Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada

beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur dan nilai gizinya juga sifat

mikrobiologis. Untuk meningkatkan mutu serta tampilan bahan pangan maka

banyak produsen bahan makanan atau minuman menambahkan bahan

tambahan pangan (BTP) baik yang alami maupun sintetis (Cahyadi, 2009).

Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan suatu zat yang tidak asing lagi

dikalangan masyarakat, baik itu alami maupun sintetis. Dewasa ini kebutuhan

akan bahan tambahan pangan semakin tak terbatas, apalagi di kalangan

industri makanan, misalnya saja bahan pewarna. Salah satu bahan makanan

yang sering ditambahkan zat pewarna adalah kerupuk.

Kerupuk merupakan jenis makanan kering yang sangat populer di

Indonesia, mengandung pati cukup tinggi, serta dibuat dari bahan dasar

tepung tapioka (Anonim, 2011). Kerupuk merupakan lauk sederhana dan

dijadikan lauk makanan, karena rasanya yang gurih dan enak yang dapat

menambah selera makan (Rahmaniar dan Nurhayati, 2007 dalam Yusmeiarti,

2008). Kerupuk beraneka ragam macamnya menurut rasa, bentuk dan asal

daerahnya. Zat pewarna yang digunakan pada pembuatan kerupuk seringkali

menggunakan zat pewarna yang dilarang. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi

kesehatan tubuh apalagi jika kerupuk dikonsumsi dalam jangka waktu

1
panjang. Oleh karena itu perlu adanya alternatif untuk mengganti pewarna

pada kerupuk menggunakan pewarna alami. Tanaman-tanaman lokal dengan

kandungan pigmen yang jenisnya beraneka ragam dapat diolah dan

dimanfaatkan sebagai pewarna alami yang mampu menutupi warna asli

produk dan memperbaiki kenampakan warnanya.

Pemanfaatan zat pewarna alami untuk mewarnai bahan makanan

menjadi alternatif untuk menggantikan pewarna sintetis yang harganya mahal

dan bersifat karsinogenik serta membahayakan tubuh. Zat karsinogenik dalam

pewarna sintetis dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan dan kesehatan

manusia. Oleh karena itu zat warna sintetis perlu diganti menggunakan zat

pewarna alami untuk mengurangi masalah yang ditimbulkan (Paryanto, 2012).

Bahan pewarna alami dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan. Pewarna

alami adalah zat warna yang diperoleh dari bagian-bagian tumbuhan atau

hewan, misalnya hematoksilin diperoleh dari tumbuhan Haematoxyli

camphecianum, carmin berasal dari insekta Coccus cacti (hanya yang betina)

yang hidup pada tanaman Oputia coccinellifera (Handari, 1983.,Robets, M,

2014). Pewarna alami yang ada, memiliki beberapa pigmen warna misalnya

klorofil, karotenoid, tanin, dan antosianin. Pigmen pewarna alami lebih aman

digunakan meskipun tingkat kestabilan terhadap panas, cahaya dan tingkat

keasaman tidak menentu (Kwartiningsih, 2009).

Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai pewarna

alternatif dan mudah ditemukan adalah kunyit (Curcuma domestica Val.).

Kunyit merupakan pewarna alami yang dapat digunakan di sekolah karena

2
harganya relatif murah, mudah dicari, tidak karsinogenik, dan biodegredable

(Saidi, 2011). Pigmen aktif pada kunyit yang dapat mewarnai jaringan

tumbuhan dan memberikan warna kuning adalah kurkuminoid. Kurkuminoid

merupakan senyawa dari gugus fenolik yang tersusun atas kurkumin,

monodesmetokurkumin, dan bidesmetokurkumin (Saputra dkk., 2009).

Komponen yang khas dan dapat memberikan warna kuning adalah kurkumin

(1,7-bis‘ hidroksi-3 metoksifenil)-1,6 heptadien, 3,5-dion.

Selain kunyit, salah satu pewarna alami yang sering dipakai pada

makanan adalah sari buah naga. Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan

tanaman jenis kaktus yang berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan

dan Meksiko. Tanaman yang awalnya dikenal sebagai tanaman hias ini

mempunyai nilai ekonomi yang tinggi karena buahnya berkhasiat

menurunkan kadar gula darah dan kolesterol, mencegah kanker usus, penguat

fungsi ginjal dan tulang, pelindung kesehatan mulut, pencegah pendarahan

dan gejala keputihan, menguatkan daya kerja otak dan meningkatkan

ketajaman mata. Buah naga biasanya dikonsumsi dalam bentuk buah segar

sebagai penghilang dahaga, karena buah naga mengandung kadar air tinggi

sekitar 90% dari berat buah. Rasanya cukup manis karena mengandung kadar

gula mencapai 13-18 briks. Buah naga juga dapat disajikan dalam bentuk jus,

sari buah, manisan, maupun selai atau beragam bentuk penyajian sesuai selera.

Secara umum buah naga juga mengandung zat besi 0,65 mg, vitamin B1

0,28-0,043 g, vitamin B2 0,043-0,045 g, vitamin B3 0,297-0,43 g, dan

vitamin C 8-9 g, selain itu juga memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi

3
yaitu 11,5 g, asam 0,139 g, protein 0,53 g, serat 0,71 g, kalsium 134,5 mg,

fosfor 8,7 mg, magnesium 60,4 mg, vitamin C 9,4 mg.

