Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan

sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial.,

dan ekonomis.

Makanan adalah semua bahan dalam bentuk olahan yang

dimakan manusia kecuali air dan obat-obatan.

Bahan tambahan makanan secara umum adalah bahan yang

biasanya tidak digunakan sebagai makanan yang biasanya bukan

merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak

mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam

makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan

penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan

(Cahyadi 2009) .

Salah satu contoh penggunaan bahan tambahan makanan

adalah pewarna makanan. Pewarna makanan banyak di gunakan

untuk berbagai jenis makanan terutama berbagai produk jajanan pasar

serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri besar. Mutu

sumber daya manusia dan teknologi saat ini menjadikan za warna kian

berkembang dengan pesat. Keterbatasan zat warna alami membuat

industri tekstil menggunakan zat warna buatan (sintetik) sebagai

pewarna bahan tekstil, karena zat warna sintetik lebih banyak memiliki
warna, tahan luntur dan mudah cara pemakaiannya ketimbang zat

warna alamai yang kian sulit diperoleh.

Sambal botol adalah produk makanan berbentuk pasta yang

dibuat dari bahan baku buah atau sayuran dan mempunyai aroma

serta rasa yang merangsang.sambal botol yang umunya diperjual

belikan di Indonesia adalah samba botol tomat dan sambal botol

pepaya, tetapi biasanya pepaya hanya digunakan sebagai bahan

campuran Untuk meningkatkan daya tarik terhadap produk sambal

biasanya ditambahkan zat pewarna makanan (Ifu, A.L., Tamrin, dan

Sadi Mantara, M.S.2016).

Zat pewarna makanan digunakan untuk mengubah warna asli

suatu makanan atau minuman, juga obat-obatan. Selain itu, karena

keamanannya, zat pewarna ini juga digunakan pada berbagai jenis

aplikasi non makanan, seperti kerajinan rumah tangga atau mainan

edukatif (Cahyadi 2009).

Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa

digunakan pada industri tekstil dan kertas . Zat ini ditetapkan sebagai

zat yang dilarang penggunaannya pada makanan melalui Menteri

Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85. Namun

penggunaan Rhodamine dalam makanan masih terdapat di lapangan.

Contohnya, BPOM di Makassar berhasil menemukan zat Rhodamine-

B pada kerupuk, sambal botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada

sejumlah sampel makanan dan minuman. Pada awalnya zat ini


digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk

berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat

berfluorensi dalam sinar matahari (Butabur S.2007).

Rhodamin dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan ,

iritasi kulit, iritasi pada mata, mempunyai efek racun, berisiko merusak

organ tubuh dan berpotensi memicu kanker. Akan tetapi sampai

sekarang masih banyak produsen menggunakan rhodamin B dalam

produk makanan dan minuman yang dihasilkan (Butabur S.2007)

Sambal dimanfaatkan sebagai bumbu masak atau bahan

campuran pada berbagai industri pengolahan makanan. Pedagang

yang memperjual belikan bumbu masak yang sudah diolah, dan

sebagian masyarakat atau ibu rumah tangga lebih memilih untuk

membeli bumbu yang sudah diolah. Salah satunya adalah sambal

botol. Tetapi banyak pedagang nakal yang mencari keuntungan

dengan menambahkan bahan tambahan makanan yang tidak

semestinya di gunakan untuk makanan, salah satunya adalah

menggunakan pewarna yang bukan pewarna untuk makanan,

misalnya zat pewarna Rhodamin B (Anonim 2017).

Berdasarkan uraian di atas penulis berkeinginan untuk

memeriksa apakah terdapat rhodamin B pada sambal botol yang dijual

di beberapa pasar tradisional kota makassar .


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “apakah terdapat rodamin B pada sambal

botol yang di jual di beberapa pasar tradisional Kota Makassar?”

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui ada tidaknya rodamin B pada sambal botol

yang di jual di beberapa pasar tradisional Kota Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian di harapkan dapat bermanfaat dan memberikan

informasi kepada:

1. Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh.

2. Akademik

Sebagai acuan yang bersifat ilmiah dalam memberikan

informasi tentang pentingnya menjaga kesehatan akibat makanan

yang telah tercampur dengan bahan tambahan makanan.

3. Masyarakat

Sebagai informasi untuk menjadi acuan bagi masyarakat dalam

memilih makanan yang berkualitas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Sambal

a.Defenisi sambal

Sambal botol adalah produk makanan berbentuk pasta yang dibuat

dari bahan baku buah atau sayuran dan mempunyai aroma serta rasa

yang merangsang. Sambal botol yang umunya diperjual belikan di

Indonesia adalah samba botol tomat dan sambal botol pepeya, tetapi

biasanya papaya hanya digunakan sebagai bahan campuran (Ifu, A.L.,

Tamrin, dan Sadi Mantara, M.S.2016.).

Sambal sering dianggap sebagai bahan makanan pendamping

yang mampu melengkapi cita rasa makanan utama di Indonesia. Itulah

sebabnya masyarakat belum merasa puas apabila tidak terdapat

sambal dalam sajian makanan sehari-hari. Tingginya permintaan

sambal membuat banyak rumah makan berlomba-lomba dalam

menciptakan inovasi terbaru mengenai cita rasa sambal. Mulai dari

sambal berdasarkan campuran bahan yang beraneka ragam hingga

sambal berdasarkan tingkat kepedasan.

b. Fungsi sambal

1. Meningkatkan rasa.

2. Menambah selera makan.

3. Mempercantik penampilan hidangan


    c.  Bahan-bahan yang paling sering digunakan untuk membuat sambal

1. Adyuma atau habanero adalah sejenis paprika kecil yang

rasanya sangat pedas. Biasanya berwarna kuning.

2. Cabai cayenne berwarna merah dan sangatlah pedas. Banyak

paprika yang rupanya mirip.

3.  Cabai madame jeanette yang warnanya kuning atau hijau muda

dengan rasa yang sangat pedas dan aromatis.

4. Cabai rawit yang kecil dan berwarna merah atau hijau.

5. Cabai lombok bentuknya panjang dan warnanya merah atau

hijau rasanya tidak sepedas cabai rawit (Anonim 2015)

       d. Bahan - bahan tambahan untuk sambal

a. Dari hewan : Petis udang, petis ikan, bakasang (dibuat dari isi

perut ikan)

b. Dari tumbuh tumbuhan : tomat, terong dll.

c. Bahan bahan lain yang berasal dari tumbuh tumbuhan : tempe,

oncom, blondo.

d.  Bumbu bumbu lain : bawang merah, kemiri, dsb (Anonim 2015)

      e. Cara pembuatan sambal

 1. Sambal masak                         

a. Sebelum dihaluskan bahan-bahan dikukus, disangrai

dahulu misalnya : sambal terasi dan sambal kacang.

b. Sesudah dihaluskan ditumis.

2. Sambal mentah                        


a. Dipotong-potong misalnya dabu-dabu (Manado)

b. Bahan dasar dihaluskan, bahan tambahan di potong-potong,

misalnya tomat gandaria (Betawi).

B. Tinjauan Umum Bahan Tambahan pangan

a. Defenisi bahan tambahan pangan

Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran

bahan yang secara alam bukan merupakan bagian dari bahan baku

pangan, tetai ditambahkan kedalam pangan untuk mempengruhi sifat

atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap

rasa, anti gumpal, pemucat dn pengental (Cahyadi 2009)

Bahan tambahan pangan atau aditif makanan juga diartikan

sebagai bahan yang diambahkan dan dicampurkan sewaktu

pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Pada umumnya

bahan tabahan pangan dapat dibagi menjadi du bagian besar, yaitu

aditif sengaja dan aditif tidak sengaja. Aditif sengaja adalah aditif yang

diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu,

misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa,

mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan

rupa, dan lainnya. Sedankn aditif yang tidak di sengaja adalah adtif

yang terdapat dalam makanan dalam jumlah yang sangat kecil sebagai

akibat drip roses pengolahan. Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat

berasal dari sumber alamiah (misalnya lesitin), dan dapat juga

disintesis dari bahan kimia yang mempunyai serupa bear degan bahan
alamiah yang sejenis, baik dar susunan kimia maupun sifat

metabolismenya (missal asam askorbat).

