Anda di halaman 1dari 40

REFERAT

UVEITIS

Disusun oleh :
Anas bin Yahya (030.08.269)

Diajukan kepada :
dr.Novi Anita, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS TRISAKTI
RSUD BUDHI ASIH
17 FEBRUARI 2014 – 22 MARET2014
JAKARTA
2014

0
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

UVEITIS

Diajukan untuk memenuhi syarat Ilmu Kepaniteraan Klinik

di bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Budhi Asih

Telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: 5 Maret 2014

Disusun oleh :

Anas bin Yahya (030.08.269)

Dokter Pembimbing,

Dr. Novi Anita, Sp.M

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nyalah,

penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Uveitis” dengan baik. Penulisan referat ini

merupakan salah satu syarat mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di bagian Ilmu

Penyakit Mata RSUD Budhi Asih Jakarta. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat untuk

kepentingan pelayanan kesehatan, pendidikan, penelitian dan dapat dipergunakan dengan sebaik-

baiknya oleh berbagai pihak yang berkepentingan.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih kepada:

1. Dr. Novi Anita, Sp.M selaku dokter pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dalam penyusunan referat ini.

2. Teman-teman serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan

referat ini.

Penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak dijumpai

kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun dari para penelaah

sangat diharapkan demi proses penyempurnaan referat ini.

Jakarta, Maret 2014

2
Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar

dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis adalah

peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang meliputi peradangan

pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses

autoimun. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya

juga ikut mengalami inflamasi.(1)

Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang

disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut

iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering.

Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis. Uveitis umumnya

unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat

sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur, mata merah tanpa sekret mata purulen dan pupil

kecil atau ireguler.(2)

Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan sebesar 15

kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan.

Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena

terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan

gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh

karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif,

4
pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan

yang tepat.(3)

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI UVEA(4) :

Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri

atas iris, korpus siliar, dan koroid.

Gambar 1. Traktus uveilis(10)

1. Iris(4)

6
Iris adalah perpanjangan korpus ciliar ke anterior. Iris berupa permukaan pipih

dengan aperture bulat yang terletak di tengah, pupil. Iris terletak bersambungan dengan

permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata depan dari bilik mata belakang, yang

masing-masing berisi aqueous humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot

dilator. Kedua lapisan berpigmen pada permukaan posterior iris merupakan perluasan

neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior.

Perdarahan iris didapat dari circulus major iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai

lapisan endotel yang tidak berlubang (nonfenestrated) sehingga normalnya tidak

membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Persarafan sensoris iris melalui

serabut-serabut dalam nervi siliaris.

Gambar 2. Pandangan depan iris(11)

7
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil

pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas

parasimpatis yang dihantarkan melalui nernus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan

oleh aktivitas simpatis.

2. Korpus ciliar(4)

Korpus ciliar, yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,

membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus ciliar

terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm), dan zona posterior yang

datar, pars plana (4 mm). Processus ciliar berasal dari pars plicata. Prosessus ciliar ini

terutama terbentuk dari kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vorticosa. Kapiler-

kapilernya besar dan berlubang-lubang sehingga membocorkan fluoresein yang disuntikkan

secara intravena. Ada dua lapisan epitel siliaris: satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam,

yang merupakan peluasan neuroretina ke anterior; dan satu lapisan berpigmen di sebelah luar,

yang merupakan peluasan lapisan epitel pigmen retina. Prosessus ciliaris dan epitel siliaris

pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueous humor.

8
Gambar 3. Tampilan posterior corpus ciliaris, lensa dan ora serata.(11)

Musculus siliaris, tersusun dari gabungan serat-serat longitudinal, sirkular, dan radial.

Fungsi serat-serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang

berorigo di lembah-lembah di antara prosessus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada

kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai berbagai focus, baik untuk objek berjarak dekat

maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Serat-serat longitudinal musculus

siliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar porinya.

9
Gambar 4. Sudut bilik mata depan dan struktur di sekitarnya.(12)

Pembuluh-pembuluh darah yang mendarahi korpus siliaris berasal dari circulus

anteriosus major iris. Persarafan sensoris iris melalui saraf-saraf siliaris.

