Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pisang Ambon

1. Pengertian

Pisang ambon merupakan salah satu tanaman yang dapat

menurunkan tekanan darah. Pada lansia penderita hipertensi

kandungan kalium dalam pisang ambon dapat melancarkan

pengiriman O2 ke otak (Smart, 2015).

2. Klasifikasi

Pisang dengan nama botani Musa spp. merupakan jenis tanaman

herba. Menurut (Kaleka N, 2013) tanaman ini temasuk dalam

klasifikasi taksonomi berikut :

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Clases : Monocotyledonae,

Ordo : Zingiberales

Familia : Musaceae

Genus : Musa

Tanaman pisang (Musa spp.) secara umum terbagi menjadi dua

bagian, yaitu liar dan dapat dibudidaya. Pisang liar umumnya


memiliki buah pisang yang berbiji sehingga tidak dapat di konsumsi,

sedangkan pisang yang banyak dikonsumsi diketahui berasal dari

buah partenokarpi (Megia dan Djuita, 2010), hal ini terjadi akibat

serbuk sari sulit dibentuk dan sterilisasi pada betina mendekati

sempurna. Sedangkan pisang komersial yang dikenal sekarang ini

merupakan pisang budidaya keturunan mutasi dari spesies pisang

liar.

Secara umum pisang dapat tumbuh diseluruh kawasan Indonesia,

tanah yang baik adalah tanah yang kering tetapi memiliki kapasitas

air yang baik akan tetapi rata-rata pH tanah berkisar antara 4,5 dan

7,5. Tanaman ini hanya berbuah sekali lalu mati, akan tetapi pada

bonggolnya tumbuh tunas dan kemudian menjadi anakan. Jenis-jenis

pisang yang ada memiliki perbedaan morfologi, yang memberikan

variasi dalam kultivar pisang, diantaranya dari warna buah, warna

batang, bentuk daun, bentuk buah dan masih banyak lagi 2 karakter

yang membedakan kultivar pisang (Kaleka N, 2013).

3. Kandungan dan Manfaat

Tabel 2.1 Kandungan zat gizi dalam 100 gr pisang ambon

No Zat Gizi Kadar


1 Kalori 105 kkal
2 Lemak 0.39 gr
3 Lemak Jenuh 0.132 gr
4 Lemak tak Jenuh Ganda 0.086 gr
5 Lemak tak Jenuh Tunggal 0.086 gr
6 Kolesterol 0 mg
7 Protein 1.29 gr
8 Karbohidrat 26.95 gr
9 Serat 3.1 gr
10 Gula 14.43 gr
11 Sodium 1 mg
12 Kalium 422 mg
13 Vitamin A 146 IU
14 Vitamin B1 0.08 mg
15 Vitamin C 3 mg
(Sumber : DKBM 2012)

Buah pisang kaya akan kalium dan rendah natrium. Kalium berperan

dalam vasodilatasi melalui strong inwardly rectifying kalium

channels dan kalium ATPase pump pada sel otot polos vaskular.

Buah pisang dapat menurunkan tekanan darah karena memiliki

aktivitas Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)

didalam tubuh, zat ini menghambat kerja enzim angiotensin pada

proses peningkatan tekanan darah. Selain itu, pisang juga memiliki

khasiat lainnya seperti mengatasi depresi, stres, serta memberi efek

mendinginkan dan melapisi pencernaan (Kaleka N, 2013).

2.1.2 Semangka

1. Pengertian

Tanaman semangka (Citrullus lanatus) adalah tanaman yang berasal

dari Afrika. Tanaman ini kemudian berkembang dengan pesat ke

berbagai negara baik di daerah tropis maupun subtropis, seperti:

Afrika Selatan, Cina, Jepang, dan Indonesia. Tanaman semangka

bersifat semusim, tergolong cepat berproduksi karena umurnya

hanya sampai 6 bulan (Puspitasari, 2014). Semangka cukup tahan

akan kekeringan terutama apabila telah memasuki masa

pembentukan buah. Tanaman semangka membutuhkan tanah yang


cukup gembur, untuk pertumbuhan yang optimal, seperti tanah

dengan tekstur lempung berpasir dan kaya bahan organik (Gunawan,

2014). Semangka termasuk dalam keluarga buah labulabuan

(Cucurbitaceae) dan memiliki sekitar 750 jenis.

