenik dari berbagai spesies lain;
yang paling populer dan kontroversial adalah pada jagung, kapas, tomat, dan kedelai yang
disisipkan gen-gen toleran herbisida atau gen ketahanan terhadap hama tertentu.
Perkembangan ini memunculkan wacana pemberian hak paten terhadap metode, gen, serta
tumbuhan terlibat dalam proses rekayasa ini. Kalangan aktivis lingkungan dan sebagian filsuf
menilai hal ini kontroversial dengan memunculkan kritik ideologis dan etis terhadap praktik
ini sebagai reaksinya, terutama karena teknologi ini dikuasai oleh segelintir perusahaan
multinasional. Isu politik, lingkungan, dan etika, yang sebelumnya tidak pernah masuk dalam
khazanah pemuliaan tanaman, mulai masuk sebagai pertimbangan baru.

Sebagai jawaban atas kritik terhadap tanaman transgenik, pemuliaan tanaman sekarang
mengembangkan teknik-teknik bioteknologi dengan risiko lingkungan yang lebih rendah
seperti SMART Breeding ("Pemuliaan SMART")[17][18] dan Breeding by Design,[19] yang
mendasarkan diri pada pemuliaan dengan penanda,[20] dan juga penggunaan teknik-teknik
pengendalian regulasi ekspresi gen seperti peredaman gen, dan kebalikannya, pengaktifan
gen.

Meskipun penggunaan teknik-teknik terbaru telah dilakukan untuk memperluas


keanekaragaman genetik tanaman, hampir semua produsen benih, baik yang komersial
maupun publik, masih mengandalkan pada pemuliaan tanaman "konvensional" dalam
berbagai programnya.

Di arah yang lain, gerakan pemuliaan tanaman "gotong-royong" atau partisipatif


(participatory plant breeding) juga menjadi jawaban atas kritik hilangnya kekuasaan petani
atas benih. Gerakan ini tidak mengarah pada perbaikan hasil secara massal, tetapi lebih
mengarahkan petani, khususnya yang masih tradisional, untuk tetap menguasai benih yang
telah mereka tanam secara turun-temurun sambil memperbaiki mutu genetiknya. Perbaikan
mutu genetik tanaman ditentukan sendiri arahnya oleh petani dan pemulia membantu mereka
dalam melakukan programnya sendiri.[21] Istilah "gotong-royong" (participatory) digunakan
untuk menggambarkan keterlibatan semua pihak (petani, LSM, pemulia, dan pedagang benih)
dalam kegiatan produksi benih dan pemasarannya. Gerakan ini sangat memerlukan dorongan
dari organisasi non-pemerintah (LSM), khususnya pada masyarakat tidak berorientasi
komersial.

Strategi dasar pemuliaan tanaman

Pemuliaan tanaman mencakup tindakan penangkaran koleksi bahan/material pemuliaan


(dikenal pula sebagai plasma nutfah atau germplasms), penciptaan kombinasi sifat-sifat baru
(biasanya melalui persilangan yang intensif), dan seleksi terhadap bahan yang dimiliki.
Semua tindakan ini dilakukan setelah tujuan spesifik program pemuliaan ditentukan
sebelumnya.[22]

Koleksi plasma nutfah

Koleksi plasma nutfah dapat disimpan dalam bank/gudang benih.


Plasma nutfah adalah bahan baku dasar pemuliaan karena di sini tersimpan berbagai
keanekaragaman sifat yang dimiliki oleh masing-masing nomor koleksi (aksesi). Tanpa
keanekaragaman, perbaikan sifat tidak mungkin dilakukan.

Usaha pencarian plasma nutfah baru berarti eksplorasi ke tempat-tempat yang secara
tradisional menjadi pusat keanekaragaman hayati (atau hutan) atau dengan melakukan
pertukaran koleksi. Lembaga-lembaga publik seperti IRRI dan CIMMYT menyediakan
koleksi plasma nutfah bagi publik secara bebas bea, namun untuk kepentingan bisnis diatur
oleh perjanjian antara pihak-pihak yang terkait.

Peningkatan keragaman (variabilitas) genetik

Keanekaragaman dalam plasma nutfah merupakan bahan dasar untuk perakitan kultivar baru.

Apabila aksesi tidak ada satu pun yang memiliki suatu sifat yang diinginkan, pemulia
tanaman melakukan beberapa cara untuk merakit individu yang memiliki sifat ini. Beberapa
cara yang dapat dilakukan adalah introduksi bahan koleksi, persilangan, manipulasi
kromosom, mutasi dengan paparan radioaktif atau bahan kimia tertentu, penggabungan (fusi)
protoplas/inti sel, manipulasi urutan gen, transfer gen, dan manipulasi regulasi gen.

Empat cara yang disebut terakhir kerap dianggap sebagai bagian dari bioteknologi pertanian
(green biotechnology). Tiga cara yang terakhir adalah bagian dari rekayasa genetika dan
dianggap sebagai "pemuliaan tanaman molekular" karena menggunakan metode-metode
biologi molekular.[23]

Introduksi

Mendatangkan bahan tanam dari tempat lain (introduksi) merupakan cara paling sederhana
untuk meningkatkan keragaman (variabilitas) genetik. Seleksi penyaringan (screening)
dilakukan terhadap koleksi plasma nutfah yang didatangkan dari berbagai tempat dengan
kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Pengetahuan tentang pusat keanekaragaman
(diversitas) tumbuhan penting untuk penerapan cara ini. Keanekaragaman genetik untuk
suatu spesies tidaklah sama di semua tempat di dunia. N.I. Vavilov, ahli botani dari Rusia,
memperkenalkan teori "pusat keanekaragaman" (centers of origin) bagi keanekaragaman
tumbuhan.

Contoh pemuliaan yang dilakukan dengan cara ini adalah pemuliaan untuk berbagai jenis
tanaman buah asli Indonesia, seperti durian dan rambutan, atau tanaman pohon lain yang
mudah diperbanyak secara vegetatif, seperti ketela pohon dan jarak pagar. Introduksi dapat
dikombinasi dengan persilangan.

Persilangan

Malai padi dibungkus dengan kertas pelindung untuk mencegah penyerbukan yang tidak
dikehendaki. Persilangan masih menjadi tulang punggung industri perbenihan sampai saat ini.

Persilangan merupakan cara yang paling populer untuk meningkatkan variabilitas genetik,
bahkan sampai sekarang karena murah, efektif, dan relatif mudah dilakukan. Berbagai galur
hasil rekayasa genetika pun biasanya masih memerlukan beberapa kali persilangan untuk
memperbaiki penampilan sifat-sifat barunya.