3. Koroid(4)

Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sclera. Koroid tersusun

atas tiga lapis pembuluh darah koroid; besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh

terletak dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid

dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh koroid dialirkan melalui empat vena

vorticosa, satu di tiap kuadran posterior. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran

10
Bruch dan di sebelah luar dibatasi oleh sclera. Ruang suprakoroid terletak di antara

koroid dan sclera. Koroid melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus optikus. Di

sebelah anterior, koroid bergabung dengan corpus siliaris.

B. UVEITIS

1. Definisi(4)

Istilah uveitis menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis, iridosiklitis), corpus

siliaris (uveitis intermediate, siklitis, uveitis perifer, atau pars palnitis), atau koroid

(koroiditis). Namun, dalam praktiknya, istilah ini turut mencakup peradangan pada retina

(vaskulitis retinal), dan nervus optikus (papilitis). Uveitis bisa juga terjadi sekunder

akibat radang kornea (keratitis), radang sclera (skleritis), atau keduanya (sklerokeratitis).

2. Klasifikasi(5)

Klasifikasi uveitis berdasarkan :

I. Anatomis :

 uveitis anterior : meliputi iris, iridosiklitis, dan uveitis intermedia.

 uveitis posterior : koroiditis, koriorenitis (bila peradangan koroid lebih

menonjol), retinokoroiditis (bila peradangan retina lebih menonjol), retinitis dan

uveitis diseminata.

 uveitis difus atau pan uveitis (terjadi ketika uveitis anterior dan posterior terjadi

bersamaan).

11
II. Klinis penyakit :

 akut : berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat

simptomatik.

 kronik : berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan

atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.

 Rekurens

III. Patologinya :

 Non granulomatosa : Peradangan terutama timbul di bagian anterior traktus

uvealis ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan

terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak

dan sedikit mononuklear.

 Granulomatosa : Adanya invasi mikroba aktif ke jaringan oleh bakteri.

Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior. Infiltrat dominan sel

limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-sel raksasa multinukleus. Pada kasus

berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior.

IV. Etiologi :

 bakteri : tuberkulosis , sifilis

 virus : herpes simplek, herpes zoster, citomegalovirus

 jamur : candida

 parasit : toksoplasma, toksokara

12
 imunologik : sindrom behcet, sindrom vogt-koyanagi-harada, oftalmia simpatika,

poliarteritis nodosa, granulomatosis wegener

 penyakit sistemik : penyakit kolagen, artritis reumatoid, multipel skerosis,

sarkoidosis, penyakit vaskular.

 Neoplasmik : leukemia, melanoma maligna, reticullum cell sarcoma

 lain – lain : AIDS.

3. Epidemiologi(3)(4)

Uveitis biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun dan berpengaruh pada 10-20%

kasus kebutaan yang tercatat di negara-negara maju. Uveitis lebih banyak ditemukan di

negara-negara berkembang dibandingkan di negara-negara maju karena lebih tingginya

prevalensi infeksi yang bisa mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis dan tuberculosis

di negara-negara berkembang.

4. Patofisiologi

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu

infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu

trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap

zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.

Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi

hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam

(antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius.

Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu

13
setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang iris dan badan siliar

menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein,

fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit

lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek

Tyndall).

Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang

berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam

COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan

berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic

precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu :

1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang

difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.

2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada

jenis non granulomatosa.

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan

terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat

menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut

sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat

pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh

pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil.

Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-

sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata

14
depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris

ke depan yang tampak sebagai iris bombans (iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam

bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.

Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan

lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar luas,

dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di

dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh

bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga

abses).

Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera

ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula

sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma

tembus, terutama yang mengenai badan silier.

C. Uveitis Anterior(4)(6)(7)

Uveitis terdiri dari berbagai klasifikasi, yang secara total diperkira telah

menyebabkan sekitar 10% dari kebutaan. Uveitis secara luas diklasifikasikan menjadi

anterior, intermediate, posterior dan panuveitis berdasarkan anatomi mata. Namun uveitis

anterior merupakan bentuk paling umum dari uveitis dengan berbagai insiden yang

dilaporkan dalam literatur di seluruh dunia. Uveitis anterior bisa sangat jinak tetapi sering

dapat menyebabkan morbiditas berat jika tidak diobati dengan tepat.

