Anda di halaman 1dari 32

USM

PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP AKTIVITAS


ANTIOKSIDAN DAN NILAI GIZI BUBUK BIJI DELIMA (Punica
granatum)

Proposal Skripsi

Diusulkan oleh :

Pradneshita Indrestiarani
D.131.15.0075

PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS SEMARANG
2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hampir semua bagian tanaman delima bermanfaat untuk kesehatan.

Pada bagian daging buah, kulit buah, kulit batang, dan akar dapat diramu

sebagai obat untuk berbagai jenis penyakit. Kulit buah dan batang delima

mengandung 20,30% elligatannin (tannin), triterpenoid dan 0,5-1% alkaloid

yang terdiri dari pelletierine dan pseudopelletierine (Sudjijo, 2014).

Buah delima mengandung gula invers 20% diantaranya berupa

glukosa, asam sitrat (0,5-10%), asam askorbat dan asam malat. Asam malat

bermanfaat untuk memperlancar metabolisme karbohidrat. Mineral yang

paling dominan pada buah delima adalah kalium/potassium (236 mg/100 g)

yang berfungsi untuk menjaga tekanan osmotik (mencegah hipertensi), kalium

juga membantu mengaktivitas reaksi enzim seperti piruvat dalam proses

metabolisme karbohidrat (Nur, 2011).

Pada buah delima terdapat asam elagat, yang sangat berpotensi sebagai

antioksidan kuat yang diperantarai oleh aktivitas dari kelompok fenol

hidroksil, yaitu tanin dan flavonoid (Harling, 2018). Selain berpotensi sebagai

antioksidan kuat, ternyata juga berpotensi untuk anti pembengkakan,

antibakteri, antimutagen, menghambat pertumbuhan tumor, antikanker,

penyakit kardiovaskular, antidiabetes, infeksi bakteri dan resistensi antibiotik,

memperbaiki kerusakan kulit akibat induksi sinar ultraviolet, alzheimer,

obesitas, dan antiplasmodial (Luciana, 2018).

1
Sari buah delima tinggi kandungan ion kalium (potasium), vitamin A,

C dan E serta asam folik. Dari bagian biji yang dapat dimakan, kandungan

kalium per 100 gram (259 mg/gr), energi 63 kal, 30 mg vitamin C. Komponen

ini dianggap sangat penting bagi kesehatan jantung (Harling, 2018).

Pada umumnya jika mengkonsumsi buah delima, maka biji delima

langsung dibuang tanpa dimanfaatkan. Padahal biji buah delima ada banyak

manfaat yang masih bisa diambil salah satunya adalah sebagai sumber asam

elagat dan juga masih banyak lagi gizi yang terkandung dalam biji delima

yang kaya akan manfaat (Harling, 2018).

Terlepas dari semua keunggulan tersebut, konsumsi biji delima

terbatas karena masalah pengawetan (Defilippi et al., 2006). Pengeringan

adalah metode yang paling banyak digunakan untuk mengawetkan bahan

pangan yang didasarkan pada pengurangan nilai aktivitas air untuk mencapai

stabilitas fisikokimia dan mikrobiologi (Gorjian et al., 2011).

Selama pengeringan banyak terjadi perubahan seperti modifikasi

struktural dan fisik-kimia yang mempengaruhi kualitas produk akhir. Aspek

kualitas yang terlibat dalam proses pengeringan terdapat kaitannya dengan

kualitas produk segar dan teknik pengeringan yang diterapkan (Hota, 2017).

Santra dan Jain (2012), menemukan bahwa kadar air awal buah delima

berada pada kisaran 377,09 - 442,68 % (db) yang menurun menjadi 5,69 -

9,62 % (db) setelah 26,5; 17,5; 14 dan 7,5 jam untuk suhu udara pengeringan

masing - masing 45, 50, 55 dan 60°C.

Jalal et al. (2018), melakukan penelitian tentang pembuatan serbuk biji

delima yang dikeringkan dalam pengering nampan sirkulasi udara pada suhu

2
60 ± 5ºC selama 6 jam atau sampai kadar air mencapai ~ 5-6% dan

disimpulkan bahwa serbuk biji delima dapat digunakan sebagai bahan pangan

fungsional karena memiliki sifat antioksidan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh suhu

pengeringan terhadap aktivitas antioksidan dan nilai gizi pada bubuk biji

delima?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu

pengeringan terhadap aktivitas antioksidan dan nilai gizi pada bubuk biji

delima.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai pengaruh suhu pengeringan terhadap aktivitas

antioksidan dan nilai gizi bubuk biji delima sehingga diharapkan dapat

diperoleh bubuk biji delima yang memiliki aktivitas antioksidan dan nilai gizi

sesuai dengan standar.

E. Hipotesis

Pada penelitian ini diduga suhu pengeringan berpengaruh terhadap

aktivitas antioksidan dan nilai gizi bubuk biji delima.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Delima

Buah delima memiliki warna kulit yang beragam, tergantung jenisnya.

Daging buah dapat dikonsumsi langsung bersama biji-bijinya karena di

dalam biji banyak terkandung senyawa polifenol (Marhari dan Dewi, 2014).

Di dalam buah delima merah yang sudah matang, terdapat butiran-

butiran biji berwarna putih yang dibungkus oleh daging buah. Selain dapat

dikonsumsi secara langsung, buah delima merah dapat dijadikan jus

(Sugianto dan Lidyawati, 2011).

Kandungan kimia buah delima merah mengandung alkaloid

pelletierene, granatin, betulic acid, ursolic acid, isoquercitrin, elligatanin,

resin, triterpenoid, kalsium oksalat, dan pati. Kulit akar dan kayu

mengandung sekitar 20% elligatanin dan 0,5-1% senyawa alkaloid, antara

lain alkaloid pelletierene (C8H14N0), Pseudopelletierine (C8H15N0), dan

metilpelletierene (C8HN0). Alkaloid pelletierine sangat toksik sehingga

menyebabkan kelumpuhan cacing pita, cacing gelang, dan cacing kremi.

