Anda di halaman 1dari 46

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN

INSTITUSIONAL, LEVERAGE, DAN KUALITAS AUDITOR TERHADAP


MANAJEMEN LABA
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode Tahun 2015-2016)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat


guna menyelesaikan studi akhir dan untuk memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Stikubank
Semarang

Oleh :
Nama : Debi Putri Kenanga
NIM : 14.05.52.0026
Program Studi : S.1 Akuntansi

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS


STIKUBANK
SEMARANG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Di era globalisasi, perkembangan dunia usaha semakin pesat. Hal itu

dapat dilihat dari perkembangan pengetahuan, kemajuan teknologi dan

perkembangan arus informasi pengguna dan menciptakan persaingan yang sangat

ketat di dunia. Kondisi ini mendorong perusahaan untuk mampu bersaing dan

bertahan dalam bisnisnya. Dari banyaknya informasi yang disajikan perusahaan,

salah satu sumber informasi yang digunakan oleh pihak eksternal dalam menilai

kinerja perusahaan adalah laporan keuangan.

Suatu perusahaan diharuskan melaporkan data keuangan yang terjadi di

perusahaan tersebut dalam periode akuntansi yang ditetapkan. Laporan keuangan

pada dasarnya merupakan sumber informasi bagi pihak internal maupun pihak

eksternal perusahaan. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi

mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat

bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan

investasi bagi para investor dan membuat keputusan pemberian kredit bagi para

kreditur. Laporan keuangan dapat dikatakan sebagai hasil pertanggungjawaban

yang dibuat oleh pihak manajemen terhadap penggunaan atas seluruh sumber

daya yang ada.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami perkembangan yang baik

sebesar 5.02% pada tahun 2016. Angka ini lebih tinggi dari tahun 2015 yang
dikoreksi sebesar 4,88%. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak terlepas dari

peranan sektor manufaktur. Berdasarkan data International Yearbook of Industrial

Statistics 2016 yang dirilis oleh United Nations Industrial Development

Organization (UNIDO), industri manufaktur di Indonesia telah memberikan

kontribusi hampir seperempat bagian dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Disebutkan bahwa Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan positif,

bahkan pada saat krisis finansial global yaitu ketika kondisi ekonomi kebanyakan

negara-negara maju mengalami penurunan, sehingga Indonesia berhasil mencapai

ranking 10 besar negara industri manufaktur di dunia atau top ten manufacturers

of the world (BPS, 2017).

Badan Pusat Statistik (BPS) melansir pertumbuhan ekonomi RI selama

tahun 2015 mencapai 4,79%. Adapun untuk kuartal IV-2015, ekonomi tumbuh

5,04% lebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang hanya 4,73%. Kepala BPS

Suryamin menuturkan, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga

konstan (ADHK) mencapai Rp 2.270,4 triliun. Sedangkan PDB atas dasar harga

berlaku (ADBH) mencapai Rp 2.945 triliun. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal

IV-2015 dipengaruhi faktor situasi dalam negeri. Pertama, inflasi Desember 2015

yang mencapai 3,35% year on year. Kedua, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS

yang menguat 5,88 point to point pada akhir kuartal IV dibandingkan kuartal III-

2015. Selain itu, realisasi belanja pemerintah meningkat sebesar 6,37% secara

year on year. Karena ada belanja infrastruktur yang cukup besar (di kuartal IV).

Faktor lain yaitu realisasi penerimaan pajak yang mencapai Rp 439,39 triliun pada
kuartal IV-2015, dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya mencapai Rp

336,30 triliun (Kompas.com, 2016).

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal

II-2016 sebesar 5,18% year on year. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi

kumulatif semester-I 2016 sebesar 5,04%. Kepala BPS Suryamin mengatakan,

secara nilai Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2016 berdasarkan Atas

Dasar Harga Konstan (ADHK) mencapai Rp 2.353,2 triliun dan berdasarkan

ADHB mencapai Rp 3.086,6 triliun. "Dibandingkan kuartal I-2016, PDB tumbuh

4,02%, yang mana secara nominal berdasarkan ADHK sebesar Rp 2.262,3 triliun

dan berdasarkan ADHB (Atas Dasar Harga Berlaku) sebesar Rp 2.942 triliun,"

kata Suryamin dalam paparan di Jakarta, Jumat (5/8/2016). Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi ini berasal dari dokestik dan

eksternal. Faktor domestik yang mempengaruhi yaitu harga komoditas nonmigas

di pasar internasional yang mengalami peningkatan. Selain itu, harga rata-rata

minyak mentah Indonesia (ICP) naik dari 30,20 dollar AS per barel pada kuartal I-

2016 menjadi 42,13 dollar AS pada kuartal II-2016. BPS juga mencatat bahwa

ada pengaruh inflasi sebesar 0,44% quarter to quarter, dan suku bunga acuan

Bank Indonesia (BI rate) yang turun dari 6,75% pada Maret 2016 menjadi 6,50%

pada Juni 2016. "Faktor domestik lainnya yakni realisasi belanja pemerintah

(APBN) pada kuartal II-2016 yang mencapai Rp 474,28 triliun. Angka ini naik

dari realisasi belanja pemerintah pada kuartal II-2015 yang hanya Rp 384,74

triliun)," imbuh Suryamin. Dari sisi investasi, realisasi penanaman modal asing

(PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) kuartal II-2016 sebesar
Rp 151,6 triliun, atau naik sebesar 3,5% quarter to quarter dan naik 12,3% year

on year. Pada kuartal II-2016 juga terjadi pergeseran panen raya tanaman pangan

yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi kuartal

II-2016 juga dipengaruhi oleh peningkatan produksi mobil sebesar 10,96%

quarter to quarter menjadi 316.351 unit. Produksi semen pada kuartal II-2016

juga naik 3,34% quarter to quarter menjadi 14,40 juta ton. Jumlah wisatawan

mancanegara yang datang ke Indonesia juga mendorong pertumbuhan ekonomi

kuartal II-2016. Jumlah wisatawan yang masuk ke Indonesia mencapai 2,67 juta

kunjungan atau naik 2,15% quarter to quarter dan naik 5,83% year on year

(Kompas.com, 2016).

Jika melihat kinerja perdagangan Indonesia saat ini, peningkatan ini

bukan pertanda yang baik. Peningkatan ini justru disinyalkan akan meningkatkan

inflasi, karenanya Bank Indonesia perlu tetap waspada menghadapi laju

manufaktur yang meningkat disertai inflasi yang dibawah rata-rata stabil. Suatu

keadaan dapat dikatakan inflasi jika kenaikan harga terjadi secara umum dan

bersifat terus-menerus. Oleh sebab itu, perusahaan yang labanya selalu mengalami

kenaikan dari periode ke periode secara konsisten akan mengalami kenaikan laba.

Hal inilah yang mengakibatkan banyak perusahaan yang melakukan pengelolaan

dan pengaturan laba sebagai salah satu upaya untuk mengurangi risiko.

Menurut Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No. 1,

informasi laba merupakan perhatian utama untuk menaksir kinerja atau

pertanggung jawaban manajemen. Selain itu informasi laba juga membantu

pemilik atau pihak lain dalam menaksir earnings power perusahaan di masa yang
akan datang. Adanya kecenderungan lebih memperhatikan laba ini disadari oleh

manajemen, khususnya manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi

tersebut, sehingga mendorong timbulnya perilaku menyimpang (disfunctional

behaviour), yang salah satu bentuknya adalah manajemen laba (earnings

management).