Pada dasarnya, persilangan adalah manipulasi komposisi gen dalam populasi. Keberhasilan
persilangan memerlukan prasyarat pemahaman akan proses reproduksi tanaman yang
bersangkutan (biologi bunga). Berbagai macam skema persilangan telah dikembangkan
(terutama pada pertengahan abad ke-20) dan menghasilkan sekumpulan metode pemuliaan
yang telah diterapkan pada berbagai perusahaan perbenihan.

Walaupun secara teknis relatif mudah, keberhasilan persilangan perlu mempertimbangkan


ketepatan waktu berbunga (sinkronisasi), keadaan lingkungan yang mendukung,
kemungkinan inkompatibilitas, dan sterilitas keturunan. Keterampilan teknis dari petugas
persilangan juga dapat berpengaruh pada keberhasilan persilangan. Pada sejumlah tanaman,
seperti jagung, padi, dan Brassica napus (rapa), penggunaan teknologi mandul jantan dapat
membantu mengurangi hambatan teknis karena persilangan dapat dilakukan tanpa bantuan
manusia.

Semua varietas unggul padi, jagung, dan kedelai yang ditanam di Indonesia saat ini dirakit
melalui persilangan yang diikuti dengan seleksi.
Perkembangan dalam biologi molekular memunculkan metode-metode pemuliaan baru yang
dibantu dengan penanda genetik dan dikenal sebagai pemuliaan dengan penanda.

Manipulasi kromosom

Yang termasuk dalam cara ini adalah semua manipulasi ploidi, baik poliploidisasi
(penggandaan genom) maupun pengubahan jumlah kromosom. Gandum roti dikembangkan
dari penggabungan tiga genom spesies yang berbeda-beda. Semangka tanpa biji
dikembangkan dari persilangan semangka tetraploid dengan semangka diploid. Pengubahan
jumlah kromosom (seperti pembuatan galur trisomik atau monosomik) biasanya dilakukan
sebagai alat analisis genetik untuk menentukan posisi gen-gen yang mengatur sifat tertentu.
Galur dengan jumlah kromosom yang tidak berimbang seperti itu mengalami hambatan
dalam pertumbuhannya.

Teknik pemuliaan ini sebenarnya juga mengandalkan persilangan dalam praktiknya.

Pemuliaan dengan bantuan mutasi

Pemuliaan tanaman dengan bantuan mutasi (dikenal pula sebagai pemuliaan tanaman mutasi)
adalah teknik yang pernah cukup populer untuk menghasilkan variasi-variasi sifat baru.
Teknik ini pertama kali diterapkan oleh Stadler pada tahun 1924[24] tetapi prinsip-prinsip
pemanfaatannya untuk pemuliaan tanaman diletakkan oleh Åke Gustafsson dari Swedia.[24]
Tanaman dipaparkan pada sinar radioaktif dari isotop tertentu (biasanya kobal-60) dengan
dosis rendah sehingga tidak mematikan tetapi mengubah sejumlah basa DNA-nya. Mutasi
pada gen akan dapat mengubah penampilan tanaman. Pada tanaman yang dapat diperbanyak
secara vegetatif, induksi jaringan kimera sudah cukup untuk menghasilkan kultivar baru.
Pada tanaman yang diperbanyak dengan biji, mutasi harus terbawa oleh sel-sel reproduktif,
dan generasi selanjutnya (biasa disebut M2, M3, dan seterusnya) diseleksi.

Pemuliaan mutasi sejak akhir abad ke-20 telah dilakukan pula dengan melakukan mutasi pada
jaringan yang dibudidayakan (kultur jaringan) atau dengan bantuan teknik TILLING.
TILLING membantu mutasi secara lebih terarah sehingga hasilnya lebih dapat diramalkan.[25]

Hingga tahun 2006 telah dihasilkan lebih dari 2300 kultivar tanaman dengan mutasi, 566 di
antaranya adalah tanaman hias.[26] Daftar kultivar dengan pemuliaan mutasi dapat diakses
pada http://www-mvd.iaea.org.

Manipulasi gen dan ekspresinya

Metode-metode yang melibatkan penerapan genetika molekular masuk dalam kelompok ini,
seperti teknologi antisense, peredaman gen (termasuk interferensi RNA), rekayasa gen, dan
overexpression. Meskipun teknik-teknik ini telah diketahui berhasil diterapkan dalam skala
percobaan, belum ada kultivar komersial yang dirilis dengan cara-cara ini.

Alat biolistik untuk transfer gen.

Transfer gen sebagai alat untuk menghasilkan keragaman genetik tanaman mulai
dikembangkan sejak 1980-an, setelah orang menemukan enzim endonuklease restriksi dan
mengetahui cara menyisipkan fragmen DNA organisme asing ke dalam kromosom penerima,
dan diciptakannya alat sekuensing DNA. Teknik transfer gen juga memerlukan keterampilan
dalam budidaya jaringan untuk mendukung proses ini. Karena memerlukan biaya sangat
tinggi, hanya industri agrokimia yang sanggup menggunakan metode ini. Akibat dari hal ini
berkembanglah isu "penguasaan gen" sebagai isu politik baru karena gen-gen "buatan" dan
kultivar yang dihasilkan dikuasai oleh segelintir perusahaan multinasional besar.

Dalam transfer gen, fragmen DNA dari organisme lain (baik mikroba, hewan, atau tanaman),
atau dapat pula gen sintetik, disisipkan ke dalam tanaman penerima dengan harapan gen
"baru" ini akan terekspresi dan meningkatkan keunggulan tanaman tersebut. Strategi
pemuliaan ini banyak mendapat penentangan dari kelompok-kelompok lingkungan karena
kultivar yang dihasilkan dianggap membahayakan lingkungan jika dibudidayakan.

Penyisipan gen dilakukan melalui berbagai cara: transformasi dengan perantara bakteri
penyebab puru tajuk Agrobacterium (terutama untuk tanaman non-monokotil), elektroporasi
terhadap membran sel, biobalistik (penembakan partikel), dan transformasi dengan perantara
virus.

Identifikasi dan seleksi terhadap bahan pemuliaan

Penyaringan adalah salah satu cara mengidentifikasi sifat yang dimiliki bahan pemuliaan. Galur di
sebelah kanan rentan terhadap kegaraman tinggi, sedangkan di sebelah kiri toleran.