Tanaman ini merupakan tanaman semusim yang hidupnya

merambat dan memiliki anekaragam jenis seperti semangka merah,

semangka kuning, semangka biji dan semangka non biji

(Ramadhani, 2014).

2. Klasifikasi

Klasifikasi taksonomi tanaman semangka menurut Integrated

Taxonomic Information System (ITIS, 2014) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridaeplantae

Infrakingdom : Streptophyta

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Spermatophytina

Infradivisi : Angiospermae

Kelas : Magnoliopsida

Superordo : Rosanae

Ordo : Curcubitales

Famili : Cucurbitaceae

Genus : Citrullus

Spesies : Citrullus lanatus.


3. Kandungan dan Manfaat Semangka

Buah semangka memiliki berbagai kandungan di dalam nya, tiap

100 gram buah semangka mengandung Air 91,45 gram, Energi 30

kcal, Protein 0,61 gram, Karbohidrat 7,55 gram, Serat total 0,4

gram, dab Kadar gula total 6,2 gram (USDA Nutrient database,

2018).

Tabel 2.2 Kandungan Mineral dan Vitamin pada semangka

Nutrient Unit Value Per 100g


Calcium, Ca mg 7
Iron, Fe mg 0.24
Magnesium, Mg mg 10
Phosphorus, P mg 11
Potassium, K mg 112
Sodium, Na mg 1
Zinc, Zn mg 0.1
Vitamin C, total ascorbic acid mg 8.1
Thiamin mg 0.033
Riboflavin mg 0.021
Niacin mg 0.178
Vitamin B-6 mg 0.045
Folate, DFE µg 3
Vitamin B-12 µg 0
Vitamin A, RAE µg 28
Vitamin A, IU IU 569
Vitamin E (alpha-tocopherol) mg 0.05
Vitamin D (D2 + D3) µg 0
Vitamin D IU 0
Vitamin K (phylloquinone) µg 0.1
(USDA Nutrient database, 2018)

Daging buah semangka mengandung air sebanyak 93.4%, protein

0.5%, karbohidrat 5.3%, lemak 0.1%, serat 0.2%, dan berbagai

macam vitamin (A, B, dan C). Selain itu juga mengandung


antioksidan seperti asam amino (citrulline dan arginine), asam

asetat, asam malat, asam folat, likopen, karoten, bromin, kalium,

silvit, lisin, fruktosa, dekstrosa, dan sukrosa. Citrulline dan arginine

berperan dalam pembentukan urea di hati dari amonia dan CO2

sehingga keluarnya urin meningkat dan kandungan kalium dapat

membantu kerja jantung serta menormalkan tekanan darah

(Bjarnadottir MS, 2015).

Kandungan asam amino dalam semangka mampu meningkatkan

fungsi arteri dan menurunkan tekanan darah pada aorta. Semangka

dapat menurunkan tekanan darah tinggi karena mengandung kalium,

vitamin C, karbohidrat, likopen yang berfungsi untuk meningkatkan

kerja jantung serta citrulline yang mampu mendorong aliran darah

ke seluruh bagian tubuh dan vitamin B6 yang dapat merangsang

hormon dalam otak untuk mengatasi kecemasan. Kandungan

kaliumnya cukup tinggi dan berperan sebagai diuretik alami yang

dapat membantu kerja jantung dan menurunkan tekanan darah.

