PENDAHULUAN
bisnis atau sektor privat yang yang menentukan tingkat keberhasilan korporasi
dalam mencapai kondisi high profile, kinerja keuangan dan kinerja perusahaan
peringkat ke-tujuh dunia, dengan jumlah total kerugian mencapai 74 milyar USD.
Para pemegang saham dilapori bahwa profit perusahaan mencapai 74 milyar USD,
1
Di Indonesia, skandal keuangan terbesar yang pernah terjadi adalah
skandal Bank Century pada tahun 2008. Bank yang pengelolaannya diambil alih
oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) karena salah urus atau tata kelola yang
buruk (bad governance) itu, mengalami rally penurunan rasio kecukupan modal
Oktober 2008, dan menjadi - 35,92% per 20 Nopember 2008. Kondisi tersebut
lebih luas mengenai tata kelola, kinerja perusahaan, kinerja keuangan dan nilai
perusahaan. Kejadian itu memicu aksi pengalihan simpanan nasabah dari bank
bermasalah ke bank yang lebih aman, sehingga terjadi penarikan simpanan secara
ditetapkan sebagai “Bank gagal dan berdampak sistemik” oleh Komite Stabilitas
mengucurkan dana talangan (bail out) sebesar 6,672 triliun rupiah (Kurniasari,
2012: 97).
untuk menimbulkan kesan tentang kinerja keuangan “sangat baik” atau “jauh
2
lebih baik” daripada kondisi keuangan yang sebenarnya (Mamo & Ada Aliaj,
2014: 55; Tassadaq & Malik, 2015: 544; Supriyati & Herlina, 2016: 107).
(BLBI) dan Bank Century di Indonesia, yang dapat terjadi karena adanya praktik-
praktik manajemen laba, akuntansi kreatif atau agresif, dan income smoothing
pada tata kelola perusahaan dan proses audit, maka penerapan GCG menjadi
keharusan yang tak terhindarkan bagi setiap korporasi bisnis. Pada dasarnya, GCG
adalah suatu sistem dan proses yang bertujuan untuk mengalokasikan sumber
daya korporasi sedemikian rupa sehingga nilai dan manfaat dapat dimaksimalkan
pemegang saham yang termasuk di ranah teori keagenan (Agency Theory); dan
dalam ranah teori stakeholder (Stakeholder Theory) (Sonmez & Yildirim, 2015:
sebagaimana terbukti pada penelitian Maria Rofina, dkk. (2013) yang ditandai
3
dengan meningkatnya Return on Investment (ROI) dan Return on Equity (ROE).
yang sama bahwa GCG berpengaruh positif terhadap kinerja finansial korporasi.
saham memunculkan tekanan untuk pelaku bisnis, stakeholder terkait dan peneliti
untuk mengkaji tentang arti penting, substansi, konsepsi dan penerapan GCG di
fungsi penting dari pasar saham/modal seperti PT. Bursa Efek Indonesia sebagai
pemegang saham, investor, konsumen, pegawai dan masyarakat yang lebih luas)
lokal. Bisnis jasa finansial di pasar saham berlandaskan pada kepercayaan (trust)
praktik kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh eksekutif korporasi atau spekulan,
dapat memicu kekacauan pasar atau bahkan krisis ekonomi sebagaimana yang
keuangan yang transparan dan akuntabel berbasis sistem akuntansi yang valid
4
Pedoman Umum Good Corporate Governance yang diharapkan dapat dijadikan
laporan keuangan. ;
tempat dan situasi adalah bervariasi.. demikian juga mengenai peran dan
masyarakat. GCG perlu dipahami dalam lingkup dan konteks lebih luas dari
5
dan kinerja keuangan pada high profile industry akan diukur dan dianalisis
Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 dan 2008 berdampak negatif
terhadap ekonomi global. Krisis keuangan adalah kondisi dimana nilai, aset, dan
kinerja dari lembaga-lembaga keuangan merosot tajam dengan cepat (Salvatore &
bahwa salah satu penyebab utama terjadinya krisis keuangan adalah kegagalan
dalam menjalankan GCG. Latif, Shahid, Haq, Waqas and Arshad (2013),
(Rashid and Lodh, 2011). Hal itu disebabkan karena pengaruh dari faktor-faktor:
Wang & Khan, 2013. Komposisi komite audit dan kualitas audit berpengaruh
untuk kepentingan pemegang saham, stakeholder, investor dan publik. Hassan dan
Halbouni (2013) menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara tipe
penjualan, sales, dan konsumen) tidak dipengaruhi oleh audit eksternal tetapi oleh
6
kualitas audit. Baik dan buruknya kualitas audit ditentukan oleh beberapa faktor
terdahulu, terutama antara Hassan dan Halbouni (2013) dengan Gardner, Hussin,
Sanusi, Sulong & McGowan (2013), maka peneliti memandang perlu melakukan
penelitian untuk mengkaji tentang hubungan dan interaksi antara GCG dengan
hasil penelitian Apadore & Subaryani (2014) dan peneliti lainnya maka variabel-
variabel GCG yang diteliti di dalam studi ini adalah: Dewan Komisaris
dijelaskan pada bagian latar belakang, maka permasalahan pada penelitian ini
keuangan perusahaan?
