Anda di halaman 1dari 17

sidens serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia.

Menurut DSM-IV-
TR, insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan
beberapa variasi geografik.3Skizofrenia yang menyerang kurang lebih 1 persen populasi,
biasanya bermula di nawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang
dari semua kelas sosial.3,7
Skizofrenia terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan risiko morbiditas
selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir masa remaja atau awal
dewasa.2Awitan skizofrenia di bawah usia 10 tahun atau di atas usia 60 tahun sangat jarang.
Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset
untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, dan untuk wanita usia puncak onsetnya adalah
25 sampai 35 tahun.4,7
Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung mengalami hendaya
akibat gejala negatif daripada wanita dan bahwa wanita lebih cenderung memiliki
kemampuan fungsi sosial yang lebih baik daripada pria sebelum awitan penyakit. Secara
umum, hasil akhir pasin skizofrenia wanita lebih baik dibandingkan hasil akhir pasien
skizofrenia pria.3

2.1 ETIOLOGI
Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia. 1,7Namun,
skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan gabungan antara berbagai
faktor yang dapat mendorong munculnya gejala mulai dari faktor neurobiologis maupun
faktor psikososial, diantaranya sebagai berikut:
2.4.1 Faktor Neurobiologis
2.4.1.1 Faktor Genetika
Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia
adalah gangguan bersifat keluarga.7 Penelitian tentang adanya pengaruh
genetika atau keturunan terhadap terjadinya skizofrenia tersebut telah
membuktikan bahwa terjadinya peningkatan risiko terjadinya skizofrenia
bila terdapat anggota keluarga lainnya yang menderita skizofrenia, terutama
bila hubungan keluarga tersebut dekat (semakin dekat hubungan
kekerabatan, semakin tinggi risikonya).7
Diperkirakan bahwa sejumlah gen yang mempengaruhi perkembangan
otak memperbesar kerentanan menderita skizofrenia.2 Pada penelitian anak
kembar, terjadi peningkatan resiko seseorang menderita skizofrenia akan

1
lebih tinggi pada kembar identik atau monozigotik (mempunyai risiko 4-6
kali lebih sering dibandingkan kembar dizigotik).7
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen resesif.9 Potensi ini
mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada
lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau
tidak. Angka presentasi terjadinya skizofrenia dapat dilihat dari tabel
dibawah ini.

Hubungan Presentasi Terjadinya Skizofrenia

Populasi umum 1%

Kembar monozigotik 40 - 50 %

Kembar dizigotik 10 - 15 %

Saudara kandung skizofrenia 10 %

Orang tua 5%

Anak dari salah satu orang tua 10 - 15 %


skizofrenia

Anak dari kedua orang tua 30 - 40 %


skizofrenia
Tabel 1. Risiko Terjadinya Skizofrenia Selama Kehidupan.2,7
Sumber :2At A Glance Psikiatri. Edisi 4. Gangguan Jiwa : Skizofrenia. Hal 19.
7
Buku Ajar Psikiatri FK Universitas Indonesia.Edisi 2. Skizofrenia. Hal 180.

2.4.1.2 Faktor Neuroanatomi Struktural


Sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis merupakan tiga
daerah yang saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah
mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya. 4 Gangguan pada
sistem limbik akan mengakibatkan gangguan pengendalian emosi.
Gangguan pada ganglia basalis, akan mengakibatkan gangguan atau
keanehan pada pergerekan (motorik), termasuk gaya berjalan, ekspresi

2
wajah facial grimacing. Pada pasien skizofrenia dapat ditemukan gangguan
organik berupa pelebaran ventrikel tiga dan lateral, atrofi bilateral lobus
temporomedial dan girus parahipokampus, hipokampus, dan amigdala.1,7

2.4.1.3 Faktor Neurokimia


Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmitter juga
diidentifikasi sebagai etiologi pada pasien skizofrenia. Hipotesis yang paling
banyak yaitu gejala psikotik pada pasien skizofrenia timbul diperkirakan
karena adanya gangguan neurotransmitter sentral, yaitu terjadinya
peningkatan aktivitas dopaminergik atau dopamin sentral (hipotesis
dopamin).1,4 Peningkatan ini merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan
dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, atau hipersensitivitas reseptor
dopamin.