Modifikasi laba dapat dilakukan manajer dengan memilih kebijakan

akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan untuk memaksimisasi

kesejahteraan pihak manajemen dan nilai suatu perusahaan (Pasaribu dkk., 2016).

Manajemen laba dapat terjadi dalam suatu perusahaan dikarenakan lemahnya

faktor inheren dari kebijakan akuntansi namun tetap berada dalam koridor GAAP

(General Accepted Accounting Principal) (Sosiawan, 2012) dalam (Pasaribu dkk.,

2016).

Praktik Manajemen laba tidak terlepas dari kaitannya dengan masalah

agency. Masalah agency (Agency Problems) merupakan keadaan tidak selaras

antara kepentingan manager (agen) dan kepentingan pemegang saham. Salah satu

mekanisme yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan keagenan

tersebut adalah dengan menerapkan mekanisme tata kelola perusahaan yang baik

(good corporate governance).

Komponen Good Corporate Governance pada penelitian ini adalah

Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional. Kepemilikan Manajerial

adalah jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak manajerial perusahaan.

Kepemilikan saham manajerial dapat mensejajarkan antara kepentingan pemegang

saham dengan manajer, karena manajer ikut merasakan langsung manfaat dari
keputusan yang diambil dan manajer yang menanggung risiko apabila ada

kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah

(Anggraeni dan Hadiprajitno, 2013) dalam (Pasaribu dkk., 2016).

Indriastuti (2012) dan Pasaribu dkk. (2016), menyatakan bahwa

kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba.

Namun demikian, hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian lainnya yang

dilakukan oleh Mahiswari dan Nugroho (2014) mengungkapkan bahwa

kepemilikan manajerial berpengaruh positif tidak signifikan terhadap manajemen

laba.

Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan

pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif. Adanya kepemilikan

institusional dapat meningkatkan pengawasan terhadap kinerja pihak manajemen

dan memberikan dorongan agar pihak manajemen melakukan tugasnya dengan

baik. Kepemilikan institusional dapat menekan terjadinya praktek manajemen laba

yang dilakukan oleh pihak manajemen. Kepemilikan institusional merupakan

saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (Indriastuti, 2012).

Mahiswari dan Nugroho (2014), beserta Indriastuti (2012) menyatakan

bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap

manajemen laba. Namun demikian, hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian

lainnya yang dilakukan oleh Kusumaningtyas (2014) mengungkapkan bahwa

kepemilikan institusional berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap

manajemen laba.
Salah satu penyebab manajemen laba adalah leverage. Dengan adanya

leverage hal itu dapat menunjukan seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai

oleh hutang. Leverage / hutang yang digunakan secara efektif dan efisien akan

meningkatkan nilai perusahaan, namun apabila dilakukan dengan alasan untuk

menarik perhatian para kreditur, maka justru akan memicu terjadinya praktik

manajemen laba. Leverage diukur dengan cara perbandingan total hutang dengan

total aset.

Leverage, adalah salah satu alternatif sumber dana perusahaan selain

menjual saham di pasar modal adalah melalui sumber dana eksternal berupa

hutang. Perusahaan akan berusaha memenuhi perjanjian hutang agar memperoleh

penilaian yang baik dari kreditur. Hal ini kemudian dapat memotivasi manajer

melakukan manajemen laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian hutang

(Jao dan Pagalung, 2011) dalam (Pasaribu dkk., 2016). Semakin tinggi leverage

akan semakin tinggi tindakan manajemen laba, karena keinginan manajemen agar

perusahaan yang dikelola terlihat memanfaatkan hutang dengan baik sehingga

mencapai laba yang tinggi walaupun tingkat hutang tinggi, sehingga para kreditur

bersedia selalu memberi pinjaman kepada perusahaan untuk melakukan aktivitas

operasi (Pasaribu dkk., 2016). Dengan keadaan seperti itu, perusahaan cenderung

akan menampilkan kinerja yang baik dengan melakukan manajemen laba untuk

memberikan kepercayaan kepada kreditur akan kemampuan perusahaan dalam

membayar kewajibannya.

Purwanti dan Rahardjo (2012) beserta Pasaribu dkk., (2016), menyatakan

bahwa leverage berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Namun


demikian, hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian lainnya yang dilakukan

oleh Marlisa dan Fuadati (2016), Mahiswari dan Nugroho (2014) mengungkapkan

bahwa leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba.

Perusahaan yang melakukan manajemen laba akan mengungkapkan lebih

sedikit informasi dalam laporan keuangan agar tindakannya tidak mudah

terdeteksi. Namun terdapat kemungkinan sebaliknya, jika manajemen laba

dilakukan untuk tujuan mengkomunikasikan informasi dan meningkatkan nilai

perusahaan, maka seharusnya hubungan yang terjadi adalah positif. Salah satu

cara untuk memonitoring praktik manajemen laba adalah dengan melakukan audit

atas laporan keuangan. Menggunakan jasa auditor yang berkualitas dan

profesional merupakan salah satu upaya perusahaan untuk mengurangi perilaku

manajemen perusahaan yang berusaha memaksimalkan kepentingan pribadinya.

Auditor yang berkualitas memiliki tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi

sehingga auditor yang berkualitas akan mengaudit perusahaan dengan tingkat

ketelitian yang lebih tinggi untuk menjaga kepercayaan masyarakat (Purwanti dan

Rahardjo, 2012).

Purwanti dan Rahardjo (2012) beserta Indriastuti (2012), menyatakan

bahwa kualitas auditor berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.

Namun demikian, hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian lainnya yang

dilakukan oleh Marlisa dan Fuadati (2016) mengungkapkan bahwa kualitas

auditor berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba.


Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

membuat penelitian mengenai “Pengaruh Kepemilikan Manajerial,

Kepemilikan Institusional, Leverage, dan Kualitas Audit Terhadap

Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang

Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2015-2016)”.

1.2 Perumusan Masalah

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami perkembangan yang baik

dari tahun 2015 sebesar 4,88% naik menjadi 5,02% di tahun 2016. Peningkatan

ini akan meningkatkan inflasi di Indonesia. Oleh sebab itu, perusahaan yang

labanya selalu mengalami kenaikan dari periode ke periode, akan mengakibatkan

banyak perusahaan yang melakukan pengelolaan dan pengaturan laba sebagai

salah satu upaya untuk mengurangi risiko

Berdasarkan latar belakang perumusan masalah di atas, maka

permasalahan penelitian yang akan diteliti adalah pengaruh kepemilikan

manajerial, kepemilikan institusional, leverage, dan kualitas auditor terhadap

manajemen laba. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba?

b. Bagaimana pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba?

c. Bagaimana pengaruh leverage terhadap manajemen laba?

d. Bagaimana pengaruh kualitas auditor terhadap manajemen laba?


1.3 Tujuan dan Manfaat Penilitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka

secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris

mengenai pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, leverage,

dan kualitas auditor terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan secara khusus, penelitian ini

dimaksudkan untuk:

a. Menguji dan menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial terhadap

manajemen laba .

b. Menguji dan menganalisis pengaruh kepemilikan institusional terhadap

manajemen laba.

c. Menguji dan menganalisis pengaruh leverage terhadap manajemen laba.

d. Menguji dan menganalisis pengaruh kualitas auditor terhadap manajemen

laba.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi kepada berbagai pihak,

antara lain:

a. Bagi Investor

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi manajemen laba,

Corporate Governance dan Leverage, serta kualitas audit kepada investor untuk
lebih berhati-hati dalam menilai laporan keuangan perusahaan sebagai langkah

untuk menilai kinerja perusahaan sebelum melakukan investasi pada suatu

perusahaan demi keputusan investasi yang lebih baik.

b. Bagi Perusahaan / Manajemen

Sebagai informasi bagi perusahaan tentang pentingnya pengungkapan

kinerja manajemen perusahaan yang terkandung dalam laporan keuangan, dimana

informasi laba digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan investasi.