Pangan merupakan komoditi utama dalam memenuhi

kebutuhan hidup. Dewasa ini, jenis pangan yang dijual di pasaran

sangat beraneka ragam dan tidak jarang mengandung bahan

tambahan makanan.Salah satu bahan tambahan pangan itu adalah zat

pewarna. Tujuan penggunaan zat pewarna pada pangan antara lain

untuk membuat pangan menjadi lebih menarik, menyeragamkan warna

pangan, serta mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang

atau berubah selama pengolahan (Hanny danNoryawati 2008)

Zat pewarna yang digunakan dalam produksi pangan dapat

berupa zat pewarna alami maupun sintetis/buatan. Zat pewarna alami

dapat diperoleh dari pigmen tanaman, misalnya warna hijau yang

didapat dari klorofil dedaunan hijau dan warna oranye-merah yang

berasal dari karotenoid wortel. Sedangkan zat pewarna sintetis

merupakan zat pewarna yang sengaja dibuat melalui pengolahan

industri.Zat pewarna sintetis biasanya digunakan karena komposisinya

lebih stabil, seperti Sunset yellow FCF yang memberi warna oranye,

Carmoisine untuk warna merah, serta Tartrazine untukwarna kuning.

Pada produk pangan yang perlu dihindari adalah penggunaan zat

pewarna yang berlebihan, tidak tepat, dan penggunaan zat pewarna

berbahaya yang tidak diperuntukkan untuk pangan karena dapat

memberikan dampak negatif terhadap kesehatan.


Penggunaan zat pewarna baik alami maupun buatan sebagai

bahan tambahan makanan telah diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 722/MenKes/Per/VI/88 mengenai Bahan

Tambahan Makanan. Sedangkan zat warna yang dilarang digunakan

dalam pangan tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI

Nomor 239/MenKes/Per/V/85 mengenai Zat Warna Tertentu yang

Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya(1,2).Dalam peraturan-peraturan

tersebut, pemerintah mengatur bahan tambahan makanan apa saja

yang diperbolehkan dan batas maksimum penggunaannya.

Salah satu pewarna sintetis yang dilarangdigunakan sebagai

bahan tambahan panganadalah Rhodamin B. Rhodamin B merupakan

pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu

kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah

terang berpendar /berfluorosensi. Rhodamin B merupakan zat warna

golongan xanthenes dyes yang digunakan pada industri tekstil dan

kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut,

dan sabun. Nama lain rhodamin B adalah D and C Red No 19. Food

Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink.

Penggunaan Rhodamin B dalam pangan tentunya berbahaya

bagi kesehatan. Adanya produsen pangan yang masih menggunakan

rhodaminB pada produknya mungkin dapat disebabkan oleh

pengetahuan yang tidak memadai mengenai bahaya penggunaan

bahan kimia tersebut pada kesehatan dan juga karena tingkat


kesadaran masyarakat yang masih rendah. Selain itu, rhodamin B

sering digunakan sebagai pewarna makanan karena harganya relatif

lebih murah daripada pewarna sintetis untuk pangan, warna yang

dihasilkan lebih menarik dan tingkat stabilitas warnanya lebih baik

daripada pewarna alami.Rhodamin B sering disalah gunakan pada

pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah giling, agar-agar,

aromanis/kembang gula, manisan, sosis, sirup, minuman, dan lain-lain.

Ciri-ciri panganyang mengandung rhodaminB antara lain warnanya

cerah mengkilap dan lebih mencolok, terkadang warna terlihat tidak

homogen (rata),ada gumpalan warna pada produk, dan bila

dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit. Biasanya produk pangan yang

mengandung rhodamin B tidak mencantumkan kode, label, merek,

atau identitas lengkap lainnya.

Dalam peraturan menteri kesehatan RI No.

722/Menkes/Per/ICX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang

biasanya tidak digunakan sebagai paanagan dan biasanya bukan

merupakan ingreden khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai

nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam pangan atau

maksud teknologi ada pembuatan, pengolalahan, pengepakan,

pengeasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk

menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan

tersebut.
Dalam kehdupan sehari-hari TP sudah digunakan secara umum

oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan pangan jajanan.masih

banyak prodsen pangan yang menggunakan bahan taambahan

beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak bolh

digunakan dalam pangan.

b. Penggolongan BTP

Penggolongan BTP yang diizinkan diunakan pada pangan

menurut eratran eMentr Ksehatan RI/No.722/Menkes/Per/IX/88 adalah

seagai berikut:

1. Pewarna, yaiu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna

pada pangan

2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis

pada pangan,yang idak atau hapir tidak mempunyai nilaai gizi

3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat

fermentasi,pengasaman atau peruaian lain pada pangan ang

disebakan olh pertumbuhan mikroba

4. Antoksida, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses

oksidas lemak seingga mencegah terjadnya ketengikan

5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya

(menggumpalnya) pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau

bubuk.

6. Penyedap rasa dan aroma, menguatkan rasa, yaitu BTP yang dapat

memberikan,menambah atau mempertegas rasa aroma


7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar) yaitu BTP

yang dapat mengaasamkan, menetralkan dan mempertahankan

derajat keasaman pangan

8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat memercrpat

proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat

memperbaiki mutu pemanggangan

9. Pengemulsi, pemantap dan pengental yaitu BTP yang dapat

membantu terbentuknya dan memantapkan system dipersi yang

homogeny pada pangan

10. Pengeras, yaitu BTP ynang dapat memperkeras atau mencegah

melunaknya pangan

11. Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam

pangan, sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstur

Selain BTP yang tercantum dalam peraturan Menteri tersebut,

masih ada beberapa BTP yang lainnya yang biasa digunakan dalam

pangan, misalnya:

1. Enzim , yaitu BTP yang bersal dari hewan, tanaman atau mikroba,yang

dapat menguraikan secara enzimatis, misalnya membuat pangan

mnjadi lebh empuk, lebih larut dan lain-lain.

2. Penamahan gizi yaiu bahan tambahan berupa asam amino, mineral

atau vitamin,baik tunggal maupun campuran, yang dapat

meningkatkan nilai gizi pangan.


3. Humektan, yaiu BTP yang dapat menyerap lembab (uap air) sehingga

mempertahankan kadar air pangan.

c. Sifat Kegunaan dan Keamanan BTP

Penambahan bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk bebeapa

tujuan yaitu:

1. Memberi kesan menarik bagi knsumen

2. Menyeragamkan warna pangan

3. Menstabilkan warna

4. Menuupi perubahan warna

5. Mengatai perubahan warna selama penyimpanan

Penggunaan warna pangan yang aman telah diatur melalui

perauran Mentri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, yag

mengatur mengenai pewarna yangdilarang digunakan dalam pangan,

pewarna yang diizinkan serta batas penggunaanya, termauk

penggunaan bahan pewarna alami. Akan tetapi mash banyak

produsen pangan, terutama pengusaha kecil yang menggunakan

bahan-bahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bag kesehatan,

misalnya pewarna untuk tekstil atau cat. Hal ini disebabkan pewarna

teksti atau cat umumnya mempunyai warna lebh cerah, lebih stabil

selama penyimpanan serta harganya lebih murah dan produsen

pangan belum mengetahui dan menyadari bahaya dari pewarna-

pewarna tersebut.
Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering di

temukan pada pangan, terutama pangan jajanan, adalah metanil

yellow (kuning metanil) yang berwarna kuning, dan Rhodamin B yang

berwarna merah. Bahan ewrna kuning dan merah trsebut sering

digunakan dalam berbagai macam pangan seperti sirup, kue-kue,

agar, tahu, pisang, tahu goreng dan lain-lain. Kedua pewarna ini telah

dibuktikan menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat

langsung setelah mengkomsumsi. Oleh karena ini dilarang digunakan

dalam pangan walaupun jumlahnya sedikit. (Wijaya H. 2009)

C. Tinjauan Umum Pewarna Bahan makanan

a. Defenisi pewarna makanan

Zat pewarna makanan digunakan untuk mengubah warna asli

suatu makanan atau minuman, juga obat-obatan. Selain itu, karena

keamanannya, zat pewarna ini juga digunakan pada berbagai jenis

aplikasi non makanan, seperti kerajinan rumah tangga atau mainan

edukatif.( Winarto. 1994)

Warna-warna tertentu dikaitkan dengan persepsi seseorang

tentang cita rasa. Biasanya makanan atau minuman yang beraroma

strawberry misalnya, maka pembuatnya akan memberikan zat warna

merah. Begitu pun untuk cita rasa lainnya, seperti hijau untuk rasa apel

atau melon, kuning untuk rasa nanas atau jeruk, dan coklat untuk

karamel.
Zat pewarna juga digunakan untuk mengurangi variasi warna

yang terjadi pada komoditas tertentu yang secara alami mengalami

perubahan warna akibat musim, pengolahan, dan penyimpanan.