2.4.2 Faktor Psikososial


2.4.2.1 Faktor Keluarga dan Lingkungan
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam
menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi.7 Pasien skizofrenia
sering tidak dibebaskan oleh keluarganya.Beberapa peneliti
mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan aneh pada
keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak
jelas dan sedikit tak logis.7 Penderita skizofrenia pada keluarga dengan
ekspresi emosi tinggi (expressed emotion [EE], keluarga yang berkomentar
kasar dan mengkritik secara berlebihan) memiliki peluang yang lebih besar
untuk kambuh.2,7
2.4.2.2 Faktor Stressor
Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-ekonomi dan
kejadian hidup yang berlebihan pada tiga minggu sebelum onset gejala
akut.2

2.2 MANIFESTASI KLINIS


Pada DSM-IV (Diagnostic and statistical manual) menyebutkan bahwa tipe paranoid
ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar
yang sering, dan tidak ada perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe

3
terdisorganisasi atau katatonik.4Skizofrenia paranoid secara klasik ditandai oleh adanya
waham persekutorik (waham kejar) atau waham kebesaran.

Pada pasien skizofrenia tipe paranoid, menunjukkan regresi kemampuan mental,


respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien skizofrenia tipe
lain.(4)Pasien skizofrenia paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka sendiri
secara adekuat di dalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh
kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.4

Pada ICD-10, gambaran klinis pada pasien skizofrenia paranoid (F20.0) didominasi
oleh adanya gejala-gejala paranoid, seperti:6
Waham kejar (presecution), seperti memercayai bahwa orang lain bersekutu melawan
dia
Waham rujukan (reference), seperti bahwa orang asing atau televisi, radio atau koran
terutama mengarah kepada pasien; bila tidak mencapai intensitas waham, isi pikiran
tersebut dikenal sebagai ideas of reference
Waham merasa dirinya tinggi/istimewa (exalted birth), atau mempunyai misi khusus;
misalnya, keyakinan bahwa dirinya dilahirkan sebagai Mesias
Waham perubahan tubuh
Waham cemburu
Suara-suara halusinasi yang bersifat mengancam atau memerintahkan pasien
Halusinasi pendengaran non-verbal, seperti tertawa, bersiul, dan bergumam
Halusinasi bentuk lainnya, seperti penghiduan, pengecapan, penglihatan, sensasi
somatik seksual atau sensasi somatik lainnya

2.3 PATOFISIOLOGI

Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmiter juga diidentifikasi sebagai


penyebab skizofrenia. Ketidakseimbangan terjadi antara lain pada dopamin yang
mengalami peningkatan dalam aktivitasnya. Selain itu, terjadi juga penurunan pada
serotonin, norepinefrin, dan asam amio gamma-aminobutyric acid (GABA) yang pada
akhirnya juga mengakibatkan peningkatkan dopaminergik.Neuroanatomi dari jalur
neuronal dopamin pada otak dapat menjelaskan gejala-gejala skizofrenia.

4
Gambar 3. Terdapat 4 (empat) jalur dopamin pada otak.12
12
Sumber : The Four Dopamine Pathways Relevant to Antipsychotics Pharmacology. Guzmn, Flavio.
Psychopharmacolgy Institute. Diunduh dari :http://psychopharmacologyinstitute.com/

Terdapat empat jalur dopamin dalam otak, yaitu:12


a. Jalur Mesolimbik: berproyeksi dari area midbrain ventral tegmental ke batang otak
menuju nucleus akumbens di ventral striatum. Jalur ini memiliki fungsi berhubungan
dengan memori, indera pembau, efek viseral automatis, dan perilaku emosional.
Hiperaktivitas pada jalur mesolimbik akan menyebabkan gangguan berupa gejala
positif seperti waham dan halusinasi;

b. Jalur Mesokortikal: berproyeksi dari daerah tegmental ventral ke korteks prefrontal.


Berfungsi pada insight, penilaian, kesadaran sosial, menahan diri, dan aktifitas kognisi.
Hipofungsi pada jalur mesokortikal akan menyebabkan gangguan berupa gejala negatif
dan kognitif pada skizofrenia;

5
Gambar 4. Jalur dopamin yang menyebabkan manifestasi klinis pada skizofrenia
melalui jalur mesolimbik (gejala positif) dan mesokortikal (gejala negatif).12
Sumber :12The Four Dopamine Pathways Relevant to Antipsychotics Pharmacology. Guzmn, Flavio.
Psychopharmacolgy Institute. Diunduh dari :http://psychopharmacologyinstitute.com/

c. Jalur Nigrostriatal:sistem nigrostriatal mengandung sekitar 80% dari dopamin otak.


Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra ke basal ganglia atau striatum (kauda dan
putamen). Jalur ini berfungsi menginervasi sistem motorik dan ekstrapiramidal.
Dopamin pada jalur nigrostriatal berhubungan dengan efek neurologis
(Ekstrapiramidal / EPS) yang disebabkan oleh obat-obatan antipsikotik tipikal / APG-I
(Dopamin D2 antagonis).

Gambar 5. Jalur dopamin melalui nigrostriatal.12


12
Sumber : The Four Dopamine Pathways Relevant to Antipsychotics Pharmacology. Guzmn, Flavio.
Psychopharmacolgy Institute. Diunduh dari :http://psychopharmacologyinstitute.com/
d. Jalur Tuberoinfundibular: organisasi dalam hipotalamusdan memproyeksikan pada
anterior glandula pituitari. Fungsi dopamin disini mengambil andil dalam fungsi

6
endokrin, menimbulkan rasa lapar, haus, fungsi metabolisme, kontrol temperatur,
pencernaan, gairah seksual, dan ritme sirkardian. Obat- obat antipsikotik mempunyai
efek samping pada fungsi ini dimana terdapat gangguan endokrin.

Gambar 6. Jalur dopamin melalui tuberoinfundibular.12


12
Sumber : The Four Dopamine Pathways Relevant to Antipsychotics Pharmacology. Guzmn, Flavio.
Psychopharmacolgy Institute. Diunduh dari :http://psychopharmacologyinstitute.com/

Rumusan yang paling sederhana untuk mengungkapkan patofisiologi dari skizofrenia


adalah hipotesa dopamin.Hipotesa ini secara sederhana menyatakan bahwa skizofrenia
disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik.Hipotesis ini disokong dari
hasil observasi pada beberapa obat antipsikotik yang digunakan untuk mengobati
skizofrenia dimana berhubungan dengan kemampuannya menghambat dopamin (D2)
reseptor.

2.4 KRITERIA DIAGNOSIS


Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia, pasien harus memenuhi kriteria DSM-IV-
TR atau ICD-X. Berdasarkan DSM-IV, kriteria pasien skizofrenia, yaitu:7
1. Berlangsung paling sedikit enam bulan
2. Penurunan fungsi yang cukup bermakna, yaitu dalam bidang pekerjaan, hubungan
interpersonal, dan fungsi kehidupan pribadi
3. Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama periode tersebut
4. Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor,
autisme, atau gangguan organik.

7
Semua pasien skizofrenia mesti digolongkan ke dalam salah satu dari subtipe yang
telah disebutkan diatas. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas manifestasi perilaku yang
paling menonjol.7Berdasarkan PPDGJI-III, maka pedoman diagnostik skizofrenia paranoid
(F20.0), yaitu :5

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia


Sebagai tambahan :
Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling
khas
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata/tidak menonjol

2.5 DIAGNOSIS BANDING(dinarasikan, tanda dan gejala bisa dirangkum)


Diagnosis banding pada pasien skizofrenia paranoid ditegakkan berdasarkan PPDJI-
III, yaitu:5
Epilepsi dan Psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
Keadaan paranoid involusional (F22.8)
Paranoia (F22.0)

2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah didiagnosis, sebagaimana
terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan penatalaksanaan yang efektif,
dapat berdampak lebih buruk (kemunduran mental).2,9 Pasien skizofrenia mungkin tidak
sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik, penderita dapat
ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau pun di luar rumah. 9
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien skizofrenia paranoid dapat berupa
penatalaksanaan non-farmakologis dan farmakologis.

2.9.1PENATALAKSANAAN NON-FARMAKOLOGIS

8
Rawat Inap / Hospitalisasi
Pasien yang mengalami gejala-gejala skizofrenia akut harus dirawat di
rumah sakit.6 Perawatan di rumah sakit menurunkan stress pada pasien dan
membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di
rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas
pengobatan rawat jalan.4Rawat inap diindikasikan terutama untuk :1,3
1. Tujuan diagnostik
2. Stabilisasi pengobatan
3. Keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri atau pembunuhan, maupun
mengancam lingkungan sekitar
4. Untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak pada tempatnya, termasuk,
ketidakmampuan mengurus kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang dan
papan
5. Tidak adanya dukungan dan motivasi sembuh dari keluarga maupun
lingkungan
6. Timbulnya efek samping obat yang membahayakan jiwa

Membangun hubungan yang efektif antara pasien dan sistem pendukung


komunitas merupakan tujuan utama rawat inap. 3 Rawat inap dan layanan
rehabilitasi masyarakat juga bertujuan untuk memaksimalkan kemandirian
pasien (contohnya dengan melatih keterampilan hidup sehari-hari), karena pada
pasien dengan gejala sisa (contohnya gejala negatif dan kognitif) mungkin tidak
dapat hidup mandiri.2 Setelah keluar dari rumah sakit, pasien tersebut perlu di
follow-up teratur oleh ahli psikiatri.6

Terapi Psikologis (Psikoterapi) dan Dukungan Sosial (Sosioterapi)


Terapi yang dapat membantu penderita skizofrenia adalah psikoterapi
suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud
mengembalikan penderita ke masyarakat.9 Terapi perilaku kognitif (cognitive
behavioural therapy, CBT) seringkali bermanfaat dalam membantu pasien
mengatasi waham dan halusinasi yang menetap.Tujuannya adalah untuk
mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan, dan tidak secara langsung
menghilangkan gejala. Terapi keluarga dapat membantu mereka megurangi
ekspresi emosi yang berlebihan dan terbukti efektif mencegah kekambuhan.2

9
Terapi kerja adalah baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang
lain, penderita lain, perawat dan dokter.9 Hal ini dimaksudkan agar pasien tidak
mengasingkan diri dan terapi ini sangat penting dalam menjaga kepercayaan diri dan
kualitas hidupnya.2 Penting sekali untuk menjaga komunikasi yang baik dengan pasien dan
keluarga.1

2.9.2PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS
Pemberian obat-obat anti-psikosis
Pemberian obat anti-psikosis pada pasien skizofrenia (sindrom psikosis
fungsional) merupakan penatalaksanaan yang utama. Pengobatan anti-psikosis
diperkenalkan awal tahun 1950-an.3Pemilihan jenis obat anti-psikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan (fase akut atau kronis) dan
efek samping obat.8,9 Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru
dialami atau yang kambuh) yang perlu segera diatasi.
Obat anti-psikosis efektif mengobati gejala positif pada episode akut
(misalnya halusinasi, waham, fenomena passivity) dan mencegah
kekambuhan.2,9Obat-obat ini hanya mengatasi gejala gangguan dan tidak
menyembuhkan skizofrenia.3Pengobatan dapat diberikan secara oral,
intramuscular, atau dengan injeksi depot jangka panjang.2
Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode skizofrenia,
pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek samping,
karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan mengurangi
ketaatanberobatan (compliance) atau kesetiaberobatan (adherence). Dianjurkan
untuk menggunakan antipsikosis atipikal atau antipsikosis tipikal, tetapi dengan
dosis yang rendah.9

10
Gambar 7. Sifat obat antipsikotik konvensional adalah kemampuan mereka
untuk memblokir reseptor dopamin D2 khususnya di jalur dopamin mesolimbik.
Sehingga akan mengurangi hiperaktivitas pada jalur dopamin mesolimbik dan
mengurangi gejala positif.
Sumber :11Antipsychotic Agents. Stahls Essential Psychopharmacology. 4th
Edition.http://stahlonline.cambridge.org/essential_4th_chapter.jsf
Mekanisme kerja obat anti-psikosis berkaitan dengan aktivitas
neurotransmitter dopamine yang meningkat (Hiperaktivitas sistem
dopaminergik sentral).8Pada umumnya, pemberian obat anti-psikosis sebaiknya
dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun, setelah semua gejala psikosis
mereda sama sekali. Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama,
sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. 8Obat
anti-psikosisdibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya,
yaitu:3,4,7

1. Dopamine Receptor Antagonist (DRA) atau anti-psikosis generasi I


(APG-I)