Pewarna alami yang dapat digunakan dalam pembuatan kerupuk

adalah sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik

segar maupun diolah. Sawi mencakup beberapa spesies Brassica yang

kadang-kadang mirip satu sama lain. Di Indonesia penyebutan sawi biasanya

mengacu pada sawi hijau (Brassica rapa kelompok parachinensis, yang

disebut juga sawi bakso, caisim, atau caisin). Selain itu, terdapat pula sawi

putih (Brassica rapa kelompok pekinensis, disebut juga petsai) yang biasa

dibuat sup atau diolah menjadi asinan. Jenis lain yang kadang-kadang disebut

sebagai sawi hijau adalah sesawi sayur (untuk membedakannya dengan

caisim). Kailan (Brassica oleracea kelompok alboglabra) adalah sejenis

sayuran daun lain yang agak berbeda, karena daunnya lebih tebal dan lebih

cocok menjadi bahan campuran mi goreng. Sawi sendok (pakcoy atau bok

choy) merupakan jenis sayuran daun kerabat sawi yang mulai dikenal pula

dalam dunia boga Indonesia (Margiyanto, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui sifat fisik dan daya terima kerupuk akibat penambahan

kunyit, sari buah naga dan sawi sebagai pewarna alami. Penambahan pewarna

alami berupa kunyit, buah naga dan sawi diharapkan akan menjadi alternatif

pewarna makanan yang lebih sehat bagi tubuh dan tidak menimbulkan efek

karsinogenik.

4
B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah

dalam peneltian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh penambahan kunyit sebagai pewarna alami

terhadap sifat fisik dan daya terima kerupuk ?

2. Bagaimana pengaruh penambahan sari buah naga sebagai pewarna alami

terhadap sifat fisik dan daya terima kerupuk ?

3. Bagaimana pengaruh penambahan sawi sebagai pewarna alami terhadap

sifat fisik dan daya terima kerupuk ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan kunyit sebagai pewarna alami

terhadap sifat fisik dan daya terima kerupuk.

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan sari buah naga sebagai

pewarna alami terhadap sifat fisik dan daya terima kerupuk.

3. Untuk mengetahui pengaruh penambahan sawi sebagai pewarna alami

terhadap sifat fisik dan daya terima kerupuk.

5
D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini antara lain :

1. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi

masyarakat agar mengetahui pengaruh penambahan kunyit, sari buah

naga, dan sawi sebagai pewarna alami terhadap sifat fisik dan daya

terima kerupuk.

2. Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada lembaga

akademis tentang pengaruh penambahan kunyit, sari buah naga, dan sawi

sebagai pewarna alami terhadap sifat fisik dan daya terima kerupuk.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

TABEL 1 :
Penelitian Terdahulu
Peneliti
No Judul Hasil Penelitian
(Tahun)
1 Pohan (2015) Penambahan Bit (Beta 1. Berdasarkan uji daya
Vulgaris L.) Sebagai terima terhadap
Pewarna Alami aroma, warna, rasa
Terhadap Daya dan tekstur kerupuk
Terima dan yang disukai oleh
Kandungan Zat Gizi panelis adalah
Kerupuk Merah kerupuk P2.
2. Kerupuk dengan
penambahan sari bit
50 % memiliki kadar
serat, protein, dan
vitamin C yang lebih
tinggi dibandingkan
dengan penambahan
sari bit 25 %.
3. Kerupuk dengan
penambahan sari bit
25 % memiliki kadar
lemak dan air yang
lebih tinggi
dibandingkan dengan
penambahan sari bit
50 %.
4. Kerupuk terbaik
diperoleh dari
kerupuk P2 yaitu
kerupuk dengan
perbandingan 50 %

7
Peneliti
No Judul Hasil Penelitian
(Tahun)
sari bit dan 50 %
tepung tapioka,
menghasilkan
kerupuk dengan
warna merah,
beraroma khas
kerupuk, berasa gurih
dan khas manis bit
serta renyah.
2 Aprilia (2015) Pengaruh Penambahan Hasil penelitian
Sari Kunyit Putih menunjukkan bahwa
(Curcuma zedoaria) penambahan sari kunyit
Terhadap Kualitas putih yang berbeda
Telur Asin pada telur asin
memberikan perbedaan
pengaruh yang sangat
nyata (P<0,01) terhadap
kadar garam dan nilai
tekstur, memberikan
perbedaan pengaruh
yang nyata (P<0,05)
terhadap kadar air, pH
dan intensitas warna L*
(lightness) dan b*
(yellowness), tetapi
tidak terdapat perbedaan
pengaruh yang nyata
(P>0,05) terhadap
intensitas warna a*
(redness) pada kuning
telur asin.
3 Murtiyanti Identifikasi Hasil penelitian dari 17
(2013) Penggunaan Zat sampel kerupuk yang
Pewarna pada menggunakan pewarna
Pembuatan Kerupuk berbahaya yaitu merah
dan Faktor Perilaku 39% (Rhodamin B),
Produsen kuning 22% (Methanyl
Yellow), hijau 13%
(Malachite Green),
sedangkan yang tidak
menggunakan pewarna
atau kerupuk berwarna
putih yaitu 6 sampel
kerupuk (26%).