Uveitis anterior adalah bentuk paling umum dari peradangan intraokular dengan

kejadian bervariasi pada populasi umum dari berbagai negara di seluruh dunia. Secara

15
anatomis, anterior uveitis melibatkan peradangan iris (iritis), anterior bagian dari badan

ciliaris (anterior cyclitis) atau keduanya (iridocyclitis).(9) Uveitis anterior lebih sering

didapatkan jika dibandingkan dengan peradangan segmen posterior dan umumnya kurang

mengancam penglihatan dan kurang serius, terutama jika diobati dini . Uveitis anterior

biasanya menyebabkan penurunan pengelihatan selama tahap akut tetapi ianya dapat

memiliki dampak jangka panjang.

Uveitis anterior dapat terjadi secara akut, kronis atau berulang. Uveitis anterior

adalah jenis yang paling umum dari peradangan intraokular dan umumnya muncul

sebagai presentasi unilateral dengan rasa nyeri atau fotofobia, kemerahan dan sel dan

flare di bilik depan mata. Pasien dengan uveitis anterior biasanya mengeluh nyeri,

kemerahan, penglihatan kabur, fotofobia, dan mata berair. Sebagian besar pasien akan

mengalami serangan berulang-ulang dan akan mencari konsultasi dengan beberapa dokter

mata dan akan mempunyai riwayat menggunakan obat topikal dan/atau sistemik.

Pengelihatan kabur, mungkin merupakan gejala yang paling umum, disebabkan oleh

kekeruhan aqueous. Fotofobia umumnya terjadi karena spasme musculus siliaris tetapi

infiltrasi seluler bilik depan mata, edema epitel kornea dan keterlibatan musculus pupillae

juga bisa berkontribusi untuk terjadinya fotofobia. Tingkat nyeri yang berbeda-beda pada

uveitis anterior dapat dikaitkan dengan spasme musculus siliaris. Biasanya didapatkan

nyeri tumpul atau nyeri yang berdenyut. Nyeri yang berat dapat dikaitkan dengan tekanan

intraokular yang meningkat. Berbagai tingkat edema palpebrae bisa terlihat pada pasien

dengan uveitis anterior. Perikornea hiperemis dapat timbul akibat melebarnya pembuluh

darah episklera di corpus ciliaris.

16
Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel

radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada

dua jenis keratic precipitate, yaitu :

 mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang

difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.

 punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada

jenis non granulomatosa.

Keratic precipitate (KP) adalah deposit seluler pada endotel kornea. KP yang

halus dianggap sebagai inflamasi tipe alergi non-granulomatosa sedangkan KP mutton fat

yang besar berhubungan dengan peradangan granulomatosa. KP yang berwarna atau

berpigmen menunjukkan episode uveitis anterior yang terjadi sebelumnya. Secara

mikroskopis, KP adalah akumulasi dari sel-sel inflamasi limfosit-plasmocytic, dengan sel

epitheloid sebagai tambahan di KP granulomatosa. Sel dan flare dalam aqueous

disebabkan oleh infiltrasi selular dan eksudasi protein ke dalam ruang anterior. Sel dalam

aqueous merupakan tanda awal dan pasti peradangan aktif. Kebeningan dari aqueous

adalah karena kadar albumin yang tinggi sehingga disebut flare. Flare adalah tanda tidak

pasti peradangan aktif.

Pemeriksaan ruang anterior melibatkan pengamatan dengan pembesaran tinggi

sambil mengarahkan sinar kecil secara miring melalui aqueous, relative mengikuti

adaptasi gelap. Sel di ruang anterior dan/atau flare terlihat karena efek Tyndall dari sinar

terang. Gradasi reaksi seluler di ruang anterior membantu dalam penilaian tingkat

keparahan uveitis anterior. Gradasi berguna dalam menentukan respon pasien terhadap

terapi serta pemantauan jangka panjang. Miosis dapat disebabkan oleh refleks spasme

17
sphincter atau karena distensi pembuluh darah iris. Nodul iris adalah akumulasi leukosit

di iris anterior; nodul Koeppe terlihat pada marjin pupil sedangkan nodul Busaca yang

pada anterior stroma iris . Nodul pada permukaan iris perlu dibedakan dari nodul yang

terinfeksi. Sinekia posterior adalah perlekatan antara permukaan lensa anterior dan iris;

sinekia posterior yang meluas sehingga 360° disebut seclusio pupillae sementara occlusio

pupillae mengacu pada membran yang menutupi permukaan lensa, ruang anterior dapat

menunjukkan reaksi fibrinous, hypopyon, membran pupil dengan hypopyon dan

hyphema.