Informasi laba ini sering menjadi target rekayasa tindakan oportunis manajemen

untuk memaksimalkan kepentingannya, sehingga dapat merugikan investor.

Penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi pemikiran akan pentingnya

kewajiban untuk menjaga lingkungan dan dampak sosial yang ditimbulkan oleh

perusahaan, sebagai pertimbangan dalam pembuatan kebijakan perusahaan untuk

lebih meningkatkan kepeduliannya pada stakeholder sehingga tercipta

keberlanjutan dari perusahaan.

c. Bagi Perguruan Tinggi

Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam penelitian-penelitian

selanjutnya disamping sebagai sarana untuk menambah wawasan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, PENELITIAN EMPIRIS DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Praktik manajemen laba tidak terlepas dari kaitannya dengan masalah

agency. Masalah agency (Agency Problems) merupakan keadaan tidak selaras

antara kepentingan manager (agen) dan kepentingan pemegang saham.

Ketidakselarasan itulah yang membuat adanya praktek manajemen laba. Untuk

mengurangi perilaku manajemen laba dan meningkatkan kualitas laporan

keuangan, maka perlu dilakukan tata pengelolaan perusahaan yang baik (good

corporate governance) (Jao dan Pagalung, 2011) dalam (Pasaribu dkk, 2016).

Teori agensi mengasumsikan bahwa CEO (agen) memiliki lebih banyak

informasi daripada prinsipal. Hal ini dikarenakan prinsipal tidak dapat mengamati

kegiatan yang dilakukan agen secara terus-menerus dan berkala. Karena prinsipal

tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja agen, maka prinsipal tidak

pernah dapat merasa pasti bagaimana usaha agen memberikan kontribusi pada

hasil aktual perusahaan. Situasi inilah yang disebut asimetri informasi. Konflik

inilah yang kemudian dapat memicu biaya agensi (Indriastuti, 2012).

Hubungan agensi antara pemilik dan pengelola perusahaan ini

seharusnya menghasilkan hubungan simbiosis mutualisme yang menguntungkan

semua pihak, khususnya apabila setiap pihak menjalankan hak dan kewajibannya

secara bertanggung jawab. Namun yang terjadi justru sebaliknya, yaitu munculnya
permasalahan agensi (agency problem) antara pemilik dan pengelola perusahaan.

Permasalahan ini muncul karena ada pihak yang lebih mengutamakan kepentingan

pribadi meskipun merugikan pihak lain. Bahkan dalam perkembangannya

permasalahan agensi juga menjadi permasalahan anatara pengelola dengan pihak

lain yang mempunyai hubungan dengan perusahaan, yaitu calon investor, kreditur,

supplier, regulator, dan stakeholder lainnya (Sulistyanto, 2014:30).

2.1.2 Manajemen Laba (Earnings Management)

Manajemen laba adalah suatu kondisi dimana manajemen melakukan

intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal

sehingga dapat meratakan, menaikkan, dan menurunkan laba (Gunawan, dkk.,

2015) dalam (Marlisa, 2016).

Menurut Subramanyam dan Wild (2009:131) manajemen laba memiliki

tiga jenis strategi, sering kali manajer melakukan satu atau kombinasi dari tiga

strategi ini pada waktu yang berbeda untuk mencapai tujuan manajemen laba

jangka panjang. Tiga jenis strategi tersebut diantaranya yaitu:

a. Manajer meningkatkan laba (increasing income) periode kini.

Salah satu strategi manajemen laba adalah meningkatkan laba yang

dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik.

Cara ini juga memungkinkan peningkatan laba selama beberapa periode. Pada

skenario pertumbuhan, akrual pembalik lebih kecil dibandingkan akrual kini,

sehingga dapat meningkatkan laba. Kasus yang terjadi adalah perusahaan dapat

melaporkan laba yang lebih tinggi berdasarkan manajemen laba yang agresif
sepanjang periode waktu yang panjang. Selain itu, perusahaan dapat melakukan

manajemen untuk meningkatkan laba selama beberapa tahun dan kemudian

membalik akrual sekaligus pada satu saat pembebanan. Pembebanan satu saat ini

sering kali dilaporkan “di bawah laba bersih” (below the line), sehingga

dipandang tidak terlalu relevan.

b. Manajer melakukan “mandi besar” (big bath) melalui pengurangan laba

periode ini.

Strategi Big Bath dilakukan melalui penghapusan (write-off) sebanyak

mungkin pada satu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja

yang buruk (sering kali pada masa resesi di mana perusahaan lain juga

melaporkan laba yang buruk) atau peristiwa saat terjadi satu kejadian yang tidak

biasa seperti perubahan manajemen, merger, atau restrukturisasi. Strategi big bath

juga sering kali dilakukan setelah strategi peningkatan laba pada periode

sebelumnya. Oleh karena sifat big bath yang tidak biasa dan tidak berulang,

pemakai cenderung tidak memperhatikan dampak keuangannya. Hal ini

memberikan kesempatan untuk menghapus semua dosa masa lalu dan

memberikan kesempatan untuk meningkatkan laba di masa depan.

c. Manajer mengurangi fluktuasi laba dengan perataan laba (income smoothing).

Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba pada strategi ini,

manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi

flutuasinya. Perataan laba juga mencakup tidak melaporkan bagian laba pada

periode baik dengan menciptakan cadangan atau “bank” laba dan kemudian
melaporkan laba ini saat periode buruk. Banyak perusahaan menggunakan bentuk

manajemen laba ini.

Menurut Subramanyam dan Wild (2009:132) banyak alasan untuk

melakukan manajemen laba, termasuk meningkatkan kompensasi manajer yang

terkait dengan laba yang dilaporkan, meningkatkan harga saham, dan usaha

mendapatkan subsidi pemerintah. Insentif utama untuk melakukan manajemen

laba dibahas sebagai berikut:

a. Insentif Perjanjian

Banyak perjanjian yang menggunakan angka akuntansi. Misalnya

perjanjian kompensasi manajer biasanya mencakup bonus berdasarkan laba.

Perjanjian bonus biasanya memiliki batas atas dan bawah, artinya manajer tidak

mendapat bonus jika laba lebih rendah dari batas bawah dan tidak mendapatkan

bonus tambahan saat laba lebih tinggi dari batas atas. Hal ini berarti manajer

memiliki insentif untuk meningkatkan atau mengurangi laba berdasarkan tingkat

laba yang belum diubah terkait dengan batas atas dan bawah ini. Jika laba yang

belum diubah berada di antara batas atas dan bawah, manajer memiliki insentif

untuk meningkatkan laba. Saat laba lebih tinggi dari batas atas atau lebih lebih

rendah dari batas bawah, manajer memiliki insentif untuk menurunkan laba dan

membuat cadangan untuk bonus masa depan.

b. Dampak Harga Saham

Insentif manajemen laba lainnya adalah potensi dampak terhadap harga

saham. Misalnya, manajer dapat meningkatkan laba untuk menaikkan harga

saham perusahaan sementara sepanjang satu kejadian tertentu seperti merger yang
akan dilakukan atau penawaran surat berharga, atau rencana untuk menjual saham

atau melaksanakan opsi. Manajer juga melakukan perataan laba untuk

menurunkan persepsi pasar akan risiko dan menurunkan biaya modal. Salah satu

insentif manajemen laba yang terkait lainnya adalah untuk melampaui ekspektasi

pasar.

c. Insentif Lain

Laba seing kali diturunkan untuk menghindari biaya politik dan

penelitian yang dilakukan badan pemerintah, misalnya untuk ketaatan undang-

undang antimonopoli dan IRS. Selain itu, perusahaan dapat menurunkan laba

untuk memperoleh keuntungan dari pemerintah, misalnya subsidi atau proteksi

dari persaingan asing. Perusahaan juga menurunkan laba untuk mengelakkan

permintaan serikat buruh. Salah satu insentif manajemen laba lainnya adalah

perubahan manajemen yang sering menyebabkan terjadinya big bath.