8
Peneliti
No Judul Hasil Penelitian
(Tahun)
Pengetahuan produsen
berhubungan dengan
praktek penggunaan zat
pewarna (p value 0,001)
dan sikap produsen
berhubungan dengan
praktek penggunaan zat
pewarna (p value 0,005).
4 Raharjo (2017) Pengaruh Penambahan Hasil penelitian
Pewarna Ekstrak menunjukan bahwa jenis
Kunyit dan Ekstrak pewarna dan
Wortel Terhadap konsentrasinya tidak
Margarin Berbahan berpengaruh nyata pada
Minyak Kelapa dan Iodine Value (IV), kadar
Lemak Coklat air dan titik leleh (Slip
Melting Point), tetapi
berpengaruh terhadap
bilangan asam (Acid
Value) warna. Perlakuan
terbaik diperoleh pada
jenis pewarna kunyit
dengan konsentrasi 10%
dengan nilai bilangan
asam 2,04; iodive value
36,80; kadar air 10,13%;
titik leleh 34,00 °C dan
warna (kekuningan)
28,65.
5 Sa’diyah Penggunaan Filtrat Hasil penelitian
(2015) Kunyit (Curcuma menunjukkan bahwa
domestica Val.) filtrat kunyit dapat
Sebagai Pewarna mewarnai jaringan
Alternatif Jaringan tumbuhan pada melinjo,
Tumbuhan pada meliputi parenkim,
Tanaman Melinjo sklereid, trakea, dan
(Gnetum gnemon) trakeid. Pada jaringan
tumbuhan filtrat kunyit
nampak kuning. Warna
nampak pada jaringan
lebih tajam dan cerah
menggunakan filtrat
kunyit bercampur air
kapur. Dapat
disimpulkan bahwa

9
Peneliti
No Judul Hasil Penelitian
(Tahun)
filtrat kunyit dapat
digunakan sebagai
pewarna alternatif
jaringan tumbuhan.

2. Tinjauan Tentang Kerupuk

Kerupuk merupakan makanan kudapan yang bersifat kering,

ringan yang terbuat dari bahan yang mengandung pati yang cukup tinggi.

Kerupuk merupakan makanan kudapan yang popular, mudah cara

membuatnya beragam warna dan rasa, disukai oleh segala lapisan usia

(Wahyuni, 2007). Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari

adonan tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang atau ikan.

Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-tipis,

dikeringkan di bawah sinar matahari dan digoreng dengan minyak goreng

yang banyak (Soemarmo, 2009).

Kerupuk merupakan salah satu jenis makanan yang disukai oleh

semua orang, baik anak-anak maupun orang tua serta dikonsumsi oleh

semua golongan. Kerupuk banyak digunakan sebagai pendamping atau

lauk saat makan nasi sehari-hari atau pada saat pesta. Selain itu juga

banyak dimakan sebagai makanan selingan. Jadi dapat disimpulkan

bahwa kerupuk merupakan makanan kering, cemilan atau dapat juga

berfungsi sebagai lauk yang dapat dibuat dari berbagai macam bahan

dasar atau bahan yang mengandung pati cukup tinggi dengan atau tanpa

10
bahan tambahan lain yang diijinkan dibuat dengan proses tertentu dan

disajikan dengan cara digoreng atau dipanggang terlebih dahulu.

Kerupuk merupakan makanan tradisional Indonesia yang disukai

oleh seluruh masyarakat dari semua golongan, kerupuk bisa digunakan

sebagai makanan ringan, cemilan, kudapan, namun sebagian besar

masyarakat Indonesia, kerupuk dikonsumsi sebagai teman makan nasi.

Bentuk, ukuran dan warna kerupuk bermacam-macam, ada yang

berbentuk persegi, persegi panjang, bulat oval, setengah lingkaran,

bintang, usus, menyerupai kulit kerang, keong dan mawar. Sedangkan

ukuran kerupuk ada yang kecil dan besar ± 5 cm x 5 cm, begitu juga

ketebalannya mencapai antara 1-2 mm sampai 1 cm. adapun warna yang

banyak digunakan untuk kerupuk adalah warna merah, hijau, kuning,

krem, putih dan kombinasi. Tidak ada standar bentuk, ukuran maupun

warna kerupuk, semuanya dibuat berdasarkan jenis kerupuk dan

kesepakatan bersama antara produsen dan konsumen.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk ada dua yaitu

bahan baku dan bahan tambahan. Bahan-bahan yang digunakan dalam

pembuatan kerupuk antara lain tepung tapioka, tepung terigu dan nasi.

Bahan tersebut dapat berfungsi sebagai bahan baku maupun

bahantambahan, tergantung dari teknik membuatnya. Bahan tambahan

dapat berasal dari hewani maupun nabati. Contoh kerupuk hewani :

kerupuk udang, kerupuk tengiri, kerupuk susu, kerupuk keju. Contoh

11
kerupuk nabati : kerupuk kedelai, kerupuk gandum, kerupuk tapioka

yang beraneka bentuk dan warna.

Nama kerupuk biasanya diambil dari bahan yang digunakan.

Misalnya kerupuk udang, dibuat dari bahan baku kerupuk ditambah

udang, kerupuk petis dibuat dari bahan baku kerupuk ditambah petis,

kerupuk kedelai dibuat dari bahan baku kerupuk ditambah kedelai. Ada

juga nama kerupuk yang diperoleh dari cara mengolahnya, misalnya

kerupuk tayamum atau kerupuk melarat yang cara menggorengnya tanpa

minyak, diganti dengan pasir yang telah dicuci bersih dan dikeringkan.

Penganekaragaman kerupuk ditinjau dari bahan dasarnya pada saat ini

sangat bervariasi. Jika kita lihat jenis kerupuk pada masa lampau masih

sangat sederhana, namun sekarang jenis kerupuk sudah semakin banyak

dan mampu menembus pasaran keluar negeri.

