TERAPI MODALITAS:
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “terapi okupasi dan rehabilitasi”
dengan baik. Dengan keterbatasan pengetahuan yang ada, kami tidak akan dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada
1. Dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa II, Bapak Akde Triyoga, S.Kep.,Ns.,MM yang
senantiasa memberikan apresiasi berupa saran, kritik dan bimbingan demi
kesempurnaan penulisan.
2. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan semangat yang tinggi.
3. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuan
pemikiran dan apresiasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkat, imbalan, serta karunia-Nya kepada
semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuannya yang tidak ternilai. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,
untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan penulisan di kemudian hari.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri,
pembaca, serta masyarakat luas terutama dalam hal menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan.
PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Definisi
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada
pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan
bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang
lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Terapi Okupasi/terapi kerja adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang merupakan
proses penyembuhan melalui aktivitas. Aktivitas yang dikerjakan tidak hanya sekedar
membuat sibuk pasien, melainkan aktivitas fungsional yang mengandung efek terapetik dan
bermanfaat bagi pasien. Artinya aktivitas yang langsung diaplikasikan dalam kehidupan..
Penekanan terapi ini adalah pada sensomotorik dan proses neurologi dengan cara
memanipulasi, memfasilitasi dan menginhibisi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan,
perbaikan dan pemeliharaan kemampuan dan pekerjaan atau kegiatan digunakan sebgai terapi
serta mempunyai tujuan yang jelas.
Pekerjaan atau okupasi sejak dulu kala telah dikenal sebagai sesuatu untuk
mempertahankan hidup atau survival, dan juga diketahui sebagai sumber kesenangan.
Dengan bekerja, seseorang akan menggunakan otot-otot dan pikirannya, misalnya dengan
melakukan permainan (game), latihan gerak badan, kerajinan tangan dan lain-lain, dimana hal
ini akan mempengaruhi kesehatannya juga.
Pada tahun 2600 SM orang-orang di Cina berpendapat bahwa penyakit timbul karena
ketidakaktifan organ tubuh. Socrates dan plato (400 SM) mempercayai adanya hubungan
yang erat antara tubuh dengan jiwa. Hypoocrates selalu menganjurkan pasiennya untuk
melakukan latihan gerak badan sebagai salah satu cara pengobatan pasiennya. Di Mesir dan
Yunani (2000 SM) dijelaskan bahwa rekreasi dan permainan adalah salah suatu media terapi
yang ampuh, misalnya menari, bermain musik, bermain boneka untuk anak-anak, dan
bermain bola. Pekerjaan diketahui sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa maupun fisik
manusia.
Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri dengan selalu bekerja
secara sadar dan jangan bermalas-malasan. Pekerjaan dapat juga digunakan sebagai
pengalihan perhatian atau pikiran sehingga menjadi segar kembali untuk memikirkan hal-hal
yang lain. Dengan okupasi/pekerjaan, pasien jiwa akan dikembalikan ke arah hidup yang
normal dan dapat meningkatkan minatnya sekaligus memelihara dan mempraktikan keahlian
yang dimilikinya sebelum sakit sehingga dia akan tetap sebagai seseorang yang produktif.
Terapi okupasi berasal dari kata Occupational Therapy. Occupational berati suatu
pekerjaan, therapy berarti pengobatan. Jadi, Terapi Okupasi adalah perpaduan antara seni dan
ilmu pengetahuan untuk mengarahkan penderita kepada aktivitas selektif, agar kesehatan
dapat ditingkatkan dan dipertahankan, serta mencegah kecacatan melalui kegiatan dan
kesibukan kerja untuk penderita cacat mental maupun fisik. (American Occupational
therapist Association). Terapis okupasi membantu individu yang mengalami gangguan dalam
fungsi motorik, sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan individu tersebut
mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas perawatan diri, aktivitas produktivitas, dan
dalam aktivitas untuk mengisi waktu luang. Tujuan dari pelatihan Terapi Okupasi itu sendiri
adalah untuk mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dari kondisi abnormal
ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan
aktivitas yang terencana dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita
diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat.