Contoh komoditas ini antara lain jeruk florida dan ikan salmon.

Secara umum, tujuan ditambahkannya zat pewarna pada suatu

makanan/minuman adalah untuk memenuhi maksud-maksud berikut

ini:

a. Memberi identitas pada makanan/minuman

b. Melindungi rasa dan vitamin tertentu dari kerusakan akibat cahaya

c. Melindungi komoditas dari pudarnya warna akibat cahaya, atau suhu

yang ekstrem.

d. Menutupi variasi warna alami

e. Memperkuat warna alami komoditas

Warna merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai

indikator kesegaran atau kematangan suatu produk. Warna

merupakan daya tarik terbesar untuk menikmati aroma makanan.

Warna dalam makanan dapat meningkatkan penerimaan konsumen

tentang sebuah produk. Namun, penggunaan pewarna sintetis harus

dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku karena dapat

merugikan kesehatan.

Zat warna alami lebih aman untuk digunakan. Oleh karena itu

penggunaannya sangat dianjurkan. Zat warna sintetis/buatan memiliki

efek yang relatif merugikan, khususnya pada anak-anak. Hal ini dapat
dibuktikan dengan penelitian di Amerika Serikat yang menunjukkan

bahwa terdapat peningkatan nilai akademis siswa dan penurunan

masalah disipliner setelah bahan pangan sintetis, termasuk pewarna

sintetis, dihilangkan dari makanan mereka. (Fitri Syarifah, 2002)

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat

tergantung pada beberapa factor, seperti cita rasa, tekstur, dan nilai

gizinya, juga sifat mukrobiologis. Tetapi, sebelum factor-faktor lain

dipertimbangkan, secara visual factor warna tampil lebih dahulu dan

kadang-kadang sangat menentukan. Selain sebagai factor yang ikut

menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indicator

kesegaran atau kemetangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau

cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam

dan merata. Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan,

misalnya daun pandan atau daun suji untuk warna hijau dan kunyit

untuk warna kuning. Kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan

dan teknologi telah ditemukan zat warna sintetis, karena

penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah. Ada beberapa

hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwarna, antara

lain dengan penambahan zat pewarna. Secara garis besar,

berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk

dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewrna alami dan

pewarna sintetis.
b. Penggolongan Zat Warna

a. Pewarna alami

Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan

hewan dapat digunakan sebagaipewarna untuk makanan. Beberapa

pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin,

dan kobalamin),merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi

rasa (caramel) kebahan olahannya. Konsumen dewasa ini banyak

menginginkan bahan alami yang masuk dalam daftar diet mereka.

Banyak pewarna olahan yang tadinya menggunakan pewarna sintetik

berpindah ke pewarna alami. Sebagai contohnya serbuk beet

menggantikanpewarna merah sintetik FD & C NO. 2. Namun

penggantian dengan pewarna alami secara keseluruhan masih harus

menungu para ahli untuk dapat menghilangkan kendala, seperti

bagaimana menghilangkan rasa beet-nya, mencegah penggumpalan

dalam penyimpanan, dan menjaga kestabilan dalam penyimpanan.

Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan,

diantaranya adalah klorofil, moglobin, dan hemoglobin,anthosianin,

flavonoid, tannin, betalain, quinon dan xanthon, serta karotenoid

(Cahyadi 2009).

b. Pewarna Sintetis

Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui

berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai


pewarna panagan. Zat pewarna yang diizinkan penggunannya dalam

pangan disebut sebagai permitted color atau certified color.

Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan

prosedur pengunaannya, yang disebut proses sertifikasi. Proses

sertifiksi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis

media terhadap zat warna tersebut.

Proses pembuatan zat warna sintesis biasanya melalui

perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali

terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun.

Pada pembuatan zat pewarna organik sebelummencapai produk akhir,

harus melalui sutu senyawa antara dulu yang kadang-kadang

berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk

senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang

dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih

dari 0,0004 persen dan timbale tidak boleh lebih dari 0,0001,

sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada.

Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna

yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri

Kesehatan RI No 722 /Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan

pangan.

Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat

pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk

tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas
sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat

pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut

antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat

pewarna untuk pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk

industri jauh lebih murah dibandingkan dengan hrga zat pewarna untuk

pangan. Hal ini disebabkan bea masuk zat pewarna untuk bahan

pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna bahan non pangan. Lagi

pula, warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik.

Pewarnaan identik alami adalah pewarna yang dihasilkan

dengan cara sintetis kimia, jadi bukan dengan cara ekstraksi atau

isolasi, akan tetapi mempunyai komposisi yang identik dengan

pewarna alami. Jenis lain yang sudah banyak diproduksi, antara lain

beta kroten, cantoxantin, apo karotenal.

1. Dyes

adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air,

sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk

mewarnai bahan. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah

propelinglikol, gliserin, atau alcohol, sedangkan dalam semua jenis

pelarut organic, dyes tidak dapat larut. Dyes terdapat dalam bentuk

bubuk, granula, ciran, cmpuran warna pasta dan disperse.(Cahyadi

2006)

Zat warna ini stabil untuk berbagai macam penggunaan dalam

pangan. Dalam bentuk kering, tidak memperlihatkan adanya


kerusakan. Tetapi, warna ini dapat menjadi tdak stabil bila dalam

pangan tersebut terkandung bahan-bahan pereduksi atau pangan

tersebut berprotein dan diproses dalam retort pada suhu tinggi, juga

jika zat warna tersebut kontak dengan logam (seng, timah, aluminium,

atau tembaga). Dalam minuman yang mengandung asam askorbat

(bahan pereduksi) dalam batas tertentu, perubahan warnanya menjadi

pucat dapat dicegah dengan menambahkan ethylen diamintetra acid.

Pada umumnya, penggunaan dyes dilakukan untuk mewarnai

roti dan kue, produk-produk susu, kulit sosis, kembang gula, drymixes,

minuman ringan, minuman berkarbonat, dan lain-lain. Setiap

penggunaan memerlukan dyes dalam bentuk tertentu, misalnya bentuk

bubuk atau granula untuk mewarnai minuman ringan pasta atau

dispersi untuk roti kue, kembang gula, dan cairan untuk produk-produk

susu.

Konsentrasi pemakaian tidak dibatasi secara khusus, tetapi di

amerika serikat disarankan agar digunakan dengan memperhatiakan

Good Manufacturring Practices (GMP), yang ada prinsipnya dapat

digunakan dalam jumlah yang tidak melebihi keperluan untuk

memperoleh efek yang diinginkan, jadi rata-rata kurang dari 300 ppm.

Tetapi dalam praktiknya ternyata digunakan konsentrasi antara 5-600

ppm. Umumnya dalam industri pengolahan pangan menimbulkan

warna yang tidak wajar pada produk. Selain itu, juga akan

mempengaruhi harga produk akhir.


2. Lakes

Zat pewarna ini dibuat melalui proses pengendapan dan

absorpsi dyes pada radikal (Al atau Ca) yang dilapisi dengan

aluminium hidrat (alumina). Lapisan alumina ini tidak larut dalam air,

sehingga lakes ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Pada pH 3,5-

9,5 stabil, dan diluar selang tersebut lapisan alumina pecah sehingga

dyes yang dikandungnya terlepas.