3. Tinjauan Tentang Kunyit

Kunyit merupakan tumbuhan yang mampu hidup di berbagai

daerah di belahan dunia. Kunyit mempunyai berbagai nama daerah yang

berbeda-beda diantaranya yaitu kakunye (Sumatra), kunir (Jawa), kunit

(Kalimantan), kunyit (Nusa Tenggara), uinida (Sulawesi), kurlai

(Maluku), rame (Irian), wat gam (Cina), ukon (Jepang), arishina

(Kanada), haldi (India), kolkuma (Korea) dan lain-lain.

Kunyit merupakan jenis rumput – rumputan, tingginya sekitar 1

meter dan bunganya muncul dari puncuk batang semu dengan panjang

12
sekitar 10 – 15 cm dan berwarna putih. Umbi akarnya berwarna kuning

tua, berbau wangi aromatis dan rasanya sedikit manis. Bagian utamanya

dari tanaman kunyit adalah rimpangnya yang berada didalam tanah.

Rimpangnya memiliki banyak cabang dan tumbuh menjalar, rimpang

induk biasanya berbentuk elips dengan kulit luarnya berwarna jingga

kekuning – kuningan (Hartati & Balittro., 2013).

Dalam taksonomi tumbuhan, kunyit dikelompokkan sebagai

berikut (Winarto, 2004) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Family : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma domestica Val

Kunyit memiliki batang semu yang tersusun dari kelopak atau

pelepah daun yang saling menutupi. Batang kunyit bersifat basah karena

mampu menyimpan air dengan baik, berbentuk bulat dan berwarna hijau

keunguan. Tinggi batang kunyit mencapai 0,75 – 1m (Winarto, 2004).

Daun kunyit tersusun dari pelepah daun, gagang daun dan helai

daun. Panjang helai daun antara 31 – 83 cm. lebar daun antara 10 – 18

cm. daun kunyit berbentuk bulat telur memanjang dengan permukaan

13
agak kasar. Pertulangan daun rata dan ujung meruncing atau melengkung

menyerupai ekor. Permukaan daun berwarna hijau muda. Satu tanaman

mempunyai 6 – 10 daun (Winarto, 2004).

Bunga kunyit berbentuk kerucut runcing berwarna putih atau

kuning muda dengan pangkal berwarna putih. Setiap bunga mempunyai

tiga lembar kelopak bunga, tig lembar tajuk bunga dan empat helai

benang sari. Salah satu dari keempat benang sari itu berfungsi sebagai

alat pembiakan. Sementara itu, ketiga benang sari lainnya berubah bentuk

menjadi heli mahkota bunga (Winarto, 2004).

Rimpang kunyit bercabang-cabang sehingga membentuk rimpun.

Rimpang berbentuk bulat panjang dan membentuk cabang rimpang

berupa batang yang berada didalam tanah. Rimpang kunyit terdiri dari

rimpang induk atau umbi kunyit dan tunas atau cabang rimpang.

Rimpang utama ini biasanya ditumbuhi tunas yang tumbuh kearah

samping, mendatar, atau melengkung. Tunas berbuku-buku pendek, lurus

atau melengkung. Jumlah tunas umunya banyak. Tinggi anakan

mencapai 10,85 cm (Winarto, 2004).

Warna kulit rimpang jingga kecoklatan atau berwarna terang agak

kuning kehitaman. Warna daging rimpangnya jingga kekuningan

dilengkapi dengan bau khas yang rasanya agak pahit dan pedas. Rimpang

cabang tanaman kunyit akan berkembang secara terus menerus

membentuk cabang – cabang baru dan batang semu, sehingga berbentuk

sebuah rumpun. Lebar rumpun mencapai 24,10 cm. panjang rimpang bias

14
mencapai 22,5 cm. tebal rimpang yang tua 4,06 cm dan rimpang muda

1,61 cm. rimpang kunyit yang sudah besar dan tua merupakan bagian

yang dominan sebagai obat (Winarto, 2004).

Senyawa kimia utama yang terkandung dalam kunyit adalah

kurkuminoid atau zat warna, yakni sebanyak 2,5 – 6%.Pigmen kurkumin

inilah yang memberi warna kuning orange pada rimpang (Winarto, 2004).

Salah satu fraksi yang terdapat dalam kurkuminoid adalah kurkumin.

Komponen kimia yang terdapat didalam rimpang kunyit diantaranya

minyak atsiri, pati, zat pahit, resin, selulosa dan beberapa mineral.

Kandungan minyak atsiri kunyit sekitar 3 – 5%. Disamping itu, kunyit

juga mengandung zat warna lain, seperti monodesmetoksikurkumin dan

biodesmetoksikurkumin, setiap rimpang segar kunyit mengandung ketiga

senyawa ini sebesar 0,8% (Winarto, 2004).

4. Tinjauan Tentang Sari Buah Naga

Buah naga adalah salah satu buah tropikal yang masih termasuk

jenis kaktus (Cactaceae) dan subfamili Hylocereanea, dalam subfamili

ini terdapat beberapa genus, sedang buah naga ini termasuk dalam genus

Hylocereus. Grenus ini pun terdiri dari sekitar 16 spesies. Dua di

antaranya memiliki buah yang komersial, yaitu Hylocereus undatus

(berdaging putih) dan Hylocereus costaricensis (berdaging merah).

Adapun klasifikasinya sebagai berikut: (Kristanto, 2008).