2.1.2 Intervensi
Intervensi yang diberikan menggunakan modalitas aktivitas yang telah dianalisis dan
diadaptasi yang kemudian diprogramkan untuk anak sesuai dengan kebutuhan khususnya.
Secra garis besar intervensi difokuskan pada hal-hal berikut.
1. Kemampuan (abilities)
a. Keseimbangan dan reaksi postur (balance and postural reactions).
b. Peregangan otot dan kekuatan otot (muscle tone and muscle strength).
c. Kesadaran anggota tubuh (body awareness).
d. Kemampuan keteraampilan motorik halus (fine motor skill) seperti
memegang/melepas, keterampilan manipulasi gerak jari, missal penggunaan
pensil, gunting, keterampilan menulis, dan lain-lain
e. Kemampuan keterampilan motorik kasar (gross motor skill) seperti lari,
lompat, anik-turun tangga, jongkok jalan, dan lain-lain
f. Mengenal bentuk, mengingat bentuk (visual perception)
g. Merespon stimulus, membedakan input sensori (sensory integration)
h. Perilaku termasuk level kesadaran, atensi, problem solving skill, dan lain-lain
2. Keterampilan (skill)
a. Aktivitas sehari-hari (activity daily living) seperti makan, minum, berpakaian,
mandi, dan lain-lain
b. Pre-academic skill
c. Keterampilan sosial
d. Keterampilan bermain
3. Faktor lingkungan
a. Lingkungan fisik
b. Situasi kelurga
c. Duukungan dari komunitas
4. Okupasi Terapis sebagai Konsultan
Okupasi terapis sebagai konsultan pada area berikut ini.
a. Program intervensi awal
b. Pengaturan rumah, sekolah, dan area bermain
c. Lingkungan dan adaptasi mainan atau media belajar
d. Alat bantu
e. Strategis perilaku
Anak-anak sekolah yang mengalami hal-hal berikut ini perlu penanganan terapi
okupasi.
1. Keterlambatan motorik kasar seperti lari, lompat, jongkok, main bola, dan
lain-lain
2. Keterampilan motorik halus seperti keterampilan memegang pensil, hasil
tulisan tidak rata tebal tipisnya, an lain-lain
3. Hiperaktif atau hipoaktif
4. Tidak mampu menjaga proses berbahasa
5. Tidak mampuu menjaga dan mengatur posisi saat belajar
6. Gangguan persepsi visual serti tidak lengkap dalam menyalin tulian
7. Gangguan atensi dan konsentrasi
8. Menarik diri
9. Kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya
10. Keterlambatan dalam bermain
11. Tidak disiplin
Untuk mencapai tujuan tersebut didalam terapi okupasi memiliki dan prinsip
kerja, yaitu sebagai berikut.
1) Inflamasi
2) Nyeri yang hebat
3) Baru mengalami patah tulang
4) Kelelahan yang signifikan
Program terapi okupasi adalah bagian dari pelayanan medis untuk tujuan rehabilitasi
total seorang pasien malalui kerja sama dengan petugas lain di rumah sakit. Dalam
pelaksanaan terapi okupasi kelihatannya akan banyak overlapping dengan terapi lainnya
sehingga dibutuhkan adalanya kerja sama yang terkoordinir dan terpadu.
1. Koleksi Data
Data biasa didapatkan dari karu rujukan atau status pasien yang disertakan
pertama kali pasien mengunjungi unit terapi okupasional. Jika dengan
mengadakan wawancara dengan pasien atau keluarganya, atau dengan
mengadakan kunjungan rumah. Data ini diperlukan untuk menyusun rencana
terapi bagi pasien. Proses ini dapat berlangsung beberapa hari sesuai dengan
kebutuhan.
Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang
masalah atau kesulitan pasien. Hal ini dapat berupa masalah di lingkungan atau
pasien itu sendiri.
3. Penentuan Tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat disusun daftar tujuan
terapi sesuai dengan prioritas, baik jangka pendek maupun jangka panjangnya.