Iris atrofi dikaitkan dengan iridocyclitis kronis dan terjadi karena iskemia.

Neovaskularisasi dapat terjadi pada stroma iris atau di sudut ruang anterior, yang

akhirnya dapat menyebabkan glaukoma neovascular. Sel-sel di vitreous anterior jauh

melebihi dari sel aqueous dalam iritis, sedangkan pada iridocyclitis dengan uveitis

intermediate sel-sel didistribusikan secara merata antara dua kompartemen. Katarak

komplikata terjadi karena kapsul lensa menebal akibat sinekia posterior atau

permeabilitas membran yang berubah.

Peradangan dapat mengakibatkan baik peningkatan atau penurunan tekanan

intraokular. Serangan akut dari uveitis anterior dengan peradangan ruang anterior yang

berat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular dan ini paling sering

didapatkan pada keratouveitis virus atau sindrom Posner Schlosman. Namun, uveitis

anterior idiopatik juga dapat disertai dengan tekanan intraokular meningkat. Peradangan

berat corpus ciliaris dapat menyebabkan produksi aqueous menurun dan penurunan

tekanan intraokular berikutnya mungkin akibat dari peradangan itu sendiri, gejala sisa

peradangan, atau karena pengobatan steroid. Pada peradangan aktif, peningkatan tekanan

18
intraokular dapat disebabkan trabeculitis atau dapat disebabkan penutupan sudut

sekunder. Gonioskopi akan mengungkapkan Gonio-sinekia atau neovaskularisasi di

sudut, dan sudut bisa menjadi sudut terbuka atau tertutup tergantung pada tahap uveitis.

Gambar 5. Gambar slit-lamp menunjukkan KP lama(6)

19
Gambar 6. Gambar slit-beam dengan pembesaran 3x1mm di ruang gelap menunjukkan

adanya sel dan flare(6)

20
Gambar 7. Nodul Koeppe – Nodul pada marjin papil(6)

21
Gambar 8. Nodul Bussaca – Nodul pada permukaan iris(6)

22
Gambar 9. Membran fibrin di ruang anterior di antara kornea dan iris(6)

23
Gambar 10. Membran pupil dengan hypopion(6)

24
Gambar 11. Gonioskopi menunjukkan deposit fibrin di sudut bola mata(6)

25
Tabel 1. Standardization of Uveitis Nomenclature (SUN) Working Grouping of cells and

flare(6)

D. Uveitis Intermediate

Uveitis intermediate disebut juga uveitis perifer atau pars planitis adalah peradangan

intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting yaitu adanya

peradangan vitreus. Uveitis intermediet biasanya bilateral dan cenderung mengenai

pasien remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan

wanita. Gejala- gejala yang khas meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia

dan mata merah biasanya tidak ada atau hanya sedikit. Temuan pemeriksaan yang

menyolok adalah vitritis seringkali disertai dengan kondensat vitreus yang melayang

bebas seperti bola salju (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan corpus ciliaris

seperti gundukan salju (snow-banking). Peradangan bilik mata depan minimal tetapi jika

sangat jelas peradangan ini lebih tepat disebut panuveitis. Penyebab uveitis intermediate

26
tidak diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi sarkoidosis dan multipel sklerosis

berperan pada 10-20% kasus. Komplikasi uveitis intermediate yang tersering adalah

edema makula kistoid, vaskulitis retina dan neovaskularisasi pada diskus optikus.

E. Uveitis Posterior

Uveitis posterior adalah proses peradangan pada segmen posterior uvea, yaitu pada

koroid, dan disebut juga koroiditis. (8) Karena dekatnya koroid pada retina, maka penyakit

koroid hampir selalu melibatkan retina (korioretinitis). (1) Uveitis posterior biasanya lebih

serius dibandingkan uveitis anterior.