Bahan atau materi pemuliaan dengan keanekaragaman yang luas selanjutnya perlu
diidentifikasi sifat-sifat khas yang dibawanya, diseleksi berdasarkan hasil identifikasi sesuai
dengan tujuan program pemuliaan, dan dievaluasi kestabilan sifatnya sebelum dinyatakan
layak dilepas kepada publik. Dalam proses ini penguasaan berbagai metode percobaan,
metode seleksi, dan juga "naluri" oleh seorang pemulia sangat diperlukan.

Identifikasi keunggulan

Usaha perluasan keanekaragaman akan menghasilkan banyak bahan yang harus


diidentifikasi. Pertimbangan sumber daya menjadi faktor pembatas dalam menguji banyak
bahan pemuliaan. Di masa lalu identifikasi dilakukan dengan pengamatan yang
mengandalkan naluri seorang pemulia dalam memilih beberapa individu unggulan. Program
pemuliaan modern mengandalkan rancangan percobaan yang diusahakan seekonomis tetapi
seakurat mungkin. Percobaan dapat dilakukan di laboratorium untuk pengujian
genotipe/penanda genetik atau biokimia, di rumah kaca untuk penyaringan ketahanan
terhadap hama atau penyakit, atau lingkungan di bawah optimal, serta di lapangan terbuka.
Tahap identifikasi dapat dilakukan terpisah maupun terintegrasi dengan tahap seleksi.

Seleksi

Banyak metode seleksi yang dapat diterapkan, penggunaan masing-masing ditentukan oleh
berbagai hal, seperti moda reproduksi (klonal, berpenyerbukan sendiri, atau silang),
heritabilitas sifat yang menjadi target pemuliaan, serta ketersediaan biaya dan fasilitas, serta
jenis kultivar yang akan dibuat.

Tanaman yang dapat diperbanyak secara klonal merupakan tanaman yang relatif mudah
proses seleksinya. Keturunan pertama hasil persilangan dapat langsung diseleksi dan dipilih
yang menunjukkan sifa-sifat terbaik sesuai yang diinginkan.

Seleksi massa dan seleksi galur murni dapat diterapkan terhadap tanaman dengan semua
moda reproduksi. Hasil persilangan tanaman berpenyerbukan sendiri yang tidak
menunjukkan depresi silang-dalam seperti padi dan gandum dapat pula diseleksi secara curah
(bulk). Teknik modifikasi seleksi galur murni yang sekarang banyak dipakai adalah keturunan
biji tunggal (single seed descent, SSD) karena dapat menghemat tempat dan tenaga kerja.

Terhadap tanaman berpenyerbukan silang atau mudah bersilang, seleksi berbasis nilai
pemuliaan (breeding value) dianggap yang paling efektif. Berbagai metode, seperti seleksi
"tongkol-ke-baris" (beserta modifikasinya), seleksi saudara tiri, seleksi saudara kandung, dan
seleksi saudara kandung timbal-balik (reciprocal selection), diterapkan apabila tanaman
memenuhi syarat perbanyakan seperti ini. Metode seleksi timbal-balik yang berulang
(recurrent reciprocal selection) adalah program seleksi jangka panjang yang banyak
diterapkan perusahaan-perusahaan besar benih untuk memperbaiki lungkang gen (gene pool)
yang mereka miliki. Dua atau lebih lungkang gen perlu dimiliki dalam suatu program
pembuatan varietas hibrida.

Penggunaan penanda genetik sangat membantu dalam mempercepat proses seleksi. Apabila
dalam pemuliaan konvensional seleksi dilakukan berdasarkan pengamatan langsung terhadap
sifat yang diamati, aplikasi pemuliaan tanaman dengan penanda (genetik) dilakukan dengan
melihat hubungan antara alel penanda dan sifat yang diamati. Agar supaya teknik ini dapat
dilakukan, hubungan antara alel/genotipe penanda dengan sifat yang diamati harus
ditegakkan terlebih dahulu.

Evaluasi (pengujian)

Bahan-bahan pemuliaan yang telah terpilih harus dievaluasi atau diuji terlebih dahulu dalam
kondisi lapangan karena proses seleksi pada umumnya dilakukan pada lingkungan terbatas
dan dengan ukuran populasi kecil. Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah keunggulan yang
ditunjukkan sewaktu seleksi juga dipertahankan dalam kondisi lahan pertanian terbuka dan
dalam populasi besar. Selain itu, bahan pemuliaan terpilih juga akan dibandingkan dengan
kultivar yang sudah lebih dahulu dirilis. Calon kultivar yang tidak mampu mengungguli
kultivar yang sudah lebih dahulu dirilis akan dicoret dalam proses ini. Apabila bahan
pemuliaan lolos tahap evaluasi, ia akan dipersiapkan untuk dirilis sebagai kultivar baru.

Dalam praktik, biasanya ada tiga jenis evaluasi atau pengujian yang diterapkan sebelum suatu
kultivar dilepas, yaitu uji pendahuluan (melibatkan 20-50 bahan pemuliaan terseleksi), uji
daya hasil pendahuluan (maksimum 20), dan uji multilingkungan/multilokasi (atau uji daya
hasil lanjutan, biasanya kurang dari 10). Semakin lanjut tahap pengujian, ukuran plot
percobaan semakin besar. Setiap negara memiliki aturan tersendiri mengenai bakuan untuk
masing-masing jenis pengujian dan jenis tanaman.

Calon kultivar yang akan dirilis/dilepas ke publik diajukan kepada badan pencatat (registrasi)
perbenihan untuk disetujui pelepasannya setelah pihak yang akan merilis memberi informasi
mengenai ketersediaan benih yang akan diperdagangkan.

Perbenihan

Benih kultivar unggul yang dirilis dikuasai oleh pemulia yang merakitnya dan hak ini
dinamakan "perlindungan varietas" atau "hak pemulia" (breeder's right). Benih di tangan
pemulia disebut benih pemulia ("breeder seed") dan terbatas jumlahnya. Benih pemulia
tersedia hanya terbatas dan perbanyakannya sepenuhnya dikontrol oleh pemulia.

Kritik atas program pemuliaan tanaman


Lihat pula: Tanaman transgenik

Pemuliaan tanaman masih menjadi salah satu tumpuan dalam usaha penyediaan pangan
dunia;[27] meskipun demikian, sejumlah isu dan keprihatinan telah dilemparkan terhadap
program pemuliaan tanaman.