Divisi : Spermatophyta

15
Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Cactales

Famili : Cactaceae

Subfamili : Hylocereanea

Genus : Hylocereus

Spesies : Hylocereus undatus (berdaging putih)

Hylocereus costaricensis(berdagingmerah)

Jenis buah naga yang telah dibudidayakan ada empat, yaitu

(Kristanto, 2008):

a. Buah naga berdaging putih ( Hylocereus undatus )

Hylocereus undarus yang lebih popular dengan sebutan white

pitaya adalah buah naga yang kulitnya berwarna merah dan daging

berwarna putih. Warna merah buah ini sangat kontras dengan warna

daging buah. Pada kulit buah terdapat sisik atau jumpai berwarna

hijau. Di dalam buah terdapat banyak biji berwarna hitam. Berat

buah rata-rata 400- 500g, bahkan ada yang dapat mencapai 650 g.

Rasa buahnya masam bercampur manis, tanaman ini lebih banyak

dikembangkan di Negara-negara produsen utama buah naga

dibanding jenis lainnya karena buahnya cenderung lebih banyak

diekspor.

16
b. Buah naga berdaging merah (Hylocereus polyrhizus)

Hylocereus polyrhizus lebih banyak dikembangkan di cina

dan Australia, memiliki buah dengan kulit berwarna merah dan

daging berwarna merah keunguan. kulitnya terdapat sisik atau

jumbai berwarna hijau. Tanaman ini tergolong jenis yang sangat

rajin berbunga, bahkan cenderung berbunga sepanjang tahun.

Sayangnya, tingkat keberhasilan bunga menjadi buah sangat kecil,

hanya mencapai 50% sehingga produktivitas buahnya tergolong

rendah. Jenis tanaman buah ini memiliki batang berlilin, hijau

keputih-putihan dengan tepian tajam, memiliki duri yang kecil.

Panjang buahnya sekitar 30 cm dengan daun-daun pembalut besar.

c. Buah naga berdaging super merah (Hylocereus costaricensis)

Buah Hylocereus costaricensis sepintas memang mirip buah

hylocereus polyrhizus, namun warna daging buahnya lebih merah.

Itulah sebabnya tanaman ini disebut buah naga berdaging super

merah. Batangnya bersosok lebih besar di banding Hylocereus

polyrhizus. Batang dan cabangnya akan berwarna loreng saat

berumur tua.rasanya manis dengan kandungan kemanisan mencapai

13-15 briks. Tanaman sangat menyukai daerah yang panas dengan

ketinggian rendah

d. Buah naga kulit kuning berdaging putih (Selenicereus megalanthus)

Selenicereus megalanthus berpenampilan lebih berbeda

dibanding jenis anggota Genus hylocereus. Kulit buahnya berwarna

17
kuning tanpa sisik sehingga cenderung lebih halus. Walaupun tanpa

sisik, kulit buahnya masih menampilkan tonjolan-tonjolan. Rasa

buahnya jauh labih manis dibanding buah naga lainnya karena

memiliki kandungan kemanisan mencapai 15-18 briks. Buah yang

dijuluki yellow pitaya ini kurang popular dibanding jenis lainnya.

Buah naga berkulit kuning dengan daging putih, mempunyai ukuran

paling kecil jika dibandingkan dengan jenis lainnya, hanya sekitar

80-100 gr. Buah naga berkulit kuning ini tidak sesuai untuk

dikomersilkan. Buah naga jenis ini biasanya ditanam di daerah

dingin dengan ketinggian lebih dari 800 meter di atas permukaan

laut.

Buah naga berbentuk bulat lonjong mirip buah nanas, namun

memiliki sirip. warna kulitnya merah jambu, dihiasi sulur atau sisik

berwarna hijau seperti sisik naga. Beratnya kira-kira 400-650 gr. Buah

naga mempunyai daging buah seperti buah kiwi (Winarsih, 2007).

Buah naga tergolong buah batu yang berdaging dan berair.

Bentuk buah bulat agak memanjang atau bulat agak lonjong. Kulit buah

ada yang berwarna merah menyala, merah gelap, dan kuning, tergantung

dari jenisnya. Kulit buah agak tebal, yaitu sekitar 3 – 4 mm. Di sekujur

kulitnya dihiasi dengan jumbai-jumbai menyerupai sisik-sisik ular naga.

Daging buah berserat sangat halus dan di dalam daging buah bertebaran

biji-biji hitam yang sangat banyak dan berukuran sangat kecil. Daging

buah ada yang berwarna merah, putih, dan hitam, tergantung dari

18
jenisnya. Daging buah bertekstur lunak dan rasanya manis sedikit masam.

(Cahyono, 2009).

5. Tinjauan Tentang Sawi

Sawi merupakan tanaman hortikultura yang dapat memperbaiki

dan memperlancar pencernaan. Hampir setiap orang gemar akan sawi

karena rasanya segar dan banyak mengandung vitamin A, vitamin B dan

sedikit vitamin C (Yuniarti et al., 2000). Menurut Haryanto et al. (2003),

klasifikasi sawi termasuk ke dalam Kingdom: Plantae; Divisio:

Spermatophyta; Kelas: Dicotyledonae; Ordo: Rhoeadales; Family:

Cruciferae; Genus: Brassica; Spesies : Brassica juncea L.

Tanaman sawi mempunyai batang semu yang pendek hampir

tidak kelihatan karena dari pangkal batang tumbuh tangkai daun dan

daunnya bulat panjang dan berbulu halus. Tanaman sawi yang sering

dimanfaatkan adalah daunnya. Jika dimasak dan dimakan terasa lunak

dan segar. Tanaman sawi memiliki akar tunggang (radix primaria) dan

cabang akar yang bentuknya bulat panjang (silindris) menyebar ke semua

akar pada kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi antara lain

untuk menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan

berdirinya batang tanaman (Yulia et al., 2011).