Daun mengandung alkaloid, tannin, kalsium oksalat, lemak, sulfur

peroksidase (Rossidy, 2008).

4
Dalam satu buah delima terdapat bermacam-macam senyawa atau

nutrisi yang setiap kandungannya berbeda-beda jumlahnya. Kandungan

nutrisi per 100 gram buah delima dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Per 100 Gram Buah Delima.


Senyawa Jumlah
Karbohidrat 17,17 g
- Sugars 16,57 g
- Dietary Fibre 0,60 g
Fat 0,30 g
Protein 0,95 g
Thiamin (B1) 0,030 mg
Riboflavin (B2) 0,063 mg
Niacin (B3) 0,300 mg
Pantothenic acid (B5) 0,596 mg
Vitamin B6 0,105 mg
Folate (B9) 6 µg
Vitamin C 3 mg
Calcium 3 mg
Iron 0,30 mg
Magnesium 3 mg
Phosphorus 8 mg
Potassium 259 mg
Zinc 0,12 mg
Sumber: Budka, (2008).

Di bawah ini manfaat dari bagian tanaman buah delima, seperti sari

buah delima (jus), banyak mengandung flavonoid kaya dengan anti

karsinogenik, yaitu senyawa antioksidan yang mampu mencegah radikal

bebas di dalam tubuh sekaligus memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak.

Mampu memberikan perlindungan terhadap penyakit jantung, kanker kulit,

dan kanker prostat. Antioksidan yang terkandung di dalamnya membantu

mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah arteri oleh

kolesterol, khususnya bagi mereka yang berisiko tinggi, delima membantu

5
mengatur gula darah, meningkatkan sensitivitas terhadap insulin dan mampu

melawan peradangan. Karena efek ini, delima dapat membantu penurunan

berat badan, dan jus delima dapat menyebabkan kematian sel kanker

(Sudjijo, 2014).

B. Biji Delima

Biji delima mengandung asam lemak terkonjugasi luar biasa yang

disebut asam punicic (asam trienoat) yang menghasilkan sekitar 65% hingga

80% minyak dari biji delima. Biji delima juga mengandung protein, serat

kasar, vitamin, mineral, pektin, gula, polifenol, isoflavon, fitoestrogen,

coumestrol dan steroid seks, estron (Aruna et al., 2016). Nilai gizi yang

terkandung tiap 100 g biji delima dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Gizi Tiap 100 g Biji Delima.


No. Kandungan Jumlah
1. Energi 83 kkal
2. Karbohidrat 18,7 g
3. Gula 13,7 g
4. Serat fiber 4,0 g
5. Lemak 1,2 g
6. Protein 1,7 g
7. Thiamin (Vit. B1) 0,07 mg (6%)
8. Riboflavin (Vit. B2) 0,05 mg (4%)
9. Niacin (Vit. B3) 0,29 mg (2%)
10. Asam pantothenat (Vit. B5) 0,38 mg (8%)
11. Vit. B6 0,08 mg (6%)
12. Folat (Vit. B9) 38 μg (10%)
13. Vit. C 10 mg (12%)
14. Kalsium 10 mg (1%)
15. Zat besi 0,30 mg (2%)
16. Magnesium 12 mg (3%)
17. Fosfor 36 mg (5%)
18. Kalium 236 mg (5%)
19. Zinc 0,35 mg (4%)
Sumber: (Tiwari, 2012).

6
C. Pengeringan

Prinsip pengeringan adalah menurunkan kadar air pada sari buah

sampai pada batas tertentu, sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas

enzim dapat dicegah (Jangam et al., 2010). Sari buah dapat diubah menjadi

partikel bubuk menggunakan berbagai metode pengeringan, misalnya

dengan penjemuran, oven, pengeringan beku, pengeringan vakum dan

pengeringan semprot dan pengeringan (Jittanit et al., 2010; Chong dan Law,

2011).

Menurut Burlian dan Firdaus (2011), adapun peristiwa yang terjadi

selama proses pengeringan, yaitu:

1. Proses pemindahan panas, yaitu proses yang terjadi karena perbedaan

temperatur, panas yang dialirkan akan meningkatkan suhu bahan yang

lebih rendah sehingga menyebabkan tekanan uap air didalam bahan

lebih tinggi daripada tekanan uap air di udara.

2. Proses pemindahan massa, yaitu suatu proses yang terjadi karena

kelembaban relatif udara pengering lebih rendah dari kelembaban relatif

bahan, panas yang dialirkan diatas permukaan bahan akan

meningkatkan uap air bahan sehingga tekanan uap air akan lebih tinggi

daripada tekanan udara ke pengering.

Kecepatan pengeringan serta kualitas hasil sangat dipengaruhi oleh

(Rachmawan, 2001):

1. Jenis bahan, setiap jenis bahan mempunyai kecepatan perambatan panas

tertentu yang pada gilirannya akan mempengaruhi kecepatan

pengeringan.

7
2. Sifat bahan yang dikeringkan, kadar air awal bahan dan ukuran partikel

bahan akan mempengaruhi kecepatan pengeringan. Bahan yang

mempunyai kadar air awal tinggi dan ukuran partikel besar akan lebih

lama waktu pengeringannya daripada bahan yang kadar air awalnya

rendah dan ukuran partikelnya kecil.

3. Ketebalan tumpukan bahan, dalam hal ini akan sangat berpengaruh

pada kecepatan pengeringan.

Syarifudin (2019), bahan pangan yang dikeringkan umumnya

mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan bahan segarnya.

Selama pengeringan terjadi perubahan warna, tekstur, aroma, dan lain - lain.

Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan akan berubah warnanya

menjadi coklat. Perubahan warna ini disebabkan oleh reaksi-reaksi baik

enzimatis maupun non enzimatis. Apabila suhu pengeringan yang terlalu

tinggi akan menyebabkan bagian permukaan cepat mengering dan menjadi

keras sehingga menghambat penguapan air selanjutnya.

Cabinet dryer adalah pengering buatan yang relatif sederhana namun

penggunaanya cukup luas untuk pengeringan bahan pangan. Dalam alat

yang menyerupai lemari ini bahan diletakan pada nampan (loyang) yang

selanjutnya disusun pada rak-rak yang tersedia. Cara kerja cabinet dryer

yaitu udara kering dihembuskan melalui bahan dan membawa air keluar

(Syarifudin, 2019). Bagian - bagian alat cabinet dryer antara lain:

1. Blower, merupakan alat untuk meratakan panas berupa kipas yang dapat

meratakan panas di dalam cabinet dryer.

8
2. Pemanas, merupakan bagian yang dapat memberi panas ke dalam cabinet

dryer berupa dua baris api yang bersumber dari gas di luar alat.

3. Fentilasi, merupakaan lubang untuk mengeluarkan uap air berada di atas

cabinet dryer berupa pipa dengan menghadap ke atas.

4. Pengontrol suhu, berfungsi untuk mengontrol suhu berupa putaran

dengan skala suhu yang telah ditentukan.

5. Rak, sebagai tempat untuk menaruh bahan yang akan dikeringkan.

Taufiq (2004), mengemukakan pengeringan bahan hasil pertanian

menggunakan aliran udara pengering yang baik adalah antara 45º - 75ºC

dengan lama pengeringan antara 6-16 jam. Pengeringan pada suhu di bawah

45ºC menyebabkan mikroba dan jamur yang merusak produk masih hidup

sehingga daya awet dan mutu produk rendah. Namun pada suhu udara

pengering di atas 75ºC menyebabkan struktur kimiawi dan fisik produk

rusak karena perpindahan panas dan massa air yang berdampak pada

perubahan struktur sel.

D. Bubuk

Produk bubuk siap saji adalah produk olahan pangan yang berbentuk

serbuk, mudah dilarutkan dalam air, praktis dalam penyajian dan memiliki

daya simpan yang panjang. Sifat produk bubuk siap saji yaitu ukuran

partikel yang sangat kecil, memiliki kadar air rendah yaitu sekitar 2 - 4%

dan memiliki luas permukaan yang besar (Kumalaningsih et al., 2005).

9
Untuk syarat mutu bubuk mengacu pada syarat mutu tepung beras,

lebih lanjutnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat Mutu Tepung Beras.


No. Kriteria uji Satuan Persyaratan
1. Bentuk serbuk halus
2. Bau normal
3. Warna putih, khas tepung beras
4. Benda asing tidak boleh ada
Kehalusan, lolos ayakan
5. % min. 90
80 mesh (b/b)
6. Kadar air (b/b) % maks. 13
7. Kadar abu (b/b) % maks. 1,0
Sumber: SNI 3549-2009.

E. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu

atau lebih elektron radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat

diredam (Suhartono et al., 2002). Tubuh manusia tidak mempunyai

cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan

radikal bebas berlebih tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya

kekhawatiran akan kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari

antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang

sangat dibutuhkan (Rohdiana, 2001).

Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang

disebabkan oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit

degenerative serta mampu menghambat peroksidalipid pada makanan.

Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksi dalam struktur

molekulnya (Sunarni, 2005).

10
Menurut Hariyatmi (2004), antioksidan dikelompokkan menjadi 2

yaitu antioksidan enzimatis dan antioksidan non enzimatis yang berupa

mikronutrien. Antioksidan enzimatis dapat dibentuk dalam tubuh, seperti

superoksida dismutase (SOD), glutation peroksida, katalase, dan glutation

reduktase. Antioksidan non enzimatis yang berupa mikronutrien dibagi lagi

dalam 2 kelompok yaitu antioksidan larut air dan antioksidan larut lemak.

Antioksidan larut lemak diantaranya tokoferol, karetenoid, flavonoid,

quinon, dan bilirium. Antioksidan larut air diantaanya asam askorbat, asam

urat, dan protein pengikat logam.

Menurut Hernani dan Raharjo (2006), terdapat tiga macam antioksidan

berdasarkan asalnya yaitu :

1. Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim

antara lain : superoksida dismutase, glutathione peroxidase, peroxidase,

dan katalase.

2. Antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan yaitu:

tokoferol, vitamin C, β-karoten, flavonoid, dan senyawa fenolik.

3. Antioksidan sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu BHA,

BHT, TBHQ, PG, dan NDGA yang ditambahkan dalam makanan untuk

mencegah kerusakan lemak.

Fungsi utama antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil

terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya

proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam

industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam

makanan serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi. Lipid

11
peroksidasi merupakan salah satu faktor yang cukup berperan dalam

kerusakan selama dalam penyimpanan dan pengolahan makanan (Hernani

dan Raharjo, 2006).

F. Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang

dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang

sangat penting pada bahan pangan karena kandungan air dalam bahan

pangan dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, serta cita rasa pada bahan

pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya

awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi akan mengakibatkan

mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak, sehingga

akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Semakin rendah kadar air dalam

bahan pangan, maka semakin lambat pertumbuhan mikroorganisme

berkembang biak, sehingga proses pembusukan akan berlangsung lebih

lambat (Winarno, 2002).

G. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh

manusia yang befungsi untuk menghasilkan energi. Semua karbohidrat

terdiri atas unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Karbohidrat dibagi menjadi

dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks.