Konsep model akrual memiliki dua komponen yaitu discretionary

accruals dan non discretionary accruals. Discretionary accruals merupakan

komponen akrual yang dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan

(discretion) manajerial, sementara non discretionary accruals merupakan

komponen akrual yang tidak dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan

manajer perusahaan. Manajer akan melakukan manajemen laba dengan

memanipulasi akrual-akrual tersebut untuk mencapai tingkat keuntungan yang

diinginkan (Christiani dan Yeterina, 2014) dalam (Marlisa dan Fuadati, 2016).

Teori akuntansi positif (positive accounting theory) mengemukakan tiga

hipotesis motivasi manajemen laba, yaitu hipotesis program bonus (the bonus
plan hypotesis), hipotesis perjanjian utang (the debt covenant hypotesis), dan

hipotesis biaya politik (the political cost hypotesis) (Kusumaningtyas, 2014).

Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan penilaian dalam

pelaporan keuangan dan dalam struktur transaksi untuk mengubah laporan

keuangan yang pada akhirnya menyesatkan pemegang saham dalam menilai

prestasi ekonomi yang dicapai oleh perusahaan (Guna dan Herawaty, 2010) dalam

(Marlisa dan Fuadati, 2016).

2.1.3 Good Corporate Governance

Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu proses dan

struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola usaha dalam rangka

meningkatkan kemajuan usaha dan akuntabilitas perusahaan yang juga

menekankan pada pentingnya pemenuhan tanggung jawab badan usaha sebagai

entinitas bisnis dalam masyarakat dan stakeholders (Marlisa dan Fuadati, 2016).

Tata kelola perusahaan (corporate governance) adalah rangkaian proses,

kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan,

pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi

(Kusumawardhani, 2012) dalam (Pasaribu dkk., 2016). Tata kelola perusahaan

juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang

terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Secara prinsip, corporate

governance dalam arti sempit meliputi dua aspek, yaitu aspek governance

structure atau board structure dan aspek governance process atau governance

mechanism (Pasaribu dkk., 2016).


Sasaran utama dari corporate governance, yang pertama secara internal

yaitu adanya sistem dan struktur yang menjamin berjalannya fungsi dari organ-

organ perusahaan (RUPS, komisaris dan direksi) secara seimbang. Hal yang

berkaitan dengan masalah tersebut antara lain adanya pemenuhan hak-hak

pemegang saham secara adil, pengendalian yang efektif oleh dewan komisaris,

serta pengelolaan perusahaan yang transparan dan bertanggung jawab oleh

direksi, kedua secara eksternal menyangkut pemenuhan tanggung jawab

perusahaan kepada para pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Hal ini

terkait dengan bagaimana perusahaan mengakomodasi kepentingan pihak-pihak

tersebut termasuk pemenuhan kewajiban perusahaan untuk taat kepada peraturan

yang ada. Untuk merealisasikan sasaran tersebut digunakan empat prinsip utama

yaitu : transparansi, akuntabilitas, kewajaran dan responsibilitas yang dilakukan

melalui mekanisme internal maupun eksternal. Mekanisme internal, seperti

struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksklusif serta

mekanisme eksternal meliputi pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan

institusional dan tingkat pendanaan dengan utang (Kusumaningtyas, 2014).

2.1.4 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh

komisaris, atau direksi perusahaan. Kepemilikan saham yang rendah, maka

insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan

meningkat (Indriastuti, 2012).


Kepemilikan manajerial merupakan pemisahan kepemilikan antara

pihak outsider dengan pihak insider. Jika dalam suatu perusahaan

memiliki banyak pemilik saham, maka kelompok besar individu tersebut sudah

jelas tidak dapat berpartisipasi dengan aktif dalam manajemen perusahaan sehari-

hari. Karenanya, mereka memilih dewan komisaris, yang memilih dan mengawasi

manajemen perusahaan. Struktur ini berarti bahwa pemilik berbeda dengan

manajer perusahaan. Hal ini memberikan stabilitas bagi perusahaan yang tidak

dimiliki oleh perusahaan dengan pemilik merangkap manajer (Bodie, 2006:9).

2.1.5 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan salah satu cara untuk memonitor

kinerja manajer dalam mengelola perusahaan sehingga dengan adanya

kepemilikan oleh institusi lain diharapkan bisa mengurangi perilaku manajemen

laba yang dilakukan manajer (Mahiswari, dan Nugroho, 2014).

Sutojo dan Aldridge (2005:212) menjelaskan mengenai investor

institusional atau kepemilikan institusional adalah investor institusional

perusahaan publik antara lain terdiri dari dana pensiun, perusahaan asuransi,

perusahaan dana reksa, mutual trust, unit trust dan investment fund yang dibentuk

perusahaan-perusahaan asuransi. Di beberapa Negara lain seperti Jerman, Jepang

dan Inggris di mana bank diperbolehkan bergerak dalam perdagangan surat

berharga termasuk saham, bank juga termasuk dalam daftar investor institusional.
Sutojo dan Alridge (2005: 217) juga menjelaskan mengenai peranan

kepemilikan institusional antara lain sebagai berikut:

a. Mengarahkan dan memonitor arah kegiatan bisnis perusahaan (directing and

control).

b. Sumber informasi perusahaan (source of company’s information).

c. Pengajuan suara dalam rapat pemegang salam (voting)”.

2.1.6 Leverage

Leverage adalah perbandingan antara total kewajiban dengan total aset

perusahaan. Perusahaan akan berusaha memenuhi perjanjian hutang agar

memperoleh penilaian yang baik dari kreditur. Hal ini kemudian dapat memotivasi

manajer melakukan manajemen laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian

hutang (Jao dan Pagalung, 2011) dalam (Pasaribu dkk, 2016). Leverage

menunjukkan hutang sumber dana yang digunakan perusahaan untuk membiayai

asetnya diluar sumber dana modal atau ekuitas (Triyono dkk,2011) dalam

(Pasaribu dkk, 2016).

Menurut Hanafi (2014:327), secara harfiah (literal) pengertian leverage

adalah pengungkit. Pengungkit biasanya digunakan untuk membantu mengangkat

beban berat.dalam keuangan, leverage juga mempunyai maksud serupa. Lebih

spesifik lagi, leverage bisa digunakan untuk meningkatkan tingkat keuntungan

yang diharapkan. Meningkatnya tingkat keuntungan yang diharapkan sama

dengan besarnya keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Penggunaan

leverage ini dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada
biaya aset dan sumber dananya. Dengan demikian penggunaan leverage akan

meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham. Sebaliknya leverage juga dapat

meningkatkan risiko keuntungan. Jika perusahaan mendapat keuntungan yang

lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan

keuntungan pemegang saham (Harjito dan Martono, 2014:315) dalam (Marlisa

dan Fuadati, 2016).