7
b. Apakah Komite Audit Independen (KAI) berpengaruh terhadap kinerja
keuangan perusahaan?
keuangan perusahaan?
1.3.2.1.Manfaat Teoritis
korporasi yang baik dan jauh dari praktik manajemen laba. Pemahaman
8
evaluasi pelaksanaan GCG pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
1.3.2.2.Manfaat Praktis
masukan bagi high profile Industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,
lebih luas.
9
penguasaan yang mendalam atas hal-hal tersebut sangat bermanfaat bagi
kinerja keuangan perusahaan, GCG. Bagi peneliti lain, hasil studi ini
diharapkan dapat menjadi sumber rujukan bagi peneliti lain yang berminat
Supaya penelitian ini dapat menjelaskan objek penelitian secara runtut dan
susunan penelitian dan berbagai hal yang akan dipaparkan pada masing-
BAB I : PENDAHULUAN
penulisan.
Didalam bab telaah pustaka akan dijelaskan mengenai apa saja landasan
penelitian dan hipotesis yang digunakan untuk memperjelas arah dan maksud
10
Metode penelitian adalah bagian dari penelitian ini yang isinya
dan hasil penelitian dan uji statistik berupa analisa data yang disertai dengan
pembahasan.
BAB V : PENUTUP
Bab akhir dalam penyusunan skripsi ini adalah penutup. Bagian ini
Dalam bagian ini juga akan diuraikan mengenai keterbatatasan penelitian ini,
pada daftar pustaka, dan juga pada bagian paling akhir dilengkapi dengan
11
BAB II
TELAAH PUSTAKA
secara primer menekankan pada aspek hak kepemilikan para pemegang saham
dan menentukan platform hubungan ekonomi dan hukum antara pemegang saham
selaku prinsipal dengan para manajer selaku “agen” dalam perspektif teori
partisipasi kepada pihak lain. Pandangan konvensional GCG ini jelas sangat
ini.
12
“seperangkat hukum, peraturan, dan norma yang wajib dipatuhi dan
dilaksanakan, untuk perusahaan atau korporasi dalam mengelola sumber daya
secara efisien guna menghasilkan nilai tambah ekonomi jangka panjang yang
berkelanjutan (sustainable) bagi para pemegang saham, pemangku kepentingan
(stakeholders), serta masyarakat yang lebih luas (publik)” (Effendi, 2009 dalam
Rofina, 2013: 3).
(FCGI) yang pada intinya adalah sebagai berikut (Hery, 2010: 18)”
global, regional, nasional muapun lokal atau domestik, serta fakta empirik yang
disebabkan karena GCG pada awalnya berupa kumpulan nilai-nilai dan prinsip-
prinsip yang dikembangkan oleh perusahaan untuk dapat eksis dan bertahan
global yang menjadi kebutuhan bagi korporasi di tiap negara di dunia agar bisa
bertransaksi di pasar modal. Isu, problem, kepentingan dan sistem ekonomi di tiap
13
negara adalah berbeda-beda, demikian juga halnya dengan kepentingan, tujuan
terjadinya kesenjangan teori dan praktik penerapan GCG, yang bersumber dari
pedoman umum penerapan GCG untuk menjamin bahwa semua pemegang saham
untuk menyikapi terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 – 1998 yang memberikan
dampak luas berupa: krisis nilai tukar rupiah, likuidasi 16 Bank papan atas, kasus
negara-negara OECD pada tahun 2004, maka pada tahun 2006 diterbikan Buku
memerlukan topangan dari tiga pilar utama, yaitu (Pedoman Umum GCG
14
a. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan
yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan,
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum
secara konsisten (consistent law enforcement);
b. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman
dasar pelaksanaan usaha;
c. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak
yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan
kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif
dan bertanggung jawab.