Penyempitan keanekaragaman genetik

Penyempitan keanekaragaman genetik merupakan isu mendasar yang telah disuarakan dan
disadari sejak awal pemuliaan tanaman modern. Akibat fokus pada peningkatan produksi dan
mutu hasil, sebagian kecil variasi genetik mendominasi pertanaman. Seleksi yang dilakukan
dalam program pemuliaan tanaman mengakibatkan sempitnya keragaman genetik tanaman
yang dibudidayakan. Keadaan diperparah dengan sedikitnya pilihan kultivar yang ditanam
petani karena tuntutan konsumen akan keseragaman produk. Tanaman menjadi mudah
terserang hama dan penyakit, karena organisme pengganggu lebih tinggi plasitisitas
fenotipiknya daripada tanaman budidaya. Beberapa wabah besar telah terjadi akibat hal ini,
seperti hawar kentang, hawar jagung, dan tungro pada padi (lewat perantara wereng coklat).
Suatu kajian terhadap kandungan gizi sejumlah kultivar tanaman sayuran kebun dari tahun
1950 sampai 1999 menunjukkan efek kompensasi penurunan sejumlah kandungan gizi akibat
fokus diberikan kepada hasil, termasuk 6% protein dan 38% riboflavin (vitamin B2).[28]
Sempitnya latar belakang genetik juga akan menyebabkan stagnasi dalam program
pemuliaan. Untuk mengatasi hal ini, program pemuliaan modern memasukkan persilangan
dengan kerabat jauh atau bahkan spesies yang berbeda untuk memperluas variabilitas. Selain
itu, persyaratan kestabilan penampilan untuk sejumlah spesies tanaman diperlunak sehingga
kultivar yang bersifat spesifik lokasi juga dapat disetujui untuk dirilis.

Penguasaan plasma nutfah

Kebanyakan kultivar tanaman masa kini dihasilkan oleh sebagian kecil perusahaan benih,
beberapa di antaranya bermodal kuat, transnasional, dan menguasai teknologi tinggi.
Masyarakat adat, yang sebelum terjadi industrialisasi pertanian menguasai benih berangsur-
angsur terdesak perannya dan petani lambat-laun tergantung pada pasokan benih dari industri
benih. Hal ini dipandang tidak adil oleh anggota gerakan anti-globalisasi. Keadaan ini sedikit
banyak merupakan akibat dari Revolusi Hijau, yang berfokus pada peningkatan hasil, dan
pemberlakuan prinsip Perlindungan Varietas Tanaman (Hak Cipta Pemulia Tanaman).

Salah satu pemecahan yang ditawarkan adalah menggunakan konsep pemuliaan tanaman
partisipatif (participatory plant breeding). Melalui cara ini, plasma nutfah tetap dikuasai oleh
masyarakat pemilik plasma nutfah, tetapi industri benih juga mendapat keuntungan dari
pemanfaatan sumber daya genetik ini.

Bibit Jati
Solusi Investasi Masa Depan
Cari yang Anda Butuhkan Di sini

Pelaksanaan Penanaman Jati Kultur Jaringan


Ini merupakan hal kedua dari 4 hal penting dalam teknik budidaya tanaman Jati Kultur Jaringan.
Dalam melakukan penanaman pohon Jati Kultur Jaringan, tahapan yang sebaiknya dilakukan yaitu:

 Siapkan bibit Jati Kultur Jaringan (dalam polybag) dan peralatan-peralatan yang dibutuhkan
untuk penanaman (cangkul, arit pisau silet, atau cutter, dll).
 Membuka plastik polybag bagian bawah dengan cara memotong atau menyayat plastik
bagian bawah secara melingkar menggunakan silet/cutter (1 cm dari dasar polybag), secara
hati-hati jangan sampai sistem perakarannya rusak. Jika akar tunggangnya menembus
polybag dan bengkok, maka akar yang bengkok dipotong dan bila memungkinkan polesi
ujung ujung akar yang dipotong tersebut dengan ZPT penumbuh akar (misalnya Rootone F
atau Rapid Root). Kemudian menyayat plastik bagian samping secara tegak lurus dari bawah
ke atas dengan menyisakan 2 cm dari atas (jangan sampai terputus). Biarkan plastik
menempel di media tumbuh atau tanah yang ada dalam polybag.
 Masukkan sebagian tanah top soil bekas galian ke dasar lubang dengan perkiraan bibit yang
akan ditanam nantinya tidak terlalu dalam terpendam dan sedapat mungkin pangkal batang
bibit dalam polybag yang akan ditanam sejajar atau lebih tinggi sedikit dengan permukaan
tanah sekitarnya. Bila memungkinkan masukkan pula Furadan 3G atau curater secukupnya
untuk sterilisasi dari hama dan penyakit di dalam tanah.
 Setelah bibit tertutup tanah, tarik secara perlahan-lahan plastik polybag ke atas. Kemudian
setelah plastik polybag terlepas, padatkan tanah dengan timbunan dengan cara dipijak-pijak
dengan kaki. Harus diperhatikan, jangan sampai ada cekungan yang memungkinkan air bisa
menggenang.
 Untuk menjaga agar tanaman Jati yang baru ditanam tidak roboh tertiup angin maka
sebaiknya diberi ajir/tiang pancang dan diikat dengan tali rafia. Setelah itu tanaman disiram
air secukupnya.

Catatan penting:

 Pelaksanaan penanaman sebaiknya dilakukan pada saat musim hujan dan tidak pada terik
matahari. Jadi dilaksanakan pada sore hari atau pada saat mendung.
 Jika keadaan terpaksa, dengan menanam dimusim kering atau saat terik matahari, maka
sebaiknya daun bibit dikupir (dipotong sebagian) terlebih dahulu sebelum melakukan
penanaman. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi transpirasi (penguapan air)
 Jika tersedia dolomit dan pupuk anorganik dapat pula dicampurkan pada tanah yang akan
digunakan untuk menimbun. Setiap lubang dibutuhkan dolomit 150 - 200 gr dan NPK
(15:15:15) 100 gr/pohon.
 Lubang tanam sebaiknya dibiarkan 1 - 2 minggu sebelum bibit ditanam. Jadi setelah lubang
tanam siap tidak langsung dilakukan penanaman. Hal ini dimaksudkan untuk sterilisasi dan
jika memungkinkan pada lubang tersebut,
 Tanaman jati sebaiknya tidak ditanam dibawah naungan tanaman lain yang lebih tinggi,
karena pertumbuhannya akan terhambat.
Links to this post

Buat sebuah Link

Panduan Teknis

 Pemeliharaan Tanaman Jati Kultur Jaringan

Hal Penting yang ketiga dari teknik budidaya tanaman Jati Kultur Jaringan adalah
pemeliharaan tanaman. Tahapan pemeliharaan tanaman selama ...