2.1.7 Kualitas Auditor

Audit merupakan satu proses yang digunakan untuk mengurangi terjadinya

ketidakselarasan antara prinsipal dan agen dengan cara menggunakan pihak luar

untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Peran audit adalah

menyediakan informasi yang lebih baik. Auditor independen berperan sebagai

penengah kedua belah pihak (agent dan principle) yang berbeda kepentingan.

Auditor independen juga berfungsi untuk mengurangi biaya agensi yang timbul

dari perilaku mementingkan diri sendiri oleh agen (manajer)Salah satu cara untuk

memonitoring praktik manajemen laba adalah dengan melakukan audit atas

laporan keuangan. Audit laporan keuangan menentukan apakah laporan keuangan

yang akan dipriksa dan dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu yang telah

ditetapkan, kriteria yang digunakan adalah prinsip akutansi berlaku umum (Sari

dan Wahidahwati, 2016).

Auditor yang berkualitas adalah auditor yang bisa memberikan informasi

yang akurat. Informasi yang akurat adalah informasi yang bisa dengan tepat

menunjukkan nilai perusahaan. Karena opini yang diberikan oleh auditor atas
hasil audit yang dilakukan tersebut sangat berguna bagi para pemakai laporan

keuangan didalam pengambilan keputusan (Sari dan Wahidahwati, 2016).

Menggunakan jasa auditor yang berkualitas dan profesional merupakan

salah satu upaya perusahaan untuk mengurangi perilaku manajemen perusahaan

yang berusaha memaksimalkan kepentingan pribadinya. Auditor yang berkualitas

memiliki tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi sehingga auditor yang

berkualitas akan mengaudit perusahaan dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi

untuk menjaga kepercayaan masyarakat (Purwanti dan Rahardjo, 2012).

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini merupakan salah satu acuan peneliti dalam

melakukan penelitian yang dapat menjadi pelengkap, pembanding, dan

pendukung teori yang sudah ada dan digunakan dalam mengkaji penelitian yang

dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat kajian pustaka berupa

penelitian yang ada. Selain itu, karena pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menghargai berbagai perbedaan

yang ada serta cara pandang mengenai objek-objek tertentu, sehingga meskipun

terdapat kesamaan maupun perbedaan adalah suatu hal yang wajar dan dapat

disinergikan untuk saling melengkapi. Dalam hal ini, penelitian terdahulu yang

dijadikan acuan adalah terkait dengan masalah manajemen laba. Oleh karena itu,

peneliti melakukan langkah penelitian terhadap beberapa hasil penelitian berupa

jurnal-jurnal melalui internet. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa

beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan peneliti.


Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan variabel-variabel

yang akan diuji dalam penelitian ini diringkas dalam tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Variabel Hasil


1. Maya Indriastuti (2012) Dependen : Manajemen 1. Kualitas auditor:
Laba + Sig
Analisis Kualitas Auditor dan Corporate 2. Kepemilikan
Governance Terhadap Manajemen Laba Independen: Manajerial: -Sig
1. Kualitas Auditor 3. Kepemilikan
2. Kepemilikan Manajerial Institusional: -Sig
3. Kepemilikan Institusional
2. Rahayu Budhi Puirwanti dan Shiddiq Nur Dependen : Manajemen 1. Kualitas Auditor:
Rahardjo (2012) Laba + Sig
2. Leverage: +Sig
Pengaruh Kecakapan Manajerial, Kualitas Independen:
Auditor, Komite Audit, Firm Size, dan 1. Kualitas Auditor
Leverage terhadap Earnings Management 2. Leverage
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di BEI Tahun 2008-2010)
3. Metta Kusumaningtyas (2014) Dependen : Manajemen Kepemilikan
Laba institusional: -
Pengaruh Ukuran Komite Auditor dan Tidak Sig
Kepemilikan Institusional Terhadap Independen : Kepemilikan
Manajemen Laba Institusional
4. Raras Mahiswari & Paskah Ika Nugroho Dependen : Manajemen 1. Kepemilikan
(2014) Laba institusional: - Sig
2. Kepemilikan
Pengaruh Mekanisme Corporate Independen : manajerial: +
Governance, Ukuran Perusahaan, dan 1. Kepemilikan Institusional Tidak Sig
Leverage Terhadap Manajemen Laba dan 2. Kepemilikan Manajerial 3. Leverage: -Sig
Kinerja Keuangan 3. Leverage
5. Otty Marlisa & Siti Rokhmi Fuadati (2016) Dependen : Manajemen 1. Leverage: -Tidak
Laba Sig
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi 2. Kualitas auditor: -
Manajemen Laba Perusahaan Properti dan Independen: Sig
Real Estate 1. Leverage
2. Kualitas Auditor
6. Rowland Bismark Fernando Pasaribu, Dependen : Manajemen 1. Kepemilikan
Dionysia Kowanda, Esty Dwi Widyastuty Laba manajerial: -Sig
(2016) 2. Leverage: +Sig
Independen :
Pengaruh Konservatisme Akuntansi, 1. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan Manajerial, Kebijakan 2. Leverage
Dividen, Ukuran Perusahaan, Leverage,
Price Earning Ratio, Price To Book Value,
dan Earning Ratio, Price To Book Value,
dan Earning Per Share Terhadap
Manajemen Laba (Studi pada Emiten
Manufaktur di BEI periode (2008-2013)
2.3 Model Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu, maka

penelitian ini dilakukan untuk memberi gambaran tentang praktik manajemen laba

yang dilaksanakan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia dan mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan

institusional, leverage, dan kualitas auditor terhadap manajemen laba.

Untuk memudahkan penganalisaan pada penelitian ini, maka diperlukan

kerangka konseptual atau model penelitian sebagai berikut:

Kepemilikan Manajerial (-)

Kepemilikan Institusional (-)


Manajemen Laba
Leverage (+)

Kualitas Auditor (+)

Gambar 2.1
Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Leverage, dan
Kualitas Auditor Terhadap Manajemen Laba

2.4 Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Manajemen Laba

Kepemilikan Manajerial adalah jumlah saham perusahaan yang dimiliki

oleh pihak manajerial perusahaan. Kepemilikan saham manajerial dapat

mensejajarkan antara kepentingan pemegang saham dengan manajer, karena

manajer ikut merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan

manajer yang menanggung risiko apabila ada kerugian yang timbul sebagai
konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah (Anggraeni dan Hadiprajitno,

2013) dalam (Pasaribu dkk., 2016).

Apabila pihak manajemen mempunyai investasi saham di suatu

perusahaan, manajemen (agen) tersebut tidak akan “mempercantik” saldo laba

untuk kepentingan dirinya sendiri. Dengan demikian, dapat diasumsikan terdapat

pengaruh antara kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba (Pasaribu dkk.,

2016).

Hal ini sesuai dengan pengujian kepemilikan manajerial oleh Indriastuti

(2012), dan Pasaribu dkk. (2016) yang membuktikan bahwa kepemilikan

manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba.

Berdasarkan uraian bukti empiris penelitian terdahulu yang mendukung

hipotesis, maka hipotesis penelitian ini adalah:

H1: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

2.4.2 Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Manajemen Laba

Kepemilikan institusional merupakan salah satu cara untuk memonitor

kinerja manajer dalam mengelola perusahaan sehingga dengan adanya

kepemilikan oleh institusi lain diharapkan bisa mengurangi perilaku manajemen

laba yang dilakukan manajer (Mahiswari dan Nugroho, 2014).

Kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap

manajemen laba sehingga pengawasan yang cukup ketat dapat memperkecil

peluang terjadinya tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer yang

dapat merugikan investor (Mahiswari dan Nugroho, 2014).


Hal ini sesuai dengan pengujian kepemilikan institusional oleh Indriastuti

(2012), dan Mahiswari dan Nugroho (2014) yang membuktikan bahwa

kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen

laba.

Berdasarkan uraian bukti empiris penelitian terdahulu yang mendukung

hipotesis, maka hipotesis penelitian ini adalah:

H2: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen

laba.

2.4.3 Pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba

Leverage merupakan salah satu alternatif sumber dana perusahaan selain

menjual saham di pasar modal adalah memlalui sumber dana eksternal berupa

hutang (Pasaribu, 2016).

Semakin besar rasio leverage, maka semakin besar proporsi aktiva yang

dibiayai oleh hutang atau semakin besar hutang yang ada di dalam bagian aktiva

perusahaan. Karena tingginya hutang yang dimiliki perusahaan membuat ancaman

default bagi perusahaan tersebut, maka dari itu perusahaan akan berusaha

menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan

maupun laba. (Azlina, 2010) dalam (Pasaribu, 2016).

Hal ini sesuai dengan pengujian leverage oleh Pasaribu dkk., (2016) dan

Purwanti dan Rahardjo (2012) yang membuktikan bahwa leverage berpengaruh

positif signifikan terhadap manajemen laba.


Berdasarkan uraian bukti empiris penelitian terdahulu yang mendukung

hipotesis, maka hipotesis penelitian ini adalah:

H3: Leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

2.4.4 Pengaruh Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba

Tujuan dari kualitas audit adalah untuk memberikan kepastian mengenai

integritas dari laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen (Marlisa

dan Fuadati, 2016).

Pengauditan tidak ditujukan untuk mendeteksi manajemen laba akan

tetapi untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan, selain itu saling

ketergantungan antara manajemen dan KAP juga dapat menyebabkan pengawasan

yang dilakukan menjadi tidak maksimal. Manajemen membutuhkan KAP untuk

meningkatkan kredibilitas laporan keuangan yang disusunnya, sedangkan KAP

membutuhkan perusahaan sebagai sumber pendapatan atas jasa pengauditan

laporan keuangan perusahaan. Apabila auditor melakukan pengawasan dengan

ketat dikhawatirkan KAP tersebut akan kehilangan perusahaan tersebut sebagai

klien (Isnugrahadi dan Kusuma, 2009) dalam Purwanti dan Rahardjo (2012).

Hal ini sesuai dengan pengujian kualitas auditor oleh Indriastuti (2012)

dan Purwanti dan Rahardjo (2012) yang membuktikan bahwa kualitas auditor

berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.

Berdasarkan uraian bukti empiris penelitian terdahulu yang mendukung

hipotesis, maka hipotesis penelitian ini adalah:

H4: Kualitas Audit berpengaruh positif terhadap manajemen laba.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

3.1.1 Populasi

Populasi merupakan himpunan keseluruhan karakteristik dari objek yang

diteliti (Sedarmayanti dan Hidayat, 2011:121). Populasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI).

3.1.2 Sampel

Sampel adalah kelompok kecil yang diamati dan merupakan bagian dari

populasi sehingga sifat dan karakteristik populasi juga dimiliki oleh sampel

(Sedarmayanti dan Hidayat, 2011:124). Teknik pengambilan sampel pada

penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Purposive sampling

merupakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan kriteria-kriteria

tertentu (Pasaribu dkk., 2016).

Adapun kriteria pengambilan sampel adalah sebagai berikut :

a. Data laporan keuangan perusahaan manufaktur yang telah diaudit yang harus

tersedia secara berturut-turut periode 2015-2016.

b. Data laporan keuangan perusahaan manufaktur yang telah diaudit yang harus

tersedia secara lengkap periode 2015-2016.

c. Mengalami laba selama periode 2015-2016.


d. Dalam periode 2015-2016 perusahaan selalu membagikan dividen.

e. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan dalam satuan

mata uang rupiah.

3.2 Jenis, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data

3.2.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.

Data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari penelitian secara tidak

langsung melalui media perantara yang didapatkan dari segala media sumber

informasi (Pasaribu dkk., 2016).

3.2.2 Sumber Data

Data sekunder dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015 sampai

2016. Sumber data laporan keuangan tersebut diperoleh dari website resmi Bursa

Efek Indonesia (BEI) yaitu www.idx.co.id .

3.2.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

dokumentasi. Teknik dokumentasi adalah informasi dari catatan penting baik dari

lembaga atau organisasi maupun dari perorangan (Hamidi ,2004:72).

Dokumentasi merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan menelaah

dokumen-dokumen yang terdapat pada perusahaan (Narimawati dkk., (2010:39).


Data yang dimaksud adalah data sekunder. Data sekunder tersebut berupa laporan

keuangan yang dibutuhkan. Data akan dicatat dan dipilih sesuai dengan kriteria

sampel.

3.3 Definisi Konsep, Operasional dan Pengukuran Variabel

3.3.1 Definisi Konsep

a. Variabel Dependen (Y)

Manajemen laba dilakukan perusahaan untuk mengelola laba sehingga

laba yang dilaporkan perusahaan sesuai dengan tujuan perusahaan dan

kepentingan pemilik. Manajemen laba terjadi sebagai akibat asimetri informasi

dalam teori agensi. Hal ini dikarenakan manajer lebih mengetahui informasi

tentang perusahaan yang dikelolanya. Manajemen laba dalam penelitian ini di

ukur dengan proksi discretionary accruals. Discretionary accruals merupakan

komponen total accruals yang berasal dari rekayasa manajerial dengan

memanfaatkan kebebasan dan fleksibilitas dalam menentukan nilai estimasi pada

metode akuntansi (Purwanti dan Rahardjo, 2012).

b. Variabel Independen (X)

1) Kepemilikan Manajerial (KM)

Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan

oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan

besaran yang berbeda pula, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai

pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal
tersebut akan mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seorang

manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap

metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang dikelolanya.

2) Kepemilikan Institusional (KI)

Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan

pihak manajemen melalui proses pengawasan secara efektif sehingga dapat

mengurangi manajemen laba. Kepemilikan institusional merupakan jumlah saham

perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham institusional (Kusumaningtyas,

2014).

3) Leverage (LEV)

Leverage merupakan rasio antara total kewajiban dengan total asset.

Semakin besar rasio leverage, berarti semakin tinggi nilai utang perusahaan

(Mahiswari dan Nugroho 2014). Semakin tinggi leverage akan semakin tinggi

tindakan manajemen laba, karena keinginan manajemen agar perusahaan yang

dikelola terlihat memanfaatkan hutang dengan baik sehingga mencapai laba yang

tinggi walaupun tingkat hutang tinggi, sehingga para kreditur bersedia selalu

memberi pinjaman kepada perusahaan untuk melakukan aktivitas operasi

(Pasaribu dkk., 2016).


4) Kualitas Auditor (KUA)

Kualitas auditor sangat menentukan kredibilitas laporan keuangan.

Kualitas auditor diproksikan dengan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP).

Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) yang digunakan oleh perusahaan

diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu KAP Big Four dan KAP Non Big Four.

