Beberapa ahli telah mengembangkan teori budaya yang relevan yang mengkaji proses
belajar mengajar dalam kerangka berpikir kritis dan melalui hubungan yang tegas antara
budaya siswa dengan materi pelajaran yang ada di sekolah. Terkait dengan pandangan
tersebut juga perlu untuk mengitegrasikan kurikulum yang relevan secara budaya yang ada
dalam kurikulum matematika. Kurikulum matematika semacam itu menguji kesesuaian
antara komunitas budaya siswa dan sekolah yang menunjukkan rasa hormat guru terhadap
pengalaman budaya siswa. Menurut Zeichner (1996), agar guru dapat menerapkan prinsip
kesesuaian budaya, mereka harus memiliki pengetahuan dan menghormati berbagai tradisi
budaya dan bahasa siswa di kelas mereka. Dengan demikian, guru perlu mamahami apa yang
dianggap sebagai pengetahuan dalam matematika serta bagaimana pengetahuan bisa terkait
dengan norma dan nilai dari beragam budaya .
Selama ini matematika dianggap sebagai cabang ilmu yang bersifat netral dengan
suatu budaya yang tidak terikat dan diangkat dari nilai-nilai sosial. Arti lainnya bahwa
matematika selalu diajarkan disekolah sebagai mata pelajaran yang tidak bergatung pada
budaya, hanya melibatkan pembelajaran dengan tujuan secara umum yang disertai dengan
fakta, konsep, dan materi. Matematika diajarkan secara akademik yang terdiri atas bagian
dari pengetahuan yaitu fakta, algoritma, aksioma, dan teorema.
Brown, Cooney, dan Jones (1990) menyatakan bahwa pandangan guru tentang
matematika diteruskan kepada siswa dalam arahan mereka, fakta ini membantu membentuk
pandangan siswa tentang sifat matematika. Namun dalam matematika akultural ini ada
pandangan bahwa matematika sebagai bebas budaya telah ditantang. Menurut Bishop, Hart,
Lerman dan Nunes (1993), “ Tidak ada gunanya belajar matematika sebagai abstrak dan
budaya bebas”. Mengapa demikian, karena proses pembelajaran tidak dapat menjadi abstrak
dan bebas konteks, yaitu pembelajaran tidak dapat bebas dari pengaruh masyarakat.
Kurikulum Ethnomathematics
Aspek dalam budaya kurikulum akan memiliki manfaat jangka panjang bagi pelajar
matematika yaitu budaya aspek berkonstribusi untuk mengenali matematika sebagai bagian
dari kehidupan sehari-hari, juga meningkatkan kemampuan untuk membuat koneksi yang
berarti juga memperdalam pemahaman matematika. Disini Damazio setuju dengan
pandangan yang menujukkan bahwa elemen yang diperlukan untuk mengembangkan
kurikulum matematika adalah ditemukan komunitas sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa
ethnomathematika beberapa kemungkinan hadir untuk memberikan inisiatif pendidikan yang
membantu mencapai tujuan tersebut.
Rosa dan Orey berpendapat bahwa kurikulum matematika ini harus didasarkan pada
sebuah pendekatan konstruktivis untuk belajar dan berusaha mengubah cara guru matematika
membangun bagaimana cara belajar mereka. Ethnomathematics dimaksudkan untuk
membuat matematika sekolah lebih relevan dan bermakna bagi siswa juga untuk
mempromosikan kualitas pendidikan secara menyeluruh. Berharap lebih banyak pandangan
tentang budaya yang peka terhadap budaya untuk dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah.
Pendekatan maematika ini disajikan sebagai budaya yang menanggapi kebutuhan siswa
dengan membuat hubungan antara latar belakang budaya mereka dengan matematika. Tujuan
dari perspektif ini adalah untuk membuat matematika lebih relevan bagi siswa karena setiap
budaya diasumsikan memiliki respons matematis dengan konten yang valid (berlaku) untuk
sebuah kelas matematika. Ruang kelas menggunakan jenis kurikulum ethnomathematical ini
akan penuh dengan contoh yang menarik pengalaman siswa sendiri yang umu dilingkungan
budaya mereka. Tujuan pengembangan kurikulum ethnomathematical untuk ruang kelas
adalah untuk membantu siswa menyadari bagaimana orang melakukan mathematiz dan
berpikir secara matematis dengan budaya mareka, untuk menggunakan kesadaran ini untuk
belajara tentang matematika formal dan untuk meningkatkan kemampuan melakukan
mathematiz dalam konteks apapun di masa depan.