11
Obat APG-I disebut juga obat anti-psikosis konvensional atau tipikal.
Mekanisme kerja obat antipsikotis tipikal (obat APG-I) adalah mem-blokade
atau menghambat pengikatan dopamin pada reseptor pasca-sinaptik neuron
di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamine
D2 receptor antagonist), sehingga lebih efektif untuk gejala positif,
contohnya gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikir yang tidak
wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi) dibandingkan untuk terapi
gejala negatif.1,8,10Obat antipsikosis tipikal (APG-I) memiliki dua
kekurangan utama, yaitu :
a. Hanya sejumlah kecil pasien (kemungkinan 25 persen) yang cukup
tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup
normal
b. Antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang
mengganggu dan serius. Efek menganggu yang paling utama adalah
akatisia dan gejala mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor.
Sebagian besar antagonis reseptor dopamin dapat diberikan dalam satu
dosis oral harian ketika orang tersebut berada dalam kondisi yang stabil dan
telah menyesuaikan dengan efek samping apa pun.10

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjurkan


Chlorpromazine Chlorpromazine Tab. 25 - 100 mg 150 - 600 mg/hari
Promactil Tab. 100 mg
Meprosetil Tab. 100 mg
Cepezet Tab. 100 mg
Perphenazine Perphenazine Tab. 4 mg
Trilafon Tab 2 - 4 - 8 mg
Trifluoperazine Stelazine Tab. 1 - 5 mg 10 - 15 mg/hari
Fluphenazine Anatensol Tab. 2,5 - 5 mg 10 - 15 mg/hari
Thioridazine Melleril Tab. 50 - 100 mg 150 - 300 mg/hari
Haloperidol Haloperidol Tab. 0,5 - 1,5 mg 5 - 15 mg/hari
Dores Tab. 1,5 mg
Serenace Tab. 0,5 - 1,5 mg
Haldol Tab. 2 - 5 mg
Govotil Tab. 2 - 5 mg
Lodomer Tab 2 - 5 mg
Pimozide Orap Forte Tab. 4 mg 2 - 4 mg/hari

12
Tabel 2. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi I dan Dosis Anjuran (yang
beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).8

Sumber :8Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication).


Edisi 3. Hal 14.

Semua obat APG-I dapat menimbulkan efek samping EPS


(ekstrapiramidal), seperti distonia akut, akathisia, sindrom Parkinson
(tremor, bradikinesia, rigiditas).8 EFek samping ini dibagi menjadi efek akut,
yaitu efek yang terjadi pada hari-hari atau minggu-minggu awal pertama
pemberian obat, sedangkan efek kronik yaitu efek yang terjadi setelah
berbulan-bulan atau bertahun-tahun menggunakan obat.7 Oleh karena itu,
setiap pemberian obat APG-I, maka harus disertakan obat trihexyphenidyl 2
mg selama 2 minggu sebagai obat antidotum.

2. Serotonin-dopamine Antagonist (SDA) atau anti-psikosis generasi II


(APG-II)
Obat APG-II disebut juga obat anti-psikosis baru atau atipikal. Standar
emas terbaru untuk pemberian obat anti-psikosis bagi pasien skizofrenia
adalah APG-II.Obat APG-II memiliki efek samping neurologis yang lebih
sedikit dibandingkan dengan antagonis reseptor dopamin dan efektif
terhadap kisaran gejala psikotik yang lebih luas.10
Mekanisme kerja obat anti-psikosis atipikal adalah berafinitas terhadap
Dopamine D2 Receptors(sama seperti APG-I) dan juga berafinitas
terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors (Serotonin-dopamine antagonist),
sehingga efektif terhadap gejala positif (waham, halusinasi, inkoherensi)
maupun gejala negatif (afek tumpul, proses pikir lambat, apatis, menarik
diri).1,8

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjurkan


Sulpride Dogmatil Forte Tab. 200 mg 300 - 600 mg/hari
Clozapine Clorazil Tab. 25 - 100 mg 25 - 100 mg/hari
Sizoril Tab. 25 - 100 mg
Olanzapine Zyprexa Tab. 5 - 10 mg 10 - 20 mg/hari
Quetiapine Seroquel Tab. 25 - 100 mg 50 - 400 mg/hari

13
Zotepine Lodopin Tab. 25 - 50 mg 75 - 100 mg/hari
Risperidone Risperidone Tab 1 - 2 - 3 mg 2 - 6 mg/hari
Risperidal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Neripros Tab. 1 - 2 - 3 mg
Persidal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Rizodal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Zofredal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Aripiprazole Abilify Tab. 10 - 15 mg 10 - 15 mg/hari
Tabel 3. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi II dan Dosis Anjuran (yang
beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).8

Sumber :8Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication).