4. Penentuan aktivitas
5. Evaluasi
Evaluasi harus dilaksanakan secara teratur dan terencana sesuai dengan tujuan
terapi. Hal ini perlu agar dapat menyesuaikan program terapi selanjutnya sesuai
dengan perkembangan pasien yang ada. Hasil evaluasi yang didapatkan dapat
dipergunakan untuk merencanakan hal-hal mengenai penyesuaian jenis aktivitas
yang akan diberikan. Namun, dalam hal tertentu penyesuaian aktivitas dapat
dilakukan setelah beerapa waktu melihat bahwa tidak ada kemajuan atau kurang
efektif terhadap pasien.
2.1.8 Pelaksanaan
1. Metode
2. Waktu
Okupasi terapi dilakukan antara 1-2 jam setiap sesi baik yang individu amupun
kelompok setiap hari, dua kali atau tiga kali seminggu tergantung tujuan terapi, tersedianya
tenaga dan fasilitas dan sebagainya. Sesi ini dibagi menjadi dua bagian yaitu 1/2 - 1jam untuk
menyelesaikan kegiatan-kegiatan dan 1 – 11/2 jam untuk diskusi. Dalam diskusi ini
dibicarakan mengenai pelaksanaan kegiatan tersebut, antara lain kesulitan yang dihadapi,
kesan mengarahkan diskusi tersebut kearah yang sesuai dengan tujuan terapi.
3. Terminasi
2.2.1 Definisi
Pasien psikiatri juga sama dengan penyakit fisik dalam kecendrungannya untuk
menjadi menahun sehingga memerlukan perawatan kontinu di rumah sakit atau di rumah.
Rehabilitasi mencakup semua terapi psikiatri non-akut dan terutama untuk mencegah
terjadinya penyakit yang menahun. Unit psikiatri social MRC memperlihatkan bahwa dalam
rumah sakit, dimana ada kemiskinan sosial (misalnya keadaan sekeliling yang menjemukan,
staf tidak aktif, hanya memiliki sedikit pakaian pribadi, kenyamanan pasien kurang
diperhatikan), pasien secara klinik sangat buruk. Lebih lama mereka dalam keadaan seperti
itu di rumah sakit maka akan semakin parah gejalanya. Teori yang berperan dalam
rehabilitasi salah satunya yaitu teori psikologi.
Model ini sangat umum dikenal oleh masyarakat serta biasanya dilakukan
dengan pendekatan agama/moral yang menekankan tentang dosa dan kelemahan
individu. Model terapi seperti ini sangat tepat diterapkan pada lingkungan
masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai keagamaan dan moralitas di
tempat asalnya, karena model ini berjalan bersamaan dengan konsep baik dan
buruk yang diajarkan oleh agama. Model terapi ini men jadi landasan utama
pembenaran kekuatan hukum untuk berperang melawan narkoba.
Rehabilitasi untuk proses jangka panjang dimana memerlukan program dan sarana yang
mencukupi. Keberhasilan dari program rehabilitasi tergantung kepada besarnya motivasi
belajar,pola hidup sebelum dan sesudah sakit dan dukungan dari orang-orang yag memiliki
arti bagi pasien.
2. Tahap penyaluran/penempatan
3. Tahap pengawasan
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terapi okupasi membantu individu yang mengalami gangguan dalam fungsi
motorik, sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan individu tersebut
mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas untuk mengisi waktu luang. Tujuan
okupasi adalah untuk mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dari
kondisi abnormal ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental,
dengan memberikan aktivitas yang terencana dengan memperhatikan kondisi
penderita sehingga penderita diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun
masyarakat.
3.2 Saran
1. Bagi keluarga pasien
a. Berikan dukungan atau support dalam terapi okupasi kepada klien.
b. Dapatkan tim yang jelas tentang tujuan dan tindakan terapi dari tim medis.
c. Kenali gejala-gejala yang timbul dan segera memerlukan perawatan medis.
2. Bagi perawat atau tim medis lainnya
a. Tetapkan intervensi terapi okupasi sesuai dengan hasil pengkajian.
b. Berikan informasi yang jelas kepada keluarga maupun klien tentang tujuan
dan tindakan yang akan dilakukan.
c. Berikan penyuluhan mengenai penyebab, gejala, pengobatan dan pencegahan.
DAFTAR PUSTAKA
Ah. Yusuf, Rizky (2015). Biku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta, Salemba Medika