PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai
200 juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian
maternal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian
tersebut adalah perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan
preeklampsi/eklampsi 12,9%, persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus
1
12,9%, dan sebab langsung yang lain 7,9%. Seksio sesarea di Amerika
Serikat dilaporkan meningkat setiap tahunnya, Pada tahun 2002 terdapat 27,6
% seksio sesarea dari seluruh proses kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1%
merupakan seksio sesarea primer. Laporan American College of Obstretician
and Gynaecologist (ACOG) menyatakan bahwa seksio sesarea primer
terbanyak pada primigravida dengan fetus tunggal, presentasi vertex, tanpa
komplikasi. Indikasi primigravida tersebut untuk seksio sesarea adalah
presentasi bokong, preeklampsi, distosia, fetal distress, dan elektif. Distosia
merupakan indikasi terbanyak untuk seksio sesarea pada primigravida sebesar
66,7%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan penelitian
Gregory dkk pada 1985 dan 1994 masing-masing 49,7% dan 51,4% distosia
menyebabkan seksio sesarea.2
Persalinan terlantar adalah persalinan macet atau berlangsung lama, yang
dapat menyebabkan komplikasi pada si ibu atau janin. Tergolong partus
terlantar adalah distosia, panggul sempit dan persalinan macet. Distosia
adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG
dibagi menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger),
dan kelainan jalan lahir (passage). Panggul sempit (pelvic contaction)
merupakan salah satu kelainan jalan lahir yang akan menghambat kemajuan
persalinan karena ketidaksesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul
ibu yang biasa disebut dengan disproporsi sefalopelvik. Istilah disproporsi
sefalopelvik muncul pada masa dimana indikasi utama seksio sesarea adalah
panggul sempit yang disebabkan oleh rakhitis. Disproporsi sefalopelvik sejati
seperti itu sekarang sudah jarang ditemukan, umumnya disebabkan oleh janin
yang besar.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Partus terlantar adalah persalinan yang mengalami kemacetan ataupun
berjalan lambat yang dapat menyebab kan komplikasi bagi si ibu ataupun
janinnya.
B. Anatomi Ukuran Panggul
1. Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra
sacrum 1, linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata
diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium,
Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari
telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh
permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan
tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina
diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk
tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang
ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.1,3
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke
promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5
cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan
konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam
simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan
konjugata obstetrika sedikit sekali.1
Gambar 1. Diameter pada Pintu Atas Panggul
C. Klasifikasi
berdasarkan definisinya, yang termasuk ke dalam partus terlantar adalah :
1. Partus tak maju
2. CepaloPelvic Disporpotion (CPD) atau panggul sempit
3. Persalinan lama atau sulit (distosia)
D. Etiologi
Penyebab dari partus terlantar tergantung dari klasifikasinya, apakah itu
distosia, partus tak maju, dan cepalopelvic disproportion. Namun sebenarnya
penyebab dari ketiga masalah tersebut tak jauh berbeda, yaitu 3P (Power atau
kekuatan his, Passage atau jalan lahir, Passanger yaitu janinnya).
E. Manifstasi klinis
TANDA-TANDA PERSALINAN TIDAK MAJU
a. Pada ibu :
1) Gelisah
2) Letih
4) Berkeringat
5) Nadi cepat
6) Pernafasan cepat
b. Janin :
F. Kriteria diagnosis :
1. Kesempitan pintu atas pangul
a. Panggul sempit relatif : Jika konjugata vera > 8,5-10 cm
b. Panggul sempit absolut : Jika konjugata vera < 8,5 cm
2. Kesempitan panggul tengah
Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis
dan spina os ischii dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas
sacral ke-4 dan ke-5.
Ukuran yang terpenting dari bidang ini ialah:
a. Diameter transversa (diameter antara kedua spina) – 10,5 cm.
b. Diameter anteroposterior dari pinggir bawah simfisis ke pertemuan
ruas sakral ke-4 dan ke-5 – 11,5 cm.
c. Diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antara kedua spina
ke pertemuan sacral ke-4 dan ke-5 – 5 cm.
Dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit jika :
Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5
cm atau kurang (10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm).
Diameter antara spina kurang dari 9 cm .
Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara
klinis harus diukur secara rontgenologis, tetapi jika dapat juga
menduga adanya kesempitan bidang tengah panggul jika:
Spina ischiadica sangat menonjol.
Dinding samping panggul konvergen.
Diameter antara tuber ischii 8,5 cm atau kurang.
3. Kesempitan pintu bawah panggul
Bila jarak antara tuber os ischii 8 cm atau kurang.
G. Penanganan
Penanganan cepalopelvic disporpotion
1. Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara
kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat
berlangsung per vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan
percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi,
termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapar diketahui sebelum
persalinan.4
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala,
tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak
lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42
minggu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi
moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi
penyulit persalinan percobaan.4
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan
selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala
bayi sudah keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya
dilakukan episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan
mulut janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati
dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil,
dapat dilakukan pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga
menjadi bahu depan dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan
lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil,
penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha
melahirkan janin dengan menggerakkan dimuka dadanya. Untuk
melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan kanannya, dan
sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul
untuk melahirkan bahu depan.4
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test
of labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas,
sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour
karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam
kemudian. Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya
pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul sempit dan
terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.7
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan
per vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik.
Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang
sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran
bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk
PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada
keadaan ini dilakukan seksio sesarea.7
2. Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat
dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata.
Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada
komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak
dapat diperbaiki.4
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa
waktu) dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada
indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan
syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.4
3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan
kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.4
4. Kraniotomi dan Kleidotomi
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau
kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat
dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea.4
Persalinan perabdominal
CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila dalam persalinan terjadi
CPD akan kita dapatkan persalinan yang macet. Dalam hal ini pemilihan cara
2) Lakukan evaluasi kondisi janin DJJ, bila air ketuban pecah lihat warna air
ketuban :
pengurangan jumlah air ketuban yang ada hubungannya dengan gawat janin.
3) Pemberian bantuan secara umum pada ibu inpartu akan memperbaiki kontraksi
Ruptur Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius
selama partus tak maju, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada
mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin
dan panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan
tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat terenggang
kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk
cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah kista transversal
atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisis dan umbilikus.
Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam
segera.2
Cincin Retraksi Patologis
Walaupun sangat jarang, dapat timbul konstriksi atau cincin lokal uterus
pada persalinan yang berkepanjangan. Tipe yang paling sering adalah cincin
retraksi patologis Bandl, yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang
berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat, disertai
peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi
semacam ini cincin dapat terlihat jelas ebagai suatu indentasi abdomen dan
menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus. Konstriksi uterus
lokal jarang dijumpai saat ini karena terhambatnya persalinan secara
bekepanjangan tidak lagi dibiarkan. Konstriksi lokal ini kadang-kadang masih
terjadi sebagai konstriksi jam pasir (hourglass constriction) uterus setelah
lahirnnya kembar pertama. Pada keadaan ini, konstriksi tersebut kadang-
kadang dapat dilemaskan dengan anestesi umum yang sesuai dan janin
dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan
dengan segera menghasilkan prognosis yang lebih baik bagi kembar kedua.2
Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul, tetapi
tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang
terletak di antaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang
berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas
dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula
vesikovaginal, vesikoservikal, atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat
penekanan ini pada persalinan kala dua yang berkepanjangan. Dahulu, saat
tindakan operasi ditunda selama mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi
saat ini jarang terjadi kecuali di negara-negara yang belum berkembang.2
Cedera Otot-otot Dasar Panggul
Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot-otot
dasar panggul atau persarafan atau fasia penghubungnya merupakan
konsekuensi yang tidak terelakan pada persalinan pervaginam, terutama
apabila persalinannya sulit. Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat
tekanan langsung dari kepala janin serta tekanan ke bawah akibat upaya
mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar panggul
sehingga terjadi perubahan fungsional dan anatomik otot, saraf, dan jaringan
ikat. Terdapat semakin besar kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot dasar
panggul selama melahirkan ini akan menyebabkan inkontinensia urin dan alvi
serta prolaps organ panggul. Karena kekhawatiran ini, dalam sebuah jajak
pendapat baru-baru ini terhadap ahli kebidanan perempuan inggris, 30 persen
menyatakan kecendrungan melakukan seksio sesarea daripada persalinan
pervaginam dan menyebutkan alasan pilihan mereka yaitu menghindari cedera
dasar panggul.2
Sepanjang sejarah obstetri, intervensi yang ditujukan untuk mencegah
cedera dasar panggul telah lama dilakukan. Sebagai contoh, pada tahun 1920
DeLee menyarankan persalinan dengan forseps profilaktik untuk mengurangi
peregangan terhadap otot dan saraf pada persalinan kala dua dan untuk
melindungi dasar panggul serta fasia di dekatnya dari peregangan berlebihan.
Namin, kemajuan dalam bidang obstetri pada abad ke-20 umumnya
difokuskan untuk memperbaiki prognosis neonatus serta morbiditas dan
mortalitas ibu akibat preeklamsia, infeksi, dan perdarahan obstetri.2
Contoh klasik cedera melahirkan adalah robekan sfingter ani yang terjadi
saat persalinan pervaginam. Robekan ini terjadi pada 3 sampai 6 persen
persalinan dan sekitar separuh dari mereka kemudian mengeluhkan adanya
inkontinensia alvi atau gas. Walaupun proses persalinan jelas berperan penting
dalam cedera dasara panggul, insiden, dan jenis cedera yang dilaporkan sangat
bervariasi antara beberapa penelitian. Saat ini masih terdapat ketidakjelasan
mengenai insiden cedera dasar panggul akibat proses melahirkan dan
informasi tentang peran relatif proses obstetrik yang mendahuluinya masih
terbatas.2
EFEK PADA JANIN
Partus tidak maju itu sendiri dapat merugikan. Apabila panggul sempit dan
juga terjadi ketuban pecah lama serta infeksi intrauterus, resiko janin dan ibu
akan muncul. Infeksi intrapartum bukan saja merupakan penyulit yang serius
pada ibu, tetapi juga merupakan penyebab penting kematian janin dan
neonatus. Hal ini disebabkan bakteri di dalam cairan amnion menembus
selaput amnion dan menginvasi dseidua serta pembuluh korion, sehingga
terjadi bakterimia pada ibu dan janin. Pneumonia janin, akibat aspirasi cairan
amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnnya.2
Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput
suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat
berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius.
Kaput dapat hampir mencapai dasar panggul sementara kepala sendiri belum
cakap. Dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara
prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forseps. Biasanya kaput
suksedanum, bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam beberapa
hari.2
Molase Kepala Janin
Akibat tekanan janin his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak
saling bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses
yang disebut molase (molding, moulage). Biasanya batas median tulang
parietal yang berkontak dengan promontorium bertumpang tindih dengan
tulang disebelahnya; hal yang sama terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun,
tulang oksiptal terdorong ke bawah tulang parietal. Perubahan-perubahan ini
sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang nyata. Di lain pihak, apabila
distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan robekan tentorium,
laserasi pembuluh darah janin, dan perdarahan intrakranial pada janin.2
Sorbe dan Dahlgren mengukur diameter kepala janin saat lahir dan
membandingkannya dengan pengukuran yang dilakukan 3 hari kemudian.
Molase paling besar terjadi pada diameter suboksipitobregmatika dan
besarnya rata-rata 0,3 cm dengan kisaran sampai 1,5 cm. Diameter biparietal
tidak dipengaruhi oleh molase kepala janin. Faktor-faktor yang berkaitan
dengan molase adalah nuliparitas, stimulasi persalinan dengan oksitosin, dan
pengeluaran janin dengan eksreaksi rahim vakum. Melaporkan suatu
mekanisme penguncian (locking mechanism) saat tepi-tepi bebas tulang
kranium saling terdorong ke arah yang lainnya, mencegah molase lebih lanjut
dan mungkin melindungi otak janin. Mereka juga mengamati bahwa molase
kepala janin yang parah dapat terjadi sebelum persalinan. Holland melihat
bahwa molase yang parah dapat menyebabkan perdarahan subdural fatal
akibat robeknya septum durameter, terutama tentorium serebeli. Robekan
semacam ini dijumpai baik pada persalinan dengan komplikasi maupun
persalinan normal.2
Bersamaan dengan molase, tulang parietal, yang berkontak dengan
promontorium, memperlihatkan tanda-tanda mendapat tekanan besar, kadang-
kadang bahkan menjadi datar. Akomodasi lebih mudah terjadi apabila tulang-
tulang kepala belum mengalami osifikasi sempurna. Proses penting ini
mungkin dapat menjadi salah satu penjelasan adanya perbedaan dalam proses
persalinan dari dua kasus yang tampak serupa dengan ukuran-ukuran panggul
dan kepala identik. Pada satu kasus, kepala lebih lunak dan mudah mengalami
molase sehingga janin dapat lahir spontan. Pada yang lain, kepala yang
mengalami osifikasi tahap lanjut tetap mempertahankan bentuknya sehingga
terjadi distosia.2
Tanda-tanda khas penekanan dapat terbentuk di kulit kepala, pada bagian
kepala yang melewati promontorium. Dari lokasi tanda-tanda tersebut, kita
sering dapat memastikan gerakan yang dialami kepala sewaktu melewati pintu
atas panggul. Walaupun jarang, tanda-tanda serupa timbul di bagian kepala
yang pernah berkontak dengan simfisis pubis. Tanda-tanda ini biasanya lenyap
dalam beberapa hari.2
Fraktur tengkorak kadang-kadang dijumpai, biasanya setelah dilakukan
upaya paksa pada persalinan. Fraktur ini juga dapat terjadi pada persalinan
spontan atau bahkan seksio sesarea. Fraktur mungkin tampak sebagai alur
dangkal atau cekungan berbentuk sendok tepat di posterior sutura koronaria.
Alur dangkal relatif sering dijumpai, tetapi karena hanya mengenai lempeng
tulang eksternal, fraktur ini tidak berbahaya. Namun, yang berbentuk sendok,
apabila tidak diperbaiki secara bedah dapat menyebabkan kematian neonatus
karena fraktur ini meluas mengenai seluruh ketebalan tengkorak dan
membentuk tonjolan-tonjolan permukaan dalam yang melukai otak. Pada
kasus ini, bagian tengkorak yang cekung sebaiknya dielevasi atau dhilangkan.2
Kematian Janin
Hal ini dialami karena gangguan perfusi pembuluh darah ke janin
Komplikasi Cepalopelvic disproportion
Komplikasi dapat terjadi pada ibu dan janin. Pada Ibu, komplikasi yang
3. Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah, sering terjadi
talipusat menumbung.
6. Ruptur uteri.
7. Simfisiolisis.
8. Infeksi intrapartal.
9. Karena partus lama, terjadi penekanan pada jalan lahir sehingga
2. Prolapsus funikuli.
3. Perdarahan intrakranial.
5. Robekan pada tentorium serebri karena moulage yang hebat dan lama.
6. Fraktur pada tulang kepala oleh karena tekanan yang hebat dari his.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Partus terlantar adalah persalinan yang mengalami kemacetan atau
persalinan yang berlangsung lama. Penyebab partus terlantar yaitu dapat saja
akibat panggul yang sempit (cepalopelvic disporpotion), persalinan yang
berlangsung lama akibat his yang tak adekuat, pemanjangan pada kala 1 dan
2, atau partus tak maju. Kesemua itu disebabkan oleh adanya gangguan pada
power, passage dan passanger (3P).
DAFTAR PUSTAKA
Hyperlink:http://196.33.159.102/1961%20VOL%20XXXV
%20JulDec/Articles/10%20October/3.5%20A%20CLINICAL
%20CLASSIFICATION%20OF%20CEPHALO-PELVIC
%20DISPROPORTION.%20C.J.T.%20Craig.pdf, 28 April 2014.
3. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21.
Jakarta: EGC, 2005.
Hyperlink:http://72.14.235.132/search?
q=cache:RqVXzDPzkgIJ:yayanakhyar.wordpress.com/2008/09/05/arrest-of-
decent-cephalopelvic-disproportion-cpd/+Cephalo-
pelvic+disproportion&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id, 28 April 2014.