Edisi 3. Hal 14-15.

Apabila pada pasien skizofrenia, gejala negatif (afek tumpul, penarikan


diri, isi pikir miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi,
bicara kacau), maka obat anti-psikosis atipikal perlu dipertimbangkan.8

2.7 PROGNOSIS
Dahulu, bila diagnosis skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak
ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa kepribadiannya selalu akan menuju
ke kemunduran mental (deteriorasi mental).9 Sekarang dengan pengobatan modern,
ternyata bila penderita itu datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama,
maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali (full remission atau
recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun masih didapati
cacat sedikit yang mereka masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya (social
recovery).9
Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk menghilangkan
gejala.1,7 Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat dalam waktu satu tahun, 80%
mengalami episode selanjutnya dalam lima tahun, dan 10% meninggal karena bunuh
diri.2Kira-kira 50 persen dari semua pasien dengan skizofrenia mencoba bunuh diri
sekurang satu kali selama hidupnya, dan 10 sampai 15 persen pasien skizofrenik meninggal
karena bunuh diri selama periode follow-up 20 tahun.4 Pasien skizofrenik laki-laki dan
wanita sama-sama mungkin untuk melakukan bunuh diri.

Prognosis Baik Prognosis Buruk

14
Onset lambat Onset muda
Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus
Onset akut Onset tidak jelas
Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan
pramorbid yang baik pramorbid yang buruk
Gejala gangguan mood (terutama Perilaku menarik diri, autistik
gangguan depresif)
Menikah dan telah berkeluarga Tidak menikah, bercerai, atau janda/duda
Riwayat keluarga gangguan mood (tidak Riwayat keluarga skizofrenia
ada keluarga yang menderita skizofrenia)
Sistem pendukung yang baik (terutama Sistem pendukung yang buruk untuk
dari keluarga) untuk kesembuhan pasien kesembuhan pasien
Gejala positif Gejala negatif
Jenis kelamin perempuan Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam tiga tahun
Sering timbul relaps
Riwayat penyerangan
Tabel 4. Menunjukkan Prognosis Baik dan Buruk dalam Skizofrenia.1,4
Sumber :1Psikiatri : Skizofrenia (F2). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Hal .
4
Skizofrenia. Kaplan - Sadock, Sinopsis Psikiatri - Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Hal .

http://catatankuliahnyacalondokter.blogspot.co.id/2013/05/hubungan-skizofrenia-dengan-
kadar.html

BAB III

15
KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizen yang berarti terpisah atau pecah,
dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian
antara afeksi, kognitif dan perilaku.Skizofrenia merupakan suatu sindrom psikotik kronis
yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta
dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.
Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis, menurut gejala utam yang
terdapat pada pasien, salah satunya adalah skizofrenia paranoid.Skizofrenia paranoid
merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan paling stabil, dimana waham dan
halusinasi auditorik jelas terlihat.Pada pasien skizofrenia paranoid, pasien mungkin tidak
tampak sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala paranoid.
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia paranoid harus dilakukan sesegera mungkin
setelah didiagnosis, sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan
penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih buruk (kemunduran mental).Pasien
skizofrenia mungkin tidak sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang
baik, penderita dapat ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau
pun di luar rumah.Terapi yang diberikan dapat dengan farmakologi (obat anti-psikosis tipikal
(APG-I) atau atipikal (APG-II) berdasarkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping
obat) dan non-farmakologi (rawat inap dan terapi psikososial) melalui keluarga dan
lingkungannya.

DAFTAR RUJUKAN

1. Psikiatri :Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-3.

16
2. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan Prognosis. Editor :
Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri- Cornelius Katona, Claudia Cooper, dan Mary
Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga. 2012:18-21.
3. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku
Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:147-68.
4. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis Psikiatri - Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang : Binarupa Aksara Publisher.
2010:699-744.
5. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham : Skizofrenia (F20). Editor :
Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5.
Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2013:46-8.
6. Skizofrenia dan Gangguan Waham (Paranoid). Editor : Husny Muttaqin dan Frans Dany.
Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2013:147-50.
7. Skizofrenia. Editor : Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri.
Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2013:173-98.
8. Obat Anti-psikosis. Editor : Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atma Jaya (PT. Nuh Jaya). 2007:14-22.
9. Skizofrenia. Editor : Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya :
Airlangga University Press. 2009:259-81.
10. Terapi Biologis - Antagonis Reseptor Dopamin : Antipsikotik Tipikal. Editor : Husny
Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi
2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:498-502.
11. Antipsychotic Agents. Stahls Essential Psychopharmacology. 4 th Edition. Diunduh dari :
http://stahlonline.cambridge.org/essential_4th_chapter.jsf
12. The Four Dopamine Pathways Relevant to Antipsychotics Pharmacology. Guzmn,
Flavio. Psychopharmacolgy Institute. Diunduh dari :
http://psychopharmacologyinstitute.com/

17

Anda mungkin juga menyukai

  • Dferr
    Dferr
    Dokumen17 halaman
    Dferr
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Anak - Laringitis Akut
    Anak - Laringitis Akut
    Dokumen25 halaman
    Anak - Laringitis Akut
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Ketentuan Lomba Menulis Cerita Pendek KKS
    Ketentuan Lomba Menulis Cerita Pendek KKS
    Dokumen17 halaman
    Ketentuan Lomba Menulis Cerita Pendek KKS
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • TBC BTPN
    TBC BTPN
    Dokumen1 halaman
    TBC BTPN
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • PIOL
    PIOL
    Dokumen3 halaman
    PIOL
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Jiwa
    Jiwa
    Dokumen25 halaman
    Jiwa
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Ambliopia
    Ambliopia
    Dokumen23 halaman
    Ambliopia
    Ahmad Al Mustafa
    Belum ada peringkat
  • Referat Uveitis
    Referat Uveitis
    Dokumen40 halaman
    Referat Uveitis
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Croup
    Croup
    Dokumen8 halaman
    Croup
    danur09142
    Belum ada peringkat
  • Gg. Kepribadian Dependen
    Gg. Kepribadian Dependen
    Dokumen10 halaman
    Gg. Kepribadian Dependen
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Campak
    Campak
    Dokumen1 halaman
    Campak
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • PIOL
    PIOL
    Dokumen3 halaman
    PIOL
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Laryngitis Akut
    Laryngitis Akut
    Dokumen12 halaman
    Laryngitis Akut
    why1328
    Belum ada peringkat
  • Dferr
    Dferr
    Dokumen17 halaman
    Dferr
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi Uveitis
    Patofisiologi Uveitis
    Dokumen2 halaman
    Patofisiologi Uveitis
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Ygkjhkk L L
    Ygkjhkk L L
    Dokumen2 halaman
    Ygkjhkk L L
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Croup
    Croup
    Dokumen21 halaman
    Croup
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Anak Ref Croup
    Anak Ref Croup
    Dokumen28 halaman
    Anak Ref Croup
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi Nyeri
    Patofisiologi Nyeri
    Dokumen18 halaman
    Patofisiologi Nyeri
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Documents - Tips - Anatomi Dan Fisiologi Uvea
    Documents - Tips - Anatomi Dan Fisiologi Uvea
    Dokumen13 halaman
    Documents - Tips - Anatomi Dan Fisiologi Uvea
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • PIOL
    PIOL
    Dokumen3 halaman
    PIOL
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Uveitis Anterior Files of Drsmed
    Uveitis Anterior Files of Drsmed
    Dokumen12 halaman
    Uveitis Anterior Files of Drsmed
    Irma Fatimah
    Belum ada peringkat
  • Bedah Case Hernia DR Edwin
    Bedah Case Hernia DR Edwin
    Dokumen47 halaman
    Bedah Case Hernia DR Edwin
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Mata Endof4
    Mata Endof4
    Dokumen20 halaman
    Mata Endof4
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Campak
    Campak
    Dokumen1 halaman
    Campak
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Referat Endoftalmitis
    Referat Endoftalmitis
    Dokumen15 halaman
    Referat Endoftalmitis
    Ramadhan Akmal
    Belum ada peringkat
  • Luka Bakar
    Luka Bakar
    Dokumen9 halaman
    Luka Bakar
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Campak
    Campak
    Dokumen1 halaman
    Campak
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Mata Endof1
    Mata Endof1
    Dokumen25 halaman
    Mata Endof1
    Agness Pratiwi
    Belum ada peringkat