 Teknik Budidaya Jati Kultur Jaringan

Teknik budidaya tanaman Jati Kultur Jaringan secara garis besar meliputi 4 hal penting yaitu:
Persiapan penanaman, pelaksanaan penanaman,

 Syarat Tumbuh atau Ekologi Tumbuh Jati Kultur Jaringan

Untuk memperoleh pertumbuhan yang baik dalam pembudidayaan tanaman Jati Kultur
Jaringan, maka ada beberapa syarat ekologi yang harus dipenuh...

 Panen dan Pasca Panen Jati Kultur Jaringan

Hal keempat dari teknik budidaya Jati Kultur Jaringan adalah Panen dan Pasca Panen. Pada
saat panen usahakan agar penebangan tidak merusak ...

 Jati Kultur Jaringan

Bibit Jati yang diproduksi adalah jenis bibit Jati cepat tumbuh dimana pada umur 5 - 7 tahun
diameter batang Jati mencapai 15 - 20 cm. Terda...

 Pelaksanaan Penanaman Jati Kultur Jaringan

Ini merupakan hal kedua dari 4 hal penting dalam teknik budidaya tanaman Jati Kultur
Jaringan. Dalam melakukan penanaman pohon Jati Kultur...

 Perbandingan Pertumbuhan Jati Kultur Jaringan dan Jati Konvensional

Perbandingan Pertumbuhan Jati Kultur Jaringan dan Jati Konvensional Pertumbuhan Jati
Kultur Jaringan seragam Volume kayu yang dihasilkan ku...

Silahkan Bergabung
© Jual Bibit Jati 2012. Diberdayakan oleh Blogger.
Budidaya tanaman jati | Jati Super | Jual
Bibit jati Emas | Kultur jaringan
Budidaya tanaman jati, Jati Super, Jual Bibit jati Emas, Kultur jaringan
Kayu Jati

Kayu Jati (Tectona grandis L.f.) atau ‘teak wood’ telah dikenal masyarakat nasional maupun
internasional sebagai bahan baku industri pengolahan kayu yang memiliki kualitas terbaik di
dunia. Kayu yang terkenal karena kekuatan, keawetan dan keindahannya ini memiliki nilai
tinggi baik secara ekonomi maupun seni.

Tak heran jika kayu jati selalu menjadi pilihan utama bahan industri furnitur, mebel maupun
bahan dasar kerajinan berkualitas. Kualitas kayu jati yang bagus menjadikan produk kayu jati
masuk dalam tingkatan mahal dan mewah. Harga kayu jati di pasar internasional berkisar
US$.500- $.2200 per meter kubik .

Meningkatnya permintaan produk kayu jati dari dalam negeri maupun untuk kebutuhan
ekspor khususnya menyebabkan peningkatan kebutuhan kayu jati untuk produk olahan.
Namun demikian, saat ini pasokan kayu jati untuk industri pengolahan kayu mengalami
penurunan.
Kebutuhan kayu jati dalam negeri mencapai angka 2,5 juta m3 per tahun hanya mampu
dipenuhi sebanyak 0,75 juta m3 per tahun. Penyebabnya adalah semakin berkurangnya
ketersediaan lahan serta factor dan umur panen kayu jati yang sangat panjang, yaitu minimal
45 tahun, sehingga selain pasokannya kurang, harganya pun menjadi mahal karena rotasi
tanaman yang terlalu panjang.

Namun untungnya, berkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini dapat
mempermudah dan memperpendek serta memperbanyak hasil yang diinginkan.Pohon jati
yang tadinya berumur puluhan tahun, kini telah dapat dipersingkat menjadi antara 15 – 20
tahun. Sedangkan untuk memperbanyak bibit tanaman jati yang dihasilkan, teknik yang
digunakan antara lain dengan cara okulasi dan kultur jaringan. Dengan cara okulasi dan
kultur jaringan, maka akan didapat sifat unggul yang sama dengan indukannya.

Jati cepat tumbuh yang dihasilkan tersebut dikenal dengan nama jati super, jati unggul, jati
prima atau jati emas. Pemberian nama tersebut bergantung pada perusahaan yang
memberikan nama produk bibit jati cepat tumbuh. Dengan kata lain, Jati emas, jati super,
jati pusaka, jati unggul dan lain-lain, merupakan produk yang sama. Jadi sebenarnya
perbedaan jati tersebut hanya pada penamaan saja.

Ditulis pada Jati Emas, Jati Super | Di-tag cepat tumbuh, Jati Emas, jati super, kultur jaringan, okulasi,
perbedaan | Tinggalkan Komentar

Pemotongan Cabang Secara Berkala


Posted on September 1, 2009 by Tommy

Pertumbuhan tanaman jati perlu diawasi agar mencapai hasil panen yang maksimal. Mulai dari
pemupukan hingga penjarangan. Dalam hal ini adalah melakukan penebangan cabang atau ranting
pada tanaman jati.

Salah satu tanaman jati yang bagus hasil panenya adalah memiliki kayu yang lurus. Agar
dapat memiliki kayu yang lurus adalah dengan pemilihan bibit unggul yang baik (karena bibit
jati yang baik adalah tidak memiliki cabang dan memiliki kayu yang lurus). Tiada gading
yang tak retak maksudnya adalah tidak semua bibit yang dihasilkan memiliki kualitas yang
sama. Bila salah satu tanaman jati kita memiliki cabang untuk memaksimalkan hasil panen
nantinya adalah dengan melakukan penebangan pada cabang-cabang atau ranting tanaman
jati tersebut.

Kenapa penebangan atau pemotongan ranting itu perlu dilakukan? Pertama agar tanaman jati
pada usia dini dapat fokus berkembang pada satu batang saja, sehingga pertumbuhan dapat
dengan cepat. Kedua agar kayu yang dihasilkan dapat lurus atau tidak bercabang.

Dengan mengontrol perkembangan tanaman jati secara berkala bermaksud memaksimalkan


hasil panen jati nantinya.
Ditulis pada Uncategorized | Di-tag Pemotongan Cabang | Tinggalkan Komentar

Pemeliharaan dan Kualitas


Posted on Agustus 31, 2009 by Tommy

Tanaman jati emas tidak banyak beda dengan tanaman jati lokal dalam hal penanaman dan
pemeliharaanya.
Hama jati yang banyak ditemukan antara lain adalah bubuk jati (Xyleborus destruens Bldf)
yang menyerang batang hingga berlubang-lubang, ulat daun jati (Hiblaea puena Cr, Pyrausta
machoeralis Wlk) yang mampu memakan daun hingga gundul, rayap atau inger-inger
(Neotermes tectonac Damm) dan oleng-oleng (Duomitus ceramicus Wlk) yang menyerang
batang melalui akar.
Penyakit yang lazim terdapat pada jati antara lain disebabkan oleh bakteri (Pseudomonas
solanacearum Smith), jamur upas (Corticium salmonicolor Berk and Br) dan benalu
(Loranthus spp).