Kandungan dyes dalam lakes disebut pure dyes contents (pdc).

Lakes umumnya mengandung 10-40% dyes murni. Sesuai dengan

sifatnya yang tidak larut dalam air, maka zat pewarna ini digunakan

untuk produk-produk yang tidak boleh terkena air, sehingga seringkali

lakes lebih baik digunakan untuk produk-produk yang mengandung

lemak dan minyak dan produk yang padat airnya rendah sehingga

tidak cukup untuk melarutkan dyes, misalnya tablet, tablet yang diberi

pelapisan (coating), icing, pelapisan pondan, pelapis berminyak,

campuran adonan kue dan donat, permen, permen karet, dan lain-lain.

Pemakaian lakes dapat dilakukan dengan cara mendispersikan zat

warna tersebut dengan serbuk pangan sehingga pewarnaan akan

terjadi, seperti halnya mencampurkan pigmen kedalam cat.

Dibandingkan dengan dyes, maka lakes pada umumnya bersifat

lebih stabil terhadap cahaya, kimia, dan panas sehingga harga lakes

umumnya lebih mahal daripada harga dyes.


Pada tahun 1959 pemakaian lakes mulai diizinkan oleh US-

FDA, dan penggunaanya meluas dengan cepat. Akan tetapi, sampai

saat ini FDA belum menetapkan peraturan mengenai pemakaian lakes

untuk pangan, sehingga semua pewarna lakes masih termasuk dalam

daftar professional, yaitu yang belum disetujui untuk dimasukkan

kedalam daftar permanen pewarna untuk pangan, terkecuali FD dan C

Red No. 40 lakes (Cahyadi 2009)

D. Tinjauan Umum Rhodamin B

1. Definisi Umum

Rhodamin B adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal,

berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam

larutan berwarna merah terang berfluorensi. Rhodamin B semula

digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang

untuk berbagai keperluan seperti sebagai pewarna kertas dan

tekstil. Rhodamin B seringkali disalahgunakan untuk pewarna

pangan dan pewarna kosmetik, misalnya sirup, lipstik, pemerah

pipi, dan lain-lain. Pewarna ini terbuat dari dietillaminophenol dan

phatalic anchidria dimana kedua bahan baku ini sangat toksik bagi

manusia. Biasanya pewarna ini digunakan untuk pewarna kertas,

wol, dan sutra (Djarismawati, 2004).

Rumus molekul dari rhodamin B adalah C 28H31N2O3Cl dengan

berat molekul sebesar 479.000. Sangat larut dalam air yang akan

menghasilkan warna merah kebiru- biruan dan berfluorensi kuat.


Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl,

dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut

digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg,

dan Th, dan titik leburnya pada suhu 165 0C (Devianti, 2009).

2. Karakteristik Rhodamin B

Zat pewarna berupa kristal-kristal hijau atau serbuk ungu

kemerahan, sangat larut dalam air dengan warna merah kebiruan

dan sangat berfluorensi. Rhodamin B dapat menghasilkan warna

yang menarik dengan hasil warna yang dalam dan sangat

berpendar jika dilarutkan dalam air dan etanol (Rohman, 2007).

3. Penggunaan Rhodamin B

Rhodamin B digunakan sebagai reagen untuk antimony,

bismuth, tantalum, thallium, dantungsten. Rhodamin B merupakan

zat pewarna tekstil, sering digunakan untuk pewarna kapas wol,

kertas, sutera, jerami, kulit, bambu, dan dari bahan warna dasar

yang mempunyai warna terang sehingga banyak digunakan untuk

bahan kertas karbon, bolpoin, minyak/oli, cat dan tinta gambar.

(Djarismawati,2004)

4. Makanan Mengandung Rhodamin B

Ciri-ciri makanan yang mengandung rhodamin B (Devianti, 2009):

a. Warna kelihatan cerah (kemerahan atau merah terang),

sehingga tampak menarik

b. Ada sedikit rasa pahit


c. Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya.

d. Baunya tidak alami sesuai makanannya

5. Dampak Rhodamin B Terhadap Kesehatan

Dalam analisis dengan metode destruksi dan metode

spektrofometri, didapat informasi bahwa sifat racun yang terdapat

dalam rhodamin B tidak hanya saja disebabkan oleh senyawa

organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik yang terdapat

dalam rhodamin B itu sendiri. Bahkan jika rhodamin B

terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti timbal dan

arsen (Subandi, 1999). Dengan terkontaminasinya rhodamin B

dengan kedua unsur tersebut, menjadikan pewarna ini berbahaya

jika digunakan dalam makanan.

Beberapa sifat berbahaya dari rhodamin B seperti menyebabkan

iritasi bila terkena mata, menyebabkan kulit iritasi dan kemerahan

bila terkena kulit hampir mirip dengan sifat dari klorin yang

berikatan dalam struktur rhodamin B. Penyebab lain senyawa ini

begitu berbahaya jika dikonsumsi adalah senyawa tersebut adalah

senyawa yang radikal. Senyawa radikal adalah senyawa yang tidak

stabil. Dalam struktur rhodamin kita ketahui mengandung klorin

(senyawa halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau

memiliki reaktivitas yang tinggi maka dengan demikian senyawa

tersebut karena merupakan senyawa yang radikal akan berusaha

mencapai kestabilan dalam tubuh dengan berikatan dengan


senyawa-senyawa dalam tubuh kita sehingga pada akhirnya akan

memicu kanker pada manusia (Devianti, 2009).

Ada 2 dampak yang ditimbulkan oleh pemakaian rhodamin B

yaitu dampak akut dan dampak kronis, sebagai berikut :

a. Dampak akut

Bila terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu

singkat akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B yaitu :

1) Jika tertelan melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada

saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan

air kencing yang berwarna merah ataupun merah muda.

2) Jika terhirup dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernapasan

dengan gejala seperti batuk, sakit tenggorokan, sulit bernapas, dan

sakit dada.

3) Jika mengenai kulit maka kulit pun akan mengalami iritasi.

4) Jika terkena mata juga akan mengalami iritasi yang ditandai

dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada

mata.

b. Dampak kronis

Bahaya utama terhadap kesehatan pemakaian dalam

waktu lama (kronis) dapat menyebabkan radang kulit dan alergi.

Penggunaan rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama

akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker.


Rhodamin B merupakan salah satu zat warna yang dilarang

penggunaannya pada obat dan makanan karena dianggap

berbahaya dan telah diatur dalam SK Menkes RI No.

239/Men.Kes/Per/V/85. (Zainuddin D. 2012).

6. Analisis Rhodamin B

a. Analisis bahan pewarna

Telah diketahui bahwa berbagai jenis pangan dan minuman yang

beredar di Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak

disengaja telah diwarnai dengan pewarna tekstil atau bukan food

grade, yang tidak diizinkan digunakan dalam pangan. Pewarna-

pewarna tersebut memang lebih banyak digunakan untuk

tekstil,kertas,atau kulit.(Djarismawati.2004)

Seperti telah diketahui,berdasarkan beberapa penelitian

telah dibuktikan bahwa beberapa zat pewarna tekstil yang tidak

diizinkan tersebut bersifat racun bagi manusia sehingga dapat

membahayakan kesehatan konsumen,senyawa tersebut

mempunyai peluang dapat menyebabkan kanker pada hewan-

hewan percobaan. (Zainuddin D. 2012).

Laboratorium penelitian yang sudah maju,anlisis pewarna

pangan sudah rutin dilakukan dengan berbagai metode,teknik,

dan cara. Sebagian besar dari cara analisis tersebut

berdasarkan suatu prinsip kromatografi ataupun menggunakan

alat spektrofotometer. Cara tersebut digunakan untuk


mendeteksi zat pewarana tersebut secara teliti,kerena itu

minimal diperlukan fasilitas yang cukup serta dituntut tersedianya

pelarut organik yang biasanya cukup mahal harganya.

Disamping itu teknik tersebut juga memerlukan waktu yang

cukup lama.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari metode

yang praktis, tetapi teliti untuk mengidentifikasi adanya

pewarnaan sintesis dan bila perlu dapat membedakan jenis

pewarna sintesis dalam pangan.

Adanya kebutuhan yang mendesak tersebut juga ditegaskan

oleh JECFA. Beberapa teknis analisis sebagai berikut :

1) Teknik Analisis Sederhana

Ide dari metode sederhana itu didasarkan pada kemampuan

zat pewarna tekstil yeng berbeda dengan zat pewarna pangan

sintesis,di antaranya karena daya kelarutanya dalam air yang

berbeda. Zat pewarna pangan sintetis, diantaranya karena

daya kelarutannya dalam air yang berbeda. Zat pewarna

tekstil seperti rhodamin B (merah), methanil yellow( kuning),

dan malchite green (hijau), bersifat tidak larut dalam air. Pada

tabel 3.8 dapat dilihat daftar beberapa pewarna sintesis yang

mudah larut dalam air.


Tabel 1.1 Pembagian pewarna sintetis berdasarkan kelarutan
dalam air

Pewarna Warna Mudah


Sintesis Larut
dalam
Air
Rhodamin Merah Tidak

B Tidak
Methanil
Kuning Tidak
Yellow
Ya
Malachite
Hijau Ya
Green
Ya
Sunset
Kuning Ya
Yellow
Ya
Tartazine

Brilliant
Kuning Ya

Blue Biru Ya

Carmosine Merah Ya

Erytthrosine Merah Ya

Fast Red E Merah


Amaranth
Merah
Carmine

Imdigo
biru
Carmine

Ponceau
Merah
4R
2) Analisis zat warna yang dilarang ( Rhodamin B dan Methanyl

Yellow)

a) Cara Reaksi Kimia

Cara reaksi kimia dilakukan dengan cara menambahkan

pereaksi-pereaksi berikut: HCl pekat, H2SO4 Pekat, NaOH

10%. Lalu diamati reaksi apa yang terjadi (reaksi perubahan

warna) pada masing-masing sampel yang sudah dilakukan

pemisahan dari bahan-bahan pengganggu (matriks).

b) Cara Kromatografi Kertas

Sejumlah cuplikan 30-50 gr ditimbang dalam gelas kimia

100ml, ditambahkan asam asetat encer kemudian

dimasukkan benang wool bebas lemak secukupnya, lalu

dipanaskan di atas nyala api kecil selama 30 menit sambil

diaduk. Benang wool dipanaskan dari larutan dan dicuci

dengan air dingin berulang-ulang hingga bersih. Pewarna

dilarutkan dari benang wool dengan penambahan amonia

10% di atas penangas air hingga sempurna. Larutan

berwarna yang didapat dicuci lagi dengan air hingga bebas

amonia.

Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan zat

warna pembanding yang cocok (larutan pekatan yang

berwarna merah gunakan pewarna zat merah). Jarak

rambatan elusi 12 cm dari tepi bawah kertas. Elusi dengan


eluen I (etilmetalketon: aseton:air=70;30:30) dan eluen II (2 g

NaCl dalam 100 ml etanol 50%). Keringkan kertas

kromatografi di udara pada suhu kamar. Amati bercak-

bercak yang timbul. (Sastrohamidjojo, H.1985).

E. Tinjauan Umum Kromatografi

 1. Definisi Umum

Kromatografi kertas adalah suatu nama yang diberikan untuk

teknik pemisahan tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada

tahun 1903 oleh TSWETT, ia telah menggunakannya untuk

pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna, dan nama kromatografi

diambilkan dari senyawa yang berwarna . Meskipun demikian

pembatasan untuk senyawa-senyawa yang berwarna tak lama dan

hampir kebanyakan pemisahan-pemisahan secara kromatografi

sekarang diperuntukan pada senyawa-senyawa yang tak berwarna,

termasuk gas.

Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase

yaitu satu fase tetap (stationary) dan yang lain fase bergerak (mobile);

pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fase

ini. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat –

sifat dari fase tetap,yang dapat beruapa zat padat atau zat cair. Jika

fase tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fase tetap

berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi


serapan (absorption chromatography); jika zat cair, dikenal

sebagaikromatografi partisi (partition chromatography). Karena fase

bergerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada empat

macam sistem kromatografi. Keempat macam sistem kromatografi

tersebut:

a. Fasa bergerak zat cair - fase tetap padat:

Dikenal sebagai kromatografi serapan yang meliputi kromatografi

lapisan tipis dan kromatografi penukaran ion.

b. Fasa bergerak gas - fase tetap padat:

Kromatografi gas padat

c. Fasa bergerak zat cair – fase tetap cair:

Dikenal sebagai kromatografi partisi dan kromatografi kertas

d. Fasa bergerak gas – fase tetap zat cair:

Kroamatografi gas – cair dan kromatografi kolom kapiler

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada

kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi

sendiri di antara fase-fase bergerak dan tetap dalam perbandingan

yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa terhadap senyawa

yang lain.

Keuntungan-keuntungan dari kromatografi pertama-tama ia

merupakan metode pemisahan yang cepat dan mudah dan

menggunakan peralatan yang murah dan sederhana. (Kecuali

untuk kromatografi gas) hingga campuran yang kompleks dapat


dipisahkan dengan mudah. Keuntungan lebih lanjut ialah hanya

membutuhkan campuran cuplikan yang sangat sedikit sekali,

bahkan justru tak mungkin menggunakan jumlah yang besar dalam

kromatografi. Disamping itu pekerjaan dapat diulang.

1. Kromatografi Kertas

Berbagai jenis pemisahan yang sederhana dengan

Kromatografi kertas telah dikerjakan di mana proses dikenal

sebagai “analisa kapiler”. Metode-metode seperti ini sangat

bersesuaian dengan kromatografi serapan, dan sekarang

kromatografi kertas dipandang sebagai perkembangan dari

sistem partisi. Salah satu zat padat dapat digunakan untuk

menyokong fase tetap yaitu bubuk selulosa.

Mula-mula telah dilakukan pemisahan asam-asam amino dan

peptida-peptida yang merupakan hasil hidrolisa protein wool

dengan suatu cara dimana kolom yang berisi bubuk diganti

dengan lembaran kertas dan kemudian diletakkan dalam bejana

tertutup yang berisi uap jenuh larutan. Ini adalah merupakan

jenis dari sistem partisi dimana fase tetap adalah air, disokong

oleh molekul-molekul selulose dari kertas, dan fase bergerak

biasanya merupakan campuran dari satu atau lebih pelarut-

pelarut organik dan air.

Suatu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah tentang

peralatan. Pada kromatografi kertas peralatan yang dipakai


tidak perlu alat-alat yang teliti atau mahal. Hasil-hasil yang baik

dapat diperoleh dengan peralatan dan materi-materi yang

sangat sederhana. Senyawa-senyawa yang terpisahkan dapat

dideteksi pada kertas dan dapat segera diidentifikasikan.

Bahkan jika dikehendaki, komponen-komponen yang

terpisahkan dapat diambil dari kertas dengan jalan memotong-

motongnya yang kemudian dilarutkan secara terpisah.

2. Prinsip kerja

Suatu zat yang terdapat dalam campuran akan terpisah

disebabkan adanya proses migrasi yang dinamis dalam suatu

sistem yang terdiri dari dua fase, dimana suatu fase bergerak

terus menerus dengan arah tertentu dan masing-masing

substansi menjalankan kecepatan yang yang disebabkan oleh

perbedaan partisi, kelenturan tekanan, uap, ukuran molekul.

3. Garis Besar Secara Umum dari Cara Kerja

Setetes dari larutan cuplikan yang mengandung campuran yang

akan dipisahkan diteteskan/ diletakkan pada daerah yang diberi

tanda di atas sepotong kertas saring di mana ia akan meluas

membentuk noda yang bulat. Bila noda telah kering kertas

dimasukkan dalam bejana tertutup yang sesuai dengan satu

ujung, di mana tetesan cuplikan ditempatkan, tercelup dalam

pelarut yang dipilih sebagai fasa bergerak (jangan sampai noda


tercelup karena berarti senyawa yang akan dipisahkan akan

terlarut dari kertas.

Pelarut bergerak melalui serat-serat dari kertas oleh gaya

kapiler dan menggerakkan komponen-komponen dari campuran

cuplikan pada perbedaan jarak dalam arah aliran pelarut. Perlu

diperhatikan bahwa permukaan dari kertas jangan sampai

terlalu basah dengan pelarut karena hal ini tidak akan

memisahakan sama sekali atau daerah-daerah noda akan

menjadi kabur. Bila permukaan pelarut telah bergerak sampai

jarak yang cukup jauhnya atau setelah waktu yang telah

ditentukan, maka kertas diambil dari bejana dan kedudukan dari

permukaan pelarut diberi tanda dan lembaran kertas dibiarkan

kering. Jika senyawa-senyawa berwarna maka mereka akan

terlihat sebagai pita-pita atau noda-noda yang terpisah. Jika

senyawa-senyawa tak berwarna maka mereka harus dideteksi

dengan cara fisika dan kimia. Cara yang biasa adalah

menggunakan suatu pereaksi atau pereaksi-pereaksi yang

membersikan sebuah warna terhadap beberapa atau semua

dari senyawa-senyawa. Sering juga menggunakan cara deteksi

dengan sinar ultra ungu atau teknik radio kimia. Bila daerah-

daerah dari noda yang terpisah telah dideteksi, adalah perlu

untuk mengidentifikasi tiap-tiap individu dari senyawa. Dalam

keadaan ideal maka tiap-tiap komponen memberikan warna


yang karakteristik bila diberi suatu pereaksi, seperti sering

terjadi pada senyawa-senyawa anorganik, tetapi hal ini sangat

jarang terjadi untuk senyawa-senyawa organik. Penambahan

dengan pereaksi kedua akan menyebabkan perubahan-

perubahan warna yang karakteristik terhadap beberapa noda

dan lenyapnya yang lain.

Metode identifikasi yang paling mudah adalah berdasarkan

pada kedudukan dari noda relatif terhadap permukaan pelarut,

menggunakan harga Rf. Kadang-kadang, terutama pada gugus-

gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang susunan

kimianya mirip, seperti asam-asam amino, harga-harga Rf

sangat berdekatan satu sama lain. Dalam hal perlu melakukan

teknik dua jalan. Kertas yang berbentuk persegi digunakan dan

cuplikan ditempatkan pada satu sudut. Pengembangan dengan

campuran pelarut 1, dengan ujung kertas AB dicelupkan,

memberikan pemisahan sebagian. Lembaran kertas diambil dan

dikeringkan dan kemudian dimasukkan dalam bejana kedua

dengan ujung AC dicelupkan dalam pelarut 2. Pengembangan

dengan pelarut ini, diikuti dengan pengeringan dan pemberian

perekasi tertentu akan memberikan noda-noda.

Kertas saring dapat digantungkan diletakkan sehingga pelarut

bergerak ke atas, ke bawah atau mendatar. Hasil-hasil dari

metode pertama dan kedua adalah mirip tetapi berbeda dari


metoda ketiga. Dalam metoda penaikkan (ascending) kertas

dicelupkan hingga ujung dimana aliran mulai bergerak terletak

sedikit di atas permukaan dari pelarut dan pelarut naik melalui

serat-serat dari kertas oleh gaya kapiler. Di dalam

metodepenurunan (descending) ujung atas dari kertas

dicelupkan dalam pelarut dan mengalir, meskipun diawali oleh

gaya kapiler diteruskan oleh gaya gravitasi. Metoda mendatar

(horizontal) sangat berbeda dari kedua metode di atas. Noda

cuplikan ditempatkan pada pusat dari kertas (biasanya kertas

saring berbentuk bulat) dan pelarut diteteskan juga di pusat

kertas. Aliran juga oleh gaya kapiler, senyawa-senyawa dalam

campuran segera berkembang dengan pelarut.

Bila akan melakukan pemisahan dengan kromatografi kertas

maka hal-hal seperti berikut perlu mendapatkan perhatian:

a. Metoda (penaikkan, penurunan atau mendatar).

b. Macam dari kertas.

c. Pemilihan dan pembuatan pelarut (fase bergerak).

d. Kesetimbangan dalam bejana yang dipilih.

e. Pembuatan cuplikan.

f. Waktu pengembangan.

g. Metoda deteksi dan identifikasi.


Di samping sifat-sifat dari kertas dan pelarut, ada faktor-faktor

utama yang mempengaruhi pemisahan yaitu suhu, besarnya

bejana, waktu pengembangan dan arah aliran pelarut.

4. Alat dan Teknik

a. Metode Penurunan

Alat yang pokok adalah berupa bejana yang terbuat dari gelas,

platina atau logam tahan karat yang di atasnya ditutup untuk

mencegah penguapan dari pelarut.

1) Bejana

2) Kertas

3) Tempat pelarut

4) Batang gelas untuk menggantungkan kertas

5) Penutup bejana

b. Metoda penaikkan

Bejana yang digunakan untuk kromatografi penaikan sama

seperti untuk kromatografi penurunan, tetapi pelarut diletak di

bagian bawah dari bejana, dan kertas dicelupkan di atasnya.

c. Metoda mendatar

Dalam cara ini kertas dibentuk bulat ditengahnya diberi lubang

sebagai tempat untuk meletakkan sumbu yang terbuat dari

gulungan kertas atau dari benang di mana melalui ini pelarut


dapat naik yang kemudian membasahi kertas untuk kemudian

mengembang melingkar membawa senyawa yang dipisahkan.

5. Kertas

Pekerjaan mula-mula dalam kromatografi kertas dilakukan dengan

menggunakan kertas saring whatmann No. 1 dan hingga sekarang

masih dipakai. Meskipun demikian jenis kertas whatmann dengan

sebagai nomor banyak juga digunakan di mana semuanya dibuat

dengan kemurnian yang tinggi dan tebal merata.

Kertas dalam pemisahan terutama mempunyai pengaruh pada

kecepatan aliran pelarut. Sedangkan fungsi dari kertas sendiri

sangat kompleks. Efek-efek serapan disebabkan oleh sifat polar

dari gugus-gugus hidroksil di mana ini kemugkinan sangat penting

dan sejumlah kecil dari gugus karboksil dalam selulosa dapat

menaikkan terhadap efek-efek pertukaran ion.

Kecepatan aliran naik dengan penurunan kekentalan dari pelarut

(dengan kenaikan dalam suhu), tetapi aliran pelarut pada suhu

yang tertentu, ditentukan oleh kerapatan dan tebal dari kertas.

Penurunan kerapatan atau kenaikan tebal memberikan kecepatan

aliran yang lebih tinggi. Kertas whatmann No. 4 mempunyai

karakteristik yang mirip seperti No. 1, tetapi ia kira-kira memberikan

efek dua kali lebih cepat. Kertas-kertas yang lebih tebal (whatmann

No. 3 atau 3 MM) biasanya digunakan untuk pemisahan pada


jumlah yang lebih besar, karena mereka dapat menampung lebih

banyak cuplikan tanpa menaikkan area dari noda mula-mula.

Kertas disediakan dalam bermacam-macam standard lembaran,

bulatan dan gulungan dan dalam bentuk tertentu. Ia harus disimpan

di tempat jauh dari setiap sumber dari uap-uap (terutama ammunia,

yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap selulosa) dan

jangan ditempatkan pada tempat-tempat yang mempunyai

perubahan kelembaban yang tinggi.

6. Pelarut-pelarut

Fase bergerak biasanya merupakan campuran yang terdiri atas

satu komponen organik yang utama, air dan berbagai tambahan

seperti asam-asam, basa atau pereaksi-pereaksi kompleks, untuk

memperbesar kelarutan dari beberapa senyawa atau untuk

mengurangi yang lainnya. Anti oksida sering digunakan juga. Ia

harus dapat diperoleh dalam keadaan yang kemurniaanya tinggi.