Peradangan di uvea posterior dapat menyebabkan gejala akut tapi biasanya

berkembang menjadi kronik. Kedua fase tersebut (akut dan kronik) dapat menyebabkan

pembuluh darah diretina saling tumpang tindih dengan proses peradangan di uvea

posterior.

Penyebab utama uvea posterior tidak berpengaruh pada faktor eksternal dari uvea

bagian posterior. Dengan pemeriksaan oftalmoskopi standar dan lamanya peradangan

penyakit secara lengkap dengan perubahan pada koroid sudah dapat dilihat kelainan.

Terjadinya perubahan elevasi yang memberi warna kuning atau abu – abu yang dapat

menutup koroid sehingga pada pemeriksaan koroid tidak jelas.

Perdarahan di retina akan menutup semua area, pada beberapa kasus terdapat lesi

yang kecil disertai kelainan pada koroid tapi setelah beberapa minggu atau bulan akan

ditemukan infiltrat dan edema hilang sehingga menyebabkan koroid dan retina atrofi dan

saling melekat. Daerah yang atrofi akan memberikan kelainan bermacam – macam dalam

bentuk dan ukuran. Perubahan ini akan menyebabkan perubahan warna koroid menjadi

27
putih, kadang pembuluh darah koroid akan tampak disertai karakteristik dari deposit

irregular yang banyak atau berkurangnya pigmen hitam terutama pada daerah marginal.

Lesi bisa juga ditemukan pada eksudat selular yang berkurang di koroid dan retina.

Inflamasi korioretinitis selalu ditandai dengan penglihatan kabur disertai dengan melihat

lalat berterbangan (floaters). Penurunan tajam penglihatan dapat dimulai dari ringan

sampai berat yaitu apabila koroiditis mengenai daerah makula atau papilomakula.

Kerusakan bisa terjadi perlahan – lahan atau cepat pada humor vitreus yang dapat

dilihat jelas dengan fundus yang mengalami obstruksi. Pada korioretinitis yang lama

biasanya disertai floaters dengan penurunan jumlah produksi air mata pada trabekula

anterior yang dapat ditentukan dengan pemeriksaan fenomena Tyndall. Penyebab floaters

adalah terdapatnya substansi di posterior kornea dan agregasi dari presipitat mutton fat

pada kornea bagian dalam. Mata merah merupakan gejala awal sebelum menjadi kuning

atau putih yang disertai penglihatan kabur, bila terdapat kondisi ini biasanya sudah

didapatkan atropi pada koroid, sering kali uveitis posterior tidak disadari oleh penderita

sampai penglihatannya kabur.

Gejala khas dari uveitis posterior adalah tajam penglihatan yang menurun,

floating spot dan skotoma. Karena terdapat banyak kelainan pada badan vitreus sel yang

disebabkan fokal atau multifokal retina dan koroid gambaran klinis bisa juga secara

bersamaan. Diagnosis banding tergantung dari lama dan penyebab infeksi atau bukan

infeksi. Infeksi bisa disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan cacing non

infeksi, bisa juga disebabkan oleh penurunan imunologik atau alergi organ, bisa juga

penyebabnya tidak diketahui setelah timbul endoftalmitis dan neoplasma.

28
1. Penatalaksanaan(6)

Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau

memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan

tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk

mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

Adapun terapi uveitis dapat dikelompokkan menjadi :

Terapi non spesifik :

1. Penggunaan kacamata hitam

Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat pemberian

midriatikum.

2. Kompres hangat

Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk

meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.

3. Midritikum/ sikloplegik

Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaks,

sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan. Selain itu,

midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun

melepaskan sinekia yang telah ada.

Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:

a. Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes

b. Homatropin 2% sehari 3 kali tetes

c. Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes

29
4. Anti inflamasi

Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis sebagai

berikut:

Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila radang

sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler : :

a. Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)

b. Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)

c. Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)

d. Methylprednisolone acetate 20 mg

Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80 mg per hari

sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.

Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.

Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang

mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal selama lebih dari

dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.

Terapi spesifik

Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior

telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering

diberikan berupa antibiotik, yaitu :

Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid.

Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.

30
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas

harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa memandang

penyebabnya.

Terapi terhadap komplikasi

1. Sinekia posterior dan anterior

Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior, perlu

diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

2. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis

anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:

Terapi konservatif :

Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam

Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam

Terapi bedah:

Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.

a. Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi

perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS)

dilakukan bedah filtrasi.

b. Sudut terbuka : bedah filtrasi.