Penyemprotan insektisida (Lanatte) secara berkala tiap 2 minggu adalah sangat diperlukan
untuk mengendalikan serangan ulat dan belalang. Penyemprotan insektisida dengan dosis
yang tepat akan mencegah dan mematikan hama serangga yang menyerang dan merusak jati
tanaman muda (sampai umur 6 bulan). Pengendalian hama tanaman jati yang sudah besar
dengan cara mengasapi tanaman menggunakan belerang yang dibakar adalah lebih efektif.
Selain itu pencegahan hama dapat dilakukan dengan tindakan silvikultur seperti penjarangan
dan pembersihan tumbuhan bawah yang menjadi sarang hama. Pemberantasan penyakit dapat
dilakukan dengan jalan segera menebang dan membakar pohon yang terserang. Pengendalian
ini ditujukan agar pertumbuhan tanaman jati tidak terganggu.

Ditulis pada Jati Emas | Di-tag Pemeliharaan & Kualitas | 1 Komentar

Jati Emas
Posted on Agustus 28, 2009 by Tommy

Industri furniture dengan orientasi ekspor sudah sejak lama menjadi bisnis andalan, erlebih
setelah lonjakan harga US dollar. Belakangan industri yang menggunakan bahan baku berupa
kayu jati (Tectona grandis), mahoni dll menghadapi berbagai kendala yang bermuara pada
keterbatasan sumber bahan baku. Hambatan ekspor lainnya seperti resesi ekonomi yang
melanda beberapa negara tujuan ekspor, isu penggundulan hutan akibat penebangan yang
tidak terkendali dll berperan cukup signifikan. Terbatasnya sumber alam disebabkan oleh
siklus produksi pohon tanaman keras yang sangat panjang, misalnya pohon jati membutuhkan
waktu 40 tahun untuk bisa dipanen.

Bisa dibayangkan bahwa lahan-lahan kritis akan bertambah luas dan rehabilitasinya
membutuhkan waktu yang sangat panjang. Luas lahan kritis di Indonesia saat ini mencapai
luasan 56 juta hektar. Dari sudut ekologis, penanaman jati emas membantu konservasi alam
di sekitar lahan karena sistem perakarannya menjaga tanah dari kemungkinan erosi air muka
tanah.

Kehadiran tanaman jati emas merupakan terobosan baru dalam mengantisipasi kelangkaan
bahan baku industri kayu, rehabilitasi lahan kritis, dan pencegahan kerusakan hutan tanaman
jati. Tanaman jati emas merupakan bibit unggul hasil budidaya sistem kultur jaringan
dikembangkan pertama kali dalam laboratorium, yang tanaman induknya pada mulanya
berasal dari negara Myanmar. Jati emas sudah sejak tahun 1980 ditanam secara luas di
Myanmar dan Thailand. Area penanamannya mencakup luas ribuan hektar. Sementara
Malaysia menyusul penanaman jati emas secara meluas di tanun 1990. Di Indramayu, Jawa
Barat sejak tahun 1999 telah dilakukan penanaman jati emas sampai satu juta pohon.

Tanaman jati emas sudah bisa dipanen mulai umur 5 – 15 tahun, yang selain keuntungan
berupa pertumbuhan yang cepat, juga tumbuh dengan seragam dan lebih tahan terhadap
serangan hama dan penyakit. Apabila tanaman jati konvensional berumur 5 tahun baru
berdiameter 3,5 cm dan tinggi 4,0 m maka jati emas pada umur yang sama (5 – 7 tahun)
sudah mempunyai kayu yang berdiameter 27,0 cm dan tinggi pohon 16 m. Dibandingkan
dengan jenis kayu pertukangan lain, kualitas kayu jati emas lebih baik, lagipula volume
penyusutan hanya 0,5 kalinya.

Penanaman jati emas cocok untuk daerah tropis terutama pada tanah yang banyak
mengandung kapur. Tanah yang ideal adalah tanah jenis aluvial dengan kisaran pH 4,5
sampai 7. Dapat tumbuh dengan baik jika ditanam di daerah dataran rendah (50 – 80 m dpl)
sampai dataran tinggi dengan ketinggian 800 m dpl. Tanaman ini diketahui sangat tidak tahan
dengan kondisi tergenang air, sehingga area pertanaman jati emas mutlak membutuhkan
sistem drainase yang baik.

Kisaran curah hujan antara 1.500 – 2.000 mm/tahun. Pola tanam untuk jati emas biasanya
dilakukan secara monokultur dengan jarak tanam 2 x 2,5 m. Dalam satu hektar lahan bisa
ditanam sebanyak 2.000 tanaman. Apabila diterapkan pola tanam tumpang sari, dengan jarak
tanam 3 x 6 m maka dalam satu hektar bisa ditanam 555 pohon. Lubang tanam dibuat
berukuran panjang, lebar dan dalam sebesar 60 cm.

Tingginya animo penanaman jati emas didorong oleh faktor-faktor seperti analisa keuntungan
yang menggiurkan, cepatnya pengembalian modal, nilai investasi yang relatip rendah, dan
tingkat produktivitas tanaman yang sangat tinggi. Lagipula kebutuhan pasar internasional
akan produk kayu jati yang baru terpenuhi 20 % dari Indonesia merupakan jaminan
pemasaran yang sangat berprospek. Harga bibit jati emas untuk pembelian di atas 5.000
pohon sekitar Rp 12.000 / pohon (dalam Jawa) dan Rp 17.500 / pohon untuk daerah luar
Jawa. Produksi pohon jati emas antara lain dilakukan oleh Perum Perhutani.