Pelurut harus sangat mudah menguap, karena terlampau cepat

mengadakan kesetimbangan, pada keadaan lain volatilitas yang

tinggi mengakibatkan lebih cepat hilang meninggalkan lembaran

kertas setelah bergerak. Kecepatan bergeraknya harus tidak cepat

dipengaruhi oleh perubahan-perubahan suhu.

Contoh penggunaan dari pelarut yang dipilih untuk senyawa-

senyawa organik yang polar akan lebih mudah larut dalam air

daripada dalam zat-zat cair organik; akan terjadi gerakan yang


lambat jika fase bergerak anhidrida digunakan; penambahan air

terhadap pelarut akan menyebabkan senyawa-senyawa tersebut

untuk bergerak. Jadi n-butanol bukan merupakan suatu pelarut

untuk asam-asam amino jika tidak dijenuhkan dengan air;

penambahan asam cuka disertai dengan pemberian lebih banyak

air akan menjadi baik, yaitu akan menaikkan kelarutan dari asam-

asam amino. Banyak senyawa-senyawa polar lainnya yang

mempunyai karakteristik kelarutan yang mirip dengan asam-asam

amino, seperti indol-indol, guanidin, dan fenol-fenol, dapat

dipisahkan dengan menggunakan campuran-campuran ini.

Untuk mendapatkan hasil campuran pelarut yang tak dapat

diulang lagi maka harus dibuat hati-hati meskipun hanya dengan

gelas ukur. Pelarut jangan dipakai setelah selang beberapa lama.

Untuk pengembangan pengembangan selama satu malam pelarut

hanya digunakan satu kali pakai. Untuk penggunaan pelarut-pelarut

yang mudah menguap maka pemakaiannya dalam keadaan yang

baru saja dibuat.

7. Cara Penempatan Cuplikan pada Kertas

Larutan campuran yang akan dipisahkan ditempatkan pada

kertas yang berupa noda. Ia biasanya dibiarkan untuk berkembang

membentuk suatu bulatan. Bagian dari kertas yang ditetesi

dibiarkan dalam keadaan mendatar, sehingga larutan tetap dalam


keadaan kompak dalam bentuk bulatan. Kertas jangan sampai

tersentuh oleh zat-zat yang tak dikehendaki.

8. Deteksi daerah-daerah noda

Keberhasilan dari pemisahan kromatografi tergantung juga pada

proses deteksi. Senyawa-senyawa yang berwarna tertentu saja

terlihat sebagai noda-noda berwarna yang terpisah pada akhir

pengembangan. Untuk senyawa-senyawa tak berwarna

memerlukan deteksi secara kimia dan fisika.

9. Identifikasi dari senyawa-senyawa

Dalam mengidentifikasi noda-noda dalam kertas sangat lazim

menggunakan harga Rf ( retordation factor) yang didefinisikan

sebagai:

Jarak gerak zat terlarut


R f=
jarak gerak zat pelarut

Ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf yaitu:

Pelarut , Suhu, Ukuran dari bejana, Kertas, Sifat dari campuran

(Sastrohamidjojo Hardjono .2007).

10. Pemakaian dari Kromatografi Kertas

Seperti diketahui bahwa kromatografi kertas digunakan sebagai

alat dalam penelitian. Beberapa lapangan yang selalu

menggunakannya sebagai pekerjaan rutin dan penelitian adalah:

a. Klinik dan Biokimia

Pemisahan-pemisahan asam amino dan peptida-peptida dalam

usaha-usaha untuk menemukan struktur-struktur dari protein.


Pengujian rutin tentang urine dan cairan lainnya yang

mengandung asam-asam amino dan gula (sangat penting

karena ia dapat digunakan untuk diagnose suatu penyakit).

b. Bidang Analitik Umum

Analisa dari polimer-polimer. Deteksi dan pengiraan adanya

logam-logam dalam tanah. Penemuan senyawa-senyawa

penolat dalam ekstrat tanaman. Pemisahan alkaloida dan

pemisahan senyawa-senyawa yang mengandung radioisotop.

(Sastrohamidjojo, H. 2007)

1. Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis biasanya menggunakan sebuah

lempengan tipis yang terbalut gel silika atau alumina. Silika atau

alumina tersebut berfungsi sebagai fase diam. Materi lain juga

bisa digunakan sebagai fase diam asalkan mampu mengalami

pendarflour (fluorescence) dalam sinar ultra violet. Sementara

untuk fase gerak yang digunakan adalah pelarut atau campuran

pelarut yang digunakan. Aplikasi dari teknik pemisahan

kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk mengetahui jenis

pada campuran asam amino tertentu. Teman-teman mungkin

bertanya, interaksi apa yang terjadi pada proses kromatografi

cair sehingga terjadi pergerakan sampel di dalam pelarut? Ada

beberapa interaksi yang terjadi, diantaranya adalah


pembentukan ikatan hidrogen, ikatan vander walls dan gaya

debye. Atau bisa juga berupa pembentukan senyawa kompleks.

2. GLC (Gas Liquid Chromatography)

GLC merupakan salah satu jenis kromatografi gas yang

digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa organik yang

mudah menguap. Pada kromatografi ini, fasa gerak yang

digunakan adalah gas dan fasa diamnya adalah zat cair. Aplikasi

dari kromatografi gas misalnya digunakan untuk menentukan

komposisi kimia dari zat-zat yang tidak kita ketahui, seperti

misalnya senyawa berbeda dalam bensin. Waktu analisa

menggunakan GLC cenderung lebih lama. GLC menggunakan

instrumen yang lebih kompleks, beberapa instrumen penting

dalam GLC adalah sebagai berikut:

 Gas pembawa, merupakan gas yang harus inert dengan

sampel dan harus murni. Diantara gas pembawa yang banyak

digunakan adalah hidrogen, helium, nitrogen dan argon.

 Pengontrol aliran

 Injektor atau tempat untuk menyuntikkan sampel

 Kolom

 Detektor, merupakan instrumen yang berfungsi untuk

merupakan sinyal analitik menjadi sinyal listrik.


 Rekorder, merupakan instrumen yang akan merubah sinyal

listrik menjadi sinyal mekanik agar bisa dibaca dalam bentuk

data.

3. HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

Teknik pemisahan HPLC memiliki banyak keunggulan dibanding

dengan kromatografi lainnya, diantaranya adalah: cepat dalam

proses analisa, resolusi yang lebih tinggi, sensitivitas detektor

yang lebih tinggi, kolom yang dipakai dapat digunakan kembali,

ideal dan cocok untuk zat bermolekul besar dan berionik dan

mudah untuk rekoveri sampel. HPLC boleh dibilang sebagai

teknik tercanggih dalam metode kromatografi. HPLC juga

menggunakan sistem instrumen seperti pada kromatogarfi gas.

Di dalam teknik ini juga digunakan tekanan dan kecepatan yang

cukup tinggi sehingga mampu dihasilkan resolusi yang lebih

baik.

F. Kerangka Konsep

Sambal dimanfaatkan sebagai bumbu masak atau bahan campuran

pada berbagai industri pengolahan makanan, dan sebagian masyarakat

atau ibu rumah tangga lebih memilih untuk membeli bumbu yang sudah

diolah. Salah satunya adalah sambal botol, yang menjadi kekahwatiran

masyarakat apakah sambal tersebut mengandung zat pewarna Rhodamin


B, sebab apabila makanan di konsumsi dan masuk kedalam tubuh maka

akan mengakibatkan gangguan kesehatan. Dalam hail ini paling

berbahaya bila dikonsumsi terus menerus bisa menyebabkan gangguan

kesehatan misalnya gangguan pada fungsi hati, bahkan kanker hati.

Sambal botol

Penambahan Rhodamin B

Konsumen

Dampak Bagi Tubuh

Menimbulkan Gangguan Kesehatan

Gambar 1.2 : Skema kerangka konseptual


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian deskriptif. Sebab penulis ingin mengetahui ada tidaknya zat

pewarna Rhodamin B yang terkandung dalam sambal botol yang dijual

di beberapa pasar tradisional Kota Makassar.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah semua sambal botol yang di jual di beberapa pasar

tradisional Kota makassar

b. Sampel

Sampel yang diteliti sambal botol (lokal) yang di jual di beberapa

pasar tradisional Kota makassar


c. Cara Pengambilan Sampel

Sampel yang diambil secara random sampling..

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Balai Besar

Laboratorium Kesehatan Makassar.

2. Waktu penelitian

Penelitian telah dilaksanakan juni 2017

D. Kerangka Operasional

Sambal botol

Ekstraksi Dengan Benang

Wol

Ekstrak

Kromatografi

Kertas

Hasil
Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 1.3 : Skema kerangka operasional

E. Defenisi Operasional

a. Pasar Tradisional

Pasar tradisional adalah pasar yang pelaksanaanya bersifat

tradisional tempat bertemunya penjual pembeli, terjadinya

kesepakatan harga. Biasanya pasar tradisional umumnya

menyediakan berbagai macam bahan pokok keperluan rumah

tangga, dan pasar ini biasanya berlokasi di tempat yang

terbuka.

b. Rhodamin B

Rhodamin B adalah zat pewarna sintetik yang dilarang

pengguanaannya untuk makanan atau minuman. berbentuk

Kristal, berwarna hijau, tidak berbau dan bila dilarutkan pada air

akan berwarna merah berflouresens.

c. Sambal botol
Sambal botol adalah produk makanan berbentuk pasta yang

dibuat dari bahan baku buah atau sayuran dan mempunyai

aroma serta rasa yang merangsang.

F. Variabel Penelitian

Variabel yang diuji dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:

a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sambal botol yang dijual

dibeberapa pasar tradisional Kota Makassar

b. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah zat pewarna Rhodamin

G. Alat dan Bahan

1. Alat

Beaker glass, batang pengaduk, penangas air, benang wol bebas

lemak, kertas whatman no.1, chamber, pipet kapiler, pensil, dan

penggaris

2. Bahan

Eter, CH3COOH 6%, NH4OH 10%, Rhodamin B, campuran eluen

(Butanol : Asam Asetat : Air) 4 : 1 : 2

H. Prosedur Kerja

a. Pembuatan Reagen

1. CH3COOH 6%

%1 .V1= %2 .V2
100 .V1 = 6 .100

600
V 1=
100

V1= 6 ml

2. NH4OH 10%

%1 .V1 = %2 .V2

35 .V1 = 10 .100

1000
V1 =
35

V1 = 28,57 ml

3. Campuran Eluen (Butanol : AsamAsetat : Air) 4 : 1 : 2

1. Butanol

4
× 100 = 57,1 mL
7

2. AsamAsetat

1
× 100 = 14,2 mL
7

3. Air

2
× 100 = 29 mL
7

Dicampur butanol,asam asetat dan air yang sudah dipipet kedalam

beaker glass

b. Cara kerja

1. Disiapkan kertas whatman no.1 dengan cara digunting (disesuaikan

ukuran chamber) kemudian diberi tanda garis untuk tempat totolan


(1 cm dari bagian ujung bawah kertas) dan garis dimana baiknya

eluen berhenti (0,5 cm dari bagian ujung atas kertas).

2. Sampel sebanyak 50 ml diasamkan dengan menambahkan asam

asetat 6% hingga bereaksi sedikit asam, kemudian di dimasukkan

benang wool, lalu dipanaskan hingga zat warna melekat pada

benang wool.

3. Kemudian benang wol diangkat dan dilarutkan dengan amonia 10%

sebanyak 10 ml sampai zat warna pada benang wol luntur (larut),

lalu larutan tersebut dipekatkan di atas penangas air hingga bebas

ammonia.

4. Selanjutnya ditotolkan pada kertas whatman no.1, dan

disampingnya ditotolkan pula zat warna standar Rhodamin B

dengan selisih jarak 1 cm. Setelah totolan kering, dimasukkan

kedalam chamber yang telah terlebih dahulu diisi dengan eluen.

5. Kemudian ditunggu hingga larutan naik sampai pada garis atas,

kemudian kertas dikeluarkan, lalu diamati bercak yang terjadi,

setekah itu dibandingkan dengan warna standar serta dihitung Rf-

nya.

Dengan rumus :

Jarak gerak zat terlarut


R f=
jarak gerak zat pelarut

I. Analisa Data
Data yang di peroleh di tabulasi dan dianalisis secara deskriptif lalu

dianalisa secara narasi dan dihitung presentase positif dan negatif

dengan menggunakan rumus:

X/N x 100%

Keterangan:

X: jumlah sampel Positif (+) atau Negatif (-)

N: jumlah sampel keseluruhan yang diteliti

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2015. Bahan Tambahan Pangan (food additive).


EBOOKPANGAN.COM 2006., diakses pada 31 maret 2017
Anonim 2017. Bahaya Rhodamin B sebagai Pewarna Pada
Pangan.pdf diakses pada 31 maret 2017
Anonim 2015 Sambal Pada Makanan Indonesia. Diakses pada 8 april
2017
Astuti R, 2010. Penggunaan Zat Warna”Rhodamin B” pada Terasi
Berdasarkan Pengetahuan & Sikap Produsen Terasi di Desa
Bonoang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang.(online)
Websait http/Jurnal Unimus ac.id.
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM). 2012 Laporan
Tahunan Balai Besar POM Bandar Lampung Tahun 2012.
BBPOM. Lampung.
Butarbutar S, 2007.Analisa Kandungan Rhodamin B dan Natrium
Benzoat pada Cabai Merah(Capsicum Amnum L.) Giling yang Di
jual Dibeberapa Pasar di Kota Makassar Tahun 2007.
Skripsi.Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat: UIN

Cahyadi, 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan


Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Djarismawati, 2004. Zat Pewarna Berbahaya Rhodamin B. (online)
www.academia.edu/6849864/Zat- Pewarna- Rhodamin B.
Diaksespada april 2017

Devianti. 2009. KandunganRhodamin B PadaMakanan. (online)


www.academia.edu/436368/Kandungan -Rhodamin- Pada-
Makanan. Diaksestanggal 19 Mei 2015.

Fitri Syarifah, 2002. Zat Warna Biru Pada Makanan Paling Berbahaya
Bagi Kesehatan. PT. Gramedia Pustaka

Hanny dan Noryawati 2008. Bahan Tambahan Pangan Pewarna.


Jakarta:IPB Press
Ifu, A.L., Tamrin, dan Sadi Mantara, M.S.2016. Analisis kandungan
Rhodamin B Pada sambal botol yang diperdagangkan di pasar
modern kota kendari (study hypermart dan mall mandonga).
Kendari:, Jurnal Sains dan Teknologi Pangan. Vol.1,No.3,P.240-
245
Menteri Kesehatan RI No. 772 Tahun 2009. Bahan Tambahan
Pangan. Jakarta: Fokus Media

Nurheti Yuliarti. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Jakarta:


Andi
Rohman. 2007. KarakteristikRhodamin B.(online)
www.wikipedia.org.co.id (diaksespadatanggal 15 maret 2017)
Sastrohamidjojo Hardjono .2007 . Kromatografi . Yogyakarta :
Penerbit Liberty.
Wijaya H. 2009 . Bahan Tambahan Pangan ; Pewarna. Bogor :
Penerbit Kampus IPB Press.

Winarto. 1994 . Bahan Tambahan Untuk Makanan Dan Kontaminan.


Jakarta: PenerbitPustaka Sinar Harapan

Zainuddin D. 2012. Dampak Penggunaan Zat Pewarna Tekstil


Rhodamin B pada Makanan. http://Dinazainuddin.blogspot.com/20
12/12/dampak-penggunaan-zat-pewarna-tekstil.html?m=l (diakses
pada april 2017)

PROPOSAL PENELITIAN

IDENTIFIKASI RHODAMIN B PADA SAMBAL BOTOL (Lokal) YANG DI


JUAL DI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL KOTA MAKASSAR
ASFIYUNITA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PRODI D-III ANALIS KESEHATAN
2017

Anda mungkin juga menyukai