Batang sawi berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang

daun. Pada umumnya daun-daun sawi bersayap, bertangkai panjang yang

bentukknya pipih, mudah berbunga dan berbiji secara alami, baik di

19
dataran tinggi maupun di dataran rendah. Struktur bunga sawi tersusun

dari dalam tangkai bunga (inflorescentia), yang tumbuh memanjang

(tinggi) dan bercabang banyak. Tiap kuntum sawi terdiri atas empat helai

daun kelopak, empat helai daun mahkota, bunga berwarna kuning cerah,

empat helai benang sari, dan satu buah putik yang berongga dua

(Rukmana, 1994).

Penyerbukan bunga sawi dapat berlangsung dengan bantuan

serangga lebah dan manusia. Hasil dari penyerbukan ini terbentuk buah

berupa biji. Buah sawi termasuk tipe buah polong, yakni bentuknya

memanjang dan berongga. Tiap buah (polong) berisi dua sampai delapan

butir biji. Biji sawi berbentuk bulat kecil yang berwarna coklat atau

coklat kehitam-hitaman. Produksi utama dari sawi adalah daun-daunnya.

Sawi dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk masakan, sebagai sayur

daun (Rukmana, 1994).

Nazaruddin (2003) menyatakan bahwa ada tiga jenis sawi yang

banyak dibudidayakan. Pertama, sawi putih (sawi jabung), memiliki daun

berwarna hijau keputihan dan lebar, batang berwarna hijau dan pendek

serta tegap, rasa enak. Kedua, sawi hijau, sawi ini berbatang pendek dan

tegap, daunnya lebih hijau dari sawi putih, tangkai daun pipih, rasa agak

pahit, tapi banyak disukai konsumen. Ketiga, sawi huma (sawi ladang),

memiliki batang yang panjang dan langsing, daunnya panjang sempit,

warnanya hijau keputih-putihan. Jenis sawi ini lebih menyukai tanah

yang kering atau ladang. Menurut penelitian Nurshanti (2010), sawi

20
varietas tropika merupakan varietas terbaik untuk parameter tinggi

tanaman, pertambahan jumlah daun, bobot berangkasan basah, dan

indeks panen yang masing-masing adalah 18,59 cm; 2,30 helai; 85,96 g;

83,52%.

Tanaman sawi dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas

maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan di daerah dataran

tinggi maupun dataran rendah. Meskipun begitu, tanaman sawi akan

lebih baik jika ditanam di dataran tinggi. Daerah penanaman yang sesuai

adalah mulai dari ketinggian 5 m sampai 1200 m dpl. Namun biasanya

tanaman ini dibudidayakan pada daerah yang berketinggian antara 100

sampai 500 m dpl. Sebagian besar daerah-daerah di Indonesia memenuhi

syarat ketinggian tersebut (Yulia et al., 2011).

Tanaman sawi juga tahan terhadap air hujan, sehingga dapat

ditanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau, jika penyiraman

dilakukan dengan teratur dan dengan air yang cukup, tanaman ini dapat

tumbuh sebaik pada musim penghujan. Jadi, jika budidaya sawi

dilakukan pada dataran tinggi, tanaman ini tidak perlu air yang banyak,

sebaliknya jika ditanam di dataran rendah diperlukan air yang lebih

banyak. Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini memerlukan

hawa yang sejuk, maka akan lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam

suasana lembab. Akan tetapi tanaman ini juga tidak senang pada air yang

menggenang. Sehingga, tanaman sawi sesuai ditanam pada akhir musim

penghujan (Nurshanti, 2010). Tanah yang sesuai untuk penanaman sawi

21
adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta drainase

yang baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimal untuk

pertumbuhan tanaman sawi berkisar antara 6-7 (Perwitasari et al., 2012).

B. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis adalah model konseptual yang

menggambarkan hubungan diantara berbagai macam faktor yang telah

diidentifikasi sebagai segala sesuatu yang penting bagi suatu masalah.

Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bahan Baku Pembuatan Adonan

Penambahan Pewarna
Alami dari Kunyit, Sari Proses Pengolahan
Buah Naga dan Sawi

Pengukusan

Kerupuk Pengukusan

Sifat Fisik Daya Terima

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis

22
C. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah penambahan kunyit, sari buah

naga dan sawi sebagai pewarna alami dalam proses pembuatan kerupuk dapat

mempengaruhi sifat fisik serta daya terima kerupuk.

23
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Bahan Penelitian

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung

tapioka, air, garam, sari kunyit, sari buah naga dan sari daun sawi.

B. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam pembuatan pewarna dari kunyit, sari buah

naga dan sawi adalah blender, pisau, pengaduk, panci (bejana), timbangan,

saringan, penggiling, mixer, gelas ukur plastik dan kompor. Sedangkan untuk

pembuatan kerupuk alat yang diperlukan adalah panci atau dandang untuk

mengukus, mesin pengering, dan alat pemotong kerupuk.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2018 sampai bulan

April 2018, bertempat di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Hasil

Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.

24
D. Jalannya Penelitian dan Diagram Alir Penelitian

1. Tahapan Penelitian

a. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menetukan SOP

(Standard Operating Procedure) pembuatan pewarna alami dari

kunyit, sari buah naga dan sawi. Kemudian untuk pembuatan jumlah

ekstrak sari kunyit, buah naga dan sawi yang ditambahkan dalam

pembuatan kerupuk serta optimasi waktu pengeringan kerupuk.

Penentuan SOP pembuatan kerupuk dengan penambahan kunyit, sari

buah naga dan sawi sebagai pewarna alami melalui prosedur

pembuatan kerupuk yang benar.

b. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan

kunyit sebagai pewarna alami dengan konsentrasi 25% dan 50%, sari

buah naga dengan konsentrasi 25% dan 50% dan sawi sebagai

pewarna alami dengan konsentrasi 25% dan 50% menghasilkan

adonan kerupuk dengan warna bervariasi yaitu kuning (penambahan

kunyit), merah (penambahan sari buah naga), dan hijau (penambahan

sawi).

2. Jalannya Penelitian

a. Penelitian Pendahuluan

Penelitian dimulai dari membuat sari dari masing-masing

bahan pewarna alami yaitu kunyit, buah naga dan sawi. Setelah

25
pewarna alami dibuat, kemudian kerupuk dibuat menggunakan

masing-masing pewarna alami tersebut.

1) Pembuatan Sari Kunyit

Pembuatan pewarna alami dari kunyit dimulai dengan

memilih kunyit yang sudah tua dan masih segar. Kunyit

kemudian dibersihkan dari kotoran sekaligus dikupas kulitnya.

Kunyit diiris lebih tipis dengan ketebalan ±1 – 2 mm untuk

memudahkan penghancuran. Kunyit dimasak dalam air

mendidih selama ±10 menit untuk membunuh mikroba yang

menyebabkan jamur. Kunyit dihancurkan dengan air (1:2) yang

dikondisikan pada pH 9 suhu 80º C (pH diatur dengan

menambahkan larutan NaCO3 0,1M) lalu diblender (Sukamto,

2012 dalam Raharjo, dkk 2017). Kunyit yang sudah halus

disaring dengan alat saring untuk memisahkan ekstrak kunyit

dengan ampasnya. Ekstrak kunyit yang sudah diperoleh, pH-nya

dinetralkan dengan cuka makan. Diagram pembuatan pewarna

alami dari kunyit disajikan pada gambar berikut :

26
Kunyit tua dan segar

Cuci bersih Air sisa cucian

Kupas kulit

Iris tipis

Masak 10 menit

Penghancuran kunyit : air (1:2)

Saring Ampas kunyit

Cuka makan Sari kunyit

Pewarna dari kunyit

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Pewarna dari Kunyit

2) Pembuatan Sari Buah Naga

Pembuatan perwana dari buah naga dimulai dari memilih

buah naga merah. Kemudian buah naga dikupas manual

menggunakan pisau stainless steel untuk mendapatkan pulpnya.

Daging buah yang telah dikupas dan ditimbang kemudian

dipotong dadu. Kemudian buah naga diblender sampai benar-

benar hancur ±5 menit kemudiaan disaring menggunakan kain

batis setelah itu ditimbang hasil sari yang didapat. Sari buah

27
naga siap digunakan sebagai bahan pewarna alami pada

pembuatan kerupuk. Diagram pembuatan pewarna alami dari

buah naga disajikan pada gambar berikut :

Buah naga merah

Kupas Buang kulit

Ditimbang

Potong dadu

Blender ±5 menit

Saring Ampas buah naga

Sari buah naga

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Pewarna dari Buah Naga

3) Pembuatan Sari Daun Sawi

Pembuatan pewarna dari sawi dimulai dengan memilih

sawi hijau yang masih segar. Sawi hijau dicuci dan dibersihkan

dan dibuang bagian akarnya untuk diambil bagian daun dan

batangnya kemudian diblansing selama 2 menit. Sawi yang

sudah diblansing kemudian diblender dengan perbandingan sawi

dan air 1:2 hingga halus. Selanjutnya disaring dengan

menggunakan kain saring hingga diperoleh sari sawi hijau.

28
Diagram pembuatan pewarna alami dari sawi disajikan pada

gambar berikut :

Sawi hijau segar

Pisahkan dengan akar

Cuci bersih Air sisa cucian

Blender  Sawi : Air (1:2)

Pasta Sawi

Saring Ampas sawi

Sari daun sawi

Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Pewarna dari Sawi

4) Pembuatan Kerupuk

Masing-masing sari yang terdiri dari kunyit, buah naga

dan daun sawi yang dihasilkan digunakan sebagai pewarna pada

pembuatan kerupuk (dengan konsentrasi pewarna 25 % dan

50 %), kemudian dicampur dengan bahan-bahan yaitu tepung

tapioka, garam dan bawang hingga terbentuk adonan yang

homogen. Setelah itu adonan dibentuk kemudian ditimbang,

diletakkan pada loyang dan dikukus selama ± 2 jam. Setelah

adonan kerupuk dikukus, adonan kemudian biarkan atau

29
didinginkan selama satu hari, diiris dengan ketebalan 1 mm dan

dikeringkan dengan menggunakan oven selama 4 jam dengan

suhu 70°C. Kerupuk mentah yang dihasilkan kemudian digoreng

dan dilakukan uji daya terima pada panelis. Diagram pembuatan

kerupuk dengan pewarna alami disajikan pada gambar berikut :

Tepung Tapioka

Diayak
Bumbu Halus : Pewarna Alami :
Garam, sari kunyit,
Air, Campur dengan mixer sari buah naga,
Bawang sari sawi
Uleni Adonan

Dibentuk homogen

Masukkan loyang

Kukus 2 jam kemudian diamkan selama 1 hari

Dipotong tipis 1 mm

Dikeringkan (suhu 70°C selama 4 jam)

Minyak Digoreng Sisa minyak

Kerupuk
Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Kerupuk dengan Pewarna Alami dari
Kunyit, Buah Naga dan Sawi

30
E. Variabel Penelitian

Variabel dari penelitian ini meliputi varibel tetap dan variabel tidak

tetap.

1. Variabel tetap dalam penelitian ini adalah jumlah komposisi bahan

penunjang, suhu pengeringan dan waktu pengeringan.

2. Variabel tidak tetap adalah dalam penelitian ini adalah jumlah

penambahan pewarna alami berupa sari kunyit, sari buah naga dan sari

daun sawi serta jumlah air.

F. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 kelompok perlakuan

penambahan pewarna alami dari kunyit, buah naga dan sawi terhadap

kandungan kerupuk. Perlakuan tersebut meliputi :

P0 = Kontrol 0%

P1 = Pewarna Kunyit 25%

P2 = Pewarna Kunyit 50%

P3 = Pewarna Buah Naga 25%

P4 = Pewarna Buah Naga 50%

P5 = Pewarna Sawi 25%

P6 = Pewarna Sawi 50%

Model linier yang tepat untuk rancangan acak kelompok adalah :

Yij(t) = µ + Kj + P(t) + εi(t)

31
Dimana :

i = 1,2,....n; dan t = 1,2,....n

Yij(t) = nilai pengamatan pada baris ke-i, kolom ke-j yang mendapat

perlakuan ke-t

µ = nilai rata-rata umum

Ki = pengaruh kelompok ke-i

P(t) = pengaruh perlakuan ke-t

εi(t) = pengaruh galat pada kelompok ke-i, yang memperoleh

perlakuan ke-t

Rancangan acak kelompok berguna untuk melaksanakan percobaan

bila unit percobaan tidak homogen. Masing-masing perlakuan diulang

sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh sebanyak 21 unit percobaan atau

sampel. Keragaman dihitung pada setiap perlakuan menggunakan Analysis of

Variance (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika terdapat

perbedaan antar perlakuan maka untuk mengetahui perbedaan yang nyata

dilakukan uji lanjut menggunakan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test)

atau uji Duncan pada α 0,05.

G. Parameter Penelitian

Parameter yang diamati dan diukur pada penelitian ini adalah

1. Sifat fisik kerupuk yang dibuat dengan penambahan pewarna alami dari

kunyit, buah naga dan sawi, meliputi:

a. Uji kemekaran linier

32
b. Uji warna metode kolorimetri

2. Sifat organoleptik dengan uji sensoris (Rahayu, 1998) meliputi uji

terhadap :

a. Rasa

b. Aroma

c. Warna

d. Tekstur

Uji organoleptik dilakukan pada kerupuk yang sudah dimasak atau siap

dikonsumsi berdasarkan pada tingkat selera atau kesukaan panelis pada

kerupuk penambahan pewarna alami dari kunyit, buah naga dan sawi.

Skor angka yang digunakan adalah 1-7 dimana angka 1 menyatakan

sangat tidak suka; angka 2 menyatakan tidak suka; angka 3 menyatakan

agak tidak suka; angka 4 menyatakan netral; angka 5 menyatakan agak

suka; angka 6 menyatakan suka dan angka 7 menyatakan sangat suka.

H. Prosedur Pengambilan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan melalui berbagai

pengujian diantaranya :

1. Uji Sifat Fisik

a. Uji kemekaran linier (Yu, 1991)

Prosedur pengujian kemekaran linier dilakukan dengan cara

mengambil kerupuk mentah sebanyak 3 keping. Kemudian diukur

panjang dan lebar tiap kerupuk mentah menggunakan jangka sorong,

33
kemudian keliling kerupuk menggunakan seutas benang yang

dilingkarkan mengelilingi kerupuk kemudian diukur panjang benang

tersebut. Kerupuk digoreng dan diukur kembali seperti langkah

sebelum kerupuk digoreng untuk mengetahui panjang dan lebar dan

dihitung luas permukaan kemudian dirata-rata. Kemudian dihitung

nilai kemekaran kerupuk menggunakan rumus berikut :

𝐿𝑖 − 𝐿𝑜
%𝐿𝐸 = 𝑥 100%
𝐿𝑜

Keterangan :

LE = Kemekaran linier

Lo = Diameter kerupuk mentah (cm)

Li = Diameter kerupuk setelah digoreng (cm)

b. Uji warna (Wariyah dan Kanetro, 2003)

Pengukuran warna kerupuk dilakukan dengan menggunakan

alat Chromameter CR-300. Pengamatan warna kerupuk bertujuan

untuk mengetahui terjadinya perubahan warna selama pembuatan

kerupuk. Warna yang diamati adalah tingkat kecerahan sebelum dan

sesudah kerupuk digoreng.

2. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik menggunakan 15 panelis yang diambil

dari mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas 17

Agustus 1945 Semarang, yang tergolong ke dalam panelis agak terlatih.

Parameter pengujian organoleptik kerupuk onggok singkong meliputi:

rasa, aroma, warna, dan tekstur. Uji organoleptik menggunakan skala

34
numerik untuk menilai sifat produk yang disajikan menggunakan metode

uji hedonik. Penyajian organoleptik disajikan dalam bentuk kerupuk

matang. Para panelis diminta mencicipi produk kerupuk dengan

penambahan pewarna alami dari kunyit, buah naga dan sawi sesuai

dengan lembar penilaian yang dibuat oleh penyaji. Kriteria penilaian

organoleptik adalah sebagai berikut :

a. Angka 1 menyatakan sangat tidak suka;

b. Angka 2 menyatakan tidak suka;

c. Angka 3 menyatakan agak tidak suka;

d. Angka 4 menyatakan netral;

e. Angka 5 menyatakan agak suka;

f. Angka 6 menyatakan suka, dan

g. Angka 7 menyatakan sangat suka.

35

Anda mungkin juga menyukai