31
3. Katarak komplikata

Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi yang diperlukan

adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis katarak serta

kemampuan ahli bedah.

2. Penyulit dan Komplikasi

 Komplikasi uveitis anterior:

Sinekia posterior dan anterior


Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior, perlu
diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis
anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:
 Terapi konservatif:
Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam. acetazolamide 250 mg tiap 6 jam
 Terapi bedah:
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.
Glaukoma sudut tertutup: iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi
perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS) dilakukan bedah
filtrasi.
Glaukoma sudut terbuka: bedah filtrasi.

32
Katarak komplikata.
Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi yang diperlukan
adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis katarak serta kemampuan
ahli bedah.

 Penyulit uveitis posterior(4) :


Keratopati pita
Uveitis kronik dalam beberapa tahun khususnya pada anak akan menimbulkan
pengendapan kalsium pada membrane basalis dan lapisan bowman. Endapan kalsium
biasanya ditimbulkan pada daerah intrapalpebra sering meluas ke daerah sumbu
penglihatan. Terapi dilakukan dengan cara epitel kornea sentral dilepaskan dengan 15
bard parker blade dengan meninggalkan sel – sel stem limbal secara utuh, kemudian
ditetesi EDTA 0,35% 5 menit kemudian dicuci dengan BSS. Proses ini diulang hingga
beberapa kali sampai deposit kalsium hilang dan dipasang bandage lensa kontak
kemudian diberi antibiotik dan sikloplegik.

Katarak
Penanganan katarak pada kasus uveitis bisa dilakukan dengan fakoemulsifikasi
dengan implantasi IOL in the bag. Pada kasus JRA terkait uveitis penanganan operasi
katarak dilakukan dengan menunggu ketenangan reaksi dalam 3 bulan, kemudian
diberi steroid pre operasi selama 1 hingga 2 minggu. Dilakukan sinekiolisis dengan
viskoelastik diikuti oleh kapsuloresis dan fakoemulsifikasi serta implantasi IOL in the
bag. Steroid diberikan hingga 5 bulan. Dianjurkan menggunakan IOL akrilik
hidrofobik. Penggunaan intraoperatif tiamsinolon asetonid 4 mg intravitreal dapat
mencegah terjadinya fibrin pasca bedah katarak dibandingkan dengan penggunaan
steroid intravenus intraoperatif.

33
Glaukoma
Dapat berupa hipertensi okular, glaukoma uveitik, glaukoma sekunder sudut
sempit, glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma induksi kortikosteroid,
glaukoma uveitis mekanisme kombinasi. Pemeriksaan pasien dengan hipertensi okuli
dan uveitis dianjurkan diperiksa foto papil. Evaluasi OCT papil nervus optikus dan
pemeriksaan lapangan pandang secara berkala. Tindakan operasi pada uveitis adam
antiades Behcet dengan mitomisin C intraoperatif pada trabekulotomi dapat
mengontrol tekanan bola mata tanpa obat – obatan pada 83 % pasien pada akhir tahun
pertama dan 62 % pada 5 tahun pasca bedah. Beberapa penyulit dijumpai : katarak,
kebocoran bleb, dan efusi koroid. Beberapa kasus khusus misalnya pada pseudofakik
atau afakik membutuhkan alat drainase seperti implan monteno, implan ahmed, dan
implan baerveldt. Untuk mencegah terjadinya glaukoma steroid lebih aman
digunakan fluorometolol, loteprednol atau rimeksolon.

Ablasi retina
Ablasi retina rematogenues terjadi pada 3 % pasien dengan uveitis, panuveitis,
infeksi uveitis, pars planitis dan uveitis posterior paling sering terjadi ablasi retina.
Lebih dari 30 % kasus uveitis dengan ablasi retina terjadi proliferasi vitreoretina
(PUR) dalam hal ini maka sklera buckling dan vitrektomi pars plana perlu dilakukan.
Angka keberhasilan operasi sebesar 60 % dengan visus akhir kurang dari 6 / 60.