Karbohidrat sederhana terdiri atas monosakarida yang merupakan molekul

dasar dari karbohidrat, disakarida yang terbentuk dari dua monosa yang

dapat saling terikat, dan oligosakarida yaitu gula rantai pendek yang

12
dibentuk oleh galaktosa, glukosa dan fruktosa. Karbohidrat kompleks terdiri

atas polisakarida yang terdiri atas lebih dari dua ikatan monosakarida dan

serat yang dinamakan juga polisakarida nonpati. Fungsi lain karbohidrat

yaitu pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, dan pengatur

metabolisme lemak (Siregar, 2014).

Pengaruh pemanggangan terhadap karbohidrat umumnya terkait dengan

terjadinya hidrolisis. Sebagai contoh, pemanggangan akan menyebabkan

gelatinisasi pati yang akan meningkatkan nilai cernanya. Sebaliknya,

peranan karbohidrat sederhana dan kompleks dalam reaksi Maillard dapat

menurunkan ketersediaan karbohidrat dalam produk hasil pemanggangan

(Palupi et al., 2007).

H. Protein

Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O

dan N.. Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang, besi, dan

tembaga (Winarno, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan

protein, antara lain:

1. Panas: merupakan agen fisik umum yang dapat mendenaturasi protein.

2. pH (derajat keasaman): pH dan suhu sangat dekat hubungannya dengan

proses denaturasi.

3. Ion logam: pH dan kekuatan ion suatu larutan menentukan berat

molekul protein dan kerentanan terhadap denaturasi.

4. Gula dan poliol: dapat menunjukkan pengaruh stabilitas panas pada

protein makanan.

13
5. Sifat protein: penambahan bahan kimia seperti urea, guadinin, klorida,

dan deterjen tidak bermuatan ion dapat mengubah struktur dan

mempengaruhi jalannya panas.

I. Lemak

Lemak atau lipid adalah sekelompok senyawa non heterogen yang

meliputi asam lemak dan turunannya, lemak netral (trigliserida), fosfolipid

serta sterol (Ganong, 2008). Lipid memiliki arti lain sebagai kelompok besar

biomolekul dengan gugus fungsional karboksil (-COOH) atau gugus ester (-

COOR) yang tidak dapat larut dalam air tapi larut dalam larutan non polar

seperti eter, aseton, bensin, karbon tetraklorida dan lain sebagainya (Baraas,

2006). Lipid akan larut dalam pelarut organik seperti aseton, alkohol,

kloroform, eter dan benzena (Bintang, 2010).

Menurut Marks et al. (2000), sifat yang dimiliki lipid di antaranya

adalah :

1. Hidrolisis dari lipid akan menghasilkan asam lemak yang berperan pada

metabolisme tumbuhan dan hewan.

2. Lipid tidak larut dalam air, tetapi dapat larut dalam pelarut organik

(benzena, eter, aseton, kloroform, dan karbontetraklorida).

3. Lipid mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen. Beberapa

jenis lipid juga memiliki kandungan nitrogen dan fosfor.

4. Lipid tidak mempunyai satuan yang berulang, tidak seperti karbohidrat

dan protein.

14
J. Vitamin C

Vitamin C adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai antioksidan

efektif atau mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau jaringan

termasuk melindungi lensa dari kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh

radiasi. Vitamin C berbentuk kristal putih, merupakan suatu asam organik

dan termasuk asam, tetapi tidak berbau dalam larutan. Sifat vitamin C

mudah rusak karena oksidasi oleh oksigen dari udara dan juga karena suhu,

tetapi lebih stabil bila terdapat dalam bentuk kristal (Padang dan Rasnita,

2017).

K. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan berat kering produk yang dihasilkan

dengan berat bahan baku (Yuniarifin et al., 2006). Menurut Dewastisari et

al. (2018), nilai rendemen berkaitan dengan banyaknya kandungan bioaktif

yang terkandung pada tumbuhan. Budiyanto (2015), menyatakan bahwa

semakin tinggi rendemen ekstrak, maka semakin tinggi kandungan zat yang

tertarik ada pada suatu bahan baku.

L. Serat Kasar

Hermayati et al. (2006), mengatakan bahwa serat kasar merupakan

residu dari bahan makanan atau hasil pertanian setelah diperlakukan dengan

asam atau alkali mendidih, dan terdiri dari selulosa, dengan sedikit lignin

dan pentose. Menurut Winarno (2004), serat dalam pangan tidak dapat

dicerna oleh tubuh tetapi mempunyai sifat positif bagi gizi dan metabolism,

serta dapat mencegah berbagai penyakit seperti jantung koroner, sembelit,

15
diare, wasir dan kanker usus besar. Selain itu, penentuan serat kasar pada

bahan pangan sangat peting dalam penilaian kualitas bahan pangan karena

angka ini merupakan indeks dalam mentukan nilai gizi bahan makanan.

Serat kasar juga dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan dan

efisiensi proses.

16
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2021 sampai bulan

Desember 2021 di Laboratorium Rekayasa dan Laboratorium Kimia Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Semarang. Pengujian dilakukan di

Laboratorium Pangan dan Gizi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Maret Surakarta dan Laboratorium Rekayasa Proses Pangan Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah biji delima merah

umur 6 bulan, etanol 96%, DPPH (2,2-diphenyl-1-pycrylhydrazyl), HCl 0,1

N, asam sitrat, KI, Na2CO3 anhidrat, H2SO4 , NaOH 0,1 N, natrium tio sulfat,

CH3COOH, K2SO4, serta bahan-bahan lainnya yang dibutuhkan untuk

penelitian dan analisa.

Peralatan yang digunakan pada penelitian adalah timbangan analitik,

blender, cabinet dryer, oven, spektrofotometri UV-Vis, ayakan 80 mesh,

kertas saring, cawan porselen, Erlenmeyer, labu lemak, desikator, serta alat-

alat lainnya yang dibutuhkan untuk penelitian dan analisa.