Perkiraan Hasil Panen Kayu Jati Emas (2.000 pohon per hektar)
Masa Panen
Uraian
Tahun ke-5 Tahun ke-10 Tahun ke-15

Panen (pohon) 1.000 350 650

Sisa (pohon) 1.000 650 0

Tinggi (m) 12 15 17

Diameter (cm) 20 27 37

Volume (m3) 300 238 949


Catatan : Hasil kayu 3 kali panen (15 tahun) adalah 1.470 m3 / ha

Sumber : SEAMEO-BIOTROP dalam Bisnis Indonesia. 23-10-01

Ditulis pada Jati Emas | Di-tag Jati Emas | 3 Komentar

Penggunaan kayu jati


Posted on Agustus 28, 2009 by Tommy

Kayu jati mengandung semacam minyak dan endapan di dalam sel-sel kayunya, sehingga
dapat awet digunakan di tempat terbuka meski tanpa divernis; apalagi bila dipakai di bawah
naungan atap.

Jati sejak lama digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal laut, termasuk kapal-kapal
VOC yang melayari samudera di abad ke-17. Juga dalam konstruksi berat seperti jembatan
dan bantalan rel.

Di dalam rumah, selain dimanfaatkan sebagai bahan baku furniture, kayu jati digunakan pula
dalam struktur bangunan. Rumah-rumah tradisional Jawa, seperti rumah joglo Jawa Tengah,
menggunakan kayu jati di hampir semua bagiannya: tiang-tiang, rangka atap, hingga ke
dinding-dinding berukir.

Dalam industri kayu sekarang, jati diolah menjadi venir (veneer) untuk melapisi wajah kayu
lapis mahal; serta dijadikan keping-keping parket (parquet) penutup lantai. Selain itu juga
diekspor ke mancanegara dalam bentuk furniture luar-rumah.

Ranting-ranting jati yang tak lagi dapat dimanfaatkan untuk mebel, dimanfaatkan sebagai
kayu bakar kelas satu. Kayu jati menghasilkan panas yang tinggi, sehingga dulu digunakan
sebagai bahan bakar lokomotif uap.

Sebagian besar kebutuhan kayu jati dunia dipasok oleh Indonesia dan Myanmar.

Fungsi ekonomis hutan jati jawa: hasil hutan kayu

Sebagai jenis hutan paling luas di Pulau Jawa, hutan jati memiliki nilai ekonomis, ekologis,
dan sosial yang penting.

Kayu jati jawa telah dimanfaatkan sejak zaman Kerajaan Majapahit. Jati terutama dipakai
untuk membangun rumah dan alat pertanian. Sampai dengan masa Perang Dunia Kedua,
orang Jawa pada umumnya hanya mengenal kayu jati sebagai bahan bangunan. Kayu-kayu
bukan jati disebut ‘kayu tahun’. Artinya, kayu yang keawetannya untuk beberapa tahun saja.

Selain itu, jati digunakan dalam membangun kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang.
Beberapa daerah yang berdekatan dengan hutan jati di pantai utara Jawa pun pernah menjadi
pusat galangan kapal, seperti Tegal, Juwana, Tuban, dan Pasuruan. Namun, galang kapal
terbesar dan paling kenal berada di Jepara dan Rembang, sebagaimana dicatat oleh petualang
Tomé Pires pada awal abad ke-16.

VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, Kompeni Hindia Timur Belanda) bahkan


sedemikian tertarik pada “emas hijau” ini hingga berkeras mendirikan loji pertama mereka di
Pulau Jawa —tepatnya di Jepara— pada 1651. VOC juga memperjuangkan izin berdagang
jati melalui Semarang, Jepara, dan Surabaya. Ini karena mereka menganggap perdagangan
jati akan jauh lebih menguntungkan daripada perdagangan rempah-rempah dunia yang saat
itu sedang mencapai puncak keemasannya.

Di pertengahan abad ke-18, VOC telah mampu menebang jati secara lebih modern. Dan,
sebagai imbalan bantuan militer mereka kepada Kerajaan Mataram di awal abad ke-19, VOC
juga diberikan izin untuk menebang lahan hutan jati yang luas.

VOC lantas mewajibkan para pemuka bumiputera untuk menyerahkan kayu jati kepada VOC
dalam jumlah tertentu yang besar. Melalui sistem blandong, para pemuka bumiputera ini
membebankan penebangan kepada rakyat di sekitar hutan. Sebagai imbalannya, rakyat
dibebaskan dari kewajiban pajak lain. Jadi, sistem blandong tersebut merupakan sebentuk
kerja paksa.

VOC kemudian memboyong pulang gelondongan jati jawa ke Amsterdam dan Rotterdam.
Kedua kota pelabuhan terakhir ini pun berkembang menjadi pusat-pusat industri kapal kelas
dunia.

Di pantai utara Jawa sendiri, galangan-galangan kapal Jepara dan Rembang tetap sibuk
hingga pertengahan abad ke-19. Mereka gulung tikar hanya setelah banyak pengusaha
perkapalan keturunan Arab lebih memilih tinggal di Surabaya. Lagipula, saat itu kapal lebih
banyak dibuat dari logam dan tidak banyak bergantung pada bahan kayu.

Namun, pascakemerdekaan negeri ini, jati jawa masih sangat menguntungkan. Produksi jati
selama periode emas 1984-1988 mencapai 800.000 m3/tahun. Ekspor kayu gelondongan jati
pada 1989 mencapai 46.000 m3, dengan harga jual dasar 640 USD/m3.

Pada 1990, ekspor gelondongan jati dilarang oleh pemerintah karena kebutuhan industri
kehutanan di dalam negeri yang melonjak. Sekalipun demikian, Perhutani mencatat bahwa
sekitar 80% pendapatan mereka dari penjualan semua jenis kayu pada 1999 berasal dari
penjualan gelondongan jati di dalam negeri. Pada masa yang sama, sekitar 89% pendapatan
Perhutani dari ekspor produk kayu berasal dari produk-produk jati, terutama yang berbentuk
garden furniture (mebel taman).

Wikipedia
Ditulis pada Uncategorized | Di-tag Penggunaan | Tinggalkan Komentar

Manfaat lain pohon jati


Posted on Agustus 27, 2009 by Tommy

Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus, termasuk


pembungkus makanan. Nasi yang dibungkus dengan daun jati terasa lebih nikmat. Contohnya
adalah nasi jamblang yang terkenal dari daerah Jamblang, Cirebon.

Daun jati juga banyak digunakan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai
pembungkus tempe.

Berbagai jenis serangga hama jati juga sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan orang
desa. Dua di antaranya adalah belalang jati (Jw. walang kayu), yang besar berwarna
kecoklatan, dan ulat-jati (Endoclita). Ulat jati bahkan kerap dianggap makanan istimewa
karena lezatnya. Ulat ini dikumpulkan menjelang musim hujan, di pagi hari ketika ulat-ulat
itu bergelantungan turun dari pohon untuk mencari tempat untuk membentuk kepompong
(Jw. ungkrung). Kepompong ulat jati pun turut dikumpulkan dan dimakan.

Wikipedia
Ditulis pada Uncategorized | Di-tag Manfaat | Tinggalkan Komentar

Sifat kayu jati


Posted on Agustus 27, 2009 by Tommy

Kayu jati merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Secara
teknis, kayu jati memiliki kelas kekuatan I dan kelas keawetan I. Kayu ini sangat tahan
terhadap serangan rayap.

Kayu teras jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua. Kayu gubal, di
bagian luar, berwarna putih dan kelabu kekuningan.

Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk
membuat furniture dan ukir-ukiran. Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang
licin dan seperti berminyak. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas,
sehingga menghasilkan gambaran yang indah.

Dengan kehalusan tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu
mewah. Oleh karena itu, jati banyak diolah menjadi mebel taman, mebel interior, kerajinan,
panel, dan anak tangga yang berkelas.

Sekalipun relatif mudah diolah, jati terkenal sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah
bentuk oleh perubahan cuaca. Atas alasan itulah, kayu jati digunakan juga sebagai bahan dok
pelabuhan, bantalan rel, jembatan, kapal niaga, dan kapal perang. Tukang kayu di Eropa pada
abad ke-19 konon meminta upah tambahan jika harus mengolah jati. Ini karena kayu jati
sedemikian keras hingga mampu menumpulkan perkakas dan menyita tenaga mereka.
Manual kelautan Inggris bahkan menyarankan untuk menghindari kapal jung Tiongkok yang
terbuat dari jati karena dapat merusak baja kapal marinir Inggris jika berbenturan.

Pada abad ke-17, tercatat jika masyarakat Sulawesi Selatan menggunakan akar jati sebagai
penghasil pewarna kuning dan kuning coklat alami untuk barang anyaman mereka. Di Jawa
Timur, masyarakat Pulau Bawean menyeduh daun jati untuk menghasilkan bahan pewarna
coklat merah alami. Orang Lamongan memilih menyeduh tumbukan daun mudanya.
Sementara itu, orang Pulau Madura mencampurkan tumbukan daun jati dengan asam jawa.
Pada masa itu, pengidap penyakit kolera pun dianjurkan untuk meminum seduhan kayu dan
daun jati yang pahit sebagai penawar sakit.

Jati burma sedikit lebih kuat dibandingkan jati jawa. Namun, di Indonesia sendiri, jati jawa
menjadi primadona. Tekstur jati jawa lebih halus dan kayunya lebih kuat dibandingkan jati
dari daerah lain di negeri ini. Produk-produk ekspor yang disebut berbahan java teak (jati
jawa, khususnya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur) sangat terkenal dan diburu oleh para
kolektor di luar negeri.

Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa jenis jati (Mahfudz dkk., t.t.):

1. Jati lengo atau jati malam, memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan
seperti mengandung minyak (Jw.: lengo, minyak; malam, lilin). Berwarna gelap, banyak
berbercak dan bergaris.
2. Jati sungu. Hitam, padat dan berat (Jw.: sungu, tanduk).
3. Jati werut, dengan kayu yang keras dan serat berombak.
4. Jati doreng, berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala, sangat indah.
5. Jati kembang.
6. Jati kapur, kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur. Kurang
kuat dan kurang awet.

Anda mungkin juga menyukai

  • Japanese Enchepalitis
    Japanese Enchepalitis
    Dokumen19 halaman
    Japanese Enchepalitis
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Karunia Motivasi CBP
    Karunia Motivasi CBP
    Dokumen6 halaman
    Karunia Motivasi CBP
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Terjemahan Baru
    Terjemahan Baru
    Dokumen2 halaman
    Terjemahan Baru
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen7 halaman
    1
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Akk Edit
    Akk Edit
    Dokumen12 halaman
    Akk Edit
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Motivasi Pek
    Motivasi Pek
    Dokumen4 halaman
    Motivasi Pek
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Perkebunan
    Perkebunan
    Dokumen3 halaman
    Perkebunan
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Alat Reproduksi Wanita Dan Fungsinya
    Alat Reproduksi Wanita Dan Fungsinya
    Dokumen3 halaman
    Alat Reproduksi Wanita Dan Fungsinya
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • NXZDCJVCDK
    NXZDCJVCDK
    Dokumen12 halaman
    NXZDCJVCDK
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Perkebunan
    Perkebunan
    Dokumen51 halaman
    Perkebunan
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Alat Reproduksi Wanita Dan Fungsinya
    Alat Reproduksi Wanita Dan Fungsinya
    Dokumen3 halaman
    Alat Reproduksi Wanita Dan Fungsinya
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Bindo 2
    Bindo 2
    Dokumen2 halaman
    Bindo 2
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Alat Reproduksi Wanita Dan Fungsinya
    Alat Reproduksi Wanita Dan Fungsinya
    Dokumen3 halaman
    Alat Reproduksi Wanita Dan Fungsinya
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Ring Kasan
    Ring Kasan
    Dokumen8 halaman
    Ring Kasan
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Bindo
    Bindo
    Dokumen2 halaman
    Bindo
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Proses Terbentuk Nya Urine
    Proses Terbentuk Nya Urine
    Dokumen2 halaman
    Proses Terbentuk Nya Urine
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Air
    Air
    Dokumen4 halaman
    Air
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Bingb
    Bingb
    Dokumen4 halaman
    Bingb
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Materi Promkes
    Materi Promkes
    Dokumen10 halaman
    Materi Promkes
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • GGH
    GGH
    Dokumen1 halaman
    GGH
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Bingaa
    Bingaa
    Dokumen4 halaman
    Bingaa
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Materi Promkes
    Materi Promkes
    Dokumen18 halaman
    Materi Promkes
    weli
    Belum ada peringkat
  • Tugas 2.1
    Tugas 2.1
    Dokumen1 halaman
    Tugas 2.1
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Always You2
    Always You2
    Dokumen2 halaman
    Always You2
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Novel
    Novel
    Dokumen1 halaman
    Novel
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Kumpulan Puisi
    Kumpulan Puisi
    Dokumen12 halaman
    Kumpulan Puisi
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Always You
    Always You
    Dokumen2 halaman
    Always You
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Novel
    Novel
    Dokumen1 halaman
    Novel
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat
  • Tilisan
    Tilisan
    Dokumen3 halaman
    Tilisan
    WeliNomleni
    Belum ada peringkat