Neovaskularisasi retina dan khoroid


Dapat terjadi pada setiap uveitis kronik khususnya pada pars planitis, panuveitis
sarkoidosis, beberapa variasi kasus vaskulitis retina termasuk penyakit ecles.
Neovaskularisasi retina terjadi pada radang kronis atau nonperfusi kapiler. Terapi
dapat dilakukan dengan steroid atau imunodulator atau fotokoagulasi laser scatter
didaerah iskemik.
Neovaskularisasi kronik dapat berkembang pada uveitis posterior dan panuveitis
pada umumnya terjadi pada histoplasmosis, koroiditis pungtata, koroiditis multifaktor
idiopatik serta koroiditis serpiginosa. Terapi dilakukan dengan fotokoagulasi lokal

34
peripapiler ditempat terjadi NUK. Beberapa imunomodulator dapat dapat
dikombinasi dengan anti VEGF seperti pegabtanid, bevacizumab, ranibizumad.

Endoftalmitis
Dikaitkan dengan inflamasi bola mata yang melibatkan vitreus dan segmen depan
namun kenyataan juga dapat melibatkan koroid dan retina. Pada prinsipnya
endoftalmitis dibagi 2 bentuk yaitu infeksi dan noninfeksi.
Bentuk endoftalmitis yang paling sering dijumpai adalah endoftalmitis infeksi yang
dapat terjadi secara eksogen maupun endogen. Endoftalmitis infeksi disebut juga
endoftalmitis steril disebabkan oleh stimulus non- infeksi misalnya sisa massa lensa
pasca operasi katarak / atau bahan toksik yang masuk ke dalam bola mata karena
trauma.
Gejala klinik yang sering timbul adalah penurunan tajam penglihatan, hipopion,
vitritis. Penurunan tajam penglihatan mendadak dapat berkisar mulai dari ringan
hingga berat, nyeri sering menyertai kasus endoftalmitis, kadang didapat hiperemia
maupun kemosis konjungtiva dan terdapat udem pada kelopak mata dan kornea.


Komplikasi uveitis posterior (8) :

 Hipopion
Penyakit segmen posterior yang menunjukan perubahan-perubahan peradangan
dalam uvea anterior dan disertai hipopion adalah leukemia, penyakit
behcet,sifilis,toksokariasis,dan infeksi bakteri.
 Glaukoma
Glaukoma sekunder mungkin terjadi paad pasien sindom nekrosis retina
akut,toksoplasmosis,tuberculosis,atau tuberculosis.
 Vitritis
Peradangan korpus vitreum dapa menyertai uveitis posterior.peradangan dalam
vitreum berasal dari focus-focus radang di segmen posterior mata.peradangan
dalam vitreus tidak terjadi pada pasien koroiditis geografik tau
histoplsmosis.sedikit sel radang dalam vitreus dapat terlihatpaad pasien sel

35
sarcoma reticulum,infeksi cytomegalovirus,dan rubella,dan rubella dan beberapa
kasus toksoplasmosis dengan focus-fokus kecil pada retina.sebaliknya,peradangan
berat dalam vitreus dengan banyak sel dan eksudat terdapat pada
tuberculosis,toksokariasis,sifilis.

F. Prognosis

Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan


berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi tergantung di
mana letak eksudat dan dapat menyebabkan atropi. Apabila mengenai daerah makula
dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.

BAB III

36
KESIMPULAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang
meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi
empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen, endogen, infeksi maupun noninfeksi. Tujuan
utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi
penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan
seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan
terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

37
1. Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007: 6.

2. Ilyas H Sidarta. Kelainan kelopak dan kelainan jaringan orbita. Ilmu Penyakit Mata. Edisi

ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2005 : 102.

3. Narsing A Rao. Uveitis in developing countries. Indian Journal Ophthalmology. Vol. 61.

No. 6.

4. Voughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John H,editors.

Optalmologi Umum. Jakarta : EGC, edisi 17, 2009: 10-11, 150-167

5. PDSMI. Ilmu Penyakit Mata. PDSMI 1998 : 159-176

6. Rupesh V Agrawal, Somasheila Murthy, Virendoer Sangwan and Jyotirmay Biswas.

Current approach in diagnosis and management of anterior uveitis. Indian Journal

Ophthalmology. 2010 Jan-Feb; 58(1): 11-19

7. Carl P Herbort. Appraisal, work-up and diagnosis of anterior uveitis: A practical

approach. Middle East African Journal of Ophthalmology. 2009, Vol. 16, Issue 4,159-167

8. Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas Diponegoro.

1993 : 75-6.

9. Jabs DA, Nussenblatt RB, Rosenbaum JT, Standardization of Uveitis Nomenclature

(SUN) Working Group. Am J Ophthalmol. 2005 Sep; 140(3):509-16.

10. How the eye works? http://www.ozurdex.com/HowTheEyeWorks.aspx Diunduh pada 27

Feb 2014.

11. The tunic of the eye. http://www.bartleby.com/107/225.html Diunduh pada 26 Feb 2014.

38
12. Anatomy and embryology of the eye.

http://www.oculist.net/others/ebook/generalophthal/vaughan/public/co_figures/ch001/ch1

fg12.jpg Diunduh pada 28 Feb 2014.

39

Anda mungkin juga menyukai

  • Ambliopia
    Ambliopia
    Dokumen23 halaman
    Ambliopia
    Ahmad Al Mustafa
    Belum ada peringkat
  • TBC BTPN
    TBC BTPN
    Dokumen1 halaman
    TBC BTPN
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Anak - Laringitis Akut
    Anak - Laringitis Akut
    Dokumen25 halaman
    Anak - Laringitis Akut
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Dferr
    Dferr
    Dokumen17 halaman
    Dferr
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Jiwa
    Jiwa
    Dokumen25 halaman
    Jiwa
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • PIOL
    PIOL
    Dokumen3 halaman
    PIOL
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Ketentuan Lomba Menulis Cerita Pendek KKS
    Ketentuan Lomba Menulis Cerita Pendek KKS
    Dokumen17 halaman
    Ketentuan Lomba Menulis Cerita Pendek KKS
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi Uveitis
    Patofisiologi Uveitis
    Dokumen2 halaman
    Patofisiologi Uveitis
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Campak
    Campak
    Dokumen1 halaman
    Campak
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Croup
    Croup
    Dokumen8 halaman
    Croup
    danur09142
    Belum ada peringkat
  • Gg. Kepribadian Dependen
    Gg. Kepribadian Dependen
    Dokumen10 halaman
    Gg. Kepribadian Dependen
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Dferr
    Dferr
    Dokumen17 halaman
    Dferr
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Laryngitis Akut
    Laryngitis Akut
    Dokumen12 halaman
    Laryngitis Akut
    why1328
    Belum ada peringkat
  • Ygkjhkk L L
    Ygkjhkk L L
    Dokumen2 halaman
    Ygkjhkk L L
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • PIOL
    PIOL
    Dokumen3 halaman
    PIOL
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Bedah Case Hernia DR Edwin
    Bedah Case Hernia DR Edwin
    Dokumen47 halaman
    Bedah Case Hernia DR Edwin
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Documents - Tips - Anatomi Dan Fisiologi Uvea
    Documents - Tips - Anatomi Dan Fisiologi Uvea
    Dokumen13 halaman
    Documents - Tips - Anatomi Dan Fisiologi Uvea
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Croup
    Croup
    Dokumen21 halaman
    Croup
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • PIOL
    PIOL
    Dokumen3 halaman
    PIOL
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Dferr
    Dferr
    Dokumen17 halaman
    Dferr
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Uveitis Anterior Files of Drsmed
    Uveitis Anterior Files of Drsmed
    Dokumen12 halaman
    Uveitis Anterior Files of Drsmed
    Irma Fatimah
    Belum ada peringkat
  • Anak Ref Croup
    Anak Ref Croup
    Dokumen28 halaman
    Anak Ref Croup
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Mata Endof4
    Mata Endof4
    Dokumen20 halaman
    Mata Endof4
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Campak
    Campak
    Dokumen1 halaman
    Campak
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Luka Bakar
    Luka Bakar
    Dokumen9 halaman
    Luka Bakar
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi Nyeri
    Patofisiologi Nyeri
    Dokumen18 halaman
    Patofisiologi Nyeri
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Mata Endof1
    Mata Endof1
    Dokumen25 halaman
    Mata Endof1
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Referat Endoftalmitis
    Referat Endoftalmitis
    Dokumen15 halaman
    Referat Endoftalmitis
    Ramadhan Akmal
    Belum ada peringkat
  • Campak
    Campak
    Dokumen1 halaman
    Campak
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat