Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umbi bit adalah tanaman yang berbentuk rumput, memiliki


batang pendek. Jenis akar yang dimiliki dari umbi bit adalah akar
tunggang yang nantinya akan tumbuh menjadi umbi (Steenis, 2005).
Umbi bit merah memiliki bentuk bulat seperti gasing Akar dari
tanaman ini terletak pada ujung umbinya. Bunga dari umbi bit
tersusun dalam satu rangkaian bunga yang bertangkai panjang
banyak (racemus). (Sunarjono, 2004)

Umbi bit mengandung beberapa vitamin yaitu vitamin C,


vitamin B, dan vitamin A, sehingga umbi bit merah ini baik untuk
kesehatan tubuh manusia. Umbi bit dapat dikonsumsi dalam jumlah
yang banyak bagi penderita darah rendah, karena umbi bit memiliki
mengandung vitamin dan mineral. Biasanya umbi bit tersebut
digunakan sebagai campuran salad atau umbinya dapat direbus dan
dikonsumsi secara langsung (Splittstoesser, 1984).

Kusumaningrum, dkk (2012) menyatakan, umbi bit


mengandung vitamin dan mineral yang memiliki banyak sekali
manfaat. Bit mampu merangsang membangun, membersihkan dan
memperkuat sistem peredaran darah dan sel darah merah sehingga
darah dapat membawa zat tubuh dan dapat mencegah kurangnya sel
darah merah dalam tubuh. Di Eropa Timur umbi bit ini sudah cukup
dikenal dan digunakan untuk pengobatan penyakit leukemia
(Andarwulan, 2012).

Menurut Kelly (2005) dalam tubuh manusia bit tersebut


mampu membersihkan darah dan membuang deposit lemak yang
berlebih. Oleh karena itu, bit sangat cocok untuk dikonsumsi bagi
penderita penyakit hati, premenopause, dan kanker. Menurut
Wirakusumah (2007) bit diyakini dapat melindungi organ tubuh,
seperti memperkuat fungsi ginjal, hati dan kantung empedu, serta
dapat melawan batu ginjal. Bit mengandung zat anti radang yang
dapat meredakan alergi. Bit juga membantu untuk mengatur siklus
haid yang tidak teratur.

Umbi bit mengandung kalium sebesar 14,8 %, serat sebesar


13,6 %, vitamin C sebesar 10,2 %, magnesium sebesar 9,8 %,
triptofan sebesar 1,4 %, zat besi sebesar 7,4 %, tembaga sebesar 6,5
%, fosfor sebesar 6,5 %, dan kumarin (Deptan, 2012).

Beberapa cara mengkonsumsi buah beet antara lain diolah


menjadi jus, direbus sebentar untuk salad, dibuat pure (dihaluskan)
untuk sup, dan lain- lain. Kebanyakan pengolahannya dalam bentuk
segar dan sederhana. Namun pengolahan bit merah yang masih
jarang ditemukan salah satunya adalah pengolahan menjadi sediaan
sirup.

Kecenderungan masyarakat saat ini adalah lebih suka


menggunakan produk kemasan dan penyajiannya lebih praktis dan
cepat, karena tidak perlu membutuhkan banyak waktu dalam
mempersiapkannya.

Propilen glikol digunakan sebagai pengawet antimikroba,


humektan, pelarut, agen stabilisasi. Deskripsi propilen glikol yaitu
tidak berwarna, kental, cair, dengan rasa manis, sedikit pedas mirip
gliserin. Pada suhu dingin, propilen glikol stabil tetapi pada suhu
tinggi dan di tempat terbuka cenderung sebagai pengoksidasi,
sehingga menimbulkan produk seperti propionaldehida, asam laktat,
asam piruvat, dan asam asetat (Weller, 2009). Propilen glikol
memiliki absorpsi yang cepat ketika diaplikasikan pada kulit yang
rusak. Penahan lembab dapat digunakan gliserol, sorbitol, etilen
glikol dan propilen glikol dalam konsentrasi 10-20% (Voigt, 1971).

Propilen glikol merupakan bahan yang membantu


meningkatkan kelarutan senyawa dalam ekstrak tumbuhan obat dan
berfungsi sebagai antiseptik serta mampu melawan jamur (Owen
dan Weller, 2006). Bahan ini terbukti mampu meningkatkan
kelarutan air dan minyak permen serta air dan benzil benzoat
(Martin dkk., 1990). Penggunaan propilen glikol dalam bidang
farmasetika ialah berdasarkan atas aktivitas ikatan jembatan
hidrogen, pembentukan kompleks, dan penurunan tegangan
permukaan (Gennaro, 1990).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti akan memformulasi


sediaan sirup ekstrak buah beet ( beta vulgaris L.) dengan perbedaan
variasi konsentrasi propilen glikol : FI (11%), F2 (12%), dan F3
(13%) pada sukrosa sebagai zat pengawet. Perbedaan konsentrasi
pada propilen glikol ini bertujuan untuk membandingkan sifat fisik,
mutu dan uji stabilitas fisik pada sediaan sirup ekstrak buah beet
sehingga mendapat formulasi yang stabil dan dapat dijadikan acuan
untuk penelitian lanjutan maupun untuk pembuatan produk.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka akan dirumuskan suatu


permasalahan yaitu :

1. Bagaimana pengaruh konsentrasi Propylengycol 11%, 12% dan


13% terhadap hasil evaluasi sirup ekstrak buah beet ( Beta
vulgaris L.)

2. Berapa konsentrasi Propilen glycol yang paling tepat agar


didapatkan mutu sirup ekstrak buah beet yang baik?

1.3 Batasan Masalah

Mendapat formulasi sediaan sirup ekstrak buah beet yang memenuhi


persyaratan dari variasi konsentrasi propilen glycol seperti pH,
homogenitas, kejernihan, organoleptis, dan pengkristalan dalam
waktu 2 minggu.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi Propilen


glycol 11%, 12%, dan 13% terhadap hasil evaluasi sirup
ekstrak buah beet ( beta vulgaris L.)

2. Untuk mengetahui konsentrasi Propilen glycol yang paling


tepat agar didapatkan mutu sirup ekstrak buah beet yang baik.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat


memberikan sumbangan pemahaman dan informasi kepada
masyarakat luas tentang obat tradisional yang sangat baik
untuk dikonsumsi guna menjaga kesehatan, khususnya untuk
masyarakat Desa Simpangan Kecamatan Cikarang Utara
Kabupaten Bekasi.

2. Manfaat Praktis

Manfaat Praktis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah

a. Peneliti

Menambah wawasan mengenai pemanfaatan tumbuhan buah


beet dan sebagai dasar bagi peneliti selanjutnya.

b. Masyarakat

Sebagai inovasi sirup dengan bahan alami yang menyehatkan,


serta memberikan informasi mengenai manfaat buah beet bagi
kesehatan.

c. Institusi

Dapat memberikan kontribusi dalam menambah wawasan


keilmuan mengenai manfaat simplisia buah beet kepada civitas
akademik dalam bidang kesehatan, khususnya farmasi.
d. Pembaca

Penulis berharap dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan


sebagai masukan bagi para pembaca yang akan melakukan
penelitian, baik yang berhubungan dengan topik dalam
penelitian ini maupun yang tidak berhubung
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Buah Bit (Beta vulgaris L.)

2.1.1. Deskripsi dan gambaran umum buah beet

Bit merah (Beta vulgaris L.) merupakan tanaman


berbunga dari famili Chenopodiaceae, yang memiliki bentuk
morfologis seperti umbi dan umumnya dijadikan sebagai
sayuran. Serta banyak dijumpai di Eropa dan sebagian Asia
serta Amerika. Ciri khas dari bit merah adalah warna akar bit
yang berwarna merah pekat, rasa yang manis seperti gula,
serta aroma bit yang dikenal sebagai bau tanah (earthy taste).

(Widyaningrum dan Suhartiningsih, 2014)

Aplikasi buah bit yang sudah ada dalam industri pangan


mencakup ekstrak tanaman bit sebagai pewarna alami merah
keunguan. Senyawa betalain pada bit berbeda dengan pigmen
antosianin pada tanaman lain karena pigmen ini juga
mengandung senyawa nitrogen yang memiliki efek positif
terhadap aktivitas radikal bebas dan kanker sehingga akar bit
juga mulai dikembangkan sebagai alternatif pewarnaan pada
produk sosis (Winanti, dkk., 2013). Pigmen merah pada buah
bit merupakan senyawa bernitrogen yang memiliki aktivitas
antioksidan tinggi dan bersifat larut air, akan tetapi senyawa
ini rentan mengalami degradasi akibat pengaruh suhu, pH,
cahaya, dan oksigen.
2.1.2. Klasifikasi Buah Bit

Dalam taksonomi tumbuhan, Beta vulgaris L diklasifikasikan


sebagai berikut :

Kingdom :

Plantae

Sub Kingdom :
Tracheobionta

Super Divisi :
Spermatophyta

Divisi :
Magnoliophyta

Kelas :

Magnoliopsida
Gambar 1. Buah Bit
Sub Kelas :

Hamamelidae

Ordo :
Caryophyllales

Famili : Chenopodiaceae

Genus : Beta

Spesies : Beta vulgaris L. (Splittstoesser, 1984)

2.1.3. Kandungan Nutrisi Buah Bit Merah

Bit merah mengandung pigmen betalain pembentuk warna


merah keunguan yang berperan sebagai antioksidan sehingga
berpotensi sebagai pangan fungsional. Senyawa betalain pada
bit berbeda dengan pigmen antosianin pada tanaman lain
karena pigmen ini juga mengandung senyawa nitrogen yang
memiliki efek positif terhadap aktivitas radikal bebas dan
kanker. Kandungan gizi utama bit merah adalah asam folat,
serat dan gula, namun nilai kalori bit merah masih tergolong
sedang.

Komposisi Jumlah
Air (g) 87,58
Energi (kkal) 43,00
Protein (g) 1,68
Lemak (g) 0,18
Abu (g) 1,10
Karbohidrat (g) 9,96

Serat pangan (g) 2,00

Gula (g) 7,96


Kalsium (mg) 16,00
Besi (mg) 0,79
Magnesium (mg) 23,0
Fosfor (mg) 38,0
Sodium (mg) 77,0
Kalium (mg) 305,0
Zinc (mg) 0,35

Cuprum (mg) 0,075


Mangan (mg) 0,329

Selenium (µg) 0,7


Vitamin C (mg) 3,6
Thiamin (mg) 0,031
Riboflavin (mg) 0,027
Niasin (mg) 0,331
Asam Pantotenat (mg) 0,145
Vitamin B-6 (mg) 0,067

Folat (µg) 80,0


Betalain (mg) 128,7
Beta karoten (µg) 20,0

Vitamin A (IU) 33,0


Vitamin E (µg) 0,04
Vitamin K (µg) 0,20

Tabel 2.1.3. Komposisi gizi pada bit merah per 100 g bahan

Buah bit juga bermanfaat untuk mencegah penyakit


stroke, menurunkan kolesterol, mencegah penyakit jantung,
memperkuat daya tahan tubuh, mengeluarkan racun dari
dalam tubuh mengobati infeksi dan radang, sebagai penghasil
energi bagi tubuh serta meningkatkan system kekebalan
tubuh. Buah bit merupakan salah satu buah yang memiliki
kandungan nutrisi yang komplit dan sangat baik untuk
dikonsumsi secara rutin.

2.2. Betalain

Pigmen betalain dalam bit merah tersusun oleh dua senyawa


pigmen yaitu betasianin berwarna ungu kemerahan dan
betaxanthin berwarna kekuningan. Betalain bersifat larut air,
kaya akan nitrogen dan menghasilkan warna kemerahan
sehingga potensial dijadikan sebagai pewarna alami dalam
produk pangan. Pigmen betalain dapat dijadikan sebagai
alternatif pewarna antosianin yang terkandung pada jenis buah
lain karena stabilitas dan resistensi betalain terhadap pengaruh
pH dan suhu lebih baik terutama pada pH asam rendah.
Senyawa betalain memiliki sifat fungsional sebagai
antimikroba dan antioksidan yang mampu menghambat
perkembangan sel-sel tumor pada tubuh manusia (Slavov,
dkk., 2013).

Kestabilan pigmen pada bit merah yang berperan sebagai


komponen bioaktif dipengaruhi oleh nilai pH. Pigmen di
dalam bit merah lebih stabil pada kondisi asam rendah, yaitu
pH 4,5. Penurunan pH akan menyebabkan perubahan pigmen
merah menjadi warna ungu, sedangkan kenaikan pH
menyebabkan perubahan menjadi kuning kecokelatan.

Gambar 2. Struktur Kimia Senyawa Betalain

2.2.1 Betasianin

Coultate (1996) menyatakan bahwa betalain dibagi


menjadi dua kelompok yaitu betasianin dengan warna pigmen
merah keunguan (λmax 534-555 nm) dan betaxantin dengan
warna pigmen kuning (λmax 480 nm). Betasianin adalah zat
warna yang berfungsi memberikan warna merah dan
berpotensi menjadi pewarna alami untuk bahan pangan yang
lebih aman bagi kesehatan dibanding pewarna sintetik.
Betasianin dapat digunakan sebagai pewarna alami dalam
bentuk ekstrak, akan tetapi penggunaan pelarut air dalam
proses pemekatan dengan panas dapat mengakibatkan
kerusakan karena titik didih air cukup tinggi (100°C)
sedangkan stabilitas betasianin semakin menurun pada
pemanasan suhu 70 dan 80°C (Havlikova et al., 1983).

Betasianin sangat sensitif terhadap beberapa faktor.


Adapun faktor yang mempengaruhi kestabilan senyawa
betasianin, yaitu suhu, pH, cahaya, dan oksigen (Herbach,
et.al., 2006).

Gambar 3. Struktur Kimia Senyawa Betasianin

2.3. Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang dipergunakan


sebagai obat yang belum mengalami pengolahan
apapun juga, kecuali dinyatakan lain simplisia
merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia juga
merupakan simplisia nabati, simplisia hewani dan
simplisia pelikan atau mineral. Simplisia nabati
adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman dengan eksudat tanaman, yang dimaksud
dengan eksudat adalah zat-zat nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari selnya. Simplisia
hewani adalah simplisia yang dapat berupa kimia utuh
atau zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan
dan belum berupa kimia murni, sedangkan simplisia
pelikan/mineral adalah simplisia yang berupa bahan
pelikan/mineral yang belum diolah/telah diolah
dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia
murni (Depkes RI., 1995).

2.4. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia


yang dapat larut dari suatu serbuk simplisia, sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut. Terdapat
beberapa metode ekstraksi dengan pelarut cair, antara
lain cara dingin yaitu maserasi dan perkolasi, serta
cara panas yaitu refluks, sokletasi, digesti, infuse, dan
dekok (Depkes RI., 1995).

2.4.1. Cara Dingin

1) Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan


menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (suhu kamar) (Depkes RI., 1995).

2) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang


selalu baru sampai sempurna yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini
terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap
maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) (Anonim,
2000).

2.4.2. Cara Panas

1) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu
dan jumlah pelarut terbatas yaitu relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya
dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat
termasuk proses ekstraksi sempurna.

2) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan


pengadukan kontinu) pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar),
yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-

3) Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada


temperatur penangas air (bejana infus tercelup
dalam penangas air mendidih, temperatur
terukur 96- C) selama waktu tertentu (15-20
menit).

4) Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama


dan temperatur sampai titik didih air (Anonim,
2000).

5) Sokletasi

Sokletasi adalah metode ekstraksi untuk bahan


yang tahan pemanasan dengan cara meletakkan
bahan yang akan diekstraksi dalam sebuah
kantong ekstraksi (kertas saring) didalam
sebuah alat ekstraksi dari gelas yang bekerja
kontinu (Voight, 1995).

2.5. Sirup

Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau

pengganti gula dengan atau tanpa bahan tambahan,


bahan pewangi dan zat obat. Sirup merupakan sediaan
yang baik untuk suatu sediaan cair dari suatu bahan
obat yang dimiliki rasa tidak enak. Sirup efektif untuk
pemberian obat pada anak – anak karena
ketidakpatuhan anak-anak untuk meminum obat yang
dapat dihilangkan dengan rasa enak dari sirup (Ansel,
1989).

Dalam Farmakope Indonesia III, sirup adalah


sediaan cair berupa larutan yang mengandung sukrosa,
kecuali dinyatakan lain, kadar sukrosa

C12H22O11 tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari


66% (Anonim, 1979).

Berdasarkan fungsinya, sirup dikelompokkan


menjadi dua golongan, yaitu medicated syrup (sirup
obat) dan flavoured syrup (sirup pembawa). Medicated
sirup didefinisikan sebagai sirup yang mengandung
satu atau lebih bahan obat. Sirup obat biasanya berupa
obat tunggal atau dikombinasikan dengan obat lain
yang berupa preparat yang sudah distandarisasi,
contohnya : sirup paracetamol, sirup CTM, dan lain-
lain. Flavoured syrup biasanya mengandung berbagai
bahan aromatis atau rasa enak yang digunakan sebagai
larutan pembawa atau pemberi rasa. Salah satu
contohnya adalah sirupus simplex (Ansel, 1989).

Adapun keuntungan dari sediaan sirup adalah :


campuran yang homogen, dosis dapat diubah-ubah
dalam pembuatan, obat lebih mudah diabsorbsi,
mempunyai rasa dan bau yang menarik hati anak-anak,
serta dapat membantu pasien yang kesulitan menelan
tablet, sedangkan kerugiannya adalah ada obat yang
tidak stabil dalam larutan, volume dan bentuk lebih
besar, dan ada yang sukar ditutupi rasa baunya dalam
sirup. Evaluasi dari sediaan sirup adalah Uji
Organoleptis, Uji pH, Volume Terpindahkan, dan
Bobot Jenis (Ansel, 2008).

2.5.1. Komponen Sirup

• Bahan Pemanis

Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa dari


sediaan. Dilihat dari hasil kalori yang dihasilkan
dibagi menjadi dua yaitu berkalori tinggi dan
berkalori rendah. Adapun pemanis tinggi misalnya
sorbitol, sakarin, sukrosa. Pemanis berkalori rendah
misalnya laktosa.

• Bahan Pengental

Bahan pengental digunakan sebagai zat pembawa


dalam sediaan cair dan untuk membentuk suatu
cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen.

• Pemberi Rasa

Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi


rasa buatan atau bahan-bahan yang berasal dari alam
karena sirup adalah sediaan cair, pemberi rasa ini
harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup.

• Pemberi Warna

Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air,


tidak bereaksi dengan komponen lain dari sirup, dan
warnanya stabil pada kisaran pH selama masa
penyimpanan. Penampilan keseluruhan dari produk
cair terutama tergantung pada warna dan kejernihan.
Pemilihan warna biasanya dibuat konsisten dengan
rasa.

2.5.2. Sifat Fisika Kimia Sirup

1) Viskositas

Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan


yang berhubungan erat dengan hambatan untuk
mengalir. Kekentalan didefinisikan sebagai gaya
yang diperlukan untuk menggerakan secara
kesinambungan suatu permukaan datar melewati
permukaan datar lain dalam kondisi mapan tertentu
bila ruang diantara permukaan tersebut diisi dengan
cairan yang akan ditentukan kekentalannya.

2) Uji mudah tidaknya dituang

Mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter


kualitas sirup. Uji ini berkaitan erat dengan
viskositas. Viskositas yang rendah menjadikan
sediaan cair akan semakin mudah dituang dan
sebaliknya. Sifat fisik ini dapat digunakan untuk
melihat stabilitas sediaan cair selama penyimpanan.
Besar kecilnya kadar suspending agent berpengaruh
terhadap kemudahan sirup untuk dituang.

3) Uji intensitas warna

Uji ini dilakukan dengan melakukan pengamatan


pada warna sirup mulai dari hari minggu ke 0
sampai minggu ke 4. Warna yang terjadi selama
penyimpanan dibandingkan dengan warna pada
minggu ke 0. Uji ini bertujuan untuk mengetahui
perubahan warna sediaan cair yang disimpan
selama waktu tertentu (Lestari, 2015).

2.6. Data Preformulasi Sirup

1. Simplisia buah beet ( Beta vulgaris L.)

Pemerian : Warna gelap

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

Khasiat : Zat tambahan dan antianemia

2. Sukrosa (Sucrosum/Sakarosa) (FI IV Hal. 762)

Pemerian : Hablur putih atau tidak


berwarna, masa hablur atau
berbentuk kubus atau serbuk
hablur putih, tidak berbau rasa
manis, stabil diudara, larutan
netral terhadap lakmus.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,


lebih mudah larut dalam air
mendidih, sukar larut dalam
etanol, tidak larut dalam
kloroform dan eter.

Stabilitas : Sukrosa mempunyai stabilitas


yang bagus pada tempe atu e
uangan dan kelembaban edang
dapat menye ap bau yang dilepa
kan aat dipana kan pada uhu

Inkompatibilitas : Serbuk sukrosa mungkin saja


terkontaminasi dengan logam
berat yang dapat menjadi
inkompatibel dengan bahan
pembantu asam sebat.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Khasiat : pemanis dan pengental

3. Aquadest (FI III Hal. 96)

Pemerian : Cairan jernih dan transparan.


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Pelarut

4. Propilenglikol ( Farmakope Indonesia IV hal. 712,


Excipient edisi 6 hal. 592 )

Pemerian : cairan kental, jernih, tidak


berwarna, tidak berbau; rasa
agak manis higroskopik

Berat Molelul : 76, 09

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air,


dengan aseton, dengan etanol
(95%) P dan dengan kloroform
P; larut dalam 6 bagian eter P;
tidak dapat dicampur dengan
eter minyak tanah P dan
beberapa minyak essensial tetapi
tidak dapat bercampur dengan
minyak lemak.

Berat Jenis : 1,038 g/cm3

OTT :Dengan zat pengoksidasi


seperti Pottasium Permanganat
Konsentrasi : 10-25%

Stabilitas : Higroskopis dan harus


disimpan dalam wadah tertutup
rapat, lindungi dari cahaya,
ditempat dingin dan kering. Pada
suhu yang tinggi akan
teroksidasi menjadi
propionaldehid asam laktat,
asam piruvat& asam asetat.
Stabil jika dicampur dengan
etanol, gliserin, atau air.

Khasiat :Bersifat antimikroba,


desinfektan, pelembab,
plastisazer, pelarut, stabilitas
untuk vitamin.

Penyimpanan : Disimpan dalam wadah


tertutup rapat, terlindung dari
cahaya , sejuk dan kering.

2.6.1. Persyaratan Mutu Sirup

Tabel 2.6 Persyaratan Mutu Sirup Berdasarkan SNI


3544:2013

No. Kriteria Satuan Persyaratan


1. Keadaan :

1.1 Bau - Normal


Normal
1.2 Rasa -
2. Total Gula (dihitung sebagai % Min. 65
sakarosa)
3. Cemaran logam :

3.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0


mg/kg
3.2 Kadmium (Cd) Maks. 0,2
mg/kg
3.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40

3.4 Merkuri (Hg) Maks. 0,03


4. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
5. Cemaran Mikroba :
Maks. 5 x 102
5.1 Angka Lempeng Total (ALT) Koloni/mL
Maks 20
APM/mL
5.2 Bakteri Coliform
APM/mL <3
5.3 Eschericia coli
- Negatif/25 mL
5.4 Salmonella sp Negatif/mL
-
5.5 Staphylococcus aureus Maks 1 x 102
Koloni/mL
5.6 Kapang dan Khamir
2.7. Propilen glikol

Propilen glikol digunakan sebagai pengawet


antimikroba, humektan, pelarut, agen stabilisasi.
Deskripsi propilen glikol yaitu tidak berwarna, kental,
cair, dengan rasa manis, sedikit pedas mirip gliserin.
Pada suhu dingin, propilen glikol stabil tetapi pada
suhu tinggi dan di tempat terbuka cenderung sebagai
pengoksidasi, sehingga menimbulkan produk seperti
propionaldehida, asam laktat, asam piruvat, dan asam
asetat (Weller, 2009). Propilen glikol memiliki absorpsi
yang cepat ketika diaplikasikan pada kulit yang rusak.
Penahan lembab dapat digunakan gliserol, sorbitol,
etilen glikol dan propilen glikol dalam konsentrasi 10-
20% (Voigt, 1971).

Propilen glikol merupakan bahan yang membantu


meningkatkan kelarutan senyawa dalam ekstrak
tumbuhan obat dan berfungsi sebagai antiseptik serta
mampu melawan jamur (Owen dan Weller, 2006).
Bahan ini terbukti mampu meningkatkan kelarutan air
dan minyak permen serta air dan benzil benzoat
(Martin dkk., 1990). Penggunaan propilen glikol dalam
bidang farmasetika ialah berdasarkan atas aktivitas
ikatan jembatan hidrogen, pembentukan kompleks, dan
penurunan tegangan permukaan (Gennaro, 1990).

2.8. Evaluasi sirup

1. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan dengan


mengamati sediaan sirup dari bentuk, rasa, bau
dan warna sediaan.

2. Uji Homogenitas
Pengujian dilakukan dengan mengamati
sediaan, apakah ada partikel/endapan pada larutan
sirup.

3. Uji pH Sirup

Sebanyak 5 ml sirup diencerkan dengan 5 ml


aquadest, kemudian diukur nilai pH dari larutan
tersebut.

4. Uji Kejernihan

Pengujian dilakukan dengan menuangkan sediaan


kedalam beaker glass lalu amati kejernihannya.

5. Uji Pengkristalan

Pengujian dilakukan mengamati pada bagian tutup


dan leher botol apakah terbentuk kristal selama
proses penyimpanan (Elsye dan Eva, 2016).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini


adalah penelitian eksperimental (kuantitatif) yang
bertujuan untuk mengetahui perbandingan 3
konsentrasi (11%, 12%, dan 13%) pada penambahan
propilene glikol seperti sampel, kontrol dan variabel
perlakuan dengan ekstrak buah beet, serta bertujuan
untuk mengetahui formulasi yang tepat untuk sediaan
sirup ekstrak buah beet. Sebelumnya bahan simplisia
kering yang akan digunakan didapat dari pasar di desa
Simpangan, Cikarang utara dan sudah berbentuk
serbuk. Tahap selanjutnya, simplisia serbuk diekstraksi
dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol
96%, didiamkan selama 3 hari setelah itu di saring lalu
ekstrak cair diuapkan dengan penangas air selama 1
jam dengan suhu 101oC sehingga diperoleh ekstrak
kental. Terhadap ekstrak kental ini dilakukan
pengujian organoleptik, selanjutnya dilakukan optimasi
sirup yang mengandung variasi konsentrasi propilen
glikol sebagai pengawet tambahan kemudian di
evaluasi.
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

3.2.1.Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2021- Februari 2021

3.2.2.Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini dilakukan di Laboratorium


Farmasetika Program Studi Farmasi, Politeknik
META Industri Cikarang. Di laboratorium ini
dilakukan proses pengolahan sampel dari simplisia
kering hingga didapatkan ekstrak buah beet yang akan
divariasikan dengan konsentrasi propilen glikol,
pembuatan sirup ekstrak buah beet, serta evaluasi
sirup ekstrak buah beet.

3.3. Variabel Penelitian

3.3.1.Klasifikasi Variabel

Konsentrasi
Evaluasi perbedaan 3 konsentrasi
propilenglikol sirup
ekstrak buah beet ( beta Propilenglikol (11%, 12%, dan 13%)
vulgaris L) pada Sirup Ekstrak buah beet

Parameter penguji : Variabel terikat


Variabel Bebas
Hasil Uji Organoleptis
Hasil Uji Homogenitas
Hasil Uji pH
Hasil Uji Kejernihan
Hasil Uji Pengkristalan

Variabel Kontrol

Gambar 3.3.1 klasifikasi variabel


3.3.2. Definisi Operasional Variabel
No. Variabel Definis Hasil Skala
i
Variabel Bebas
1. Konsentrasi propilen Berat dari setiap Angka dalam Nominal
glikol bahan penyusun neraca
Sirup Ekstrak sirup. analiti
buah beet k
2. Variabel Terikat
Evaluasi perbedaan 3 Membedakan antara Sediaan Rasio
ketiga konsentrasi yang terbagi
konsentrasi (11%, 12%,
yang akan diuji pada dalam 3
13%) Propilen
sediaan formulasi botol
glikol pada
sirup. dengan
ekstrak buah beet
konsentrasi
yang
berbeda
(11%, 12%,
13%).
3. Variabel Kontrol
Parameter Penguji Mengevaluasi Hasil uji dari
sediaan yang sudah PH,
dibuat. Homogenitas,
Organoleptis,
Kejernihan dan
Pengkristalan.
A. Organoleptis
Aroma Pengamatan 0 = sirup Nominal
menggunakan indera tidak
penciuman. berarom
a khas
1 = sirup
berarom
a
khas
Warna Pengamatan 0 = Nominal
menggunakan indera sirup
penglihatan. tidak
berwarn
a coklat
1 =
sirup
berwarn
a
coklat
B. Uji Homogenitas Pengamatan yang 0 = tidak Rasio
dilakukan dengan ada
mengamati sediaan, endapan
apakah ada partikel / 1 = ada
endapan pada larutan endapa
sirup. n
C. Uji Ph Pengamatan yang Angka Rasio
dilakukan dengan dalam pH
mengencerkan 1 ml meter
sirup dengan 5 ml (syarat 4-8)
Aquadest, lalu
diukur
nilai pH nya.
D. Uji Kejernihan Pengamatan dengan 0 = sediaan Nominal
cara menuangkan berwarna
sediaan ke dalam keruh
beaker glass dengan 1 = sediaan
latar belakang putih, berwarna
lalu diamati jernih
kejernihannya.
E. Uji Pengkristalan Pengamatan dengan 0 = Nominal
indra penglihatan tidak
dengan diamati terbentu
secara visual yaitu k kristal
terbentuknya kristal 1 =
pada bagian leher terbentukny
dan tutup botol. a kristal
3.4. Bahan dan Alat

3.4.1. Bahan

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini


adalah Buah beet yang akan diekstrak dan Propilen
glikol. Bahan kimia lain yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah Simplisia buah beet ( Beta
vulgaris L.) yang diperoleh dari pasar tradisional
Desa Simpangan, Kecamatan Cikarang Utara,
Kabupaten Bekasi, Sukrosa (selaras kimia Jakarta),
Nipasol (sumber kimia jaya Jakarta) dan Aquadest.
Dan Propilen glikol

3.4.2. Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini


meliputi : Timbangan analitik (scoutpro), kertas
saring, penangas air, mortir dan stamper, gelas
kimia 100 ml (pyrex/iwaki), gelas ukur 100 ml
(pyrex/iwaki) dan alat – alat gelas lainnya, pH meter
(PC 150), batang pengaduk, corong gelas (pyrex),
kertas perkamen, wadah sirup (botol kaca coklat),
ayakan mesh 100 (sieve mesh).

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1.Penyiapan Simplisia

Buah beet dicuci bersih , lalu dikeringkan , setelah


kering dihaluskan dengan lumpang alu dan diayak
lolos 60 mesh. Setelah itu, serbuk kulit Buah beet
ditimbang menggunakan neraca analitik sebanyak 10
gram. Selanjutnya, dimasukkan kedalam botol kaca
dan ditambah dengan pelarut etanol 96% sebanyak
100 ml hingga terendam. Botol ditutup dengan rapat,
lalu
simpan selama 3 hari dan diaduk. Ekstrak cair
disaring dengan penyaring kain, lalu tampung ekstrak
dalam erlenmeyer. Hasil ekstrak cair diuapkan diatas
penangas air selama 1 jam. Pembuatan berbagai
konsentrasi Propilenglikol ekstrak buah beet sebesar
11%, 12% dan 13% dilakukan pengenceran dengan
aquadest dari hasil ekstrak kayu manis.

3.5.2.Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia adalah pemeriksaan kandungan


kimia secara kualitatif untuk mengetahui golongan
senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan.
Pemeriksaan diarahkan pada senyawa metabolit
sekunder yang memiliki khasiat bagi kesehatan,
seperti alkaloid, senyawa fenol, flavonoid, glikosida,
terpenoid, steroid, tanin dan saponin. Adapun tujuan
pendekatan skrining fitokimia adalah untuk
mensurvei tumbuhan mendapatkan kandungan yang
berguna untuk pengobatan (Fransworth, 1966).

3.5.2.1 Pemeriksaan Alkaloid


Pemeriksaan alkaloid menurut Fransworth (1996):
2 gram ekstrak
ditimbang

Ditambahkan 5 ml amoniak
Disaring dan 25% digerus Ditambahkan
diambil filtratnya
25 ml Kloroform, digerus

Diteteskan pada
kertas saring
Positif alkaloid Negatif alkaloid
berubah warna tidak terjadi
menjadi merah/jingga perubahan warna

Ditetesi dengan Pereaksi Dragendroff

Gambar 3.5.2.1 Prosedur kerja pemeriksaan alkaloida


3.5.2.2 Pemeriksaan Flavonoid
Pemeriksaan flavonoid menurut Franswort (1996):

Diambil
sedikit ekstrak

Ditambahkan
serbuk Magnesium

Positif Flavonoid Ditambahkan HCl


Terbentuk warna menjadi
pekat
merah, orange atau
kuning

Gambar 3.5.2.2 Prosedur kerja pemeriksaan flavonoid

3.5.2.3 Pemeriksaan saponin


Pemeriksaan saponin menurut Franswort (1996):

1 gram ekstrak
ditimbang
Ditambahkan air panas 100 ml dan
didihkan selama 15 menit lalu
Filtrat diambil 10 ml dan
disaring
dimasukkan kedalam
tabung reaksi

Positif saponin jika


terbentuk basa
yang stabil dikocok selama 10 detik dan diamati
selama 10 menit

Gambar 3.5.2.3 Prosedur kerja pemeriksaan saponin


3.5.2.4 Pemeriksaan Tanin
Pemeriksaan Tanin menurut Franswort (1996):

1 gram ekstrak
ditimbang

Ditambah air panas 100 ml


dan didihkan selama 15
menit lalu disaring

Filtrat diambil 5 ml dan


dimasukkan kedalam
tabung reaksi

Ditambahkan larutan
FeCl3 1%

Positif Tanin jika Negatif Tanin jika tidak


terbentuk hitam terbentuk hitam
kehijauan atau biru kehijauan atau biru
tinta tinta

Gambar 3.5.2.4 Prosedur kerja


pemeriksaan tanin

3.5.2.5 Pemeriksaan Steroid


Pemeriksaan Steroid menurut Franswort (1996):

1 gram ekstrak direndam


dengan 15 ml alkohol

Selama 2 jam lalu disaring


Diambil filtrat 5 ml dan
ditambahkan pereaksi
Lieberman-Burchad
Diuapkan hingga terbentuk
residu

Ditambahkan 2 tetes
asam asetat anhidrat
dan 1 tetes H2SO4 pekat

Positif steroid jika terbentuk


warna merah, hijau atau
violet

Gambar 3.5.2.5 Prosedur kerja pemeriksaan steroid


3.5.3.Pembuatan Ekstrak Buah beet

Simplisia yang sudah kering diambil sebanyak 500 gram, lalu


digerus sampai membentuk bagian yang lebih kecil. Di ekstraksi
dengan pelarut etanol 96% menggunakan metode maserasi.

Rendam sampel dalam beaker glass hingga 3 hari sambil diaduk


berulang – ulang hingga mendapatkan ekstrak cair dari buah beet

Setelah 3 hari, ekstrak disaring dan ampasnya diperas. Ekstrak


yang diperoleh lalu diuapkan dengan waterbath dengan suhu
101 C selama 1 jam sampai diperoleh ekstrak bebas pelarut.