aspek bisnis dan tata kelola di semua jajaran perusahaan. Terdapat lima asas
GCG yang meliputi: (1) Transparansi; (2) Akuntabilitas; (3) Responsibilitas; (4)
2006: 3):
1. Transparansi (Transparency)
a. Prinsip Dasar:
Menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis. Perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan
harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah
yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan
pemangku kepentingan lainnya.
15
3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi
kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak
pribadi.
4) Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
a. Prinsip Dasar:
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan
untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Responsibility)
a. Prinsip Dasar:
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang
dan mendapat pengakuan sebagai corporate citizen.
16
2) Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara
lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di
sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang
memadai.
4. Independensi (Independency)
a. Prinsip Dasar:
Melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
17
2.1.3. Teori Keagenan (Agency Theory) dari Jensen & Meckling (1976)
tulisnya yang berjudul: “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs
teoritis di dalam berbagai literatur tentang GCG. Jensen & Meckling menjelaskan
kepentingannya di dalam hubungan keagenan (Daily et al. 2003; Lan et al. 2010
pemegang saham selaku “prinsipal” dengan para manajer selaku “agen” yang
selama dekade 1980-an dan tetap dipakai hingga saat ini, dimana manajer
sebelumnya bahwa: “perusahaan adalah kotak hitam (black box) yang selalu
18
dirahakan serta ditujukan untuk memaksimalkan nilai-nilai (values)” (Jensen,
1994).
di antara prinsipal dan agen yang pada umumnya bersumber dari situasi
mengejar pertumbuhan nilai dan kepentingan agen sendiri. Sorotan teori keagenan
tertuju pada sikap dan perilaku agen yang tidak peduli terhadap kepentingan
peryumbuhan dan nilai perusahaan. Respon atas realitas empiris yang berkembang
pada saat itu adalah: “kebutuhan para pemegang saham untuk dapat membatasi
dan agen diklasifikasikan menjadi dua permasalahan pokok, yaitu: (1) adanya
memiliki informasi yang lebih banyak, detil, dan akurat mengenai kinerja
19
keuangan dan kinerja perusahaan secara keseluruhan; dan (2) adanya konflik di
kepentingan personal agen (Meisser et al., 2006: 7 dalam Endrianto, 2010: 8).
Problem keagenan menimbulkan biaya (cost) yang harus dipikul baik oleh
prinsipal maupun agen. Biaya itu diklasifikan oleh Jensen dan Meckling (1976)
menjadi tiga kategori, yaitu: (1) biaya pengawasan (monitoring cost) untuk
mengawasi perilaku para agen; (2) biaya perikatan/kontrak (bonding cost), yaitu
biaya yang dikeluarkan agen dalam rangka mematuhi mekanisme dan prosedur
atau manfaat sebagai akibat adanya keputusan agen yang berbeda dengan
keputusan prinsipal. Perbedaan teori keagenan Jensen & Meckling (1976) dengan
teori keagenan sebelumnya adalah: “teori Jensen & Meckling tidak hanya
20
e. Pemilik lahan/properti dengan penyewa
f. Investor dan manajer portofolio
g. Bank pengawas (Bank Indonesia) dengan Bank yang diawasi
h. Konsumen dengan pemasok (supplier)
i. Dan lain-lain.
kinerja keuangan (Schoek, 2002; Kajuter et al., dalam Endrianto, 2010: 9).