Asam folat mengurangi cacat pada bayi baru lahir dan menurunkan

risiko penyakit jantung koroner (Arturo F, 2014). Semangka

memiliki khasiat untuk menurunkan tekanan darah karena

mengandung citirulline dan arginine, zat ini mampu merangsang

produksi senyawa kimia yang membantu pembuluh darah menjadi

lentur dan rileks. Citrulline akan bereaksi dengan enzim tubuh dan

diubah menjadi arginine, sejenis asam amino yang berkhasiat bagi


jantung dan sistem peredaran darah dan kekebalan tubuh yang

terbukti menurunkan tekanan darah penderita hipertensi dengan

obesitas. Penelitian ini menunjukkan bahwa semangka dapat

menurunkan tekanan darah penderita hipertensi dengan obesitas 10-

20 mmHg pada siastolik maupun diastolik (Arturo F, 2012). Salah

satu buah-buahan yang dapat menurunkan tekanan darah adalah

semangka, karena kandungan dalam obat antihipertensi tersebut ada

beberapa yang kita temui dalam semangka yaitu potassium, beta

karoten dan kalium. Semangka sangat kaya akan kandungan air

asam amino, L-arginine dapat menjaga tekanan darah yang sehat,

keuntungan buah semangka ini mudah didapatkan dipasar

tradisional maupun dipasar modren, harga buah semangka

terjangkau, tidak memiliki efek samping, selain itu mengkonsumsi

buah semangka dapat menghilangkan dahaga, menjaga kesehatan

tubuh dan menurunkan tekanan darah (Nisa, 2012 )

2.1.3 Tekanan darah

1. Pengertian

Tekanan darah memiliki dua jenis yaitu tekanan darah rendah dan

tekanan darah tinggi. Faktor peningkatan dan penurunan tekanan

darah dipengaruhi oleh adanya homeostasis didalam tubuh. Tekanan

darah diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam

arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena (Anggara, 2013).

2. Pengukuran Tekanan Darah


Prosedur pengukuran tekanan darah menggunakan

sphygmomanometer manual (Susilo, 2013) :

a. Responden duduk dengan rileks dan tenang sekitar 5 menit.

b. Pemeriksa menjelaskan manfaat dari rileks, agar nilai tekanan

darah saat pengukuran dihasilkan nilai yang stabil.

c. Pasangkan manset pada salah satu lengan dengan jarak sisi

manset paling bawah 2,5 cm dari siku dan rekatkan dengan baik.

d. Tangan responden diposisikan diatas meja telapak tangan

terbuka keatas dan sejajar dengan jantung.

e. Lengan yang terpasang manset harus bebas dari lapisan apapun.

f. Raba nadi pada lipatan lengan, pompa alat hingga denyut nadi

tidak teraba kemudian dipompa lagi sampai tekanan meningkat

30 mmHg.

g. Tempelkan stetoskop pada perabaan denyut nadi, lepaskan

pemompa perlahan-lahan dan dengarkan bunyi denyut nadi.

h. Catat tekanan darah sistolik yaitu nilai tekanan ketika denyut

nadi yang pertama terdengar dan tekanan darah diastolik ketika

bunyi denyut nadi tidak terdengar.

i. Pengukuran sebaiknya dilakukan 2x dengan selang waktu 2

menit.

j. Jika terdapat perbedaan hasil pengukuran sebesar 10 mmHg atau

lebih lakukan pengukuran ke-3.


k. Apabila responden tidak mampu duduk, pengukuran dapat

dilakukan dengan posisi baring dan catat kondisi tersebut di

lembar catatan.

2.1.4 Lansia

1. Pengertian

Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses menjadi

tua akan dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan masa hidup

manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang akan

mengalami kemunduran fisik, mental dan social secara bertahap

sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari (tahap

penurunan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada

makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami

penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan

dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang,

jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh

lainnya. Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih

rentan terkena berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan

dibandingkan dengan orang dewasa lain (Kholifah, 2016).

Lansia adalah tahap akhir dalam proses kehidupan yang terjadi

banyak penurunan dan perubahan fisik, psikologi, sosial yang saling

berhubungan satu sama lain, sehingga berpotensi menimbulkan

masalah kesehatan fisik maupun jiwa pada lansia (Cabrera, 2015).


Lansia mengalami penurunan biologis secara keseluruhan, dari

penurunan tulang, massa otot yang menyebabkan lansia mengalami

penurunan keseimbangan yang berisiko untuk terjadinya jatuh pada

lansia (Susilo, 2017).

2. Klasifikasi

Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut :

a. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54

tahun.

b. Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.

c. Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.

d. Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.

e. Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90

tahun.

3. Proses Penuaan

Proses penuaan adalah proses dimana umur seseorang bertambah

dan mengalami perubahan. Semakin bertambahnya umur maka

fungsi organ juga mengalami penurunan. Banyak factor yang dapat

mempengaruhi terjadinya penuaan yang dapat dibagi menjadi dua

bagian, yaitu faktor genetik yang melibatkan perbaikan DNA,

respon terhadap stres dan pertahanan terhadap antioksidan.

Selanjutnya faktor lingkungan meliputi pemasukan kalori, berbagai

macam penyakit dan stres dari luar, misalnya radiasi atau bahan-

bahan kimiawi. Kedua faktor tersebut akan mempengaruhi aktivitas


metabolism sel yang menyebabkan stres oksidasi sehingga

terjadinya kerusakan sel dan terjadinya proses penuaan (Sunaryo,

et.al, 2016).

Menua (Menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk melakukan fungsinya

dalam memenuhi kebutuhan hidup. Menua ditandai dengan kulit

yang mengendur, rambut yang memutih, penuruanan pendengaran,

penglihatan yang menjadi semakin buruk, sensitivitas emosi. Proses

menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara

alamiah (Priyoto, 2016:13).

Menurut Darmojo & Martono (Azizah, 2011:8) menyatakan bahwa

proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama

cepatnya dan sangat individual. Adakalanya seseorang yang masih

muda umurnya, namun terlihat sudah tua dan begitu juga

sebaliknya. Banyak faktor yang mempengaruhi penuaan seseorang

seperti genetik (keturunan), asupan gizi, kondisi mental, pola hidup,

lingkungan dan pekerjaan sehari-hari.

Berdasarkan teori-teori diatas maka definisi menua adalah adanya

perubahan pada seseorang dari organ tubuh hingga perubahan fisik

secara pelahan-lahan.

4. Proses lansia (Aging Proses)

Menurut Darmojo (Perdaningsih, 2011) menyatakan bahwa proses

menua dapat terjadi secara fisiologis (alamiah) dan patologis.


Perubahan fisiologis merupakan proses perubahan yang disesuaikan

dengan kronologis usia dalam keadaan sehat. Proses ini dipengaruhi

oleh faktor endogen tubuh, dimana perubahan dimulai dari cellular

aging melalui jaringan dan anatomical aging yang menuju proses

menuanya organ tubuh. Selain itu dipengaruhi juga oleh faktor

eksogen yang meliputi lingkungan dan sosial budaya. Perubahan

patologis adalah proses penuaan yang dipengaruhi oleh faktor

eksogen atau faktor resiko yang mempercepat terjadinya proses

degenerasi lansia seiring proses perubahan secara fisiologis.

5. Teori-teori lansia

Proses penuaan yang terjadi dalam hidup manusia telah dirumuskan

oleh para pakar kesehatan. Teori penuaan secara umum dapat

dibedakan menjadi dua yaitu teori penuaan secara biologi dan teori

penuaan psikologi:

a. Teori biologis

1) Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatic Theory)

Menurut Pudjiastuti (Muhith & Siyoto, 2016:21)

menyatakan bahwa menua telah terprogram secara genetik

untuk spesiesspesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat

dari perubahan biokimia yang deprogram oleh moleku-

molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan

mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi


dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan

fungsional sel).

2) Teori seluler

Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah

tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk

membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari

tubuh dan dibiakkan dilaboratorium, lalu diobservasi, jumlah

sel-sel yang akan membelah, jumlah sel yang akan

membelah akan terlihat sedikit. Hal ini akan memberikan

beberapa pengertian terhadap proses penuaan biologis dan

menunjukkan bahwa pembelahan sel lebih lanjut mungkin

terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, sesuai

dengan berkurangnya umur, hal ini dijelaskan oleh Waton

(Azizah, 2011:8).

3) Teori free radical

Teori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses menua

terjadi akibat kurang efektifnya kerja tubuh dan hal ini

dipengaruhi oleh adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh.

Radikal bebas disini adalah molekul yang memiliki tingkat

afnitas yang tinggi, merupakan molekul, fragmen molekul

atau atom dengan electron yang bebas tidak berpasangan.

Radikal bebas merupakan zat yang berbentuk dalam tubuh


manusia sebagai salah satu hasil kerja metabolisme tubuh

(Rusmawardi, 2014:33).

4) Teori mutasi somatik (Teori Error Catastrophe)

Menurut teori ini faktor yang menyebabkan mutasi somatic

adalah lingkungan. Sebagai contoh diketahui bahwa radiasi

dan zat kimia dapat memperpendek umur. Sebaliknya,

menghindarinya dapat memperpanjang umur. Menurut teori

ini, terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatic

akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan funsi

sel tersebut. Salah satu hipotesis yang berhubungan dengan

mutasi sel somatik adalah hoptesis Error Catastrope, hal ini

dijelaskan oleh Suhana & Constantinides (Sunaryo,

2016:43).

b. Teori psikologi

1) Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory)

Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara

keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang

dibangun masa mudanya tetap pelihara sampai tua. Teori ini

menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah

mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.

Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup

dari usia lanjut. Mempertahankan hubungan antara sistem

sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke


lanjut usia, hal ini dijelaskan oleh Nugroho (Azizah,

2011:11).

2) Kepribadin berlanjut (Continutiy Theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada

lanjut usia. Identitas pada lansia yang sudah mantap

memudahkan dalam memelihara hubungan dengan

masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat,

keluarga dan hubungan interpersonal. Pada teori ini

menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang

yang lanjut usia sangat dipengerahui oleh tipe personality

yang dimilikinya, hal ini dijelaskan oleh Kuntijoro (Muhith

& Siyoto, 2016:21).

3) Teori pembebasan (Disanggement Theory)

Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti dengan

masyarakat, hubungan dengan individu lainnya

(Rusmawardi, 2014:35). Menurut Nugroho (Azizah,

2011:11) Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya

usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan

diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari

pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi

social lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun

kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple

loss), yakni:
a) Kehilangan peran (loss of role)

b) Hambatan kontak social (restriction of contacts and

relationships)

c) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social

mores and values)

4) Perubahan fisiologi pada lansia

Menurut Hong (Perdaningsih, 2011) menyatakan bahwa

dengan makin meningkatnya usia, maka akan terjadi

perubahan-perubahan fisiologis pada semua organ dan

jaringan tubuh. Berbagai fungsi fisiologis akan mengalami

penurunan setelah usia 35 tahun. Sehingga pada usia lanjut

terjadi perubahan dan penurunan semua fungsi organ tubuh

yang tidak dapat dihindarkan, seperti sistem kardiovaskuler,

sistem respirasi, sistem saraf, sistem pencernaan, sistem

reproduksi dan endokrin, serta sistem muskuloskeletal.

Sesuai dengan topik penelitian ini maka perubahan fisiologis

menua yang akan dibahas adalah sistem yang berhubungan

dengan senam osteoporosis dan keseimbangan lansia.

2.1.5 Hipertensi

1. Pengertian

Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan

tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan

angka morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140


mmHg menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung

dan fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah yang kembali ke

jantung (Triyanto, 2014).

2. Klasifikasi

Klasifikasi Klasifikasihipertensi berdasarkan tekanan darah

sistolik dan tekanan darah diastolik dibagi menjadi empat klasifikasi,

klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3

Klasifikasi berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah

Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 mmHg < 80 mmHg

Prahipertensi 120 - 139 mmHg 80 – 89 mmHg

Stadium 1 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg

Stadium 2 160 mmHg 100 mmHg

Sumber : (Smeltzer, et al, 2012)

Hipertensi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tekanan

darah pada orang dewasa menurut Triyanto (2014), adapun

klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4
Klasifikasi berdasarkan tekanan darah pada orang dewasa Kategori

Kategori Tekanan darah Tekanan darah

sistolik (mmHg) diastolik (mmHg)


Normal < 130 mmHg < 85 mmHg

Normal Tinggi 130 - 139 mmHg 85 – 89 mmHg

Stadium 1 (ringan) 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg

Stadium 2 (sedang) 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg

Stadium 3 (berat) 180 – 209 mmHg 110 – 119 mmHg

Stadium 4 (maligna) 210 mmHg 120 mmHg


Sumber : (Triyanto, 2014)

3. Etiologi dan faktor resiko

Penyebab hipertensi sesuai dengan tipe masing-masing hipertensi,

yaitu :

a. Etiologi

1) Hipertensi esensial atau primer

Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat

diketahui, sementara penyebab sekunder dari hipertensi

esensial juga tidak ditemukan. Pada hipertensi esensial

tidak ditemukan penyakit renivaskuler, gagal ginjal

maupun penyakit lainnya, genetik serta ras menjadi bagian

dari penyebab timbulnya hipertensi esensial termasuk

stress, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan dan

gaya hidup (Triyanto, 2014)


2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti

kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid

(hipertiroid), hiperaldosteronisme, penyakit parenkimal

(Buss & Labus, 2013).

b. Faktor resiko

1) Faktor resiko yang bisa dirubah

a) Usia

Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang

berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan

bertambahnya usia maka semakin tinggi pula resiko

mendapatkan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat

seiring dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan

oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang

mempengaruhi pembuluh darah, hormon serta

jantung(Triyanto, 2014).

b) Lingkungan (stres)

Faktor lingkungan seperti stress juga memiliki pengaruh

terhadap hipertensi. Hubungan antara stress dengan

hipertensi melalui saraf simpatis, dengan adanya

peningkatan aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan

tekanan darah secara intermitten (Triyanto, 2014).

c) Obesitas
Faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah

kegemukan atau obesitas. Perenderita obesitas dengan

hipertensi memiliki daya pompa jantung dan sirkulasi

volume darah yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan penderita yang memiliki berat badan normal

(Triyanto, 2014).

d) Rokok

Kandungan rokok yaitu nikotin dapat menstimulus

pelepasan katekolamin. Katekolamin yang mengalami

peningkatan dapat menyebabkan peningkatan denyut

jantung, iritabilitas miokardial serta terjadi

vasokontriksi yang dapat meningkatkan tekanan darah

(Ardiansyah, 2012).

e) Kopi

Substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein.

Kafein sebagai anti-adenosine (adenosine berperan

untuk mengurangi kontraksi otot jantung dan relaksasi

pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah

turun dan memberikan efek rileks) menghambat

reseptor untuk berikatan dengan adenosine sehingga

menstimulus sistem saraf simpatis dan menyebabkan

pembuluh darah mengalami konstriksi disusul dengan

terjadinya peningkatan tekanan darah(Blush, 2014).


2) Faktor resiko yang tidak bisa dirubah

a) Genetik

Faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap

angka kejadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial

sekitar 70-80 % lebih banyak pada kembar monozigot

(satu telur) dari pada heterozigot (beda telur). Riwayat

keluarga yang menderita hipertensi juga menjadi

pemicu seseorang menderita hipertensi, oleh sebab itu

hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto, 2014).

b) Ras

Orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar

untuk menderita hipertensi primer ketika predisposisi

kadar renin plasma yang rendah mengurangi

kemampuan ginjal untuk mengekskresikan kadar

natrium yang berlebih (Kowalak, Weish, & Mayer,

2011).

4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat

vasomotor yang dihantarkan dalam bentuk impuls bergerak

menuju ganglia simpatis melalui saraf simpatis. Saraf simpatis

bergerak melanjutkan ke neuron preganglion untuk melepaskan

asetilkolin sehingga merangsang saraf pascaganglion bergerak ke


pembuluh darah untuk melepaskan norepineprin yang

mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Mekanisme hormonal

sama halnya dengan mekanisme saraf yang juga ikut bekerja

mengatur tekanan pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2008).

Mekanisme ini antara lain :

a. Mekanisme vasokonstriktor norepineprin-epineprin

Perangsangan susunan saraf simpatis selain menyebabkan

eksitasi pembuluh darah juga menyebabkan pelepasan

norepineprin dan epineprin oleh medulla adrenal ke dalam

darah. Hormon norepineprin dan epineprin yang berada di

dalam sirkulasi darah akan merangsang pembuluh darah untuk

vasokonstriksi. Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriktor (Saferi & Mariza, 2013).

b. Mekanisme vasokonstriktor renin-angiotensin

Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma

menjadi substrat renin untuk melepaskan angiotensin I,

kemudian dirubah menjadi angiotensin II yang merupakan

vasokonstriktor kuat. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi

selama hormon ini masih menetap didalam darah (Guyton,

2012).

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah

perifer memiliki pengaruh pada perubahan tekanan darah yang


terjadi pada lanjut usia (Smeltzer & Bare, 2008). Perubahan

struktural dan fungsional meliputi aterosklerosis, hilangnya

elastisitas jaringan ikat dan penurunan kemampuan relaksasi otot

polos pembuluh darah akan menurunkan kemampuan distensi dan

daya regang pembuluh darah, sehingga menurunkan kemampuan

aorta dan arteri besar dalam mengakomodasi volume darah yang

dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan

penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer(Saferi &

Mariza, 2013).

5. Manifestasi klinik

Manisfestasi klinikmenurut Ardiansyah (2012) muncul setelah

penderita mengalami hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya

antara lain :

a. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan

ayunan langkah tidak mantap.

b. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari

karena peningkatan tekanan intrakranial yang disertai mual dan

muntah.

c. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang

diderita.

d. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan

perfusi darah akibat vasokonstriksi pembuluh darah.


e. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak

hipertensi.

f. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari

peningkatan aliran darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh

glomerulus.

Hipertensi sering ditemukan tanpa gejala (asimptomatik), namun

tanda-tanda klinis seperti tekanan darah yang menunjukkan

kenaikan pada dua kali pengukuran tekanan darah secara

berturutan dan bruits (bising pembuluh darah yang terdengar di

daerah aorta abdominalis atau arteri karotis, arteri renalis dan

femoralis disebabkan oleh stenosis atau aneurisma) dapat terjadi.

Jika terjadi hipertensi sekunder, tanda maupun gejalanya dapat

berhubungan dengan keadaan yang menyebabkannya. Salah satu

contoh penyebab adalah sindrom cushing yang menyebabkan

obesitas batang tubuh dan striae berwarna kebiruan, sedangkan

pasien feokromositoma mengalami sakit kepala, mual, muntah,

palpitasi, pucat dan perspirasi yang sangat banyak(Kowalak,

Weish, & Mayer, 2011).

6. Komplikasi

Hipertensi dapat mengakibatkan timbulnya beberapa penyakit

lanjutan jika tidak ditangani seperti (Ardiansyah, 2012):

a. Gagal ginjal
Gagal ginjal terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan

tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan

rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit

fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut

menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran

glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan

osmotik koloid plasma berkurang dan timbul edema.

b. Infark miokard

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang

mengalami aterosklerotik tidak dapat menyuplai oksigen ke

miokardium. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi

ventrikel makan kebutuhan oksigen oksigen miokardium tidak

dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang

menyebabkan infark.

c. Stroke

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak

atau adanya embolus yang terlepas dari pembuluh non otak

yang terpajan tekanan tinggi. Arteri-arteri otak yang

mengalami ateroskelorosisi dapat menjadi lemah sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

d. Ensefalopati Tekanan yang sangat tinggi akibat kelainan

menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong

cairan ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf


pusat. Akibatnya neuron-neuron menjadi kolaps dan koma

hingga kematian.

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi

Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi

sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi.

Penatalaksanaan nonfarmakologis pada penderita hipertensi

bertujuan untuk menurunkan tekanan darah tinggi dengan cara

memodifikasi faktor resiko. Terapi non farmakologis hipertensi

menurut Ardiansyah (2012) dan Triyanto (2014) :

1) Menurunkan berat badan sampai batas ideal

2) Mengubah pola makan

3) Mengurangi pemakaian garam

4) Berhenti merokok dan minum alkohol

5) Terapi musik

6) Terapi relaksasi progresif

7) Senam aerobik dan yoga

Terapi nonfarmakologi lainnya untuk menurunkan

tekanan darah menurut Ika Wahyu Widyastuti adalah

terapi murottal dan menurut Dwi Agung Santoso

adalah terapi rendam kaki air hangat juga dapat

menurunkan tekanan darah.

b. Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013)

merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :

1) Diuretik (Hidroklorotiazid)

Diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih

dalam tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih

ringan.

2) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)

Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk

menghambat aktifitas saraf simpatis.

3) Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)

Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan

daya pompa jantung, dengan kontraindikasi pada penderita

yang mengalami gangguan pernafasan seperti asma

bronkial.

4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah

dengan relaksasi otot polos pembuluh darah.

5) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor

(Captopril)

Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat

angiotensin II dengan efek samping penderita hipertensi

akan mengalami batuk kering, pusing, sakit kepala dan

lemas.
6) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)

Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan

jenis penghambat reseptor angiotensin II diberikan karena

akan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada

reseptor.

7) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.

2.2 Kerangka Konseptual

Variabel Independen

Konsumsi Pisang
ambon
Variabel Dependen

Penurunan Hipertensi
pada lansia
Konsumsi Semangka

Keterangan :

: Efektivitas

Anda mungkin juga menyukai