3.5.4. Pembuatan Sirup

3.5.4.1.Penyusunan Formula Sediaan Sirup

Dalam formulasi sediaan sirup ekstrak buah beet ini


dilakukan variasi formula dengan 3 konsentrasi
Propilenglikol sebagai berikut :

Bahan Fungsi Form


ula
Kontrol I (10%) II (15%) III (20%)
Simplisia buah beet Bahan aktif 1.5 g 1.5 g 1.5 g 1.5 g
Propilen glikol Pengawet - 11% 12% 13%
Sukrosa Pemanis 62% 62% 62% 62%
Aquadest Pelarut ad 100 ml ad 100 ml ad 100 ml ad 100 ml
Keterangan : kontrol (tanpa penambahan propylene glikol)

FI : Formula sirup ekstrak buah beet dengan


konsentrasi propilenglikol 11%.
FII:Formula sirup ekstrak buah beet dengan konsentrasi
propilenglikol 12%.
FIII:Formula sirup ekstrak buah beet dengan
konsentrasi propilenglikol 13%.

Pembuatan Formula Sediaan Sirup

Kalibrasi botol 100 ml


sebanyak 4 kali

1.5 gram ekstrak buah beet


diambil dan timbang,
masukkan kedalam mortir
gerus.
Sediaan sirup siap untuk
.
dilakukan pengujian
Tambahkan Sukrosa
kedalam mortir gerus hingga
homogen.
Tambahkan propilen glikol ke
dalam botol. Tambahkan. lagi
Tambahkan Aquadest Aquadest hingga tanda batas
sedikit, masukkan kalibrasi. Tutup dan kocok agar
kedalam botol homogen.

3.5.4.2.Pengujian Sirup Ekstrak Buah beet

Pengujian stabilitas sediaan sirup ekstrak buah beet


dengan beberapa pengujian stabilitas fisik dan
kimiawi yang merupakan persyaratan kestabilan
sediaan sirup yaitu Uji Homogenitas, Uji
Organoleptik dan Uji pH sediaan, Uji
Pengkristalan, dan Uji Kejernihan.

3.5.4.2.1. Uji Homogenitas

Pada uji homogenitas semua sirup yang diuji


tidak memiliki gumpalan dan endapan dalam
larutan. Cara pada pengujian ini adalah dengan
mengamati ketiga sediaan yang ada didalam
botol diamati dengan menggunakan penghalang
berupa kertas putih, lalu diamati dari ketiga
sediaan tersebut apakah ada endapan atau tidak.
3.5.4.2.2. Uji Organoleptik

Pada uji organoleptik, semua sirup yang diuji


memiliki stabilitas yang baik, ditunjukkan dari
tidak terjadinya kekeruhan atau pembentukan
gas pada sirup. Cara pada pengujian ini adalah
dengan mencium aroma / bau dan melihat
perubahan warna yang
terjadi dari ketiga sediaan dari sebelum hingga sesudah
dilakukan penyimpanan.
3.5.4.2.3. pH Sediaan

Pada pengujian pH sediaan semua sirup yang diuji


memiliki nilai pH yang berada pada jarak maksimum pH.
Cara pada pengujian ini adalah dengan cara mengencerkan
1 ml sirup dengan 5 ml aquadest dari sebelum dan sesudah
kondisi penyimpanan yang dipercepat.
3.5.4.2.4. Uji Kejernihan

Pada pengujian kejernihan semua sirup yang diuji


dipastikan bahwa larutan sirup yang diuji jernih dan bebas
pengotor. Cara pada pengujian ini adalah dengan cara
menuang kembali sediaan ke dalam beaker glass dibawah
cahaya yang terdifusi dan tegak lurus kearah bawah tabung
dengan latar belakang putih.
3.5.4.2.5. Pengkristalan

Pada pengujian ini semua sirup diamati secara visual, yaitu


adakah terbentuknya kristal pada bagian leher dan tutup
botol.

3.6.Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap pembuatan sirup


ekstrak buah beet adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) empat faktor
perlakuan konsentrasi propilen glikol (Kontrol, 11%, 12% dan 13%) dilakukan
4 kali ulangan. Selanjutnya hasil perbandingan konsentrasi sirup ekstrak buah
beet menggunakan propilen glikol dianalisa secara deskriptif. Data yang
didapatkan dengan melakukan pemeriksaan stabilitas fisis setiap formula sirup
dari awal pembuatan sampai 2 minggu penyimpanan ini akan dianalisis dengan
cara analisis univariat. Data ditampilkan dalam bentuk nilai rata-rata, dan
standar deviasi menggunakan microsoft excel. Pengamatan terhadap warna,
bau, kejernihan, kristalisasi, dan pH dilakukan setiap minggu selama 2
minggu :
1) Pemeriksaan Organoleptis : Diamati secara langsung mulai
dari warna, aroma dan bentuk dari sirup ekstrak buah beet.
Warna dan bentuk sebisa mungkin sama dari satu sediaan
dengan yang lainnya.

2) Pemeriksaan Homogenitas : Diamati secara langsung sediaan


apakah ada partikel / endapan pada larutan sirup tersebut.
3) Pemeriksaan pH Sediaan : Diamati dengan cara
mengencerkan 1 ml sirup dengan 5 ml Aquadest dari sebelum
dan sesudah kondisi penyimpanan. Sirup ekstrak buah beet
memenuhi syarat jika pH sediaan yaitu antara (4-8).
4) Pemeriksaan kejernihan : Diamati secara langsung dengan
menuangkan kembali cairan ke dalam beaker glass dengan
latar belakang putih.
5) Pengamatan Pengkristalan : Diamati secara visual antara 1
sediaan dengan yang lain adakah terbentuknya kristal pada
bagian leher dan tutup botol

Anda mungkin juga menyukai