17
C. Prosedur Penelitian

Menurut Jalal et al. (2018) yang dimodifikasi, dalam prosedur

penelitian pembuatan bubuk biji delima dilakukan dalam 8 tahap, yaitu:

1. Persiapan biji delima

Biji delima yang akan digunakan berumur 6 bulan, mempunyai

permukaan luar biji bersih, tidak berlubang, dan terlihat normal.

2. Penyortiran

Biji delima disortir dengan memisahkan biji bagus dan kualitas

rendah.

3. Pencucian dan penirisan

Biji delima dicuci dengan air bersih mengalir dan ditiriskan

hingga lapisan luar kulit biji delima kering.

4. Pengeringan menggunakan cabinet dryer

Biji delima ± 5 kg dimasukkan ke dalam rak - rak cabinet dryer

secara merata. Lalu dilakukan pengeringan dengan suhu 45º, 50º, 55º,

60º, 65º selama 6 jam.

5. Penghalusan menggunakan blender

Biji delima lalu dihaluskan menggunakan blender selama ± 5 menit.

6. Pengayakan dengan mesh 80

Bubuk biji delima kemudian diayak menggunakan ayakan 80

mesh dengan tujuan menghasilkan bubuk biji delima yang seragam.

7. Pengemasan

Bubuk biji delima dikemas dalam kantong polietilen dan

disimpan pada suhu kamar (25 ± 5ºC) sampai digunakan.

18
8. Pengujian

Pengujian aktivitas antioksidan dan nilai gizi (kandungan kadar

air, karbohidrat, protein, lemak dan vitamin c, rendemen dan serat

kasar) terhadap bubuk biji delima yang telah dihasilkan.

Proses pembuatan bubuk biji delima melalui beberapa tahap. Tahapan

tersebut dapat dilihat pada Ilustrasi 1.

Biji delima

Biji
Penyortiran
Kualitas
Rendah
Air Pencucian dan penirisan
Bersih Air Kotor

Pengeringan menggunakan cabinet dryer


± 5 kg
T = 450, 500, 550, 600, 650 C, t = 6 jam
Biji
Delima
Penghalusan menggunakan blender
t = ± 5 menit

Pengayakan dengan Mesh 80

Pengemasan

Bubuk Biji Delima

Analisis Antioksidan dan Nilai Gizi

Ilustrasi 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Bubuk Biji Delima (Jalal et al.,
2018) yang dimodifikasi.

19
D. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan satu faktor, yaitu perbedaan suhu pengeringan

dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Berdasarkan hasil penelitian Jalal et

al. (2018), suhu dan waktu pengeringan yang digunakan dalam proses

pengeringan biji delima, yaitu 60 ± 5ºC selama 6 jam. Rancangan percobaan

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rancangan Percobaan Proses Pembuatan Tepung Telur Utuh


dengan Perbedaan Waktu Fermentasi.
Perlakuan Waktu Pengeringan Suhu Pengeringan
P1 6 jam 45ºC
P2 6 jam 50ºC
P3 6 jam 55ºC
P4 6 jam 60ºC
P5 6 jam 65ºC
Sumber: Jalal et al., (2018) yang dimodifikasi.

E. Analisis

1. Aktivitas Antioksidan (Tristantini et al., 2016)

Uji antioksidan (Penentuan IC50) menggunakan metode DPPH, dengan

prosedur sebagai berikut:

a. Pembuatan ekstrak etanol. Serbuk kering (simplisia) ditimbang

sebanyak 15 gr kemudian dimaserasi dengan etanol 96%, diaduk

dengan shaker selama 2 jam, kemudian didiamkan selama 24 jam,

hasil maserasi disaring dengan kertas saring, fitrat di evaporasi

untuk memisahkan pelarut, diperoleh ekstrak kental etanol sampel.

20
b. Pembuatan larutan stok sampel 300 ppm. Ditimbang 7,5 mg sampel

dan dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml dan diencerkan sampai

tanda batas.

c. Pembuatan deret kosentrasi larutan uji dibuat deret kosentrasi

larutan uji pada 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, dan 125 ppm.

d. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan mengukur 1 ml

sampel dengan kosentrasi 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, dan

125 ppm ditambahkan 2 ml DPPH 0,1 Mm. Campuran tersebut

diinkubasi dalam ruang gelap selama 30 menit, kemudian diukur

absorbansi pada panjang gelombang 516 nm (maks DPPH), lalu

dihitung dengan menggunakan rumus:

Absorbansiblanko
%Penghambatan= x 100 %
Absorbansiblanko −Absorbansi sampel

2. Kadar Air (AOAC, 2005)

Sampel sebanyak 2-5 gr ditimbang dan diletakkan dalam cawan

aluminium/protein yang telah diketahui bobot keringnya. Selanjutnya

dikeringkan dalam oven pada suhu 100-1050 C selama 3-5 jam. Setelah

itu sampel dan cawan diangkat dan didinginkan dalam desikator hingga

suhu ruang. Timbang bobot akhirnya dengan menggunakan neraca

analitik dan lakukan hingga diperoleh bobot cawan dan sampel akhir

konstan.

21
3. Karbohidrat (Mujumdar, 2005)

Pembuatan pereaksi luff schrool:

a. Larutkan 143,8 Na2CO3 anhidrat dalam kira-kira 300 ml air suling.

Sambil aduk tambahkan 50 g asam sitrat yang telah dilarutkan

dengan 50 ml air suling.

b. Tambahkan 25 g CuSO4 5 H2O yang telah dilarutkan dengan 100

ml air suling.

c. Pidahkan larutan tersebut ke dalam labu 1 liter, tempatkan sampai

tanda garis dengan air suling dan kocok.

d. Biarkan semalaman dan saring bila perlu. Pengujian kepekatan

larutan luff schrool.

e. Pipet 25 ml larutan luff tambahkan 3g KI dan 25 ml larutan H2SO4

6N. Titar dengan larutan natrium tio sulfat dengan petunjuk larutan

kanji 0,5%. Larutan natrium tio sulfat yang dipergunakan untuk

titrasi 2 ml.

f. Pipet 10 ml larutan luff, masukkan kedalam labu ukur 100 ml,

encerkan dengan air suling lalu kocok.

g. Pipet 10 ml larutan hasil pencernaan tersebut dan masukkan ke

dalam enlemeyer berisi 25 ml HCl 0,1 N.

h. Masukkan enlemeyer tersebut dalam penangas air mendidih dan

biarkan selama 1 jam, kemudian angkat dan dinginkan. Encerkan

dengan air suling dan titar dengan larutan NaOH 0,1 N dengan

indikator fenolftalein.

22
i. Pipet 10 ml larutan hasil pengeceran (b) masukkan ke dalam

Erlenmeyer dan titar dengan HCl 0,1 N dengan indiktor

fenolftelain. Larutkan HCl 0,1 N yang digunakan untuk titrasi

harus disekitar 6,0 sampai 7,6 ml.

j. Larutan luff harus mempunyai pH 9,3 – 9,4.

Cara Kerja :

a. Timbang lebih kurang 5 g cuplikan ke dalam enlemeyer 500 ml.

b. Tambahkan 200 ml larutan HCl 3%, didihkan selama 3 jam dengan

pendingin tegak.

c. Dinginkan dan netralkan dengan larutan NaOH 30% dengan

lakmus, dan ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar larutan

asam.

d. Pindahkan isinya ke dalam labu ukur 500 ml dan impitkan hingga

tanda garis, kemudian saring.

e. Pipet 10 ml saring ke dalam enlemeyer 500 ml, tambahkan 25 ml

larutan luff (dengan pipet) dan beberapa butir baut didih serta 15

ml air suling.

f. Panaskan campuran tersebut dengan nyala yang tetap. Usahakan

agar larutan dapat menddih dalam waktu 3 menit dengan

menngunakan stopwatch, didihkan terus selama tepat 10 menit

kemudian dengan cepat dinginkan ke dalam bak berisi es.

g. Setelah dingin tambahkan 15 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4

25% perlahan – lahan.

h. Titar secepatnya dengan larutan natrium tio sulfat 0,1 N.

23
Kerjakan juga blanko:

w 1 x Fp
Kadar Glukosa = x 100%
w

Keterangan:

Kadar karbohidrat = 0, 90 x kadar glukosa.

W = bobot cuplikan dalam mg

W1 = glukosa yang terkandung untuk ml natrium tio sulfit yang

dipergunakan dalam mg.

Fp = faktor pengencer

4. Kadar Protein (AOAC, 2005)

Sampel sebanyak 0,1 gr ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu

Kjeldahl, kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K 2SO4, 2 ml

H2SO4, batu didih dan didihkan selama 1,5 jam sampai cairan menjadi

jernih. Setelah lerutan didinginkan dan diencerkan dengan aquadest,

sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3.

Hasil destilasi (± 15 ml) ditampung dengan Erlenmeyer yang telah

berisi 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indicator (campuran 2 bagian metal

merah 0,2% dalam alcohol dan 1 bagian metal biru 0,2% dalam

alkohol). Destilat yang diperoleh dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N

sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang

sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah

dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam factor konversi 6,25.

24
5. Total Lemak (AOAC, 2005)

Sampel sebanyak 2-5 gr ditimbang dengan seksama, kemudian

dimasukkan dalam selongsong kertas yang telah dikeringkan dan dialasi

dengan kapas. Kemudian sumbat selongsong kertas yang berisi sampel

dengan kapas. Setelah itu keringkan selongsong kertas berisi sampel

dalam oven ± 800 C selama ± 1 jam. Sesudah kering dimasukkan ke

dalam alat ekstrasi soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak

yang telah dikeringkan dan sudah diketahui beratnya kemudian

ditambahkan pelarut heksan secukupnya. Proses dilanjutkan dengan

refluks selama 6 jam sampai pelarut yang rutun kembali ke labu

berwarna jernih. Selanjutnya pelarut disulingkan dan ekstrak lemak

dikeringkan dalam oven pada suhu 1050 C selama 60 menit, dinginkan

dan timbang. Ulangi hingga bobotnya konstan.

6. Vitamin C (Putri dan Yunita, 2015)

Bubuk biji delima ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian

dilarutkan dengan akuades bebas CO2 sebanyak 100 ml. Filtrat

diencerkan dengan memipet masing-masing sebanyak 10 ml dan

dilarutkan dengan akuades bebas CO2 sebanyak 100 ml. Kadar vitamin

C pada biji delima diukur absorbansinya dengan menggunakan

spektrofotometri UV-Vis. Larutan blangko yang digunakan adalah

akuades, sedangkan larutan standar berupa asam askorbat.

25
7. Rendemen (Senduk et al., 2020)

Bubuk biji delima ditimbang sebanyak sebanyak 50gr dan

dimasukkan ke dalam panci berisi air 3000 ml suhu 95ºC. Sampel

kemudian direbus sesuai perlakuan yakni selama 50 menit sambil

sesekali diaduk. Larutan yang dihasilkan kemudian disaring saat masih

panas menggunakan kain blacu untuk mendapatkan filtrat. Filtrat yang

didapat kemudian dimasukkan ke dalam wajan untuk di evaporasi

dengan api suhu 85ºC sampai menjadi ekstrak kental. Ekstrak kental

kemudian dimasukkan ke dalam botol kecil. Tutup botol menggunakan

aluminium foil dan beri lubang-lubang kecil. Lalu oven atau masukkan

ke dalam cabinet dryer pada suhu 70ºC sampai mendapatkan berat

konstan. Ekstrak kering yang didapat kemudian dihitung nilai

rendemennya. Rendemen dihitung menurut Aristyanti et al., (2017)

dengan rumus sebagai berikut:

berat ekstrak
x 100 %
berat bahan baku

8. Serat Kasar (Fajri, 2015)

Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dimasukkan ke

dalam gelas kimia 250 ml dan tambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N lalu

dipanaskan dengan suhu 70ºC selama 1 jam. Kemudian tambahkan 25

ml NaOH 1,5 N dan panaskan selama 30 menit dengan suhu 70ºC.

Saring larutan menggunakan corong Buchner. Selama penyaringan

endapan dicuci berturut-turut dengan aquades panas secukupnya, 50 ml

H2SO4 0,3 N, dan 25 ml aseton. Masukkan kertas saring berisi residu

26
ke dalam cawan petri dan keringkan ke dalam oven selama 1 jam

dengan suhu 105ºC. Dinginkan kemudian timbang.

b−a
Kadar serat kasar (%) = x 100%
x

Keterangan:

b = bobot kertas saring + sampel setelah di oven

a = bobot kertas saring

x = bobot sampel

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan

analisis ragam (ANOVA). Jika F hitung lebih besar atau sama dengan F

tabel maka dilanjutkan dengan uji beda nyata Duncan’s Multiple Range Test

(DMRT) pada taraf 5% (Sirait et al., 2013).

27
DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 2005. Association of Official Analytical Chemists. Official Methods of


Analysis. AOAC Press. Washington DC.

Aristyanti, N. P. P., N. M. Wartini dan I. B. W. Gunam. 2017. Rendeman dan


Karakteristik Ekstrak Pewarna Bunga Kenikir (Tagetes erecta L.) pada
Perlakuan Jenis Pelarut dan Lama Ekstraksi. Jurnal Rekayasa dan
Manajemen Agroindustri. 5(3): 13-23.

Aruna, P., Venkataramanamma, D., Singh, KA dan Singh, PR. 2016. Manfaat
Kesehatan Asam Punicic: Sebuah Tinjauan. Ulasan Komprehensif dalam
Ilmu Pangan dan Keamanan Pangan. 15:16-27.

Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.

Budiyanto, A. 2015. Potensi Antioksidan, Inhibitor Tirosinase, dan Nilai


Toksisitas dari Beberapa Spesies Tanaman Mangrove di Indonesia. Bogor:
Intitute Pertanian Bogor.

Budka, F. 2008. Active Ingredients, Their Bioavaibility and The Health Benefit of
Punica Granatum Linn (Pomegranate). Accessed: 10-122009.

Burlian, F dan Firdaus, A. 2011. Kaji Eksperimental Alat Pengering Kerupuk


Tenaga Surya Tipe Box Menggunakan Konsentrator Cermin Datar. Prosiding
Seminar Nasional AVoER ke-3 ISBN: 979-587-395-4, 26-27 Oktober 2011,
Palembang.

Chong, C. H dan Law, C. L. 2011. Drying of Exotic Fruits in Jangam SV, CL


Law dan AS Mujumdar. Drying of Foods, Vegetables and Fruits. Vol. 2,
ISBN-978-981-08-6759-1, Singapore.

Defilippi, G., Whitaker, B., Hess-Pierce, B. dan Kader, A. 2006. Pengembangan


dan Pengendalian Melepuh Pada Buah Delima yang Indah Selama
Penyimpanan Jangka Panjang. Berbagai Pascapanen & Technol., 41: 234–
243.

Dewastisari, W. F., Rumiyanti, L. dan Rakhmawati, I. 2018. Rendemen dan


Skrining Fitokimia pada Ekstrak Daun Sanseviera sp. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan, 17(3), 197-202.

Fajri, M. R. 2015. Analisis Kadar Protein Kasar dan Serat Kasar Wafer Limbah
Jerami Klobot dan Daun Jagung Selama Masa Penyimpanan. Skripsi.
Makassar: Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin.

28
Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (22 ed.). Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Gorjian, Sh., TavakkoliHashjin, T., Khoshtaghaza, MH dan Nikbakht, AM. 2011.


Kinetika Pengeringan dan Kualitas Barbarry Dalam Pengering Lapis Tipis. J.
Agric. Part Sci. Technol., 13: 303–314.

Hariyatmi. 2004. Kemampuan Vitamin E sebagai Antioksidan terhadap Radikal


Bebas pada Lanjut Usia. MIPA Vol. 14, No. 1, Januari 2004. Jurusan
Pendidikan Biologi FKIP UMS, Surakarta.

Harling, Vina N. Van. 2018. Penentuan Kadar Asam Elagat Ekstrak Metanol
Kulit Buah dan Biji Buah Delima (Punica Granatum. L). Soscied, 1(2).
Politeknik Katolik Saint Paul, Sorong.

Hermayanti, Yeni dan Eli, G. 2006. Modul Analisa Proksimat. SMAK 3 Padang.

Hernani dan Raharjo, M. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Hota, M., DS Dahiya dan Sonu, K. 2017. Pengaruh Berbagai Metode Pengeringan
terhadap Waktu dan Kualitas Pengeringan Buah Delima (Punica granatum L.)
Arils. International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences
ISSN: 2319-7706. 6(4): 1711-1717.

Jalal, H., Mohammad, A. P., Henna, H., Mir, R. dan Nusrat, N. K. 2018. Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Delima dan Serbuk Biji. Jurnal
Farmakognosi dan Fitokimia 2018; 7 (5): 992-997.

Jangam, S. V., Law C. L., dan Mujumdar A. S. 2010. Use of Renewable Source of
Energy for Drying of FVF in Drying of Foods, Vegetables and Fruits. Vol. 1.
National University of Singapore, Singapore.

Jittanit W., G. Srzednicki, dan R. Driscoll. 2010. Corn, Rice, and Wheat Seed
Drying by Two Stage Concept, Drying Technology, 28: 807-815.

Kumalaningsih, S., Suprayogi dan B. Yudha. 2005. Membuat Makanan Siap Saji.
Trubus Agrisarana, Surabaya.

Luciana, Titta. 2018. Optimasi Tablet Salut Film Ekstrak Kulit Buah Delima Putih
(Punica granatum L.) Menggunakan PVP K-30 Sebagai Pengikat Dan Ac-
Di-Sol Sebagai Penghancur.

Marhari, O. Y dan Dewi, K. K. 2014. Khasiat Ajaib Delima. Jakarta: Padi


Halaman 3, 14-18, 21-24, 34.

Marks, D. B., Marks, A. D. dan Smith, C. M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar:

29
Sebuah Pendekatan Klinis (1 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Mujumdar, 2005. Maltodekstrin. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nur, Khasanah. 2011.Kandungan Buah-Buahan dalam Al-Quran: Buah Tin (Ficus


Carica L), Zaitun (Olea Europea L), Delima (Punica GratanumL), Anggur
(Vitis Vinivera L), dan Kurma (Phoenix Dactylifera L) untuk Kesehatan.
Jurnal Phenomenon, 1(1). Universitas Walisongo Semarang.

Padang, S. A. dan Rasnita, M. M. 2017. Penetapan Kadar Vitamin C pada Buah


Jambu Biji Merah (Psidium Guajava L.) dengan Metode Titrasi Na-2,6
Dichlorophenol Indophenol (DCIP). Media Farmasi Poltekkes Makassar,
13(2).

Palupi NS, FR Zakaria dan E Prangdimurti. 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap


Nilai Gizi Pangan. Modul e-Learning ENBP, Departemen Ilmu & Teknologi
Pangan-Fateta-IPB.

Putri, M. P dan Yunita, H. S. 2015. Analisis Kadar Vitamin C pada Buah Nanas
Segar (Ananas Comosus (L.) Merr) dan Buah Nanas Kaleng dengan Metode
Spektofotometri Uv-Vis. Jurnal Wiyata, 2(1): 34-38.

Rachmawan, O. 2001. Pengeringan, Pendinginan dan Pengemasan Komoditas


Pertanian. Buletin Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Rohdiana, D. 2001. Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol dalam Daun The.
Majalah Jurnal Indonesia: 53-58.

Rossidy, I. 2008. Fenomena Flora dan Fauna Dalam Perspektif Al-Qur’an.


Malang: UIN Press.

Santra, I. dan Jain, SK. 2012. Studi Tentang Pengeringan Konvektif Pada Buah
Delima Arils. Int. J. Proc. & Post Harvest Technol., 3 (2): 172-175.

Senduk, T. W., Lita A. D. Y., Montolalu dan Verly, D. 2020. Rendemen Ekstrak
Air Rebusan Daun Tua Mangrove (Sonneratia Alba). Jurnal Perikanan dan
Kelautan Tropis, 11(1): 9-15.

Sirait, H., Lisa, M dan Sabar, G. 2013. Studi Pertumbuhan dan Produksi Sistem
Tanam dan Varietas Kedelai di Antara Barisan Tanam Kelapa Sawit Umur 16
Tahun. Jurnal Online Agroekoteknologi ISSN No. 2337-6597. 2(1):152-161.

Siregar, N. S. 2014. Karbohidrat. Jurnal Ilmu Keolahragaan, 13(2):38-44.

SNI 3549-2009. Syarat Mutu Tepung Beras.

Sudjijo. 2014. Sekilas Tanaman Delima dan Manfaatnya. Iptek Hortikultura.


10:40-43.

30
Sugianto dan Lidyawati, N. 2011. Pemberian Jus Delima Merah (Punica
Granatum) dapat Meningkatkan Kadar Glutation Peroksidase Darah pada
Mencit (Musmusculus) dengan Aktivitas Fisik Maksimal. Tesis: Program
Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana. Denpasar:
Universitas Udayana.

Suhartono, E., Fujiati, dan Aflanie, I. 2002. Oxygen Toxicity by Radiation and
Effect of Glutamic Piruvat Trasamine (GPT) Activity Rat Plasma after
Vitamine C Treatment. Diajukan pada Internatinal Seminar on Environmental
Chemistry and Toxicology. Yogyakarta.

Sunarni, T. 2005. Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal Bebas Beberapa


Kecambah dari Biji Tanaman Familia Papilionaceae, Jurnal Farmasi
Indonesia 2: 53-61.

Syarifudin, 2019. Studi Perbandingan Tingkat Penurunan Bobot Rumput Laut


dengan Pengering Secara Alami dan Menggunakan Cabinet Dryer. Skripsi.
Program Studi Teknik Pertanian. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Mataram.

Taufiq, M. 2004. Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Pengeringan Jagung Pada


Pengering Konvensional dan Fluidized Bed. Skripsi. Universitas Sebelas
Maret Surakarta.

Tiwari, S. 2012. Punica Granatum – A ‘Swiss Army Knife’ in the field of


Ethnomedicines . Journal of Natural Products, 5(1).

Tristantini, D., Alifah, I., Bhayangkara, T. P. dan Jason, G. J. 2016. Pengujian


Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH pada Daun Tanjung
(Mimusops elengi L). Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan”. ISSN 1693-4393. Pengembangan Teknologi Kimia untuk
Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. Program Studi Teknik Kimia,
FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Yuniarifin, H., Bintoro, VP dan Suwarastuti, A. 2006. Pengaruh Berbagai


Konsentrasi Asam Fosfat pada Proses Perendaman Tulang Sapi terhadap
Rendemen, Kadar Abu dan Viskositas Gelatin. Journal Indon Trop Anim
Agric. 31(1) : 55-61.

31

Anda mungkin juga menyukai