Kantor Akuntan Publik yang termasuk dalam kelompok big four adalah:

Tabel 3.1

KAP Big-Four dan Afiliasinya di Indonesia

No. Big Four Afiliasi di Indonesia


1. Pricewaterhouse Coopers (PWC) KAP Tanudiredja, Wibisana dan Rekan
2. Deloitte Touche Tohmatsu KAP Osman Bing Satrio dan Rekan
3. Ernst and Young KAP Purwantono, Suherman dan Surjawo
4. Klynveld Peat Marwick KAP Sidharta dan Widjaja
Goerdeler (KPMG)
Sumber: PPPK, 2015

3.3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1) Manajemen Laba

Manajemen laba diproksikan dengan discretionary accrual. Untuk

mendapatkan nilai discretionary accrual dilakukan dengan menghitung langkah-

langkah berikut ini :

Total accruals sesungguhnya :

TAC= NIit – CFit .......................................................................................... (1)


Keterangan:

NIit = laba bersih (net income) perusahaan i pada periode t

CFit = arus kas operasi (cash flow of operation) perusahaan i pada periode t

Total accruals yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS (Ordinary Least

Square) adalah:

TACt/TAt1=(β)1(1/TAt1)+(β)2(ΔSALt/TAt1)+(β)3(PPEt/Tat1)+e............. (2)

Keterangan:

TACt = total accruals dalam periode t

TA t-1 = total asset periodE t-1

(Δ)SAL = perubahan pendapatan atau penjualan bersih dalam periode t

PPEt = property, plan, and equipment periode t

(β)1,(β)2,(β)3 = koefisien regresi

Dengan menggunakan koefisien regresi di atas nilai non discretionary accruals

(NDA) dapat dihitung dengan rumus:

NDTACt=(β)1(1/TA t-1)+(β)2[(Δ SALt-Δ RECt)/TA t1]+(β)3(PPEt/TAt1)+e...(3)

Keterangan:

(Δ)RECt = perubahan piutang usaha dalam periode t

(β)1,(β)2,(β) = fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi pada

perhitungan total akrual


Diskresioner total akrual :

DTACt= TACt/TA t-1 –NDTACt................................................................. (4)

Keterangan:

DTACt = diskresioner total akrual tahun t

TACt = total accruals tahun t

NDTACt = non akrual diskresioner pada tahun t

2) Kepemilikan Manajerial (KM)

Kepemilikan Manajerial merupakan susunan dari jumlah saham yang

dimiliki oleh pihak manajemen dalam suatu perusahaan (Soraya dan Harto, 2014)

dalam (Pasaribu dkk, 2016). Kepemilikan manajerial dilambangkan dengan KM.

Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan manajerial yaitu:

Kepemilikan Saham Manajerial


KM =
Total Saham Beredar

1) Kepemilikan Institusional (KI)

Kepemilikan institusional diukur dengan jumlah proporsi saham yang

dimiliki dibagi dengan jumlah saham yang telah diterbitkan oleh perusahaan

(Kusumaningtyas, 2014). Kepemilikan institusional dilambangkan dengan KI.

Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan institusional yaitu:

Kepemilikan Saham Institusional


KI =
Total Saham Beredar
2) Leverage (LEV)

Rasio leverage dihitung dengan cara membagi antara total hutang dengan

total asset (Mahiswari dan Nugroho 2014). Leverage dilambangkan dengan LEV.

Indikator yang digunakan untuk mengukur leverage yaitu:

Total Hutang
LEV =
Total Aktiva

3) Kualitas Auditor (KA)

Menggunakan auditor yang berkualitas merupakan salah satu cara

pemilik untuk meminimalisir asimetris informasi dan ketidakseimbangan yang

terjadi di perusahaan, auditor yang berkualitas diharapkan dapat menemukan

indikasi manajemen laba yang dilakukan (Purwanti dan Rahardjo, 2012). Kualitas

audit dilambangkan dengan KUA, dan untuk pengukurannya menggunakan

variabel dummy. Auditor perusahaan yang tergabung dalam KAP Big Four atau

afiliasinya akan diberikan nilai 1, sedangkan untuk KAP Non Big Four diberikan

nilai 0 (Maya Indriastuti, 2012).

3.4 Metode Analisis Data

3.4.1 Analisis Statistik Deskriptif

Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka teknis analisis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Jenis analisis ini

digunakan untuk mengolah data berupa kata-kata lisan atau tulisan tentang

tingkah laku manusia yang bisa diamati. Analisis deskriptif dimaksudkan untuk

memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata
(mean), standar deviasi, varian, maksimum dan minimum, sum, range, kurtosis

dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2016:19). Analisis statistik

deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran variabel manajemen laba,

kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, leverage, dan kualitas auditor.

3.4.2 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.

Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual

mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi

tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2016:154). Untuk mendeteksi

apakah data berdistribusi normal atau tidak, penelitian ini menggunakan analisis

statistik.

Analisis statistik merupakan alat statistik yang sering digunakan untuk

menguji normalitas residual yaitu dengan uji statistik sederhana dengan melihat

nilai skewness dan kurtosis dari residual (Ghozali, 2016:156). Nilai z statistik

untuk skewness dapat dihitung dengan rumus:

𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠
Zskewness=
√6/𝑁

Sedangkan nilai z kurtosis dapat dihitung dengan rumus :

𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠
Zkurtosis =
√24/𝑁

Keterangan: S : nilai skewness K : nilai kurtosis

N: jumlah kasus
Selanjutnya, untuk melihat apakah data berdistribusi normal atau tidak

dengan menggunakan skewness.

a. Jika data memiliki nilai Z-Skewness < -1,96 berarti data memiliki

kecondongan kanan.

b. Jika data memiliki nilai Z-Skewness > +1,96 berarti data memiliki

kecondongan kiri.

c. Jika data memiliki nilai Z-Skewness antara -1,96 dan +1,96 berarti data

mendekati simetris.

3.4.3 Uji Asumsi Klasik

Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan setelah model dari

penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat

yang harus di penuhi adalah data tersebut harus terdistribusikan secara normal,

tidak mengandung multikolonieritas, dan heterokidastisitas. Untuk itu sebelum

melakukan pengujian regresi linier berganda perlu dilakukan lebih dahulu

pengujian asumsi klasik. Uji asumsi klasik tersebut terdiri dari uji

multikolonieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.

a. Uji Multikolonieritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel

saling independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogal.


Variabel ortogal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama

variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2016:103).

Metode untuk mendiagnosa adanya multicollinearity dilakukan dengan

uji Variance Inflation Factor (VIF) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

VIF = 1/Tolerance

Suatu model regresi dikatakan tidak memiliki kecenderungan adanya

gejala multikolonieritas adalah apabila memiliki nilai tolerance > 0,10 atau sama

dengan VIF < 10 (Ghozali, 2016:104).

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah

Homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2016:134).

Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan Uji Gletser

yaitu dengan mengusulkan untuk meregres nilai absolut residual terhadap variabel

independen dengan persamaan regresi:

|Ut| =a + BXt + vt

Jika variabel independen memiliki signifikan > 0,05, maka model regresi

tidak mengandung heteroskedastisitas (Ghozali, 2016:137).


c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji ada tidaknya korelasi antara

kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode

t-1 (sebelumnya) dalam model regresi linear. Jika terjadi korelasi, maka

dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang

berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya (Ghozali, 2016:107).

Salah satu cara untuk mendeteksi autokorelasi adalah dengan uji Durbin-

Watson. Menurut Ghozali (20116:108) uji Durbin Watson hanya digunakan untuk

autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya

intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara

variabel independen. Hipotesis yang akan diuji adalah:

H0: tidak ada autokorelasi (r=0)

HA: ada autokorelasi (r≠0).

Mengambil keputusan ada tidaknya autokorelasi dengan kriteria:

Tabel 3.3
Kriteria Autokorelasi Durbin Watson
Hipotesis nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < d1
Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada keputusan d1 < d < du
Tidak ada korelasi negatif Tolak 4 – d1 – d – 4
Tidak ada korelasi negatife Tidak ada keputusan 4 – du ≤ d ≤ 4 – d1
Tidak ada autokorelasi Tidak ditolak du < d < 4 – du
Sumber : Ghozali, 2016
Berikut ini adalah daerah pengujian Durbin Watson:

Tabel 3.4
Daerah Uji Autokorelasi Durbin Watson

Keterangan:

1) Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka hopotesis nol

ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.

2) Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima, yang berarti

tidak ada autokorelasi.

3) Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak

menghasilkan kesimpulan yang pasti.

4) Nilai du dan dl dapat diperoleh dari tabel statistik Durbin Watson yang

bergantung banyaknya observasi dan banyaknya variabel yang menjelaskan

d. Analisis Regresi Linier Berganda

Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan

menggunakan program SPSS (Statistical Program for Social Science. Teknik

analisis dalam penelitian ini yaitu analisis regresi linear berganda yang digunakan

untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari variabel independen dengan


variabel dependen. Variabel diasumsikan random yang berarti mempunyai

distribusi probabilistik, sedangkan variabel independen diasumsikan memiliki

nilai tetap (Ghozali, 2011). Analisis regresi linear berganda digunakan untuk

menguji apakah variabel kepemilikan manajerial (KM), kepemilikan institusional

(KI), leverage (LEV), dan kualitas audit (KUA) sebagai variabel independen

mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba (DA) sebagai variabel dependen.

Persamaan regresi yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut:

DTACt =α+β1KM+β2KI+β3LEV+β4KUA+ e

Keterangan:

Α = Konstanta KI = Kepemilikan Institusional

β1- β4 = Koefisien Regresi LEV = Leverage

DA = Discretionary Accrual KUA = Kualitas Audit

KM = Kepemilikan Manajerial e = Error

3.5.3 Pengujian Model

a. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Koefisien determinasi ( Adjusted R² ) pada intinya mengukur seberapa

jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai

koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai Adjusted R² yang kecil

berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi

variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu variabel-variabel

independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2016:95).


Kelemahan mendasar dalam penggunaan koefisien determinasi adalah

jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan

satu variabel independen, maka Adjusted R² pasti meningkat tidak peduli apakah

variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel independen.

Oleh karena itu, banyak peneliti yang menganjurkan untuk menggunakan nilai

Adjusted R² pada saat mengevaluasi mana model regresi yang terbaik. Tidak

seperti nilai Adjusted R², nilai Adjusted R² dapat naik atau turun apabila satu

variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali, 2016:95).

Dalam kenyataan nilai Adjusted R2 dapat bernilai negatif, walaupun yang

dikehendaki harus bernilai positif. Menurut Gujarati (2003) jika dalam uji empiris

didapat nilai Adjusted R2 dianggap bernilai nol. Secara matematis jika nilai R2 =

1, maka Adjusted R2 = R2 = 1 sedangkan jika nilai R2 = 0, maka Adjusted R2 = (1-

k)/(n-k). Jika k > 1, maka Adjusted R2 akan bernilai negatif (Ghozali, 2016:96).

b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah model penelitian fit

(layak digunakan) atau sebaliknya. Langkah-langkah yang ditempuh untuk

pengujian ini adalah sebagai berikut (Ghozali, 2016:96):

1) Ha: β1, β2 , β3 , β4 , β5 , β6 , β7 ≠ 0

(Ada pengaruh pengalaman auditor, gender, tekanan ketaatan, tekanan

anggaran waktu, kompleksitas tugas, tingkat senioritas auditor, dan

pengetahuan auditor terhadap audit judgment.)


2) Memilih uji statistik, memilih F karena hendak menentukan pengaruh

berbagai variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel

dependen.

3) Menentukan tingkat signifikansi yaitu α = 0,05.

4) Menghitung F-hitung atau F-statistik dengan bantuan paket program computer

SPSS, program analisis regression Linier.

5) Membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel dengan ketentuan: Apabila

nilai F hitung lebih besar dari F tabel, maka variabel independen signifikan

secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011).

c. Uji Hipotesis (Uji Statistik t)

Uji statistik t bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

independen (Ghozali, 2016:97). Dengan tingkat signifikansi 5%, maka kriteria

pengujian untuk menerima atau menolak hipotesis yang ada adalah sebagai

berikut:

1) Jika nilai signifikansi t < 0,05 maka Ha diterima, artinya terdapat pengaruh

yang signifikan antara satu variabel independen terhadap variabel dependen.

2) Jika nilai signifikansi t > 0,05 maka Ha ditolak, artinya tidak ada pengaruh

yang signifikan antara satu variabel independen terhadap variabel dependen.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2015-2016. Berdasarkan

data yang didapat dari website resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu

www.idx.co.id , terdapat 144 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama

periode 2015-2016. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive

sampling. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Data Hasil Pemilihan Sampel

No. Keterangan Jumlah

1. Jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar


144
di BEI tahun 2015-2016.

2. Jumlah perusahaan manufaktur yang tidak

memenuhi kriteria.

Jumlah sampel (akhir)

Berdasarkan jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2015-

2016 terdapat 144 perusahaan. Namun, diantara perusahaan tersebut terdapat ….

perusahaan yang tidak memenuhi kriteria, sehingga pada data hasil sampel yang
ditetapkan diperoleh sebanyak….. perusahaan manufaktur sebagai jumlah

observasi penelitian.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen16 halaman
    Bab Ii
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Proposal Lengkap 240712aa
    Proposal Lengkap 240712aa
    Dokumen86 halaman
    Proposal Lengkap 240712aa
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen18 halaman
    Bab I
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Proposal Lengkap 240712aa
    Proposal Lengkap 240712aa
    Dokumen86 halaman
    Proposal Lengkap 240712aa
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • BAB I New
    BAB I New
    Dokumen20 halaman
    BAB I New
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Bab 123 Usulan Penelitian
    Bab 123 Usulan Penelitian
    Dokumen54 halaman
    Bab 123 Usulan Penelitian
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen18 halaman
    Bab I
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • BAB I-II - Warmanti - Koreksi 9 Sept
    BAB I-II - Warmanti - Koreksi 9 Sept
    Dokumen62 halaman
    BAB I-II - Warmanti - Koreksi 9 Sept
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen20 halaman
    Bab I
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen20 halaman
    Bab I
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen20 halaman
    Bab I
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen20 halaman
    Bab I
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • BAB I-II - Warmanti - Koreksi 9 Sept
    BAB I-II - Warmanti - Koreksi 9 Sept
    Dokumen62 halaman
    BAB I-II - Warmanti - Koreksi 9 Sept
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Proposal
    Proposal
    Dokumen49 halaman
    Proposal
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Bab I-Vi
    Bab I-Vi
    Dokumen33 halaman
    Bab I-Vi
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • BAB IV-New
    BAB IV-New
    Dokumen16 halaman
    BAB IV-New
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Bab I-Vi
    Bab I-Vi
    Dokumen13 halaman
    Bab I-Vi
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Bab I-Vi
    Bab I-Vi
    Dokumen33 halaman
    Bab I-Vi
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Skripsi Shienny
    Skripsi Shienny
    Dokumen102 halaman
    Skripsi Shienny
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat
  • Proposal Pinus
    Proposal Pinus
    Dokumen35 halaman
    Proposal Pinus
    Bambang Satwendo
    Belum ada peringkat