prinsipal dan agen, dimana diatur hak dan kewajiban masing-masing pihak secara
hasil, insentif, hal-hal yang diperbolehkan atau tidak, risiko-risiko, serta keputusan
yang disepakati bersama oleh prinsipal dan agen. Penyusunan dan penerapan
kontrak kerja yang adil dan transparan adalah bagian tidak terpisahkan dari GCG
yang sudah menjadi fenomena dan kebutuhan global. Lebih lanjut, penerapan
21
sebagaimana yang dilaporkan oleh Priyanka Aggarwal (2013); Maria Rowina
terinci dan akurat daripada prinsipal atau stakeholder lainnya karena posisinya
bahwa informasi yang dimiliki oleh prinsipal (pemilik atau pemegang saham)
yang dimiliki oleh agen (manajer atau direksi). Asimetri informasi menjadi salah
satu faktor penyebab kerugian prinsipal dan stakeholder, dan bahkan tidak jarang
Century, Bank Suma, dan lain-lain. Asimetri informasi dijadikan objek sorotan
yaitu; (1) benar dan baik; (2) tidak benar dan tidak baik: (3) tidak ada kecurangan
(fraud); dan (4) ada kecurangan (fraud). Pada saat menerima informasi laporan
peluang “p = informasi benar dan baik, serta tidak ada kecurangan” atau “q = (1-
p) = informasi tidak benar dan tidak baik serta ada kecurangan”. Ketika pada
akhirnya prinsipal atau stakeholder tahu bahwa informasi yang diterimanya adalah
22
“q = informasi tidak benar dan baik, serta ada kecurangan”, biasanya prinsipal
tidak bisa berbuat apa-apa karena kecuarangan dan manipulasinya terlalu parah
sehingga tidak bisa diperbaiki lagi kecuali menutup perusahaan. Hal itulah yang
Adverse selection, yaitu pengambilan keputusan yang keliru atau tidak tepat
karena tidak didasarkan pada parameter yang benar, melainkan pada kondisi
keompok di atas kepentingan prinsipal atau stakeholder. Moral hazard ini akan
oportunistik, akan menurunkan reputasi dan nilai perusahaan, dan pada akhirnya
akan mengurangi utilitas sumber daya serta kesejahteraan dan manfaat yang
dirasakan oleh prinsipal, stakeholder dan masyarakat (Devos & Landeghem, 2006;
3). .
asimetri informasi yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap kinerja
23
2.1.5. Unsur-Unsur Good Corporate Governance (GCG)
1) Komite Audit
Komisaris Independen (DKI) dan Komite Audit (KA). Pemilihan indikator GCG
Dewan Komisaris Independen (DKI) pada high profile industry, adalah mutlak
dan/atau stakeholder; (3) konteks high profile industry yang diproksikan terhadap
24
2.1.7 Dewan Komisaris Independen (DKI)
komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan
dalam penelitian ini diukur dengan membagi jumlah dewan komisaris independen
dengan jumlah total dewan komisaris (Lai, 2005 dalam Andayani, 2010).
perihal Peraturan No I-A, tentang Pencatatan Saham dan Efek bersifat Ekuitas
selain saham yang diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat pada butir mengenai
25
bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good
komisaris.
perusahaan publik yang tercatat di bursa wajib memiliki beberapa anggota dewan
komposisi dewan komisaris dari luar lebih dapat untuk mengurangi kecurangan
secara efektif. Dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan akan dipandang
lebih baik, karena pihak luar perusahaan akan menetapkan kebijakan yang
memiliki susunan dewan komisaris yang hanya berasal dari dalam perusahaan.
integritas dan kejujuran yang tidak pernah diragukan, memahami seluk beluk
26
terhadap perkembangan lingkungan yang dapat mempengaruhi bisnis perusahaan,
kemampuan untuk mempengaruhi dan bekerja sama dengan orang lain, memiliki
berikut:
27
Beberapa kriteria lainnya tentang komisaris independen menurut
pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik, (4) memastikan
dan potensi krisis selalu diidentifikasi dan dikelola dengan baik serta (6)
28
memastikan prinsip-prinsip dan praktek GCG dipatuhi dan diterapkan dengan
adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk
manajemen. Komite audit merupakan organ yang dibentuk oleh dewan komisaris
komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Komite audit biasanya terdiri dari dua
hingga tiga orang anggota yang dipimpin oleh seorang komisaris independen.
cenderung dapat bertindak lebih efisien. Akan tetapi, komite audit beranggota
Dalam penelitian ini komite audit diukur dengan jumlah anggota komite audit
bahwa: “komite audit harus beranggotakan lima orang, diangkat untuk masa
jabatan lima tahun. Mereka harus memiliki pengetahuan dasar tentang manajemen
29
keuangan. Dua diantara lima orang anggota tersebut pernah menjadi akuntan
publik. Tiga orang anggota yang lain bukan akuntan publik. Ketua komite audit
dipegang oleh salah seorang anggota komite akuntan publik, dengan syarat
selama lima tahun terakhir mereka tidak berprofesi sebagai akuntan publik. Ketua
Selain itu komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen.
integeritasnya. Hal ini perlu disadari karena komite audit dianggap sebagai
Tanggung jawab komite audit pada umumnya pada tiga bidang, yaitu:
panjang.
30
etika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan
seperti yang diutarakan oleh Barol (2004) dalam Novi (2010), yaitu: “Mengaudit
kegiatan manajemen perusahaan dan auditor (intern dan ekstern). Mereka yang
audit yaitu:
Kewenangan komite audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu
dewan komisaris sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas
rekomendasi kepada dewan komisaris) kecuali untuk hal spesifik yang telah
memperoleh hak kuasa eksplisit dari dewan komisaris misalnya mengevaluasi dan
bahwa komite audit memiliki wewenang mengakses secara penuh, bebas dan tak
31
terbatas terhadap catatan, karyawan, dana, aset, serta sumber daya perusahaan
internal.
perusahaan yang diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh
pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan
(direktur dan komisaris). Menurut Wahyudi dan Prawestri (2006) dalam Mulyati
merupakan keinginan dari para pemegang saham. Ross, et al. (1999) dalam Putri
32
pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Kepemilikan saham
saham, sehingga manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan
yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari
jika kepemilikan manajerial tinggi, mereka memiliki posisi yang kuat untuk
terjadi karena manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan
33
yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari
bahwa pada level 0-5% terdapat hubungan non linier antara kepemilikan
perusahaan pada level 25-50% dan berhubungan negatif pada level > 50%.
untuk memperoleh laba yang dapat dilihat dari laporan keuangannya. Kinerja
tujuannya. Pengukuran kinerja keuangan meliputi dua sisi, yaitu sisi sisi internal
dan eksternal. Sisi internal dapat dinilai dari laporan keuangan perusahaan,
sementara sisi eksternal dapat dilihat dari nilai perusahaan yang diukur dengan
kinerja keuangan perusahaan adalah rasio keuangan yang meliputi rasio likuiditas,
solvabilitas dan profitabilitas. Salah satu indikator yang lazim dipakai adalah
atau rasio antara laba bersih setelah pajak dengan total aset sebagai berikut:
perusahaan dalam mengelola sumber daya atau aset secara efisien untuk
34
menghasilkan laba pada periode tertentu. Nilai ROA yang tinggi menggambarkan
kinerja keuangan perusahaan yang sangat baik (Sarafina & Saifi, 2017). Rasio ini
(revenue) dari operasi perusahaan (Kasmir, 2003 dalam Herawanto, dkk., 2017).
dalam industri perkebunan saja. Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan
Governance dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penilaian Good
35
Corporate Governance terhadap perusahaan-perusahaan tersebut yang semuanya
mendapatkan nilai di atas delapan puluh persen, yang berarti bahwa nilai
menunjukkan adanya hubungan yang positif antara dewan komisaris dan komite
Dewan Komisaris dan Komite Audit terhadap kinerja keuangan perusahaan yang
diukur menggunakan ROA, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
36
ROA perusahaan yang diukur
menggunakan ROA, dari penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan
secara simultan dari variabel
Dewan Komisaris Independen dan
Komite Audit terhadap Return On
Assets.
GCG
DEWAN KOMISARIS
INDEPENDEN (DKI)
(X1) H1
H2
KOMITE AUDIT (KA) KINERJA KEUANGAN (ROA)
(X2) (Y)
H3
Kepemilikan
Manajerial
(X3)
37
2.4 Pengembangan Hipotesis
perusahaan yang diproksikan terhadap ROA dan ROE (V.O. Muller, 2014: 899).
GCG berpengaruh positif terhadap NPM, ROI dan ROE. M.A. P Aggarwal (2013)
keuangan perusahaan yang diproksikan dengan ROA dan ROE. Lebih lanjut, O.
Stephen Annnu et al., (2014) melaporkan hasil studinya bahwa keberadaan komite
audit yang efektif berpengaruh positif terhadap ROA, ROE dan ROCE.
sebagai berikut:
38
H2: Komite Audit (KA) berpengaruh terhadap kinerja keuangan
Kepemilikan manajerial dapat menjadi insentif dan sekaligus hambatan bagi nilai
perusahaan yang dapat dilihat diukur sari kinerja keuangan perusahaan. Jensen &
Meckling menyatakan bahwa manajer yang punya saham memiliki insentif untuk
meningkatkan cash flow dan mengurangi arus pembayaran keluar. Leland and
saham para manajer adalah sinyal mengenai bertambah baiknya nilai perusahaan.
tinggi, mereka memiliki posisi yang kuat untuk melakukan kontrol terhadap
perusahaan (Morck, Shleifer, Vishny, & Stulz 1988, dalam Nguyen, 2017).
Lebih lanjut dikemukakan bahwa pada level 0-5% terdapat hubungan non linier
39
negatif pada level 5-25%, berhubungan positif antara kepemilikan manajerial
dengan nilai perusahaan pada level 25-50% dan berhubungan negatif pada level >
50%.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
Rasio ini juga disebut sebagai Return on Investment (ROI). ROA adalah
ada. Data ROA dalam penelitian ini diambil dari laporan keuangan tahunan
pemegang saham pengendali, serta bebas dari hub ungan bisnis atau
41
bertindak independen. Proporsi Dewan Komisaris Independen diukur
b) Komite Audit
42
3.1 Populasi dan Sampel
1. Populasi:
dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi pada penelitian kali ini adalah
2. Sampel:
populasi yang diteliti”. Penelitian kali ini menggunakan sampel laporan keuangan
b. Memiliki laporan keuangan lengkap mulai dari tahun 2013 hingga tahun 2016
43
3.3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, di mana
data tersebut tidak diperoleh secara langsung oleh peneliti. Adapun data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan metode
diperoleh melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia dan situs resmi masing-
masing perusahaan.
untuk memberikan gambaran dari suatu data melalui perhitungan nilai rata-
rata, nilai median, nilai standar deviasi, nilai minimum, nilai maksimum, dan
sebagainya
digunakan, tepat, dan tidak bias. Uji asumsi klasik merupakan syarat yang
44
Model regresi linier dapat dikatakan baik jika memenuhi uji asumsi klasik,
terdiri dari:
tidaknya distribusi eror dari regresi. Model regresi dikatakan baik jika erornya
melalui salah satu dari dua cara sebagai berikut: dengan melihat penyebaran
data pada sumbu diagonal dalam grafik normal P-P Plot of Regression
S). Pada penelitian kali ini digunakan kedua cara tersebut sekaligus.
Jika nilai sig dari KS-Z < 0,05, maka HO ditolak, H1 diterima
Jika nilai sig dari KS-Z > 0,05, maka HO diterima, H1 ditolak
Pengujan ini dilakukan untuk menguji apakah terdapat korelasi antara variable
H1 : Ada multikolinearitas
45
Pengujian mengacu pada nilai dari VIF (Varian Inflaction Factor) dengan
ketentuan,
dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antara error pada
H1 : Ada autokorelasi
Digunakan untuk menguji varians dari error apakah homogen atau heterogen
H1 : Ada heteroskedastisitas
ditolak
46
3.5.3. Uji Hipotesis
Untuk menguji benar tidaknya hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya, maka
α0 = Konstanta
αi = Koefisien regresi
ε = eror
menjelaskan variasi variabel dependen. Nilainya berkisar antara nol hingga satu,
Ho : α1 = α2 = α3 = α4 = α5 = α6 = α7 = 0
H1 : α1 ≠ α2 ≠ α3 ≠ α4 ≠ α5 ≠ α6 ≠ α7 ≠ 0
ROA
47
Jika sig dari F > 0.05 Ho diterima, H1 ditolak
48
PENGARUH GOOD CORPORATE
GOVERNANCE TERHADAP KINERJA
KEUANGAN PERUSAHAHAAN PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
TAHUN 2013 - 2016
SKRIPSI
Disusun oleh: